PENDIDIKAN DAN KURIKULUM
G. MODEL IMPLEMENTASI KURIKULUM
Ada beberapa pendekatan dalam implementasi kurikulum menurut para ahli, yaitu ; Pendekatan Fidelity, Pendekatan Mutual Adaptive dan Enactment. Ke tiga model pendekatan implementasi
kurikulum tersebut masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Model fidelity adalah implementasi kurikulum sesuai
dengan desain yg telah standar, artinya implementasi kurikulum beroreintasi pada rumusan yang telah disusun sebelumnya. Model
Mutual Adaptive adalah implementasi kurikulum dengan melakukan
perubahan-perubahan atau penyesuaian-penyesuaian yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan serta tuntutan masyarakat sebagai pengguna lulusan. Model Enactment adalah implementasi
kurikulum dengan mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum. Peesi lain Implementasi kurikulum dapat dilihat dari 3 aspek pendekatan yaitu :
a. Pendekatan Mata Pelajaran
Ada beberapa pandangan terhadap kajian mata pelajaran dilihat dari aspek kajian keilmuan, yaitu subject matter, interdisipliner,intergatif. Untuk lebih jelasnya ke tiga pandangan tersebut dapat dilihat penjelasannya di bawah ini : (subject matter)
sebagai suatu disiplin ilmu. Setiap mata pelajaran merupakan suatu disiplin ilmu yang terpisah antara satu dan lainnya. Mata pelajaran tersebut tidak saling berhubungan dan tidak ada kaitan satu sama lain. Pola kurikulum dari pendekatan ini merupakan kurikulum yang terpisah- pisah. Implementasinya juga terpisah-pisah dengan sistem pembagian tanggung jawab guru sebagai "guru mata pelajaran". Guru hanya bertanggung jawab terhadap mata kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan interaksional yang
memandang bahwa pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, dan kerja sama. Interaksi dan kerja sama bukan hanya antara guru dengan siswa, tetapi antar siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya.
Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berupaya memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yanglebih baik. Dengan demikian, model kurikulum ini lebih memusatkan perhatiannya, pada problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat. Esensi tujuan model kurikulum berbasis masyarakat ini adalah bagaimana mempersipakan peserta didik dalam menghadapi berbagai kehidupan di masyarakat sampai mampu mencari pemecahan sebagai solusi dari masalah yang dihadapinya. Materi yang dikembangkan berangkat dari kenyataan dan kebutuhan yang diperoleh dan terjadi di masyarakat. Proses pembelajaran dipusatkan pada problematika sosial melalui pendekatan ekspositori dan inkuiri.
Karakteristik model kurikulum berbasis masyarakat ini mengandung ciri-ciri sebagai berikut.
a) Tujuan kurikulum dioreintasikan pada kemampuan pemecahan masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
b) Bahan ajar sebagai materi kurikulum adalah terkait dengan problematika yang dihadapi masyarakat serta dirumuskan secara teritegrasi.
c) Proses pembelajaran terjadi interaktif dan aktif antara guru dan siswa secara kooperatif, kolaboratif, dan komunikatif.
d) Pelaksanaan Evaluasi dilakukan terhadap proses secara kualitatif dan hasil secara kuantitatif. Keterlibatan siswa
pelajarannya semata tanpa ada keharusan mengkorelasikan atau menghubung-hubungkan dengan mata pelajaran yang lain. Pendekatan mata pelajaran dikenal dengan istilah separate subject centered curriculum atau isolated curriculum.
b. Pendekatan Interdisipliner
Masalah-masalah sosial yang ada dalam kehidupan nyata tidak mungkin ditinjau hanya dari salah satu segi saja. Suatu peristiwa
yang terjadi dalam masyarakat yang akan mempengaruhi segi-segi kehidupan harus ditinjau dari berbagai segi. Selain itu, untuk mempelajari suatu disiplin ilmu yang telah ditersusun secara sistematis dan logis diperlukan kematangan intelektual tertentu, di mana siswa sekolah tampaknya belum sepenuhnya memiliki kematangan tersebut. Dengan pendekatan mata pelajaran ternyata para siswa sekolah tidak memiliki kesempatan membahas masalah-masalah sosial yang ada di lingkungannya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, sebaiknya kurikulum sekolah tidak disusun berdasarkan mata pelajaran yang terpisah, melainkan sejumlah mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang sama dipadukan menjadi suatu bidang studi (broadfield).
