• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJ IAN PUSTAKA

2.3 Model Komunikasi

Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata ataupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi, model mempermudah penjelasan tersebut. Menurut Sereno dan Mortensen dalam Deddy, suatu model komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Suatu model merepresentasikan secara abstrak ciri-ciri penting dan menghilangkan rincian komunikasi yang tidak perlu dalam dunia nyata. Sedangkan B. Aubrey Fisher mengatakan model adalah analogi yang

mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat, atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model.

Oleh karena kita memilih unsur-unsur tertentu yang kita masukkan dalam model, suatu model mengimplikasikan penilaian atas relevansi, dan ini pada gilirannya mengimplikasikan suatu teori mengenai fenomena yang diteorikan. Model dapat berfungsi sebagai basis bagi suatu teori yang lebih kompleks, alat untuk menjelaskan teori dan menyarankan cara-cara untuk memperbaiki konsep-konsep. Sehubung dengan model komunikasi, Gordon Wiseman dan Larry Barker mengemukakan bahwa model komunikasi mempunyai tiga fungsi: pertama, melukiskan proses komunikasi; kedua, menunjukkan hubungan visual; dan ketiga, membantu dalam menemukan dan memperbaiki kemacetan komunikasi. Sedangkan Deutsch menyebutkan bahwa model itu mempunyai empat fungsi : mengorganisasikan (kemiripan data dan hubungan), heuristik (menunjukkan fakta-fakta dan metode baru yang tidak diketahui), prediktif (memungkinkan peramalan dari sekedar tipe ya atau tidak hingga yang kuantitatif yang berkenaan dengan kapan dan berapa banyak), pengukuran (mengukur fenomena yang diprediksi) (Deddy Mulyana, 2000:123).

2.3.1 Model Shannon dan Weaver

Salah satu model awal komunikasi dikemukakan Claude Shannon dan Warren Weaver pada 1949. Model yang sering disebut model matematis atau model teori informasi itu mungkin adalah model yang pengaruhnya palingkuat atas model dan teori komunikasi lainnya (Deddy Mulyana, 2000; 137).

Model dasar komunikasi mereka menyajikan komunikasi sebagai suatu proses liniear yang sederhana. Kesederhanaannya telah menarik banyak turunannya, dan sifat liniearnya yang berpusat pada proses ( John Fiske, 2012;15)

Signal

Message Receive Message Signal

Gambar 1. Model Shannon-Weaver

Model Shannon Weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Model itu melukiskan suatu sumber yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran kepada seorang penerima yang menyandi balik pesan tersebut. Model Shannon Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untu dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi suatu sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal dari

transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber informasi ini

adalah otak, transmitter nya adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal, yang ditransmisikan lewat udara. Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi yang sebaliknya dilakukan transmitter dengan merekonstruksi pesan dari sinyal. Sasaran (destination) adalah orang yang menjadi tujuan pesan itu. Suatu konsep penting dalam model Shannon Weaver ini

Information sourc

Transmitter Channel Receiver Destination

Noise Source

adalah gangguan (noise), yakni setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Menurut Shannon dan Weaver, gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama pesan tersebut yang diterima oleh penerima (Deddy Mulyana , 2000;138).

Gangguan selalu ada dalam komunikasi. Oleh sebab itu kita harus menetralkan gangguan dan tidak terkejut dengan kehadirannya. Untuk menetralkan gangguan ini Shannon mengemukakan empat cara, yaitu :

1. Menambah kekuatan (power) dari signal. Misal dalam suasana hiruk pikuk kita perlu memperkeras suara kita dalam berbicara supaya didengar oleh lawan bicara.

2. Mengarahkan signal dengan tepat. Komunikator dapat mengatasi gangguan dengan berbicara dekat sekali dangan lawan bicara sehinggan suara kita dapat menetralkan gangguan.

3. Menggunakan signal lain. Dapat digunakan taktik lain untuk menetralisir gangguan yaitu dengan memperkuat pesan dengan signal lain misalnya dengan gerakan kepala, gerakan badan, sentuhan, dan sebagainya.

4. Redudansi, dalam situasi yang normal kurang baik digunakan, tetapi dalam suasana hiruk-pikuk pengulangan kata-kata kunci dalam pembicaraan perlu dilakukan untuk membantu memperjelas pesan yang disampaikan (Lukiati Komala, 2009 ; 108-109)

2.3.2 Model Newcomb

Tak semua model bersifat liniear. Model Newcomb salah satu model yang memperkenalkan kita pada bentuk yang secara mendasar berbeda, model ini bentuknya segitiga.

X

B A

Gambar 2. Model Newcomb

Dalam model Newcomb, komunikasi adalah suatu cara yang lazim dan efektif yang memungkinkan orang-orang mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka. Ini adalah salah satu model tindakan komunikatif dua orang yang disengaja (intensional). Model ini mengisyaratkan bahwa setiap sistem apapun mungkin ditandai oleh suatu keseimbangan kekuatan-kekuatan dan bahwa setiap perubahan dalam bagian manapun dari sistem tersebut akan menimbulkan suatu ketegangan terhadap keseimbangan atau simetri, karena ketidaksimbangan secara psikologis tidak menyenangkan dan menimbulkan tekanan inrenal untuk memulihkan keseimbangan (Deddy Mulyana, 2000; 143).

