• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PROFIL PEREMPUAN K

A.1.3. Modal Sosial

Kartika Hidayati sejak tahun 1998 mulai aktif di organisasi NU. Berbagai jabatan ketua disandangnya, ia pernah menjadi Ketua Ikatan Pelajar Putri (IPP) NU Kabupaten Lamongan, Ketua Muslimat NU Kabupaten Lamongan, Ketua Fatayat NU Kabupaten Lamongan, Sekretaris DPC PKB Lamongan, Bendahara DPW PKB, dan pendiri Pergerakan Perempuan (PP) PKB. Banyaknya pengalaman dalam organisasi membuat kemampuan Kartika Hidayati tertempa. Banyaknya organisasi yang diikutinya membuat Kartika Hidayati mempunyai banyak jaringan, terutama kaum perempuan, ini merupakan modal sosial (social capital).

Kartika Hidayati bersama Kofifah Indar Parawangsa mendirikan Organisasi Pergerakan Perempuan (PP) yang

44

merupakan wadah bagi perempuan PKB. Pada pemilukada 23 Mei 2010 kemarin Kartika Hidayati juga memanfaatkan mesin organisasi NU dan organisasi-organisasi perempuan di bawah NU seperti Fatayat dan Muslimat.

Kartika Hidayati dalam pencalonannya banyak terbantu dengan modal sosial tersebut selain modal materi. Kekayaan Kartika Hidayati sesuai yang dilaporkan ke KPUD Kabupaten Lamongan cukup banyak yaitu mencapai Rp.15.102.079.000. Namun yang secara signifikan berperan menyumbangkan suara adalah posisi Kartika Hidayati sebagai orang NU dan menjadi pengurus organisasi sayap NU seperti menjadi Ketua Ikatan Pelajar Putri (IPP) NU, maupun Fatayat dan Muslimat NU. Dengan menjadi pengurus berbagai organisasi sayap NU, Kartika banyak bepergian ke pelosok-pelosok untuk menemui anggotanya atau mengikuti pengajian. Sehingga banyak pemilih perempuan yang memilih Kartika. Hal ini bisa dilihat sewaktu Kartika mengunjungi undangan dari konstituennya untuk acara pengajian, banyak masyarakat yang antusias bahkan ada yang memberi Kartika Hidayati “berkat” dan bahkan ada yang memberi uang, sebagaimana pernyataannya,

“...di Lamongan ini mayoritas komunitasnya adalah Nahdliyin sehingga bisa dibayangkan hampir tidak pernah tidur pulang jam tiga-jam tiga karena jadwal ini kita banyak nolak, karena faktor di sana mayoritas Nahdliyin sehingga harus saya yang datang...jadi sehari bisa delapan titik bayangkan,..dan di bawah itu nggak mau diwakilkan, harus Bu Kartika sendiri datang. Kita ini difasilitasi bukan memfasilitasi lho ya, lain. Orang lain, mungkin calon lain itu memberikan dana untuk membikin acara tapi kita ndak..malah disangoni. Jujur disangoni duit juga saya ndak mau. Ya udah ok saya terima, tapi berikan untuk ini [maksudnya untuk keperluan lain]...jadi itu uniknya disitu. Disamping itu disangoni berkat juga....delapan kali pertemuan, delapan kali makan...”.

(wawancara dengan Kartika Hidayati, 9 Agustus 2010).

Alhasil, modal sosial sebagai ketua berbagai organisasi sayap NU tersebut turut memudahkan Kartika dalam proses

BAB IV - PROFIL PEREMPU AN K ANDID A T D AN PROSES K ANDID ASI DI JA W A TIMUR

45

kandidasi sebagai calon wakil bupati. Kartika mampu memanfaatkan segala posisinya di organisasi-organisasi sayap itu untuk menggalang dukungan, khususnya dari kalangan perempuan. Di sini terdapat poin yang cukup menarik untuk diperhatikan. Bahwa majunya Kartika yang lebih dominan karena dorongan para kiai (bukan secara dominan dari keinginannya sendiri ataupun karena memiliki visi memperjuangkan kepentingan perempuan ataupun bukan karena dia adalah perempuan) bertemu dengan mayoritas pendukungnya yang berasal dari kalangan perempuan. Maksudnya, motivasi Kartika yang bernuansa maskulin itu tidak mempengaruhi perolehan dukungannya yang sebagian besar (dalam penuturannya) berasal dari kalangan perempuan. Interpretasi yang mungkin dari dua variabel ini adalah bahwa para pemilih perempuan agaknya mengidentifikasi dirinya kepada calon perempuan namun bukan kepada visinya, yakni apakah memperjuangkan kepentingan perempuan atau tidak. Pendek kata, terdapat hubungan yang cukup kuat antara pemilih perempuan dengan calon perempuan namun hubungan itu tidak selalu – untuk tidak mengatakan tidak ada – mengandaikan visi kepentingan perempuan secara spesifik masuk di dalamnya. Hubungan seperti itu lebih dekat kepada pola hubungan patron-klien, dimana Kartika menjadi patron dari para pendukungnya yang mayoritas perempuan tersebut. A.1.4. Modal Politik

Kartika Hidayati mulai terjun politik sejak tahun 1998, dengan bergabung ke PKB. Ia mulai mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada tahun 2004. Namun karena penentuan anggota legislatif masih didasarkan nomor urut, Kartika Hidayati gagal menjadi anggota DPRD I Jawa Timur

46

walaupun perolehan suaranya cukup signifikan, bahkan mendapat suara tertinggi se-Indonesia untuk tingkat DPRD Provinsi.

Baru pada tahun 2007 Kartika Hidayati bisa menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur melalui prosedur Pergantian Antar Waktu (PAW). Pengalamannya sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Timur selama 2 tahun ini yang menjadikan modal politik bagi dia untuk maju ke dalam Pemilu Legislatif di Provinsi pada tahun 2009. Akhirnya di tahun 2009 itulah Kartika Hidayati kembali terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, bahkan mampu menduduki posisi Ketua Komisi C.

Kartika Hidayati yang notabene teman satu Komisi Handoyo yang juga di Komisi C DPRD Provinsi Jawa Timur, awalnya memang menerima lamaran dari semua kandidat Bupati di Kabupaten Lamongan, seperti Fadli, Tsalis, dan Handoyo sendiri. Akan tetapi atas perintah DPW PKB dan para Kiai, pada akhirnya Kartika Hidayati mau menurunkan keinginannya dari kandidat nomor satu ke kandidat nomor dua, yakni menjadi calon wakil bupati berpasangan dengan Handoyo sebagai calon bupati.

Pertimbangan lain Kartika untuk menerima pinangan dari Handoyo karena Suhandoyo dinilai mempunyaikesempatan untuk menang, sesuai hasil survei, berikut kata Kartika: “... kalau survei hampir sesungguhnya semua bupati minta ke saya, ya itu tadi saya saat itu ada komitmen kalau tidak nomor satu. Kalau disurvei sesungguhnya kan kita bisa agak berbangga ya..karena surveinya memang acceptable sekali...”.

Dukungan dari DPW PKB dan para kiai termasuk Ketua Dewan Syuro PKB K.H. Aziz Mansyur menjadi bekal dia

BAB IV - PROFIL PEREMPU AN K ANDID A T D AN PROSES K ANDID ASI DI JA W A TIMUR

47

masuk dalam bursa calon di PDIP, meskipun dalam internal PKB sendiri terjadi gesekan atau persaingan diantaranya dengan Ketua DPC PKB Lamongan Makin Abas yang sejak awal selalu tidak sepaham dengan Kartika Hidayati,

“...saya mau jadi wakil itu pun atas perintah DPW. Saya ndak mau kan waktu itu, saya ndak

mau jadi wakil. Tapi atas perintah K.H. Aziz Mansyur sebagai Ketua Dewan Syuro saya berangkat dengan segala resiko...”

A.2.

Proses Kandidasi

A.2.1. Persiapan Kandidasi dan Partai Pengusung

Dokumen terkait