Pendekatan seperti itu disebut dengan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner terdiri dari tiga jenis pendekatan, yaitu: pendekatan struktural, pendekatan fungsional, dan pendekatan daerah (interfield). Pendekatan struktural bertitik tolak dari struktur
suatu disiplin ilmu tertentu. Pendekatan fungsional bertitik tolak
dari suatu masalah tertentu dalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Masalah yang dipilih dan akan dipelajari tersebut adalah masalahmasalah yang bermakna bagi kehidupan manusia. Berdasarkan masalah tersebut, maka dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin ilmu yang berada dalam suatu bidang studi yang sama, yang dinilai relevan dengan masalah yang sedang dipelajari. Pendekatan daerah bertitik tolak dari pemilihan suatu
daerah tertentu sebagai subjek pelajaran. Berdasarkan daerah itu, kemudian dipelajari biografinya, ekonominya, antropologinya, adat istiadatnya, bahasanya, dan sebagainya. Aspek-aspek yang dipelajari tentu saja adalah hal-hal yang relevan dengan daerah tersebut dan berada dalam bidang studi yang sama.
c. Pendekatan Integratif
Pendekatan ini bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau
suatu kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Bermakna artinya bahwa setiap keseluruhan itu memiliki makna, arti, dan faedah tertentu. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melainkan suatu totalitasyang memiliki maknanya sendiri. Pendekatan ini berasumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi, dalam suatu struktur tertentu. Manusia bukanlah jumlah dari bagian-bagian tubuh atau penjumlahan dari badaniah dan rohaniah, melainkan merupakan sesuatu yang utuh. Pendidikan anak adalah pendidikan yang menyeluruh dalam rangka pembentukan pribadi siswa yang terintegrasi. Karena itu kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan pribadi yang utuh. Mata pelajaran atau bidang studi hanyalah merupakan sebagian saja yang mempengaruhi perkembangan anak. Pendekatan terpadu dewasa ini banyak dikembangkan dalam persekolahan di negara kita, dan dikenal dengan istilah integrated curriculum dengan sistem
penyampaian yang menggunakan konsep pembelajaran terpadu. Semua mata pelajaran atau bidang studi tidak terlepas-lepas ataupun terpisah satu sama lain, melainkan semuanya merupakan suatu kesatuan tiada batas satu sama lain.
pelajarannya semata tanpa ada keharusan mengkorelasikan atau menghubung-hubungkan dengan mata pelajaran yang lain. Pendekatan mata pelajaran dikenal dengan istilah separate subject centered curriculum atau isolated curriculum.
b. Pendekatan Interdisipliner
Masalah-masalah sosial yang ada dalam kehidupan nyata tidak mungkin ditinjau hanya dari salah satu segi saja. Suatu peristiwa
yang terjadi dalam masyarakat yang akan mempengaruhi segi-segi kehidupan harus ditinjau dari berbagai segi. Selain itu, untuk mempelajari suatu disiplin ilmu yang telah ditersusun secara sistematis dan logis diperlukan kematangan intelektual tertentu, di mana siswa sekolah tampaknya belum sepenuhnya memiliki kematangan tersebut. Dengan pendekatan mata pelajaran ternyata para siswa sekolah tidak memiliki kesempatan membahas masalah-masalah sosial yang ada di lingkungannya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, sebaiknya kurikulum sekolah tidak disusun berdasarkan mata pelajaran yang terpisah, melainkan sejumlah mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang sama dipadukan menjadi suatu bidang studi (broadfield).
