IMPLEMENTASI SISTEM PEMBELAJARAN MITIGASI BENCANA DI SEKOLAH SIAGA BENCANA MIN JEJERAN
WONOKROMO PLERET BANTUL SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Nurul Putri Wulandari NIM 11108244025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
ii
PERSETUJUAN
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya
sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat orang
yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan
mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang berlaku.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam lembar pengesahan adalah
asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode
berikutnya.
Yogyakarta, 5 Oktober 2015
Yang menyatakan,
Nurul Putri Wulandari
v MOTTO
“Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja
yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri” [Tafsir Surah
An-Nisaa : 79]
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan
tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, karya ini penulis persembahkan
kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan segala karunia-Nya sehingga saya bisa
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak, ibu, dan saudaraku tercinta yang senantiasa memberikan doa, motivasi
dan semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menjadi tempat
menuntut ilmu.
vii
IMPLEMENTASI SISTEM PEMBELAJARAN MITIGASI BENCANA DI SEKOLAH SIAGA BENCANA MIN JEJERAN
PLERET WONOKROMO BANTUL Oleh
Nurul Putri Wulandari NIM 11108244048
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana di sekolah siaga bencana MIN Jejeran Wonokromo Pleret Bantul. Aspek yang diteliti meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sistem pembelajaran mitigasi bencana.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penentuan subjek penelitian dilakukan secara purposive. Subjek penelitian adalah informan kunci yaitu kepala sekolah, informan utama yaitu guru khusus menangani siaga bencana dan guru kelas, dan informan tambahan yaitu siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan model Miles and Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pengujian keabsahan data dengan trianggulasi teknik..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa MIN Jejeran melakukan 2 tipe mitigasi bencana yaitu Hasil penelitian menunjukkan bahwa MIN Jejeran melakukan 2 tipe mitigasi bencana yaitu mitigasi struktural dengan pembangunan gedung sekolah yang memanfaatkan bahan-bahan yang kuat dan aman seperti beton dan penggunaan baja ringan untuk atap sekolah. Penataan ruang kelas yang aman, penyediaan area evakuasi, serta adanya denah evakuasi sekolah. Mitigasi non-struktural dengan pengintegrasian pembelajaran mitigasi bencana pada seluruh mata pelajaran untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan terkait kebencanaan. Selain itu pembiasaan budaya siaga seperti membuang sampah pada tempatnya, menata kendaraan dan sepatu untuk selalu menghadap keluar. Implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana dilakukan dengan 3 tahap yaitu (1) perencanaan sistem pembelajaran mitigasi bencana dilakukan dengan merancang tujuan program siaga bencana melalui visi, misi, dan tujuan sekolah, merancang RPP mitigasi sekolah pada seluruh mata pelajaran serta fasilitas pendukung pelaksanaan pembelajaran mitigasi bencana, serta pembiasaan budaya siaga. (2) pelaksanaan sistem pembelajaran tercermin dalam pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran mitigasi bencana pada seluruh mata pelajaran yang didalamnya ada pembiasaan budaya siaga dengan memanfaatkan fasilitas pendukung mitigasi bencana.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikanTugas Akhir
Skripsi yang berjudul “Implementasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana di
Sekolah Siaga Bencana MIN Jejeran Wonokromo Pleret Bantul” dengan lancar.
Penulis menyadari sepenuhnya, tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
Tugas Akhir Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Rochmad Wahab, M. Pd. MA, Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.
2. Bapak Dr. Haryanto, M. Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin penelitian untuk keperluan
penyusunan skripsi.
3. Ibu Hidayati, M. Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Universitas
Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan rekomendasi dan bantuan dari
awal pembuatan proposal hingga penyusunan skripsi ini terselesaikan.
4. Ibu Woro Sri Hastuti, M.Pd, pembimbing I dan Ibu Supartinah, M.Hum,
pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah
membimbing peneliti sampai penyusunan skripsi ini selesai.
5. Bapak Ahmad Musyadad, M.Si, Kepala Sekolah MIN Jejeran yang telah
memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
6. Bapak dan Ibu guru MIN Jejeran yang telah membantu dalam memberikan
ix
7. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu peneliti mengaharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca.
Yogyakarta, 5 Oktober 2015 Penulis,
x DAFTAR ISI
hal
JUDUL ……….. i
PERSETUJUAN ………... ii
SURAT PERNYATAAN………..……. iii
PENGESAHAN……….. iv
MOTTO……….. v
PERSEMBAHAN ………. vi
ABSTRAK ……….… vii
KATA PENGANTAR……… viii
DAFTAR ISI ………..… x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian ... 8
C. Rumusan Penelitian... 8
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Mengenai Implementasi ... 11
B. Kajian Mengenai Sistem Pembelajaran ... 12
1. Pengertian Sistem Pembelajaran ... 12
2. Ciri-Ciri Sistem Pembelajaran ... 16
3. Komponen Sistem Pembelajaran ... 19
4. Langkah-Langkah Penyusunan Perencanaan Pembelajaran ... 26
C. Kajian Mengenai Mitigasi Bencana ... 30
1. Bencana ... 30
2. Mitigasi Bencana ... 33
xi
4. Respon/Daya Tanggap ... 42
5. Pemulihan (Recovery) ... 43
D. Kajian Mengenai Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana ... 45
E. Kajian Mengenai Sekolah Siaga Bencana ... 54
1. Pengertian Sekolah Siaga Bencana ... 55
2. Tujuan Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana ... 56
3. Parameter Sekolah Siaga Bencana ... 57
F. Pertanyaan Penelitian ... 62
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 64
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 65
C. Subyek Penelitian... 66
D. Teknik Pengumpulan Data ... ... 67
E. Instrumen Pengumpulan Data ... 70
F. Teknik Analisis Data ... 79
G. Rencana Pengujian Keabsahan Data ... 81
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian ... 83
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 83
2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 85
B. Hasil Penelitian ... 86
1. Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana di MIN Jejeran ... 86
2. Perencanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana ... 109
3. Pelaksanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana ... 124
4. Evaluasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana ... 149
C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 153
1. Implementasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana di MIN Jejeran... 153
2. Perencanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana ... 164
3. Pelaksanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana ... 173
xii
D.KeterbatasanPenelitian ... 183
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 185
