• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

2. Perencanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

Kurikulum merupakan hal yang sangat dalam pelaksanaan pembelajaran, karena kurikulum adalah pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran. MIN Jejeran menggunakan 2 kurikulum dalam pelaksanaan pembelajarannya, yaitu kurikulum 2006 atau KTSP dan Kurikulum 2013. Seperti penuturan guru koordinasi Sekolah Siaga Bencana Pak FD, menyatakan bahwa:

“Kita memakai 2 kurikulum untuk tahun ini, namun kita memaksimalkan dalam pengintegrasian materi kebencanaan pada KTSP. Jadi kita menempatkan pos-pos mana saja yang cocok untuk pengintegrasian materi kebencanaan.” (WWGK/26/05/15)

Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Ibu HN, wali kelas VI. Berikut tanggapan Ibu HN berkaitan dengan penggunaan kurikulum di MIN Jejeran.

“menggunakan 2 kurikulum mbak, untuk kelas 1 dan 4 menggunakan kurikulum 2013 dan untuk kelas 2, 3, 5, dan 6 menggunakan KTSP. Tapi untuk pengintegrasian materi kebencanaan memang menggunakan KTSP, untuk kelas 1 dan 4 mungkin ada materi kebencanaan tetapi belum pengintegrasian secara penuh.” (WWGK/11/05/15)

110

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan penggunaan kurikulum di MIN Jejeran untuk kelas 1 dan 4 menggunakan Kurikulum 2013 dan untuk kelas 2, 3, 5, dan 6 menggunakan Kurikulum 2006 atau KTSP. Terkait pelaksanaan program Sekolah Siaga Bencana di MIN Jejeran, kedua kurikulum yang berlaku dapat diintegrasikan dengan pendidikan pengurangan risiko bencana. Namun untuk Kurikulum 2013 belum maksimal, seperti penuturan Pak DD berikut:

“... namun, untuk K13 masih belum maksimal, sehingga pembelajaran mitigasi bencana ini kelas yang menggunakan KTSP. Memang untuk pembelajaran kebencanaan ini kita menggunakan contoh-contoh yang real life.” (WWGB/29/05/15)

Pengintegrasian materi kebencanaan untuk Kurikulum 2013 belum dilakukan secara maksimal, selain termasuk kurikulum baru para guru juga masih mencermati tujuan pembelajaran dari penggunaan Kurikulum 2013 tersebut. MIN Jejeran menggunakan kurikulum yang sudah disesuaikan dengan yang dikeluarkan oleh Kemendikbud dan Kemenag dan penambahan dengan program-program unggulan sekolah diantaranya Pengurangan Risiko Bencana yang diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Peniliti tidak bisa mengobservasi kegiatan pramuka dikarenakan program pramuka untuk semester 2 sudah habis atau ditiadakan sampai tahun ajaran baru. Jadi kurikulum yang dimiliki MIN Jejeran sudah dirancang untuk program Sekolah Siaga Bencana, namun materi mitigasi bencana terlihat saat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang ada tergantung kebijakan guru dalam pelaksanaannya di kelas

111

berpedoman pada Silabus dan SK/KD yang ada. Jika memang mata pelajaran dengan materi yang dirasa cocok diintegrasikan dengan materi kebencanaan akan langsung dimasukkan dalam pembuatan RPP.

b. Silabus

Silabus yang digunakan dalam pengintegrasian pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran tidak disusun secara khusus atau silabus khusus pembelajaran mitigasi bencana. Menurut perkataan guru koordinasi sekolah siaga bencana, berikut pernyataan Pak DD:

“Untuk silabus belum ada silabus yang khusus tentang kebencanaan tetapi langsung diaplikasikan di RPP terutama dalam pengembangan indikator-indikator dari mata pelajaran yang akan diintegrasikan dengan kebencanaan.” (WWGB/29/05/15)

Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu HN, wali kelas VI. Berikut tanggapan Ibu HN berkaitan penggunaan silabus.

