• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL INTEGRASI SPASIAL (FUNCTIONAL SPATIAL INTEGRATION)

Dalam dokumen Bahan Ajar Ilmu Wilayah (Halaman 91-96)

MODEL PEMBANGUNAN WILAYAH

THREE MODELS OF REGIONAL DEVELOPMENT

3. MODEL INTEGRASI SPASIAL (FUNCTIONAL SPATIAL INTEGRATION)

Strategi integrasi spasial merupakan jalan tengah antara pendekatan sentralisasi yang menekankan pertumbuhan pada wilayah perkotaan (metropolitan) dan desentralisasi yang menekankan penyebaran investasi dan sumberdaya pembangunan pada kota-kota kecil dan pedesaan. Dengan argument ini Rondinelli menganjurkan pembentukan sistem spasial yang mengintegrasikan pembangunan perkotaan dan pedesaan. Hal ini dilakukan dengan menciptakan suatu jaringan produksi, distribusi dan pertukaran yang mantap mulai dari desa-kota kecil-desa-kota menengah-desa-kota besar (metropolitan).

Pendekatan alternatif ini didasari pemikiran bahwa dengan adanya integrasi sistem pusat-pusat pertumbuhan yang berjenjang dan berbeda karakteristik fungsionalnya, maka pusat-pusat tersebut akan dapat memacu penyebaran pembangunan wilayah (Rondinelli, 1983 : 4). Pendekatannya adalah memacu perkembangan sektor pertanian yang diintegrasikan dengan sektor industri pendukungnya. Berdasarkan asumsi tersebut, sasaran dari strategi ini adalah meningkatkan produksi pertanian, memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan bagi sebagian besar penduduk, terutama penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

Dengan perhatian utama pada sektor pertanian, maka pendekatan ini juga menjelaskan pentingnya transformasi pola pertanian subsistem menjadi pertanian komersialisasi dalam pengembangan wilayah. Peningkatan produktivitas harus diikuti oleh pengembangan sektor industri yang seimbang sehingga kelebihan tenaga kerja sektor pertanian dapat tertampung. Aktivitas pengolahan dan distribusi produk pertanian harus mantap dan industri harus dikembangkan untuk menghasilkan input-output produksi yang berharga murah bagi petani. Pada tahap selanjutnya dikembangkan berbagai prasarana dan sarana untuk memenuhi

kebutuhan dasar (basic needs) penduduk pedesaan seperti sarana kesehatan dan pendidikan.

Untuk mendukung perkembangan pertanian sehingga nilai komersial produk pertanian meningkat di pedesaan, maka permukiman-permukiman harus membentuk suatu sistem yang terintegrasi sehingga pelayanan sarana dan prasarana dapat berlokasi secara efisien dan penduduk perdesaan memiliki akses yang baik terhadap sarana tersebut, sehingga mampu diakses oleh semua lapisan masyarakat perdesaan. Tanpa akses terhadap pusat-pusat pasar, yang terintegrasi maka penduduk pedesaan (petani) akan mengalami kesulitan di dalam pemasaran hasil pertanian, sulit mendapatkan input-output produksi, modernisasi pola-pola pertanian, penyesuaian produk terhadap selera pasar (konsumen) dan mendapatkan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup di pedesaan (Rondinelli, 1983 : 5).

SISTEM PERMUKIMAN YANG TERINTEGRASI DAN HIRARKIS

Menurut Brian Berry dalam Rondinelli (1983) seiring dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maka pusat-pusat (central places yaitu permukiman-permukiman yang juga melayani penduduk di sekitarnya) akan menyebar dan membentuk suatu sistem yang terintegrasi. Pusat-pusat yang diarahkan berdasarkan pendekatan ini haruslah merupakan pusat-pusat yang terintegrasi secara hirarki. Dengan demikian perlu diciptakan suatu sistem yang dapat mengintegrasikan pusat-pusat pelayanan, perdagangan dan produksi yang berhirarki. Adanya integrasi ini akan memberikan berbagai manfaat baik bagi pemerintah maupun bagi penduduk di sekitar pusat tersebut. Fisher dan Rusthon (dalam Rondinelli, 1983 : 5-6) mengemukakan barbagai manfaat tersebut yaitu :

1. Efisien bagi konsumen karena berbagai kebutuhan dapat dipenuhi dalam satu kali pepergian (trip) keluar dari desanya.

2. Mengurangi jumlah transportasi yang dibutuhkan untuk melayani pergerakan antar desa karena masyarakat sudah mengenal berbagai alternatif jalur hubungan (link) sehingga dapat diketahui jalur hubungan yang paling penting dan kemampuan pemenuhan kebutuhan fasilitas transportasi yang terbatas dapat dimanfaatkan secara optimal;

3. Mengurangi panjang jalan yang memerlukan peningkatan karena jalur yang paling penting bagi setiap desa diketahui sehingga dapat ditentukan prioritas pengembangan jaringan jalan;

4. Dengan keuntungan aglomerasi, biaya penyediaan berbagai kebutuhan pelayanan bagi fasilitas-fasilitas akan dapat dikurangi karena biaya tersebut akan ditanggung secara bersama;

5. Karena berbagai fasilitas tersebut berada di lokasi yang sama maka upaya untuk memonitoring berbagai aktifitas di pusat tersebut menjadi lebih mudah;

6. Memudahkan interaksi antar individu termasuk pertukaran informasi yang akan berguna dalam proses modernisasi;

7. Lokasi-lokasi yang memiliki keunggulan akan dapat berkembang secara spontan sebagai respon terhadap kebutuhan wilayah belakangnya (hinterland).

Dalam aktualisasinya pengembangan pusat-pusat tersebut merupakan pengembangan sistem permukiman, sehingga pendekatan ini memberikan perhatian utama pada penataan sistem permukiman sehingga terintegrasi dalam ruang. Suatu sistem permukiman yang terintegrasi akan memberikan akses yang potensial bagi penduduk di seluruh wilayah terhadap pasar yang beragam, berbagai fasilitas perkotaan dan input yang berguna bagi pengembangan pertanian. Penyebaran konsentrasi investasi di permukiman yang mempunyai ukuran dan karakteristik yang berbeda merupakan salah satu elemen penting dalam pendekatan ini. Penyebaran investasi di permukiman-permukiman yang berjenjang ini menurut Rondinelli dan Ruddle akan memberikan manfaat yakni (Rondinelli, 1983 : 7-8) :

1. Dengan adanya efek pemancaran (speed effect) dan skala ekonomi (economic of scale), pusat-pusat diharapkan dapat berperan dalam menyebarkan kemajuan bagi penduduk di sekitarnya (daerah hinterland);

2. Menata ekonomi pedesaan melalui mekanisme ekonomi (penawaran dan permintaan), sistem administrasi, dan sistem pelayanan sehingga kesempatan kerja dapat tercipta dan semakin beragam;

3. Menciptakan iklim yang kondusif bagi lahirnya individu-individu yang kreatif dan inovatif;

4. Investasi yang sudah ada dapat dimanfaatkan untuk tujuan wilayah dan menciptakan keunggulan komparatif lokasi dari pusat-pusat;

5. Meningkatkan permintaan berbagai fasilitas pelayanan dan infrastruktur baru sehingga pertumbuhan wilayah dapat terus dipacu.

6. Menciptakan interaksi (fisik-ekonomi) antar berbagai permukiman dan antara permukiman dengan wilayah belakangnya yang akan meningkatkan aksesibilitas tempat pusat;

7. Menarik aktivitas sosial-ekonomi yang berhubungan sehingga dapat membentuk pasar baru bagi berbagai komoditi wilayah.

Dengan adanya hirarki dan spesialisasi fungsi masing-masing sistem permukiman di atas maka diharapkan terjadi keterkaitan yang dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan pembukaan lapangan kerja terutama di sektor non pertanian. Dengan demikian arahan pengembangan pusat-pusat permukiman harus berada dalam kerangka pengembangan kegiatan sosial-ekonomi yang akan dikembangkan (berkembang) di suatu wilayah. Karena sektor ekonomi utama di daerah pedesaan adalah sektor pertanian, maka arahan pengembangan pusat-pusat permukiman harus terkait dengan upaya pengembangan sektor pertanian dan sektor-sektor pendukung lainnya, seperti sektor industri.

MEMBANGUN POLA KETERKAITAN SPASIAL

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya keterkaitan spasial merupakan elemen kunci dari pendekatan integrasi spasial. Selain itu perkembangan pada suatu wilayah dipengaruhi oleh perkembangan dan perbedaan fungsi permukiman serta keterkaitan antar permukiman maupun antara wilayah pengaruhnya (pelayanannya). Kenyataan memperlihatkan bahwa suatu wilayah bukan hanya dibentuk oleh sistem permukiman yang terpisah dengan fungsi masing-masing, namun juga oleh jaringan dan interaksi sosial, ekonomi, dan fisik. Proses interaksi tersebut dimungkinkan oleh adanya keterkaitan antar permukiman.

Dengan adanya keterkaitan spasial ini penduduk yang tinggal di wilayah pedesaan memiliki aksesibilitas terhadap berbagai pelayanan, fasilitas, infrastruktur, dan kegiatan perekonomian yang berlokasi di pusat-pusat desa, kota pasar (kecamatan), maupun pusat wilayah (regional). Melalui hubungan keterkaitan ini pula, diharapkan penduduk pedesaan dapat memperoleh input yang dibutuhkannya untuk meningkatkan produktifitas pertanian dan mendukung kegiatan pemasaran dari berbagai produk yang dihasilkan, terutama produk pertanian dan industri skala kecil (rumah tangga).

Rondinelli, membedakan menjadi 7 keterkaitan (spatial linkages), yaitu : 1) Keterkaitan fisik (jaringan transportasi).

2) Keterkaitan ekonomi, keterkaitan produksi ke depan (forward linkages) dan ke belakang (backward linkages).

3) Keterkaitan penduduk (migrasi) dan tenaga kerja. 4) Keterkaitan teknologi.

5) Keterkaitan sosial.

7) Keterkaitan administrasi, politik, dan kelembagaan. KUNCI DALAM STRATEGI INTEGRASI SPASIAL

1. Adanya hirarki dan keterkaitan (linkages) antar kelompok masyarakat atau

Dalam dokumen Bahan Ajar Ilmu Wilayah (Halaman 91-96)

Dokumen terkait