Topic

Message Sender Messager

Cara kerja model ini adalah seperti berikut. A dan B adalah komunikator dan penerima, mereka bisa saja para individu, atau manajemen dan serikat kerja, atau pemerintah dan rakyat. X adalah bagian dari lingkungan sosial mereka. ABX adalah sebuah sistem, yang berarti relasi internalnya saling bergantung. Bila A berubah, maka B dan X pun akan berubah, atau bila A merubah relasinya pada X, maka B pun akan mengubah relasinya baik pada X maupun pada A. Bila A dan B adalah sahabat baik, dan X adalah sesuatu atau seseorang yang dikenal keduanya, maka akan menjadi penting A dan B memiliki sikan yang mirip terhadap X. Bila itu terjadi, maka sistem akan berada pada keseimbangan. Namun, bila A menyukai B sedangkan B sebaliknya pada A, maka A dan B akan berada dibawah tekanan untuk berkomunikasi sampai ada dua sahabat yang memiliki sikap yang secara luas sama terhadap X (John Fiske, 2012; 47).

Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan X saling bergantung, dan ketiganya merupakan sistem yang terdiri dari empat orientasi :

1. Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objek yang harus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif)

2. Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama. 3. Orientasi B terhadap X

2.3.3 Model Westley dan MacLean (1957)

Bruce Westley dan Malcolm MacLean merumuskan suatu model yang mencakup komunikasi antarpribadi dan komunikasi massa, dan memasukkan umpan balik sebagai bagian integral dari proses komunikasi. Model ini dipengaruhi model Newcomb, selain juga oleh model Lasswell dan model Shannon Weaver. Mereka menambahkan jumlah peristiwa, gagasan, objek, dan orang yang tidak erbatas (dari Xı hingga Xoo) yang kesemuanya merupakan “objek orientasi”, menempatkan suatu peran C diantara A dan B, dan menyediakan umpan balik. Perbedaan dalam umpan balik inilah yang membedakan komunikasi antarpribadi, sementara dalam komunikasi massa bersifat minimal atau tertunda. Dalam model Wetley dan MacLean terdapat lima unsur, yaitu : objek orientasi, pesan, sumber, penerima, dan umpan balik. Sumber (A) menyoroti suatu objek atau peristiwa tertentu dalam lingkungannya (X) dan menciptakan pesan mengenai hal itu (X’) yang ia kirimkan kepada penerima (B). Pada gilirannya, penerima mengirimkan umpan balik (fBA) mengenai pesan kepada sumber. Sumber dalam komunikasi antarpribadi dapat langsung memanfaatkan umpan balik dari penerima untyuk mengetahui apakah pesannya mencapai sasaran dan sesuai dengan tujuan komunikasinya atau tidak. Menurut kedua pakar ini, perbedaan dalam umpan balik inilah yang membedakan komunikasi antarpribadi dengan komunikasi massa. Umpan balik dari penerima bersifat segera dalam komunikasi antarpribadi, sementara dalam komunikasi massa bersifat tertunda (Deddy Mulyana, 2001:145).

Gambar 3. Model Westley dan MacLean

2.3.4 Model Ar istoteles

Model Aristoteles adalah model komunikasi paling klasik yang sering disebut juga model retoris dan berjasa dalam merumuskan model komunikasi verbal pertama. Komunikasi terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaraannya kepada khalayak dalam upaya mengubah sikap mereka. Ia mengemukakan tiga unsur dasar proses komunikasi, yaitu pembicara (speaker), pesan (message), dan pendengar (listener).

Gambar 4. Model Aristoteles

Fokus komunikasi yang ditelaah Aristoteles adalah komunikasi retoris, yang kini lebih dikenal dengan komunikasi publik (public

Pembicara Pesan Pendengar

Setting Setting

speaking) atau pidato. Pada masa itu seni berpidato memang merupakan suatu ketrampilan penting yang digunakan di pengadilan dan majelis legislatur dan pertemuan-pertemuan masyarakat. Oleh karena itu semua bentuk komunikasi publik melibatkan persuasi, Aristoteles tertarik menelaah sarana persuasi yang paling efektif dalam pidato. Salah satu kelemahan model ini adalah bahwa komunikasi dianggap sebagai fenomena yang statis. Seseorang berbicara, pesannya berjalan kepada khalayak, dan khalayak mendengarkan. Tahap-tahap dalam peristiwa itu berurutan alih-alih terjadi secara simultan. Model ini juga berfokus pada komunikasi bertujuan (disengaja) yang terjadi ketika seseorang berusaha membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya (Deddy Mulyana, 2001:134-136).