“.... kita tidak ada silabus khusus kebencanaan, tapi langsung diaplikasikan ke RPP. kita mencermati dari apa yang ingin kita sampaikan, kemudian lalu kita cari pokok bahasan atau SK/KD yang memungkinkan kita sisipi. Jadi begitu caranya kalo kami. Jadi untuk identifikasi materi mitigasi bencana, guru memungkinkan mana SK KD yang cocok dengan materi, karena tidak bisa dipaksakan. Jadi tahun demi tahun silabusnya ini khan, semacam review kemudian editing disesuaikan dengan kondisi, nah kemudian kalo kita ingin mengintegrasikan pembelajaran pengurangan resiko bencana guru harus mencermati silabus dan RPP.” (WWGK/11/05/15)

Identifikasi materi pembelajaran yang dapat diintegrasikan konsep mengenai pendidikan pengurangan risiko bencana, guru berpatokan pada silabus yang ada. MIN Jejeran menggunakan silabus yang telah disepakati dan dikeluarkan oleh badan pendidikan KEMENAG. Setiap tahun ajaran baru, para guru di MIN Jejeran melakukan rapat kerja terkait pengembangan

112

dan evaluasi seluruh program unggulan sekolah dengan berpegangan dari silabus yang ada. Untuk rancangan kegiatan terkait program pembelajaran mitigasi bencana, para guru mencermati SK/KD yang dapat dimasuki materi kebencanaan kemudian langsung mengaplikasikannya ke dalam rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP).

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Melalui RPP guru dapat menuangkan segala kreatifitasnya dalam merancang pembelajaran yang menarik dan menyenangkan untuk siswa terutama terkait pembelajaran mitigasi bencana, karena hanya melalui RPP guru dapat menambahkan materi-materi terkait kebencanaan. Berikut penuturan Ibu HN terkait pentingnya pembuatan RPP dalam proses pembelajaran:

“Kita memaksimalkan aktifnya pembelajaran, kalau kita mempunyai rpp pasti akan terencana, walaupun bisa tidak semuanya. Dengan rpp nanti bisa lancar,kemudian kalau kita ingin mengadakan permainan atau kegiatan-kegitan kecil.” (WWGK/11/05/15)

Namun guru juga harus pandai dan berhati-hati dalam mengintegrasikan materi-materi kebencanaan dengan mata pelajaran yang ada, jangan sampai materi tersebut terlihat memaksakan dan aneh saat disampaikan. Berikut langkah-langkah penyusunan RPP yang dilakukan guru-guru di MIN Jejeran terkait pengintegrasian pembelajaran mitigasi bencana.

1) Identifikasi materi pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana

Setiap tahun ajaran, MIN Jejeran selalu melakukan evaluasi program yang ada. Terkait program Sekolah Siaga Bencana, pertama-tama mereka melakukan identifikasi materi pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran mitigasi bencana. Mata pelajaran apa saja yang cocok diintegrasikan dengan

113

pembelajaran mitigasi bencana, kemudian materi apa saja yang akan diberikan terkait pendidikan pengurangan risiko bencana. Hal ini diperkuat dengan penuturan Ibu HN terkait materi ajar kebencanaan.

“Kita sesuaikan dengan SK/KD nya. Misal fiqih, tentang materi mandi besar bisa disispi tentang kebencanaan, kita harus bijaksana dalam menggunakan air, kalau air hanya sedikit bisa jadi bencana, kekeringan. Kalau kita kebanyakan air juga bisa jadi bencana, banjir. maka gunakanlah air seperlunya.” (WWGK/11/0/15)

Berdasarkan penuturan tersebut, pengintegrasian materi kebencanaan include dalam materi pelajaran lain yang dapat disesuaikan dengan materi kebencanaan. Sehingga dalam pengintegrasian pembelajaran mitigasi bencana dengan mata pelajaran lain harus cocok dan tidak memaksakan dalam memasukkannya.

2) Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang memungkinkan diintegrasi dengan Pengurangan Risiko Bencana

Berdasarkan penuturan Ibu AR untuk pengintegrasian materi mitigasi bencana di MIN Jejeran dengan mencari SK/KD dengan pokok bahasan yang memungkinkan disisipi.

“Jadi kita mencermati dari apa yang ingin kita sampaikan, kemudian lalu kita cari pokok bahasan atau SK/KD yang memungkinkan kita sisipi. Jadi begitu caranya kalo kami. Iya, jadi untuk identifikasi materi mitigasi bencana, guru memungkinkan mana SK/KD yang cocok dengan materi, karena tidak bisa dipaksakan.” (WWGK/13/05/15)

Mencermati pos-pos mana yang bisa diintegrasikan dengan materi mitigasi bencana, dapat memudahkan guru dalam merancang kegiatan pembelajaran dan mencapai semua tujuan dari pembelajaran tersebut.

114 3) Indikator pencapaian kompetensi

Indikator pencapaian kompetensi merupakan pengembangan dari SK/KD yang telah ada. Melalui indikator, pencapaian yang akan diperoleh dari pengembangan SK/KD dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran untuk memperoleh pencapaian dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Terkait penyusunan pengembangan indikator materi mitigasi bencana, Ibu Hn berpendapat seperti berikut.

“Ya harus kita sesuaikan tidak dapat dipaksakan. Jadi rohnya itu tentang pengumpulan data, tentang memasukkan data ke tabel, tentang membaca data, tetapi redaksinya yang kita sampaikan itu hal-hal yang berhubungan dengan pembelajaran mitigasi bencana. Misalnya indikator tentang mengumpulkan data, lalu kita buat siswa mengumpulkan data, tapi tentang apa contoh korban gempa bumi.” (WWGK/11/05/15)

Jadi dalam pengembangan indikator terkait materi mitigasi yang dilakukan di MIN Jejeran adalah dengan mengganti objek-objek pembelajaran dengan hal yang berkaitan dengan bencana. Seperti yang dicontohkan oleh Ibu HN tersebut, dapat terlihat bahwa pengintegrasian materi mitigasi bencana dengan memasukkan hal-hal yang berkaitan tentang kebencanaan ke dalam materi mata pelajaran lain tanpa menghilangkan esensi dari masing-masing materi.

4) Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang harus dicapai atau dikuasai oleh siswa. Melalui rumusan tujuan, guru dapat memproyeksikan apa yang harus dicapai oleh siswa setelah berakhir suatu proses pembelajaran. Berikut penuturan Ibu HN terkait penentuan tujuan pembelajaran yang sudah terintegrasi dengan materi mitigasi bencana.

115

“Ya langsung kita kembangkan dari indikator,dengan merancang pembelajaran yang semenarik mungkin.” (WWGK/11/05/15)

Tujuan pembelajaran harus mengakomodir semua aspek mulai dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan observasi yang dilakukan di MIN Jejeran, pengembangan aspek kognitif siswa melalui pengembangan kemampuan intelektual siswa untuk kaitan program Sekolah Siaga Bencana ini adalah kemampuan untuk mengetahui apa itu bencana, akibat yang ditimbulkan, apa yang harus dilakukan jika bencana terjadi, dan tindakan yang diambil setelah bencana terjadi. Terkait pengembangan afektif, untuk hal ini adalah daya tanggap atau kesiapsiagaan siswa jika bencana terjadi saat mereka ada di sekolah ataupun di rumah. Sikap apa yang harus dicapai oleh siswa untuk menghadapi bencana harus muncul dalam tujuan pembelajaran yang sudah diintegrasikan dengan materi kebencanaan. Seperti penuturan RY siswa MIN Jejeran terkait sikap setelah mendapatkan pembelajaran mitigasi bencana.

“Tidak boleh panik, kalau gempanya kecil kita disuruh tenang. Kalau tidak ya langsung berlari keluar dimulai dari yang paling dekat dengan pintu. Kepalanya dilindungi pakai tas mbak.” (WWS/22/06/15)

Dari penuturan siswa tersebut sudah terlihat keberhasilan pencapaian penanaman sikap siaga dikalangan siswa. Pengembangan keterampilan adalah pengembangan motorik baik motorik halus maupun motorik kasar. Keterampilan motorik kasar sebagai contoh adalah kemampuan siswa dalam menggunakan alat penunjang pembelajaran mitigasi bencana seperti dragbar dan alat pemadam kebakaran. Terkait motorik halus, dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadirkan guru

116

tentang materi kebencanaan. Sebagai contoh saat penelitian guru memberikan tugas kepada siswa untuk mendeskripsikan slide di LCD tentang bencana apa yang sedang terjadi.

5) Materi Ajar

Pemilihan materi ajar terkait kebencanaan yang dilakukan di MIN Jejeran dengan menyesuaikan SK/KD yang ada. Seperti penuturan Ibu HN yang melandasi dalam pemilihan materi ajar.