B.Saran ... 187
DAFTAR PUSTAKA ... 189
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Table 1 Panduan Pengumpulan Data ... 70
Tabel 2 Kisi-kisi Observasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana ... 76
Tabel 3 Kisi-kisi Wawancara Kepala Sekolah ... 76
Tabel 4 Kisi-kisi Wawancara dengan Guru Ahli Mitigasi Bencana ... 77
Tabel 5 Kisi-kisi Wawancara Guru Kelas ... 77
Tabel 6 Kisi-kisi Wawancara dengan Siswa ... 78
Tabel 7 Kisi-kisi Dokumen Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana ... 79
Tabel 8 Komponen Pembelajaran Matematika ... 124
Tabel 9 Komponen Pembelajaran PKn ... 131
Tabel 10 Komponen Pembelajaran IPA ... 135
Tabel 11 Komponen pembelajaran IPS ... 138
Tabel 12 Komponen Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 141
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1 Peta Kerawanan Bencana di DIY ... 2
Gambar 2 Kerangka Pendekatan Sistem ... 13
Gambar 3 Komponen Sistem Pembelajaran ... 20
Gambar 4 Proses terjadinya bencana ... 31
Gambar 5 Teknik Analisis Data dan Model Miles and Huberman ... 81
Gambar 6 Visi Misi dan Tujuan MIN Jejeran ... 88
Gambar 7 Plakat dari SEAMEO ... 92
Gambar 8 Rambu yang dipasang di area parkir ... 92
Gambar 9 Penjelasan di area evakuasi ... 95
Gambar 10 Penjelasan wilayah sekolah dalam zona merah ... 96
Gambar 11 Suasana Simulasi kecil ... 96
Gambar 12 PLAN lembaga yang memberikan bantuan ... 100
Gambar 13 Proses Pembelajaran yang memanfaatkan media LCD ... 102
Gambar 14 Suasana UKS ... 105
Gambar 15 Ketersediaan obat-obatan ... 105
Gambar 16 Kepemilikan Oksigen UKS MIN Jejeran ... 106
Gambar 17 Area evakuasi kampus 1 ... 106
Gambar 18 Area Evakuasi Kampus 2 ... 106
Gambar 19 Dragbar atau tandu ... 108
Gambar 20 Alat Pemandam Kebakaran ... 108
Gambar 21 Bel Sekolah yang dimanfaatkan sebagai alarm tanda bahaya ... 108
Gambar 22 Penayangan dokumenter oleh guru ... 146
Gambar 23 Kegiatan diskusi siswa ... 146
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ... 192
Lampiran 2 Pedoman Wawancara Guru Mitigasi Bencana ... 195
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Guru Kelas ... 199
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Siswa ... 202
Lampiran 5 Pedoman Observasi Implementasi ... 204
Lampiran 6 Pedoman Observasi Proses ... 206
Lampiran 7 Pedoman Observasi Guru ... 208
Lampiran 8 Pedoman Dokumentasi Perangkat Sistem ... 210
Lampiran 9 Pedoman Dokumentasi Data dan Kebijakan ... 211
Lampiran10 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ... 213
Lampiran 11 Hasil Wawancara Guru Mitigasi Bencana ... 217
Lampiran 12 Hasil Wawancara Guru Mitigasi Bencana ... 224
Lampiran 13 Hasil Wawancara Guru Kelas ... 231
Lampiran 14 Hasil Wawancara Guru Kelas ... 238
Lampiran 15 Hasil Observasi Implementasi ... 243
Lampiran 16 Hasil Observasi Proses ... 247
Lampiran 17 Hasil Observasi guru ... 250
Lampiran 18 Hasil Dokumentasi Perangkat Sistem ... 254
Lampiran 19 Hasil Dokumentasi Data dan Kebijakan ... 256
Lampiran 20 Triangulasi Teknik ... 259
Lampiran 21 Profil MIN Jejeran ... 273
Lampiran 22 RPP Matematika ... 277
Lampiran 23 RPP PKn ... 284
Lampiran 24 Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana ... 287
Lampiran 25 Kurikulum MIN Jejeran ... 289
Lampiran 26 Surat Ijin dari FIP ... 290
Lampiran 27 Surat Ijin dari Sekertariat Daerah ... 291
Lampiran 28 Surat Ijin dari BAPPEDA ... 292
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Bencana yang terjadi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Peningkatan jumlah bencana dan korban jiwa ditimbulkan oleh
bencana itu sendiri dan sungguh sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) di Indonesia,
peningkatan bencana sejak tahun 1815-2014 yang signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia cukup sering dilanda bencana alam yang
banyak menimbulkan korban jiwa. Terbukti dari sejarah bencana besar yang
pernah terjadi di Indonesia.
Peristiwa besar yang pernah menjadi bencana besar di Indonesia,
dipengaruhi oleh geologi wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia berada pada
pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu lempeng Indo-Australia di
bagian selatan, lempeng Eurasia di bagian utara dan lempeng Pasifik di
bagian timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan
sehingga lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia dan
menimbulkan gempa bumi, jalur gunung api, dan sesar atau patahan.
Penunjaman lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara dengan
lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi
dan rangkaian gunung api aktif sepanjang pulau Sumatera, Jawa, Bali dan
Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng (Lilik
2
Wilayah kabupaten Bantul berdiri di tanah yang merupakan pertemuan
lempeng tektonik aktif yaitu lempeng Indo-Australia dan lempeng eurasia.
Letak wilayah kabupaten Bantul berada di wilayah selatan DIY yang
berbatasan langsung dengan samudera Hindia. Dilihat dari keadaan
geografis wilayah Bantul, berdasarkan sumber Disdukcapil Kab. Bantul
luas wilayah kabupaten 506,85 km2 dengan topografi sebagai dataran rendah
140% dan lebih dari separuhnya (60%) daerah perbukitan yang kurang
subur. Selain itu, kabupaten Bantul di aliri 6 sungai yang mengalir
sepanjang tahun yaitu: sungai Oyo, Opak, Code, Winongo, Bedog, dan
Progo. Banyaknya sungai yang mengalir di wilayah kabupaten Bantul dapat
memicu terjadinya bencana banjir dan tanah longsor. Sehingga dengan
keadaan wilayah tersebut kabupaten Bantul sangat berpotensi timbulnya
berbagai bencana. Berikut adalah peta perseberan bencana yang ada di DIY.
Gambar 01. Peta Kerawanan Bencana di DIY
Menurut Gambar 01. menunjukkan bahwa potensi bencana di DIY
3
dari itu pemerintah daerah kabupaten Bantul mengeluarkan Peraturan
Daerah No 5 Tahun 2010 tentang penanggulangan bencana yang telah
disesuaikan dengan keadaan daerah Kabupaten Bantul. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana alam berdasarkan Perda No 5 Tahun 2010 adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,
dan rehabilitasi. Perda ini dikeluarkan mengingat bahwa penyelenggaraan
penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang
Pemerintah Daerah, maka perlu dilasanakan secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh. Penangulangan bencana yang dilakukan
oleh pemerintah daerah di kabupaten Bantul bekerjasama dengan berbagai
pihak seperti BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), PMI
(Palang Merah Indonesia), dan pihak-pihak terkait yang dapat membantu
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sehingga,
penyelenggaraan penanggulangan bencana dibutuhkan upaya yang
menyeluruh dan proaktif dimulai dari pengurangan risiko bencana.
Pengurangan risiko bencana ini dimulai dari mengenalkan ancaman
bencana apa saja yang akan dihadapi, bagaimana cara mengurangi ancaman
dan kerentanan, serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi bencana yang akan terjadi. Mitigasi bencana merupakan salah
satu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
4
salah satu bidang saja, namun meliputi di bidang pendidikan, kesehatan, dan
sosial. sektor pendidikan merupakan sarana yang sangat tepat untuk
mengkampanyekan pengurangan risiko bencana ini.
Sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional
No. 70a/MPN/SE/2010 tentang pengarusutamaan Pengurangan Risiko
Bencana di Sekolah, serta mengkampanyekan Sejuta Sekolah dan Rumah
Sakit Aman yang diluncurkan 29 Juli 2010, maka Kementerian Nasional
memberikan prioritas kusus untuk melakukan rehabilitasi bangunan sekolah
untuk menciptakan sekolah aman. Sekolah siaga bencana merupakan salah
satu upaya menanamkan budaya siaga dan udaya aman di sekolah dan
menyebarluaskan serta mengembangkan pengetahuan kebencanaan
masyarakat melalui sekolah.
Maka sangat tepat jika dalam lembaga pendidikan baik formal maupun
non-formal dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai
pendidikan kesiapsiagaan bencana atau pendidikan pengurangan risiko
bencana sebagai tindakan preventif dan antisipatif terhadap keadaan alam
lingkungan kita yang rawan akan terjadinya bencana alam. Sehingga
sangat penting memasukkan pendidikan pengurangan risiko bencana
dalam kurikulum sekolah. Dimasukkannya pendidikan pengurangan risiko
bencana dalam kurikulum sekolah, diharapkan kesiapsiagaan para warga
sekolah lebih meningkat.
Peristiwa gempa DIY menjadi tolak ukur pemerintah daerah untuk
5
bencana. Berdasarkan data dari Dikdasmen Bantul, 2009 (dalam Akbar K.
Setiawan, 2010: 4) data kerusakan sekolah yang ada di kabupaten Bantul
akibat adanya bencana alam gempa bumi tektonik, dari 1.116 sekolah mulai
dari TK, SD/MI, SMP/MTs, SLB, SMA/MA dan SMK terdapat 197 sekolah
yang hancur, 421 sekolah rusak berat, 344 sekolah rusak ringan, dan 154
sekolah dalam kondisi baik. Dari data banyaknya kerusakan sekolah
Kabupaten Bantul, banyak sekolah yang mulai merintis sekolah siaga
bencana. Pengintegrasian pendidikan tentang mitigasi bencana dalam
setiap pembelajaran di sekolah, diharapkan timbul budaya siaga dan
budaya aman warga sekolahnya. Sekolah yang akan mengacu pada
pendidikan pengurangan risiko bencana ini, diperlukan sistem
pembelajaran yang mengacu pada pendidikan mitigasi bencana.
Pendidikan mitigasi bencana yang diterapkan di sekolah siaga bencana
dimulai dengan sistem pembelajaran mitigasi bencana. Pembelajaran
merupakan suatu sistem, karena pembelajaran merupakan kegiatan yang
bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Proses pembelajaran itu merupakan
rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen, itulah pentingnya
setiap guru memahami sistem pembelajaran. Melalui pemahaman sistem,
minimal setiap guru akan memahami tujuan pembelajaran atau hasil yang
diharapkan, proses kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan,
pemanfaatan setiap komponen dalam proses kegiatan untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana mengetahui keberhasilan
6
pendekatan sistem pembelajaran, penanaman mitigasi bencana dapat
diterapkan di sekolah-sekolah yang rawan akan terjadinya bencana.
Indonesia mulai merintis sekolah yang mengacu pendidikan mitigasi
bencana saat wilayah Nangroe Aceh Darussalam dilanda gempa dan
tsunami 26 Desember 2004. Semenjak kejadian 2004, di NAD banyak
sekolah yang sudah menerapkan pendidikan mitigasi bencana dalam
sistem pembelajarannya. Di Banda Aceh sudah ada beberapa sekolah
rintisan SSB, yaitu SMAN 1, SMAN 6, MAN 2, SMPN 1, SDN 1 dan SDN
2. Sekolah-sekolah ini diinisiasi oleh LIPI, Compress, UNESCO, JTIC
TDMRC,UN ISDR dan Uni Eropa pada tahun 2009/2010 (Khairul Anwar,
2014). Monitoring dan evaluasi yang dilakukan pada tahun 2011
memberikan gambaran masih minimnya usaha-usaha yang dilakukan
sekolah dalam upaya pengurangan risiko bencana. Akan tetapi, sekolah
memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan pengetahuan
kebencanaan di masa yang akan datang mengingat rawannya wilayah NAD
akan terjadinya bencana gempa dan tsunami (Faisal Ilyas, 2014).
Belajar dari NAD, terutama setelah kejadian gempa bumi 27 Mei 2006
yang melanda wilayah daerah Yogyakarta tepatnya di kabupaten Bantul,
banyak sekolah-sekolah yang mulai memasukkan pendidikan mitigasi
bencana dalam proses pembelajaran. Sebelum kejadian gempa 2006,
belum banyak bahkan belum ada sekolah di Yogyakarta yang
memasukkan pendidikan pengurangan risiko bencana dalam
7
Yogyakarta mulai merintis sekolah yang berbasis Sekolah Siaga Bencana.
Salah satunya MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) Jejeran Wonokromo
Pleret, Bantul.
MIN Jejeran merupakan salah satu sekolah yang berhasil menerapkan
sistem pembelajaran mitigasi bencana. Berdasarkan bimbingan dari PLAN
dan forum LINGKAR, MIN jejeran dapat melaksanakan pendidikan
mitigasi bencana dalam pembelajarannya. MIN Jejeran juga bekerjasama
dengan instansi terkait seperti BPBD, PMI, dan Puskesmas Pleret dalam
penyelenggaraan simulasi bencana untuk beberapa pelaksanaan simulasi
rutin. Organisasi PLAN dan forum LINGKAR bekerjasama memberikan
bimbingan mulai dari kepala sekolah, guru, staf dan karyawan, siswa MIN
Jejeran, sarana dan prasarana untuk menunjang pembelajaran mitigasi,
serta pengenalan lingkungan sekolah yang termasuk zona rawan bencana.
Bahkan sekolah ini pernah menorehkan prestasi menjadi 3rd winner of the
SEAMEO-Japan Award Theme Education for Disaster Risk Reduction.
Perolehan prestasi tersebut MIN Jejeran menjalin kerjasama MOU terkait
implementasi pendidikan pengurangan risiko bencana dengan
sekolah-sekolah peserta lomba dari beberapa negara seperti Thailand, Philipina,
dan Myanmar. Pada acara Asian Ministerial Conference on Disaster Risk
reduction (AMCDRR) yang diadakan di Jogja Expo Center (JEC),
Yogyakarta pada tanggal 22-25 Oktober 2012, MIN Jejeran mendapatkan
kunjungan untuk melihat bagaimana simulasi tanggap bencana yang
8
Pentingnya pengadaan sistem pembelajaran mitigasi sebagai wujud
aksi pengurangan risiko bencana sangat diperlukan bagi sekolah yang
berada di wilayah rawan bencana. MIN Jejeran telah berhasil menerapkan
pembelajaran mitigasi bencana sebagai wujud pengurangan risiko bencana
di sekolah, diharapkan sistem pembelajaran mitigasi bencana juga dapat
diimplementasikan oleh sekolah lain. Dari hasil tersebut mendasari
penelitian dilakukan dengan mengangkat judul “Implementasi Sistem
Pembelajaran Mitigasi Bencana di Sekolah Siaga Bencana MIN Jejeran
Wonokromo Pleret Bantul”.
B. Fokus Penelitian
Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala itu yang bersifat holistic
(menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga tidak akan
menetapkan penelitian hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi
keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat, pelaku,
dan kegiatan.