2.3.5 Model Schramm

Wilbur Schrammm membuat serangkaian model komunikasi , dimulai dengan model komunikasi manusia yang sederhana (1954), lalu yang lebih rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang sedang berkomunikasi, hingga model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu. Model ketiga Schramm menganggap komunikasi sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menyand, menafsirkan, menyandi-balik, mentransmisikan, dan menerima sinyal. Menurut Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur : sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination). Sumber boleh jadi seorang individu (berbicara, menulis, menggambar, memberi sinyal) atau suatu

organisasi komunikasi (surat kabar, penerbit, stasiun televisi, atau studio film). Pesan dapat berbentuk tintapada kertas, gelombang suara di udara, impuls dalam saluran listrik, lambaian tangan, atau setiap tanda yang dapat ditafsirkan. Sasarannya mungkin seorang individu yang mendengarkan, menonton atau membaca, atau anggota suatu kelompok seperti kelompok diskusi, khalayak pendengar ceramah atau anggota khalayak media massa.

Gambar 5. Model Wilbur Schramm

Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi-balik pesan, berdasarkan pengalaman yang dimilikinya masing-masing. Bila kedua lingkaran memiliki wilayah bersama yang besar, maka komunikasi mudah dilakukan. Semakin besar wilayah tersebut, semakin miriplah bidang pengalaman (field of experience) yang dimiliki kedua belah pihak yang berkomunikasi. Bila kedua lingkaran itu tidak bertemu (tidak ada pegngaaman yang sama) maka komunikasi tidak mungkin berlangsung. Menurut Schramm jelas bahwa setiap orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus sebagai enkoder dan dekoder. Proses kembali

dalam model diatas disebut umpan balik (feed back), sangat penting dalam komunikasi karena hal itu memberitahu kita bagaimana pesan ditafsirkan baik dalam bentuk kata-kata, anggukan kepala, gelengan kepala, dan lain sebagainya (Deddy Mulyana, 2001:140-142).

2.3.6 Model J akobson (1960)

Model Jakobson memiliki kemiripan dengan model linear dan model segitiga. Modelnya merupakan salah satu model yang memadukan dua mahzab (Mahzab Proses dan Semiotika). Dia menjembatani kesenjangan antara mahzab proses dan semiotika. Dia memulainya dengan pemodelan faktor-faktor konstitutif dalam suatu tindakan komunikasi. Ada 6 faktor yang mesti ada sehingga memungkinkan terjadi komunikasi. Dia memulainya dengan basis linear yang familiar. Seorang pengirim menyampaikan pesan pada penerima. Dia mengakui bahwa pesan ini mesti mengacu pada sesuatu yang lain di luar pesan itu sendiri. Inilah yang dinamakan konteks. Ini menjadi poin ketiga dari segitiga, sedangkan dua lainnya adalah pengirim dan penerima. Jakobson menambahkan dua faktor lain yakni kontak, yang dimaksudkannya sebagai sarana saluran fisik dan koneksi fisiologis antara pengirim dan penerima, dan faktor lainnya adalah kode.

Konteks Pesan

Pengirim Penerima

Kontak Kode

Masing-masing faktor tersebut menentukan fungsi bahasa yang berbeda-beda, dan pada setiap tindakan komunikasi kita bisa menemukan sebuah hierarki fungsi. Jakobson membuat sebuah model struktur identik untuk menjelaskan 6 fungsi tersebut.

Referensial Puitis

Emotif Fatis Konatif Metalingual

Gambar 7. Fungsi-fungsi komunikasi

Fungsi Emotif menggambarkan relasi pesan dengan penerima. Fungsi Emotif pesan adalah untuk mengkomunikasikan sikap, emosi, status, kelas dari pengirim, semua hal tersebut membuat pesan menjadi unik secara personal. Fungsi konatif mengacu pada efek pesan terhadap penerima. Dalam pemerintah atau propaganda, fungsi ini dianggap sangat penting, dalam tipe-tipe komunikasi yang lain, fungsi ini ditempatkan pada prioritas terendah. Fungsi Referensial, orientasi realitas dari pesan, menempati prioritas utama dalam komunikasi yang objektif dan faktual. Fungsi Fatis adalah untuk menjaga saluran komunikasi tetap terbuka, fungsinya untuk menjaga relasi antara pengirim dan penerima, ini untuk menegaskan bahwa komunikasi berlangsung. Fungsi ini di orientasikan pada faktor kontak, yakni koneksi fisik dan fisiologis yang mesti ada. Fungsi Metalingual adalah untuk mengidenifikasikan kode yang digunakan. Bungkus rokok kosong yang dileparkan pada selembar koran tua biasanya dinamakan sampah. Tapi bila bungkus rokok dilekatkan pada selembar koran, lalu diberi bingkai dan digantungkan di dinding galeri seni, maka akan menjadi seni. Semua

pesan harus memiliki fungsi metalingual ekspilist atau implisit. Yang terakhir adalah fungsi puitis (phoetic), merupakan relasi pesan dengan pesan itu sendiri. Jakobson menunjukkan fungsi ini berlangsung dalam percakapan biasa (John Fiske, 1992; 51-54).

Dokumen terkait