“Kita sesuaikan materi kebencanaan yang akan di integrasikan dengan mata pelajaran lain.” (WWGK/11/05/15)

Berdasarkan penuturan Ibu Hn tersebut, guru harus cermat dalam pengintegrasian materi kebencanaan. Karena jika memaksakan dalam memasukkan materi kebencanaan dengan mata pelajaran hasilnya hanya akan tidak maksimal dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk memaksimalkan pencapaian tujuan pembelajaran tersebut harus didukung dengan bahan ajar yang akan digunakan. Berikut penuturan Ibu Hn terkait pentingnya penggunaan bahan ajar.

“Biasanya kalo kita, kita punya buku dan buku paket, ada buku pengayaan pembelajaran ada, tambahan2 materi, tambahan dari berbagai macam soal, pengayaan soal. Kalau untuk materi mitigasi bencana tambahan berupa handout.” (WWGK/11/05/15)

Pemberian materi di MIN Jejeran kurang maksimal karena tidak di dukung dengan kepemilikan bahan ajar atau modul khusus materi kebencanaan untuk anak, hanya guru yang memiliki modul tersebut. Namun dengan kekreatifan para guru, mereka memberikan tambahan-tambahan

117

materi yang diambil dari berbagai sumber. Seperti penuturan Ibu AR terkait bahan ajar yang digunakan oleh para guru.

“Buku pegangan untuk buku khusus tidak ada. tapi kalau buku-buku di perpus sudah banyak yang berkaitan dengan bencana. Pengadaannya dari sekolah sendiri, tapi juga ada bantuan dari BPBD tapi tidak terlalu banyak. Tapi yang paling banyak ya kita beli sendiri.” (WWGK/13/05/15)

Selain itu para guru juga memberikan kebebasan kepada siswa untuk mencari dari berbagai sumber belajar, misalnya dari buku-buku yang dimiliki perpustakaan, film, slide suara, foto, CD, dan juga dari internet. Pencarian informasi untuk tugas yang diberikan oleh guru, guru bekerjasama dengan orangtua untuk mengawasi dan membimbing anak mereka dalam pemanfaat media-media sumber informasi.

Materi ajar juga harus ditunjang dengan kelengkapan alat dan fasilitas fisik yang dimiliki oleh sekolah. Pada materi sebelumnya telah dibahas tentang ketersediaan alat penunjang terkait kebencanaan yang dimiliki sekolah, ketersediaan fasilitas fisik seperti ruangan kelas, pusat media, laboratorium dan juga ruangan besar seperti aula yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam meningkatkan hasil belajar pembelajaran mitigasi bencana. Berdasarakan hasil observasi selama penelitian, sekolah ini memiliki ruangan kelas yang menunjang dengan penataan ruangan yang aman untuk menghadapi bencana. Meja-meja ditata sedimikian rupa untuk memudahkan siswa untuk berlari menyelamatkan diri dari bencana. Sayangnya sekolah ini belum memiliki fasilitas ruang laboratorium dan pusat media dikarenakan banyak alat-alat peraga dan komputer yang rusak akibat

118

gempa. Sehingga guru kurang maksimal dalam memanfaatkan media elektronik sekolah untuk para siswa. Namun sekolah ini memiliki area halaman yang luas yang dapat dimanfaatkan untuk area evakuasi. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut dapat menunjang keberhasilan pencapaian tujuan khusus selain media ajar terutama untuk pembelajaran mitigasi bencana.

6) Alokasi waktu

Pengalokasian waktu sangat dibutuhkan dalam setiap proses pembelajarannya. Guru harus memperhatikan waktu agar seluruh tujuan pembelajaran tercapai tepat sesuai jadwal. Para guru di MIN Jejeran berstatus sebagai guru semi kelas yang artinya selain para guru bertanggung akan kelas yang diwalikannya, mereka juga mengampu mata pelajaran lain. Sehingga para guru pasti moving class sesuai dengan jadwal mata pelajaran setiap kelasnya. Sebagai misal Ibu HN selain sebagai wali kelas VI, Ibu HN sebagai guru mata pelajaran matematika dan fiqih. Sehingga para guru harus bekerjsama dengan guru lain dalam mengalokasikan waktu pembelajaran dengan tepat.

“Kita khan sudah punya pedoman, kalau kita mengajar selama 70 menit, jadi kita bekerjasama dengan guru yang akan mengajar selanjutnya untuk selalu tepat waktu tidak molor. Jadi kita harus bisa memanfaatkan semaksimalkan waktu yang sekian untuk mengajar. Andai kata kita memberikan sesuatu berupa konsep, kita memanfaatkan waktu luang untuk memadatkan pemahaman anak-anak.” (WWGK/11/05/15)

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pengalokasian waktu sangat penting dilakukan sesuai dengan RPP yang

119

dibuat, karena jika salah satu guru melebihi dalam penggunaan waktu selama proses pembelajaran akan merusak jadwal yang telah ada. Kalaupun ada penambahan jam pelajaran guru yang bersangkutan harus bekerjasama dengan guru selanjutnya untuk mengatur pengalokasian waktu pembelajaran. Sehingga keberhasilan kegiatan belajar mengajar di MIN Jejeran dibutuhkan komunikasi yang lebih diantara para guru demi tercapainya tujuan pembelajaran dari setiap mata pelajaran yang ada.

7) Metode ajar

Metode ajar merupakan salah satu kunci keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar. Pemilihan metode yang tepat sesuai dengan kemampuan siswa membuat guru sebelumnya untuk mengidentifikasi kemudian merancang metode apa yang akan digunaka. Berdasarkan penuturan Ibu HN, para guru menggunakan berbagai metode sebagai berikut.

“Disini kita menggunakan multi metode diantaranya tanya jawab, membaca, menjawab pertanyaan, meringkas, praktek, diskusi, observasi.” (WWGK/11/05/15)

Penuturan Ibu HN tersebut merupakan metode secara umum yang digunakan oleh para guru di MIN Jejeran. Terkait kebencanaan, Pak FD menuturkan sebagai berikut.

“Active learning, diskusi, penugasan, praktek, memutarkan video, dan terutama bersikap. Kita para guru sangat penting bersikap atau membudayakan budaya siaga kepada anak untuk selalu memarkirkan kendaraan selalu menghadap ke depan, dan menata sepatu juga selalu menghadap kearah luar. Sikap-sikap seperti itu sangat penting dicontohkan kepada siswa.” (WWGB/26/05/15)

120

Penggunaan metode yang tepat terkait kebencanaan berdasarakan penuturan para guru adalah dengan sikap para guru. Melalui pembiasaan sikap siaga akan membuat para siswa akan mengikuti apa yang biasa mereka lihat sehingga akan menimbulkan budaya baru yaitu budaya siaga. Pembudayaan sikap siaga tentu akan menjadikan pembelajaran tentang mitigasi bermakna untuk para siswa mengingat kondisi daerah sekolah mereka yang rawan akan bencana terutama gempa. Terbukti selama penelitian terjadi beberapa kali gempa, dan budaya siaga tersebut sudah terbentuk diantara para siswa yang mengakibatkan mereka memiliki rasa tenang dan tidak panik saat gempa berlangsung. Untuk mendukung pembudayaan siaga akan bencana gempa tersebut tentu dibutuhkan upaya untuk menghadirkan simulasi gempa untuk menyajikan dan mengajarkan kepada anak apa itu gempa. Berdasarkan penuturan Ibu HN tentang salah satu usaha sekolah dalam menggunakan metode pembelajaran dengan mengadakan simulasi.

“Kalau metode yang digunakan terkait kebencanaan kita terutama simulasi gempa, untuk simulasi gempa kita lakukan bersamaan kalau tidak secara sendirian perkelas. Kalau kita simulasi biasanya dadakan atau buru sergap. Karena untuk mengenalkan anak kepada gempa itu kita harus mengajarkan anak untuk selalu siaga. Kita sudah mengajarkan bencana itu apa, bagaimana gempa itu, bagaimana akibatnya sehingga anak bisa lebih tanggap dan kedua anak dapat mempersiapkan diri bagaimana seharusnya siaga itu.” (WWGK/11/05/15)

Pengadaan simulasi gempa sangat penting untuk mengajarkan kepada siswa tentang bencana itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode yang tepat dengan berdasar pada

121

materi yang disampaikan dan kemampuan siswa. Penggunaan metode yang tepat tentu dapat menjamin ketercapaian tujuan pembelajaran yang sudah dirancang sebelumnya.

8) Kegiatan Belajar

Merancang kegiatan belajar adalah hal paling utama untuk menentukan kearah mana pembelajaran akan dilaksanakan. Rancangan kegiatan belajar tersebut akan memudahkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan. Berikut penuturan Ibu HN terkait rancangan kegiatan belajar yang mengintegrasikan pembelajaran mitigasi bencana.

“Karena kita berpanduan dengan RPP jadi melaksanakan proses pembelajaran sesuai RPP yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hanya saja untuk materi mitigasi bencana kita sisipkan dalam mata pelajaran yang akan diajarkan hari itu dan jangan sampai memaksakan materi yang akan disampaikan.” (WWGK/11/05/15)

RPP sebagai panduan dalam pelaksanaan kegiatan belajar sangat membantu guru untuk memanfaatkan waktu yang telah dialokasikan. Kegiatan belajar yang berkaitan dengan mitigasi bencana yang dilakukan oleh beberapa guru di MIN Jejeran adalah dengan memberikan materi untuk didiskusikan, mendeskripsikan dari tayangan slide film, gambar, atau audio yang dihadirkan oleh guru, dan salah satunya dengan mengadakan simulasi. Simulasi yang pernah dilakukan di sekolah ini adalah simulasi yang tarafnya besar atau diikuti oleh seluruh warga sekolah dan simulasi dengan skala kecil atau hanya satu kelas saja yang melakukan. Berikut adalah penuturan Pak FD

122

terkait simulasi sebagai salah satu kegiatan belajar yang digunakan di MIN Jejeran.

“Guru harus memiliki pengetahuan menyelamatkan diri, kemudian merancang aktifitas untuk menyelamatkan diri dari bencana saat pembelajaran. Kemudian bisa melalui kegiatan simulasi, dan dalam kegiatan simulasi itu juga diajarkan budaya antri sehingga bisa melatih kesabaran siswa.” (WWGB/26/05/15)

Berdasarkan penuturan Pak FD tersebut membuktikan bahwa setiap guru di MIN Jejeran harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana menyelamatkan diri. Dari penuturan beberapa guru, mereka sudah dibekali kemampuan untuk menyelamatkan diri setelah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh PLAN yang bekerjasama dengan komunitas LINGKAR dalam hal pengurangan risiko bencana yang diintegrasikan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Selain itu mereka juga diberi pengarahan dalam merancang pembelajaran yang aktif namun menyenangkan. Seperti penuturan dari Ibu AR tentang pentingnya merancang kegiatan pembelajaran mitigasi bencana dengan kegiatan yang menyenangkan.

“Disini para guru memang merancang pembelajaran yang menyenangkan. Matematika tidak melulu mengerjakan soal, tapi kita bisa pakai menyanyi-menyanyi agar anak tidak melulu dicekoki dengan angka-angka, tapi kita ajak pembelajaran yang menyenangkan. Kecuali memang mengharuskan mengerjakan soal, ya kita harus serius.” (WWGK/13/05/15)

Pentingnya merancang kegiatan yang menyenangkan terkait pembelajaran mitigasi bencana dikarenakan mencegah anak untuk memahami bahwa bencana tidak semenakutkan yang mereka bayangkan kalau kita tahu bagaimana mengatasi segala kendala yang ditimbulkan oleh bencana itu sendiri dan juga pengetahuan untuk mengurangi bahkan menghilangkan

123

dampak dari bencana itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan agar tidak mengintimidasi siswa bahwa bencana itu menakutkan.

9) Penilaian Hasil Belajar

Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang telah direncanakan. Penilaian hasil belajar terkait kebencanaan, untuk MIN jejeran tidak ada penilaian khusus tetapi langsung terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Berdasarkan penuturan Pak FD terkait hasil belajar seperti berikut.

“Untuk penilaian terutama 3 ranah itu, afektif, psikomotorik, dan kognitif. Kalau terkait kebencanaan belum ada penilaian khusus mungkin hanya catatan sikap seperti tanggung jawab, jujur, dan empati, selebihnya terintegrasi ke dalam mata pelajaran langsung masuk ke rapot.” (WWGB/26/05/15)

Dari penuturan tersebut, guru harus merancang instrumen pembelajaran untuk mengukur pencapaian siswa untuk mencapai tujuan belajar yang telah dirancang sebelumnya. Berikut penuturan Ibu HN terkait intrumen penilaian yang digunakan di MIN Jejeran.

“Karena kita terintegrasi, jadi kita berupa soal, bisa berupa daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan guru. Bisa soal isian, bisa juga uraian, bisa menjelaskan yaitu berupa essai.” (WWGK/11/05/15)

Dari penuturan tersebut membuktikan bahwa di MIN Jejeran tidak menggunakan instrumen penilaian khusus pembelajaran mitigasi, namun

Dokumen terkait