Pendekatan seperti itu disebut dengan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner terdiri dari tiga jenis pendekatan, yaitu: pendekatan struktural, pendekatan fungsional, dan pendekatan daerah (interfield). Pendekatan struktural bertitik tolak dari struktur
suatu disiplin ilmu tertentu. Pendekatan fungsional bertitik tolak
dari suatu masalah tertentu dalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Masalah yang dipilih dan akan dipelajari tersebut adalah masalahmasalah yang bermakna bagi kehidupan manusia. Berdasarkan masalah tersebut, maka dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin ilmu yang berada dalam suatu bidang studi yang sama, yang dinilai relevan dengan masalah yang sedang dipelajari. Pendekatan daerah bertitik tolak dari pemilihan suatu
Setelah mencermati uraian di atas, maka dapat kita pahami bahwa dalam penyusunan suatu kurikulum sangatlah penting ditentukan terlebih dahulu jenis pendekatan apa yang akan dipergunakan. Tetapi tidaklah berarti bahwa dalam penyusunan kurikulum tersebut hanya digunakan suatu pendekatan saja. Kita dapat menerapkan beberapa jenis pendekatan sekaligus.
d. Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan rekonstruksionisme disebut juga rekonstruksi sosial, karena memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti: polusi, ledakan penduduk, Tsunami, malapetaka akibat tujuan teknologi dan sebagainya. Dalam gerakan ini, terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangan terhadap kurikulum, yaitu (1) Rekonstruksi konservatif, yaitu pendekatan yang menganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak dihadapi masyarakat., (2) Rekonstruksionalisme dan radikal, yaitu pendekatan yang menganjurkan agar pendidik formal maupun non-formal mengabdikan diri demi terciptanya tatanan sosial bagu berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Golongan radikal ini berpendapat bahwa kurikulum yang sedang mencari pemecahan masalah sosial ini tidaklah memadai. Kelompok ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tata sosial dan lembaga sosial yang ada dan membangun struktur sosial dan lembaga sosial yang ada dan membangun struktur sosial baru. (lihat, Nasution, 1993 : 48).
e. Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistik adalah kurikulum yang berpusat pada siswa (student centered) dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberikan hasil maksimal. Prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan pada tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan anak (lihat, Soemantri, 1993 : 28).
f. Pendekatan Akuntabililitas
Pendekatan akuntabilitas atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggungjawab atas penyelesaian tugas itu (Nasution, 1993 : 50).
Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu. Gerakan ini mulai dirasakan di perguruan tinggi ketika universitas di Amerika Serikat dituntut untuk memperhatikan dan membuktikan keberhasilannya yang berstandar tinggi. Agar memenuhi tuntutan itu, para pengembang kurikulum terpaksa mengkhususkan tujuan pelajaran agar dapat mengukur prestasi belajar. Dalam banyak hal, gerakan ini menuju kepada ujian akademis yang ketat sebagai syarat memasuki universitas.
Setelah mencermati uraian di atas, maka dapat kita pahami bahwa dalam penyusunan suatu kurikulum sangatlah penting ditentukan terlebih dahulu jenis pendekatan apa yang akan dipergunakan. Tetapi tidaklah berarti bahwa dalam penyusunan kurikulum tersebut hanya digunakan suatu pendekatan saja. Kita dapat menerapkan beberapa jenis pendekatan sekaligus.
d. Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan rekonstruksionisme disebut juga rekonstruksi sosial, karena memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti: polusi, ledakan penduduk, Tsunami, malapetaka akibat tujuan teknologi dan sebagainya. Dalam gerakan ini, terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangan terhadap kurikulum, yaitu (1) Rekonstruksi konservatif, yaitu pendekatan yang menganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak dihadapi masyarakat., (2) Rekonstruksionalisme dan radikal, yaitu pendekatan yang menganjurkan agar pendidik formal maupun non-formal mengabdikan diri demi terciptanya tatanan sosial bagu berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Golongan radikal ini berpendapat bahwa kurikulum yang sedang mencari pemecahan masalah sosial ini tidaklah memadai. Kelompok ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tata sosial dan lembaga sosial yang ada dan membangun struktur sosial dan lembaga sosial yang ada dan membangun struktur sosial baru. (lihat, Nasution, 1993 : 48).
H. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN