(2002: 109), menawarkan suatu model dasar yang mempunyai enam variabel yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan dan pencapaian (performance). Model ini tidak hanya menentukan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat mengenai kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas. Dengan menggunakan pendekatan masalah seperti ini, dalam pandangan Van Meter dan Van Horn, kita mempunyai harapan yang besar untuk menguraikan proses-proses dengan cara melihat bagaimana keputusan-keputusan kebijakan dilaksanakan dibandingkan hanya sekedar menghubungkan variabel bebas dan variabel terikat dalam suatu cara yang semena-mena. Variable tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan 2. Sumber-sumber kebijakan
3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan 4. Karakteristik badan-badan pelaksana
5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik 6. Kecenderungan Pelaksana (impelementors)
Dari variabel-variabel diatas, secara garis besar model implementasi van Meter dan Van Horn menjelaskan bahwa model ini mengandaikan implementasi kebijakan yang berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik. Pada dasarnya, Proses ini merupakan sebuah abstraksi dari suatu kebijakan yang dilakukan untuk meraih kinerja implentasi kebijakan publik yang tinggi, yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.
Model implementasi yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn ini tidak dimaksudkan untuk mengukur dan menjelaskan hasil akhir dari kebijakan pemerintah,
Implementasi
Kondisi Lingkungan
Hubungan Antar Organisasi
Sumber Daya Organisasi
Karakteristik dan Kemampuan agen pelaksana
namun lebih tepatnya untuk mengukur dan menjelaskan apa yang dinamakan pencapaian program tersebut karena menurutnya suatu kebijakan mungkin diimplementasikan secara efektif, tetapi tidak dapat memperoleh dampak substansial yang sesuai karena kebijakannya yang tidak disusun dengan baik atau mungkin karena keadaan lainnya.
Kemudian, model Van Meter dan Van Horn juga memberikan penjelasan- penjelasan bagi pencapaian-pencapaian dan kegagalan program. Model ini menitikberatkan pada sikap, perilaku dan kinerja para perilaku di dalam implementasi kebijakan
2.2.2 MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MENURUT G. SHABBIR CHEEMA DAN DENNIS A. RONDINELLI
Gambar 2.2.2.1
Sumber : Teori G. Shabbir Cheema dan Dennis A.Rodinelli dalam Subarsono 2005:101 Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasinya.
Model implementasi menurut G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rodinelli memberikan beberapa variabel sebagai berikut:
1. Hubungan antar organisasi
a. Kejelasan dan konsistensi sasaran program b. Pembagian fungsi antar instansi yang pantas
c. Standarisasi prosedur perencanaan, anggaran, implementasi dan evaluasi d. Ketepatan, konsistensi dan kualitas komunikasi antar instansi
e. Efektifitas jejaring untuk mendukung program 2. Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
A. Instansi Pelaksana
a. Keterampilan teknis, manajerial, dan politis tugas
b. Kemampuan untuk mengkoordinasi, mengontrol, dan mengintegrasikan keputusan
c. Dukungan dan sumber daya politik instansi d. Sifat komunikasi internal
e. Hubungan yang baik antara instansi dengan pihak di luar instansi dan CSR B. Kinerja dan Dampak
a. Tingkat sejauh mana program dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan b. Adanya perubahan kemampuan administratif pada organisasi lokal
c. Berbagai keluaran dan hasil yang lain 3. Sumber daya organisasi
a. Kontrol terhadap sumber daya
b. Keseimbangan antara pembagian anggaran dan kegiatan program c. Ketepatan alokasi anggaran
d. Pendapatan yang cukup untuk pengeluaran e. Dukungan pemimpin politik pusat
f. Dukungan pemimpin politik lokal g. Komitmen birokrasi
4. Kondisi Lingkungan
a. Struktur pembagian kebijakan b. Karakteristik struktur politik local c. Kendala sumber daya
d. Sosio kultural
e. Derajat keterlibatan para penerima program f. Tersedianya infrastruktur fisik yang cukup
Berdasarkan variabel-variabel yang dikemukakan oleh G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rodinelli menjelaskan bahwa dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Sehingga diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. Selain itu juga dijelaskan tentang karakteristik dan kemampuan agen pelaksana mencakup struktur
birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
Kemudian, Implementasi kebijakan juga perlu didukung sumber daya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non manusia (non human resources). Selain sumber daya juga adanya faktor lingkungan dimana lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud mencakup lingkungan sosio kultural. Dari model implementasi dari G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli, terdapat faktor yang menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan yang diterapkan. Apabila kita ingin mengetahui kebijakan yang diterapkan, gagal atau berhasilnya dapat diukur berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan.
Dalam membahas penelitian ini, penulis menggunakan model implementasi kebijakan dari G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli, karena model ini dianggap mampu menjelaskan dan menganalisis permasalahan yang akan diteliti. Kemudian model implementasi ini dapat menawarkan kerangka berpikir untuk menjelaskan dan menganalisis proses implementasi kebijakan. Model ini juga memberikan penjelasan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yang dapat diukur dari proses pencapaian hasil aktor (outcomes) yaitu, tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih dan dapat mengukur keberhasilan implementasi kebijakan yang sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan. Model ini menitik beratkan pada empat variabel yang menentukan keberhasilan kebijakan yaitu dari Hubungan antar Organisasi, Karakteristik dan Kemampuan agen pelaksana, Sumber Daya, Organisasi, dan Kondisi Lingkungan.
2.3 KETAHANAN PANGAN
Food Agricultural Organization (FAO) yang didirikan pada tanggal 16 Oktober 1945 dan bermarkas di Roma sebagai lembaga yang berada di bawah Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) dan berkewenangan mengurus berbagai persoalan pangan dunia dan hasil- hasil pertanian. Usaha-usaha yang telah dilakukan FAO dalam menjaga ketahanan pangan salah satunya adalah memberikan pendidikan bagi masyarakat di Negara-negara anggota dalam bidang pertanian dan pangan dan memperbaiki produksi dan distribusi di bidang pertanian.
FAO (1997) menyatakan situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
Kemudian dikatakan juga oleh USAID (1992) menyatakan ketahanan pangan merupakan kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif. Sedangkan (Heri Suharyanto, 2011:186)
Kemudian, definisi ketahanan pangan juga dikemukakan oleh FIVIMS (2005), yaitu kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. Dilanjutkan oleh pernyataan Mercy Corps (2007), ketahanan pangan merupakan keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat. (Heri Suharyanto, 2011:186)
Tak jauh hal nya dengan yang dikatakan Sitanggang dan Marbun (2007), Secara umum, ketahanan pangan adalah adanya jaminan bahwa kebutuhan pangan dan gizi setiap penduduk adalah sebagai syarat utama dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan yang tercukupi. Selain itu dikatakan juga oleh Bustanul Arifin (2005), ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa pada abad millennium ini. (Bustanul, 2007:83)
2.3.1 KONSEP KETAHANAN PANGAN
Dari definisi ketahanan yang terus dikembangkan dan terus disempurnakan lagi oleh Food Agricultural Organization (FAO), artinya proses implementasi konsep ketahanan pangan yang dirumuskan oleh FAO memang tidaklah mudah, namun dapat dijadikan sebagai referensi untuk membangun ketahanan pangan. Pada kesimpulannya, konsep ketahanan pangan yang dirumuskan oleh FAO mempunyai lima konsep utama.
Konsep ketahanan yang dimaksud tersebut sebagai berikut:
a. Kecukupan pangan, yang dijelaskan melalui pangan yang bergizi untuk menunjang aktivitas dan kehidupan yang sehat
b. Akses terhadap pangan, yang dijelaskan melalui pemberian hak secara fisik, sosial, dan ekonomi untuk memperoleh pangan
c. Keamanan pangan, yang dijelaskan keterjaminan masyarakat atas kerawanan dan resiko pangan
d. Budaya pangan, yang dijelaskan melalui penyediaan pangan yang aman untuk dikonsumsi dan disesuaikan dengan kebiasaan pola makan dan preferensi terhadap pangan
e. Waktu, yang dijelaskan melalui kewajiban untuk menyediakan pangan sepanjang waktu (berkelanjutan) dengan memperhatikan kondisi ketidaktahanan pangan kronis, transien, atau siklikal. (Wahyu, 2017:62)
Konsep ketahanan pangan diatas mengemukakan bahwa sangat penting adanya konsep ketahanan pangan ini untuk menjamin kecukupan ketersediaan pangan bagi umat manusia dan terjaminnya setiap individu untuk dapat memperoleh pangan. Ketahanan pangan terwujud apabila semua orang setiap saat memiliki akses secara fisik maupun ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhannya
sesuai dengan keinginan bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Konsep ketahanan pangan ini dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan.
2.4 DEFINISI KONSEP
Definisi konsep merupakan batasan terhadap masalah-masalah variabel yang dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga dapat memudahkan dalam mengoperasionalkannya di lapangan. Untuk memahami dan memudahkan dalam menafsirkan banyak teori yang ada dalam penelitian maka ditentukan beberapa definisi konsep yang berhubungan dengan yang akan diteliti,
Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah:
a. Pengadaan gabah/beras merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi penyediaan beras sesuai adanya prosedur pengadaan gabah/beras melalui UPGB untuk menghindari dari kekurangannya gabah/beras.
b. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketika dalam sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan pada masa depan atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya.
c. Implementasi merupakan suatu tahapan dalam proses kebijakan publik. Implementasi biasanya dilaksanakan setelah kebijakan sudah dirumuskan. Pada prinsipnya,
implementasi adalah cara tercapainya suatu tujuan dalam sebuah kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
BAB III