Dalam penelitian ini, menfokuskan penelitian pada implementasi
sistem pembelajaran mitigasi bencana di Sekolah Siaga Bencana MIN
Jejeran Wonokromo Pleret Bantul.
C. Rumusan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka
rumusan penelitian yang dapat ajukan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana perencanaan sistem pembelajaran mitigasi bencana di
9
2. Bagaimana pelaksanaan sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN
Jejeran?
3. Bagaimana evaluasi sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN
Jejeran?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui.
1. Perencanaan sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran.
2. Pelaksanaan sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran.
3. Evaluasi sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran.
E. Manfaat Penelitian
Secara rinci, manfaat dari penelitian tentang implementasi sistem
pembelajaran mitigasi bencana di Sekolah Siaga Bencana MIN Jejeran ini
adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi motivasi siswa
untuk menerapkan budaya siaga dan aman dalam menghadapi
setiap bencana yang terjadi.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam
rangka membelajarkan mitigasi bencana kepada peserta didiknya
agar siap untuk menghadapi segala bencana yang terjadi.
c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan
dalam rangka pengawasan, pembinaan, dan evaluasi bagi guru
10 2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi
sekolah-sekolah yang sedang dalam proses penerapan sistem pembelajaran mitigasi
di sekolah yang wilayahnya rawan berpotensi terjadinya bencana alam
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Mengenai Implementasi
Menurut Nurdin Usman (2002: 70) mengemukakan pendapatnya
mengenai implementasi atau pelaksanaan.
“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.”
Implementasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah
pelaksanaan atau penerapan. Menurut Wina Sanjaya (2010: 126), penerapan
merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi lagi tingkatannya dibandingkan
dengan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini berhubungan dengan
kemampuan mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari
dengan teori, rumus-rumus, dalil, hukum, konsep, ide dan lain sebagainya ke
dalam situasi baru yang konkret. Perilaku yang berkenaan dengan
kemampuan penerapan ini, misalnya kemampuan memecahkan suatu
persoalan dengan menggunakan rumus, dalil, atau hukum tertentu.
Pengertian implementasi yang dikemukan, dapat dikatakan bahwa
implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan terencana dan
dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk
mencapai tujuan yang sudah dirancang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
implementasi merupakan penerapan atau proses untuk melaksanakan ide,
proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat
menerima dan melakukan penyesuaian demi terciptanya suatu tujuan yang
12 B. Kajian Mengenai Sistem Pembelajaran 1. Pengertian Sistem Pembelajaran
Menentukan kualitas proses pendidikan, dapat menggunakan salah
satu pendekatan yaitu pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem dapat
dilihat berbagai aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses.
Dalam sebuah sistem dapat menentukan tujuan, untuk mencapai tujuan
dibutuhkan sebuah proses, dan dibutuhkan komponen atau unsur-unsur
tertentu selama proses untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran
merupakan sebuah sistem, karena pembelajaran merupakan kegiatan yang
bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Proses pembelajaran itu merupakan
rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen.
Sebelum beranjak pada pengertian sistem pembelajaran, terlebih
dahulu memahami pengertian sistem. Wina Sanjaya (2010: 2) berpendapat
sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan komponen yang satu sama lain
saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Zahara Idris, 1987
(dalam Fuad Ihsan, 2003: 108) sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas
komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai
sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar
acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil (product). Menurut
Hamzah B. Uno (2006: 11-14), sistem adalah suatu kesatuan unsur-unsur
yang saling berinteraksi secara fungsional yang memperoleh masukan
13
Gambar 2. Kerangka Pendekatan sistem (Hamzah B. Uno, 2006: 14) Pada kerangka pendekatan sistem ini terlihat bahwa apa yang ingin
dicapai (restriction) merupakan dasar analisis suatu sistem. Restriction
terumusakan dalam tujuan (objective), standar perilaku yang diharapkan
(performance standar) juga kemungkinan hambatan dalam mencapai tujuan
(constraint). Berdasarkan kepada tujuan sistem, selanjutnya dapat
dirumuskan masukan (input), yakni apa yang ingin dicapai sesuai tujuan.
Masukan tersebut diproses sehingga menghasilkan keluaran (output) tertentu.
Hasil evaluasi terhadap output dijadikan dasar umpan balik (feed back) untuk
melakukan perbaikan atau revisi, baik terhadap proses maupun terhadap
input. Atas dasar inilah seluruh komponen sistem berhubungan dan
berinteraksi berdasarkan alur diatas. Berdasarkan uraian ini, pembelajaran
merupakan suatu sistem mempunyai sejumlah komponen yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan pengertian diatas yang dimaksud sistem disini adalah
serangkaian komponen pembelajaran yang saling berhubungan atau Input
Objectives Performance Standart
Constraint
Feed Back Control Process
14
berinteraksi antara komponen yang satu dengan yang lain yang memiliki
fungsi sendiri-sendiri setiap komponennya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Menurut Oemar Hamalik (2010: 57), sistem pembelajaran adalah suatu
kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu
tujuan. Manusiawi terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru,
dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi
buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape.
Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari rungan kelas, perlengkapan audio
visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian
informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Sistem pembelajaran merupakan suatu sistem, karena pembelajaran
merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Proses
pembelajaran itu merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai
komponen itulah pentingnya setiap guru memahami sistem pembelajaran.
Melalui pemahaman sistem, minimal setiap guru akan memahami tentang
tujuan pembelajaran atau hasil yang diharapkan, proses kegiatan
pembelajaran yang harus dilakukan, pemanfaatan setiap komponen dalam
proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana
mengetahui keberhasilan pencapaian tersebut.
Sistem bermanfaat untuk merancang atau merencanakan suatu proses
15
membantu menciptakan hasil yang diharapkan (Eli, 1979 dalam Wina
Sanjaya, 2011: 197).
Merencanakan pembelajaran dengan menggunakan sistem memiliki
beberapa manfaat, diantaranya:
a. Melalui pendekatan sistem, arah dan tujuan pembelajaran dapat
direncanakan dengan jelas. Melalui pendekatan sistem setiap guru dapat
lebih memahami tujuan dan arah pembelajaran, sehingga melalui tujuan
yang jelas, bukan saja dapat menentukan langkah-langkah pembelajaran
dan pengembangan komponen yang lainnya, akan tetapi juga dapat
dijadikan kriteria efektivitas proses pembelajaran.
b. Pendekatan sistem menuntun guru pada kegiatan yang sistematis.
Berpikir secara sistem adalah berpikir runtut, sehingga melalui
langkah-langah yang jelas dan pasti memungkinkan hasil yang diperoleh akan
maksimal. Setiap guru dapat menggambarkan berbagai hambatan yang
mungkin akan dihadapi sehingga dapat menentukan berbagai strategi
yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan
demikian, pendekatan sistem juga dapat menghindari kegiatan-kegiatan
yang tidak perlu dilakukan.
c. Pendekatan sistem dapat merancang pembelajaran dengan
mengoptimalkan segala potensi dan sumber daya yang tersedia. Sistem
dirancang agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
Sehingga guru berusaha memanfaatkan seluruh potensi yang relevan dan
16
d. Pendekatan sistem dapat memberikan umpan balik. Melalui proses
umpan balik dalam pendekatan sistem, dapat diketahui apakah tujuan itu
telah berhasil dicapai atau belum. Melalui umpan balik, dapat diketahui
apakah tujuan berhasil dicapai, komponen mana saja yang perlu
diperbaiki atau dipertahankan, komponen mana saja yang butuh
penyesuaian, dan bagaimana memperbaiki komponen, semua itu dapat
diperoleh dari hasil kajian umpan balik (Wina Sanjaya, 2010: 7-8)
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem
pembelajaran adalah serangkaian komponen pembelajaran yang memiliki
fungsi dimana antar komponen yang satu saling berhubungan dengan yang
lain untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sistem
pembelajaran bermanfaat untuk memudahkan dalam merencanakan,
pelaksanaan, hingga hasil yang ingin dicapai dalam menentukan suatu tujuan
pembelajaran.
2. Ciri-ciri Sistem Pembelajaran
Menurut Wina Sanjaya (2010: 2), sistem dapat diartikan sebagai suatu
kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai
tujuan tertentu. Konsep tersebut memiliki tiga ciri utama suatu sistem yaitu:
a. Sistem memiliki tujuan
Setiap sistem memiliki tujuan yang pasti. Tujuan itulah yang
menggerakkan sistem. Tujuan keberadaan lembaga pendidikan adalah
17 b. Sistem memiliki fungsi
Agar proses pendidikan berjalan dan dapat mencapai tujuan secara
optimal diperlukan fungsi perencanaan, fungsi administrasi, fungsi
kurikulum, fungsi bimbingan, dan lain sebagainya. Fungsi inilah yang
terus menerus berproses hingga tercapainya tujuan.
c. Sistem memiliki komponen.
Untuk melaksanakan fungsi-fungsinya, setiap sistem mesti memiliki
komponen-komponen yang satu sama lain saling berhubungan.
Komponen-komponen inilah yang dapat menentukan kelancaran proses
suatu sistem. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus dapat
melaksanakan fungsinya dengan tepat. Manakala salah satu komponen
tidak berfungsi, maka akan mempengaruhi sistem tersebut.
Ada beberapa sifat komponen dalam suatu sistem yaitu:
1) Pertama, komponen ada yang bersifat integral dan ada komponen yang
tidak integral. Komponen integral adalah komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari keadaan suatu sistem itu sendiri. Sedangkan komponen
yang tidak integral sama dengan komponen pelengkap. Artinya,
walaupun komponen itu tidak ada, maka tidak akan mempengaruhi
keberadaan suatu sistem, walaupun mungkin akan mengganggu
perjalanan sistem itu sendiri.
2) Kedua, setiap komponen dalam suatu sistem saling berhubungan atau
18
3) Ketiga, setiap komponen dalam suatu sistem merupakan keseluruhan
yang bermakna. Dalam suatu sistem komponen-komponen itu bukan
hanya bagian-bagian yang terpisah, akan tetapi satu kesatuan yang
bermakna.
4) Keempat, setiap komponen dalam suatu sistem adalah bagian dari sistem
yang lebih besar. Komponen-komponen dalam suatu sistem pada
dasarnya adalah subsistem dari suatu sistem.
Menurut Oemar Hamalik (2010: 126-127), ada dua ciri utama
pendekatan sistem pembelajaran, yakni.
a. Pendekatan sistem sebagai suatu pandangan tertentu mengenai proses
pembelajaran dimana berlangsung kegiatan belajar mengajar, terjadi
interaksi antara siswa dan guru, dan memberikan kemudahan bagi siswa
untuk belajar secara efektif.
b. Penggunaan metodologi untuk merancang sistem pembelajaran, yang
meliputi prosedur perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian
keseluruhan proses pembelajaran, yang tertuju ke pencapaian tujuan
pembelajaran tertentu (konsep, prinsip, keterampilan, sikap dan nilai,
kreativitas, dan sebagainya).
Selain itu, ada tiga ciri khas utama yang terkandung dalam sistem
pembelajaran, yaitu:
1) Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana
19
2) Saling ketergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem
pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat
esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem
pembelajaran.
3) Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai. Tujuan utama sistem pembelajaran agar siswa belajar. Tugas
seorang perancang sistem adalah mengorganisasi tenaga, material, dan
prosedur agar siswa belajar secara efisien dan efektif. Dengan proses
mendesain sistem pembelajaran perancang membuat rancangan untuk
memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sistem
pembelajaran tersebut (Oemar Hamalik, 2010: 66).
Dari penjelasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan ciri-ciri dari
sistem pembelajaran adalah tujuan, komponen, dan fungsi. Ketiga ciri
tersebut saling berhubungan yang di dalamnya meliputi proses perencanaan,
perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses pembelajaran,
yang tertuju ke pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
3. Komponen Sistem Pembelajaran
Wina Sanjaya (2010: 9-13) Perencanaan pembelajaran adalah proses
pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan
tujuan pembelajaran tertentu, sehingga rangkaian kegiatan yang harus
dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan memanfaatkan
20
pembelajaran tersebut dibutuhkan komponen-komponen yang berproses
sesuai dengan fungsinya agar tercapai secara optimal.
Gambar 3. Komponen sistem pembelajaran
digambarkan oleh Brown (1983) (dalam Wina Sanjaya, 2010: 11) Komponen sistem pembelajaran menurut Brown, 1983 (dalam Wina
Sanjaya, 2010: 9-13) berdasarkan Gambar 3. yakni:
a. Siswa
Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan
siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian,
maka proses pengembangan perencanaan dan desain pembelajaran, siswa A. Tujuan
Tujuan apa yang harus dicapai?
B. Kondisi
Dalam kondisi yang bagaimana
siswa dapat mencapai tujuan
TUJUAN KHUSUS
Pengetahuan Sikap
Keterampilan
ISI
PENGALAMAN BELAJAR
Dengan menekankan secara
individu
MODEL BELAJAR MENGAJAR EVALUASI DAN
PENGEMBANGAN
BAHAN DAN ALAT
FASILITAS FISIK
C. HASIL
Bagaimana pencapaian tujuan? Apa yang perlu dirubah?
D. SUMBER
Apa sumber yang diperlukan untuk menambah pengalaman belajar?
21
harus dijadikan pusat dari segala kegiatan. Artinya, keputusan-keputusan
yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan
dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan
dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar siswa itu sendiri.
b. Tujuan
Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah
komponen siswa sebagai subjek belajar. Dalam konteks pendidikan,
persoalan tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga
pendidikan itu sendiri. Artinya tujuan penyelenggaraan pendidikan
diturunkan dari visi dan misi lembaga pendidikan itu sendiri. Selanjutnya
tujuan yang bersifat umum itu diterjemahkan menjadi tujuan yang lebih
spesifik. Tujuan-tujuan tersebut sebenarnya merupakan arah yang harus
dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran. Artinya, tujuan-tujuan
khusus, yang dirumuskan harus berorientasi pada pencapaian tujuan umum
tersebut. Tujuan-tujuan khusus yang direncanakan oleh guru meliputi:
1) pengetahuan, informasi, serta pemahaman sebagai bidang kognitif,
2) sikap dan apresiasi sebagai tujuan bidang afektif, dan
3) berbagai kemampuan sebagai bidang psikomotorik.
Dalam konteks pembelajaran, tujuan khusus dirumuskan sebagai teknik
untuk mencapai tujuan pendidikan.
c. Kondisi
Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa
22
belajar harus mendorong agar siswa aktif belajar baik secara fisik maupun
nonfisik. Merencanakan pembelajaran salah satunya adalah menyediakan
kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri.
Demikian juga dalam mendesain pembelajaran desainer perlu menciptakan
kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh motivasi dan penuh gairah,
oleh sebab itu, tugas guru adalah memfasilitasi pada siswa agar mereka
belajar sesuai dengan minat, motivasi, dan gayanya sendiri. Semuanya itu
bisa diarancang melalui pendekatan belajar secara klasikal dalam kelompok
kelas besar, kelompok kelas kecil dan bahkan belajar secara mandiri.
Namun demikian, walaupun para desainer menggunakan berbagai
pendekatan pada akhirnya sasaran terakhir adalah bagaimana agar setiap
individu dapat belajar. Oleh karena itu, tekanan dalam menentukan kondisi
belajar adalah siswa secara individual.
d. Sumber-Sumber Belajar
Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan
siswa dapat memperoleh pengalaman belajar, di dalamnya meliputi
lingkungan fisik seperti tempat belajar bahan dan alat yang dapat digunakan,
personal seperti guru, petugas perpustakaan dan ahli media, dan siapa saja
yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan
dalam pengalaman belajar. Dalam proses merencanakan pembelajaran,
perencana harus dapat menggambarkan apa yang harus dilakukan guru dan
23
pembelajaran para desainer perlu menentukan sumber belajar apa dan
bagaimana cara memanfaatkannya.
e. Hasil Belajar
Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh
kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan
demikian, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen
yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan
pembelajaran.
Menurut Hamzah B. Uno (2006: 14-21), pembelajaran merupakan suatu
sistem mempunyai sejumlah komponen yang saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan. Komponen sistem pembelajaran meliputi kondisi
pembelajaran, strategi pembelajaran dan hasil pengajaran senantiasa saling
berhubungan dan berinteraksi satu sama lain. Penjelasan dari ketiga
komponen ini adalah:
1) Metode Pembelajaran
Variabel metode pembelajaran diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu
a) Strategi pengorganisasian (organizational strategy) adalah metode
untuk mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih untuk
pembelajaran. “mengorganisasi” mengacu pada suatu tindakan
seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format dan
24
b) Strategi penyampaian (delivery strategy) adalah metode untuk
menyampaikan isi pembelajaran kepada siswa dan atau untuk
menerima serta merespon masukan yang berasal dari siswa. Media
pembelajaran merupakan bidang kajian utama dari strategi ini.
c) Strategi pengelolaan (management strategy) adalah metode untuk
menata interaksi antara siswa dan variabel metode pembelajaran
lainnya, variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi
pembelajaran.
2) Kondisi Pembelajaran
Untuk mendeskripsikan metode pembelajaran, maka variabel kondsi
haruslah berinteraksi dengan metode, dan sekaligus berada diluar kontrol
perancang pembelajaran. Mengidentifikasi variabel kondisi pembelajaran
memiliki pengaruh utama pada tiga variabel metode pembelajaran. Atas
dasar ini, Reigeluth dan Merril mengelompokkan variabel kondisi
pembelajaran menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu
a) Tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran adaah pernyataan tentang hasil pembelajaran
apa yang diharapkan. Tujuan ini bisa sangat umum, sangat khusu
atau dimana saja dalam kontinu khusus.
b) Kendala dan Karakteristik Bidang Studi
Karakteristik bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi
25
mendeskripsikan strategi pembelajaran. Kendala adalah keterbatasan
sumber-sumber, seperti waktu, media, personalia, dan uang.
c) Karakteristik Siswa
Karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan
siswa seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah
dimiliknya. Tujuan dan karakteristik bidang studi ini biasanya
dihipotesiskan memiliki pengaru utama pada pemilihan strategi,
pengorganisasian pembelajaran, kendala (dan karakteristik bidang
studi) pada pemilihan strategi penyampaian dan karakteristik siswa
pada pemilihan strategi pengelolaan. Bagaimanapun juga, pada
tingkat tertentu, mungkin sekali suatu variabel kondisi akan
mempengaruhi setiap variabel metode (misalnya, karakteristik siswa
bisa mempengaruhi pemilihan strategi penyampaian), di samping
pengaruh utamanya pada strategi pengelolaan pembelajaran.
3) Hasil pembelajaran
Variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu
a) keefektifan (effectiveness);
b) efesiensi (efficiency); dan
c) daya tarik (appeal).
Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian isi
belajar. Ada 4 (empat) aspek penting yang dapat dipakai untuk
mempreskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu (1) kecermatan
26
kesalahan”, (2) kecepatan unjuk kerja, (3) tingkat alih belajar, dan (4)
tingkat retensi dari apa yang dipelajari.
Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan
belajar dan jumlah waktu yang dipakai si belajar dan/atau jumla biaya
pembelajaran yang digunakan. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur
dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap belajar. Daya tarik
pembelajaran erat sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi,
dimana kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya.
Itulah sebabnya, pengukuran kecenderungan siswa untuk terus atau tidak
terus belajar dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri dengan
bidang studi.
Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa komponen dalam sistem
pembelajaran adalah tujuan pembelajaran, karakteristik siswa yang menjadi
subjek pembelajaran, metode penyampaian, kondisi pembelajaran,
sumber-sumber belajar, dan hasil belajar yang diharapkan.
4. Langkah-langkah Penyusunan Perencanaan Pembelajaran
Berdasarkan komponen-komponen dalam sistem pembelajaran,
selanjutnya menentukan langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan
pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan khusus
Selain sekolah yang sudah merumuskan tujuan yang ingin dicapai, peran
pertama guru sebagai penerjemah tujuan umum pembelajaran adalah
27
pembelajaran khusus adalah sebagai teknik untuk mencapai tujuan
pembelajaran umum. Rumusan tujuan pembelajaran, harus mencakup tiga
domain yang diistilahkan oleh Bloom, 1956 (dalam Wina Sanjaya, 2010:
40-45)
1) Domain Kognitif
Domain kognitif adalah tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan
pengembangan aspek intelektual siswa, melalui penguasaan pengetahuan
dan informasi.
2) Sikap dan apresiasi
Domain sikap adalah domain yang berhubungan dengan penerimaan dan
apresiasi seseorang terhadap suatu hal. Domain afektif bersentuhan
dengan aspek psikologis yang sulit, untuk didefinisikan pada bentuk
tingkah laku yang dapat diukur. Hal ini disebabkan aspek sikap dan
apresiasi berhubungan dengan perkembangan mental yang ada dalam diri
seseorang, sehingga muncul dalam aspek perilaku belum tentu
menggambarkan sikap seseorang.
3) Keterampilan dan penampilan
Domain keterampilan adalah domain yang menggambarkan kemampuan
atau keterampilan seseorang yang dapat dilihat dari unjuk kerja atau
performance. Keterampilan merupakan tujuan pembelajaran khusus yang
28 b. Pengalaman Belajar
Langkah selanjutnya dalam merencanakan pembelajaran adalah memilih
pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Belajar bukan hanya sekedar mencatat dan menghafal, akan
tetapi proses berpengalaman. Oleh sebab itu, siswa harus didorong secara
aktif melakukan kegiatan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar siswa ikut
mengamati dan mengalami secara langsung sehingga siswa mendapatkan
proses pembelajaran yang bermakna. Karena keterampilan ini akan sangat
berguna saat siswa kembali ke masyarakat dan terjun langsung dalam
masyarakat.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
Menentukan kegiatan belajar mengajar yang sesuai, pada dasarnya dapat
dirancang melalui pendekatan kelompok atau pendekatan individual.
Pendekatan kelompok atau klasikal adalah pembelajaran dimana setiap
siswa belajar secara kelompok baik dalam kelompok besar maupun
kelompok kecil. Sedangkan pendekatan individual adalah pembelajaran
dimana siswa belajar secara mandiri melalui bahan belajar yang dirancang
sedemikian rupa, sehingga siswa dapat belajar menurut kecepatan dan
kemampuan masing-masing.
d. Orang-orang yang Terlibat
Perencanaan pembelajaran dengan pendekatan sistem juga bertanggung
jawab dalam menentukan orang yang membantu dalam proses
29
khususnya berperan sebagai sumber belajar meliputi infrastruktur atau guru,
dan juga tenaga profesional. Peran guru dalam proses pembelajaran adalah
sebagai pengelola pembelajaran. Dalam pelakasanaan peran tersebut
diantaranya guru berfungsi sebagai penyampai informasi dan memberikan
pengalaman belajar yang memadai bagi setiap siswa.
e. Bahan dan Alat
Penyeleksian bahan dan alat juga merupakan bagian dari sistem
perencanaan pembelajaran. Penentuan bahan dan alat dapat
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1)Keberagaman kemampuan intelektual siswa.
2)Jumlah dan keberagaman tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai
siswa.
3)Tipe-tipe media yang diproduksi dan digunakan secara khusus.
4)Berbagai alternatif pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
5)Bahan dan alat yang dapat dimanfaatkan.
6)Fasilitas fisik yang tersedia.
f. Fasilitas Fisik
Fasilitas fisik merupakan faktor yang akan berpengaruh terhadap
keberhasilan proses pembelajaran. Fasilitas fisik meliputi ruangan kelas,
pusat media, laboratorium atau ruangan untuk kelas berukuran besar
30
g. Perencanaan Evaluasi dan Pengembangan
Melalui evaluasi dapat dilihat keberhasilan pengelolaan pembelajaran
dan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi
terhadap hasil belajar siswa akan memberikan informasi tentang:
1) Kelemahan dalam perencanaan pembelajaran, yakni mengenai isi
pelajaran, prosedur pembelajaran dan juga bahan-bahan pelajaran yang
digunakan.
2) Kekeliruan mendiagnosis siswa tentang kesiapan mengikuti
pengalaman belajar.
3) Kelengkapan tujuan pembelajaran khusus.
4) Kelemahan-kelemahan instrumen yang digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa mencapai tujuan pembelajaran
C. Kajian Mengenai Mitigasi Bencana 1. Bencana
Bencana menjadi suatu peristiwa yang turut serta mengiringi kehidupan
manusia di berbagai belahan bumi. Sebelum membahas mengenai apa itu
bencana, terlebih dahulu memahami makna dari bahaya atau hazard, karena
dari bahaya yang ada kemungkinan bisa menyebabkan terjadinya bencana.
Bahaya atau ancaman (hazard) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan Iingkungan (Lilik Kurniawan, dkk; 2011: 3).
Bencana dapat terjadi apabila terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Bencana akan terjadi apabila ada bahaya yang
31
sendiri dapat berupa bahaya banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung
berapi, kebakaran, badai. Sedangkan kondisi rentan seperti pertumbuhan
penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk, kurangnya kesadaran akan
bencana, degradasi lingkungan (Bevaola Kumalasari, 2014: 17). Apabila
antara bahaya dan kondisi rentan ada pemicu yang menimbulkan bencana
maka bencana akan terjadi.
Gambar 4. Proses terjadinya bencana diadopsi dari Mauro, 2004 (dalam Bevaola Kusumasari, 2014: 17).
Bencana atau disaster menurut NFPA 1600: Standard on Disaster/
Emergency Management and Business Continuity Programs disebutkan
bencana adalah kejadian dimana sumberdaya, personel atau material yang
tersedia di daerah bencana tidak dapat mengendalikan kejadian luar biasa
yang dapat mengancam nyawa atau sumberdaya fisik dan lingkungan
(Soehatman Ramli, 2010:11).
Definisi lain tentang disaster dari Parker yakni:
“... an unsual nature or man-made event, including an event caused by failure of technological systems, which temporarily overwhelms the response capacity of human communities, groups of individual or natural environments and which causes massive damage, economic loss, disruption, injury, an/or loss of life. ... “ (Parker, 1992 dalam Shaluf, 2007:707).
(“... suatu kejadian alam yang jarang terjadi ataupun akibat ulah manusia, termasuk kejadian yang ditimbulkan oleh kesalahan sistem teknologi, akan mengganggu daya beli dalam waktu singkat pada komunitas, organisasi atau alam sekitar dan menyebabkan kerusakan besar, kerugian ekonomi, kehancuran, trauma, kematian. ...”) (Parker, 1992 dalam Shaluf, 2007: 707).
BAHAYA BENCANA KONDISI
32
Suatu kejadian yang disebut sebagai bencana adalah kejadian luar biasa
yang terjadi di dalam suatu tatanan masyarakat yang menyebabkan
kerusakan yang parah bagi lingkungan, jatuhnya korban jiwa (kematian,
korban luka), terganggunya kegiatan perekonomian sehingga menimbulkan
kerugian, serta dapat meninggalkan trauma bagi korbannya. Selain itu
bencana sendiri terjadi karena adanya potensi yang menyebabkan kejadian
dapat menimbulkan jatuhnya korban dan menimbulkan kerugian material
maun non-material.
a. Klasifikasi Bencana
Bencana diklasifikasikan menjadi tiga tipe yakni (dalam Shaluf, 2007:
704-705):
1) Natural disaster, yakni bencana-bencana yang dikarenakan alam itu
sendiri dan bisa disebut karena merupakan kehendak Tuhan, seperti
erupsi gunung berapi, gempa bumi.
2) Man-made disaster, bencana yang dikarenakan atau disebabkan oleh ulah
atau tindakan manusia
3) Hybrid disaster, merupakan bencana yang disebabkan karena kombinasi
antara kesalahan manusia dan dari alam itu sendiri, seperti tanah longsor
yang pada mulanya karena ulah manusia yang menebang hutan
sembarangan setelah pada titik maksimal alam sudah tidak dapat
menanggung lagi maka bencana bisa terjadi.
Dari pemaparan FEMA (Federal Emergency Management Agency)
33
spesifik yakni natural disasters (bencana alam) dan technological disasters
(bencana yang disebabkan karena teknologi). Bencana alam meliputi
bencana-bencana yang dikarenakan oleh alam itu sendiri, seperti gempa bumi,
tornado, gelombang panas, tsunami. Jenis bencana kedua yang disebutkan
oleh Federal Emergency Management Agency (FEMA) adalah technological
disasters yakni bencana yang disebabkan karena adanya unsur teknologi di
dalamnya. Ketika penggunaan teknologi yang tidak sesuai (asal-asalan) dan
terjadi kesalahan yang fatal akan menyebabkan terjadinya suatu bencana.
Dari penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya mengenai klasifikasi
bencana dapat ditarik kesimpulan, bencana dibagi menjadi tiga yakni bencana
yang disebabkan oleh alam, bencana yang karena penggunaan teknologi yang
biasanya dikendalikan oleh manusia dan bencana yang disebabkan karena
alam dan maupun manusia.
2. Mitigasi Bencana
Penelitian ini fokus membahas pada point mitigasi untuk itu akan
diperjelas lagi bahasan mengenai mitigasi bencana khususnya mitigasi
bencana gempa bumi. Dalam Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008
dijelaskan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan menurut
FEMA, 2006 (dalam Shaluf, 2008: 121), mitigasi meliputi segala aktivitas
yang dimaksudkan untuk mengurangi ataupun mencegah terjadinya bahaya,
34
pada dasarnya merupakan langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
bencana maupun untuk meminimalisir jatuhnya korban atauun kerusakan
yang ditimbulkan.
Penjelasan lain mengenai mitigasi yakni:
“Mitigation efforts attempt to prevent hazards from developing into disasters altogether, or to reduce the effects of disaster when they occur. The mitigation phase differs from the other phase becauseit focuses on long-term measures for reducing or eliminating risk. The implementation of mitigation strategies can be considered a part of the recovery process if applied after a disaster occurs (Scaglia:2)”.
”Mitigasi bencana bertujuan untuk mencegah bahaya dari hal yang dapat menimbulkan bencana tersebut, atau untuk mengurangi akibat yang ditimbulkannya jika bencana tersebut terjadi. Tahapan mitigasi bencana berbeda dengan tahap lain karena kegiatan ini berfokus pada perhitungan jangka panjang untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang diterima. Penerapan strategi mitigasi bencana dapat mempertimbangkan untuk proses pemulihan jika diterapkan setelah bencana terjadi” (Scaglia:2).
Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai tindakan
untuk mencegah ataupun mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana
yang terjadi. Mitigasi bencana diperlukan sebagai upaya meminimalisir risiko
dari suatu bencana yang terjadi. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam
pelaksanaan mitigasi bencana, mulai dari pembangunan fisik yakni bisa
dalam bentuk pemasangan alat yang berfungsi sebagai sistem peringatan
dini, membuat rancangan bangunan tahan gempa. Atau melalui langkah
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, hal
ini sangat perlu dilakukan, karena ketika masyarakat yang ada dikawasan
rawan bencana bahkan tidak memiliki kesadaran akan bencana itu sendiri
baik itu ancaman maupun cara penyelamatan diri maka akan menyebabkan
35
dilakukan secara terencana dan secara rutin. Dan kegiatan mitigasi bencana
bisa diterapkan untuk jangka panjang karena bisa diterapkan untuk beberapa
lama.
Mitigasi bencana dibagi menjadi dua tipe yakni mitigasi struktural dan
mitigasi non-struktural (Coppola, 2007:178-179).
a. Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural merupakan mitigasi yang lebih fokus pada tindakan
pembangunan fisik, dengan memanfaatkan teknik-teknik yang telah
dikembangkan sebelumnya yang berguna untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan dari suatu bencana. Salah satu contoh mitigasi struktural
khususnya untuk bencana gempa bumi adalah dengan pembuatan desain
rumah tahan gempa. Seperti dijelaskan Coppola mitigasi struktural adalah:
“Structural mitigation measures are those that involve or dictate the necessity for some form of construction, engineering, or other mechanical changes or improvements aimed at reducing hazard risk likelihood or consequence. They often are considered attempts at “man controlling nature” when applied to natural disasters. Structural measures are generally expensive and include a full range of regulation, compliance, enforcement, inspection, maintenance, and renewal issues (Coppola, 2007: 179).”
36 b. Mitigasi Non-Struktural
Sedangkan mitigasi non-struktural adalah mitigasi yang fokusnya lebih
pada modifikasi perilaku manusia misalnya memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai bencana gempa bumi baik itu mengenai bencana nya
itu sendiri maupun mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan jika
gempa bumi terjadi. Pemberian pendidikan mengenai kebencanaan juga
termasuk kedalam tipe mitigasi non-struktural ini. Selain itu modifikasi
perilaku manusia yang bertujuan untuk mengurangi potensi risiko bencana
dilakukan dengan pembuatan regulasi, bila dikaitkan dengan mitigasi bencana
gempa bumi dapat berupa peraturan mengenai ketentuan pelaksanaan
simulasi gempa bumi. Penjelasan mengenai mitigasi non-struktural dijelaska
oleh Coppola :
” Nonstructural mitigation, as defined previously, generally involves a reduction in the likelihood or consequence of risk through modifications in human behavior or natural processes, without requiring the use of engineered structures. Nonstructural mitigation techniques are often considered mechanisms where “man adapts to nature.” They tend to be less costly and fairly easy for communities with few financial or technological resources to implement (Coppola, 2007: 185).”
(Mitigasi non-struktural, seperti yang didefinisikan sebelumnya, umumnya melibatkan pengurangan kemungkinan atau konsekuensi dari risiko melalui modifikasi perilaku manusia atau proses alam, tanpa memerlukan penggunaan struktur rekayasa. Teknik mitigasi nonstruktural sering dianggap mekanisme dimana "manusia beradaptasi dengan alam." Mereka cenderung lebih murah dan cukup mudah bagi masyarakat dengan sedikit sumber daya teknologi dan finansial untuk penerapannya (Coppola , 2007 : 185).
Menurut Coppola (2007: 185-190), mitigasi non-struktural contohnya
37
a. Regulatory measures (Penetapan peraturan), penetapan peraturan dapat
berguna untuk kepentingan kebaikan bersama. Khususnya berkaitan
dengan pengurangan risiko bencana, misal mengenai peraturan
pelaksanaan mitigasi di suatu daerah.
b. Community awareness and education programs (Kesadaran masyarakat
dan program pendidikan), kesadaran dari masyarakat itu sendiri
mengenai akan bahaya yang dapat ditimbulkan bila gempa bumi terjadi.
Untuk mendukung semakin besar kesadaran masyarakat akan bencana
dapat dilakukan pelatihan pelatihan terkait kebencanaan atau dengan
memberikan pendidikan kebencanaan.
c. Nonstructural physical modifications (modifikasi fisik nonstruktural),
meliputi modifikasi fisik pada bangunan atau properti yang dapat
menghasilkan penurunan risiko. Contoh meliputi: Mengamankan
perabotan, lukisan/foto, dan peralatan, dan memasang kait pada lemari.
Pada banyak kejadian gempa bumi, sebagian besar luka disebabkan oleh
kejatuhan perabotan dan barang-barang lainnya yang tidak aman
posisinya.
d. Environmental control (Pengendalian Lingkungan), contohnya: Ledakan
bahan peledak untuk mengurangi tekanan seismik (gempa bumi ).
e. Behavioral modification (Modifikasi Perilaku), melalui kegiatan
kelompok, sebuah komunitas dapat mengubah perilaku individu,