• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Hasil Penelitian

Luapan lumpur lapindo yang terjadi di Kecamatan Porong, Desa Siring Sidoarjo menimbulkan berbagai permasalahan baik di bidang ekonomi maupun bidang sosial. PT. Minarak Lapindo Brantas yang diketahui sebagai penyebab luapan lumpur panas bertanggung jawab sepenuhnya memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang masuk dalam Peta Area Terdampak (PAT). Sedangkan ganti rugi korban yang berada diluar PAT dilimpahkan pada negara yang diambil melalui dana APBN.

Negoisasi mengenai ganti rugi dilakukan antara warga terdampak dan BPLS. Dari hasil negoisasi yang telah berlangsung ditetapkan harga ganti rugi untuk tanah sebesar satu juta rupiah permeter dan untuk bangunan sebesar satu koma lima juta rupiah. Pembayaran ganti rugi dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama 20 persen diberikan diawal kemudian tahap kedua diberikan 80 persen dengan cara diangsur. Model komunikasi yang dilakukan warga terdampak dengan pihak BPLS saat proses negoisasi berlangsung menggunakan model komunikasi dua tahap dimana warga terdampak dengan pihak BPLS dapat saling memberikan pendapat sehingga dalam proses negoisasi terjadi feedback secara langsung.

4.3.1 Komunikator

Komunikator adalah seseorang yang menyampaikan atau merangkai pesan kedalam seperangkat simbol verbal atau non verbal yang bisa dipahami oleh penerima pesan atau komunikan.

Tabel 1. Kredibilitas Komunikator

Informan Kredibilitas Komunikator.

IV Informan ini adalah pejabat BPLS yang menjabat sebagai Kepala Sub Kelompok Kerja Pemberdaya Masyarakat. Informan ini ditunjuk oleh Dewan Pengarah sebagai komunikator untuk melakukan kegiatan negoisasi karena dianggap mampu merangkai pesan yang bisa diterima oleh warga dan bisa memnerikan wawasan kepada warga.

V Informan ini adalah ketua warga atau TIM yang ditunjukoleh warga berdasarkan hasil musyawarah. Warga mempercayakan informan ini sebagai ketua karena jabatannya sebagai ketua RT dan warga menilai informan ini mampu melakukan komunikasi dengan BPLS yang nantinya informasi dari BPLS akan dikemas lagi sesuai dengan pemahaman warga terdampak.

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikator yang ditunjuk untuk melakukan proses negoisasi adalah mereka yang dianggap mumpuni atau mempunyai kredibiltas untuk berkomunikasi dan mempunyai wawasan yang luas sehingga komunikasi yang terjalin tidak mengalami salah paham dan pesan yang disampaikan BPLS dapat diterima dan dikemas dengan baik oleh TIM. TIM juga berperan sebagai komunikator karena mereka yang akan mengkomunikasikan lagi pesan tersebut kepada warga.

4.3.2 Pesan Komunikasi

Pesan adalah informasi dari BPLS dan hal-hal yang dibicarakan selama pertemuan kedua belah pihak untuk melakukan negoisasi berlangsung.

Tabel 2. Pesan yang dikomunikasikan

Informan Hal-hal yang dibicarakan dalam negoisasi

I “waktu itu bersama TIM ketemu sama BPLS. Yang dibicarakan ya harga ganti rugi....”

II (tidak ada pesan secara langsung yang dikomunikasikan dengan BPLS karena informan ini mewakilkan aspirasinya kepada TIM)

“saya Cuma rapat sama TIM aja mbak, terima hasilnya sajalah dari TIM yang sudah bertemu dengan BPLS”

III “ya yang dibicarakan pada waktu pertemuan ya cuman ganti rugi sama kebijakan-kebijakan, terus ada juga warga yang nego, yang diharapkan kan oleh warga itu secepatnya (waktu pembayaran)...”

IV “yang dibahas sesuai tema. Kalau yang dibahas ganti rugi itu mencakup semua urusan yang berkaitan dengan ganti rugi...”

V “ya menyangkut diantaranya langkah-langkah soal tanggap darurat tunjangan, terus menyangkut soal ganti rugi pembayaran...terutama soal pembayaran, para warga harapannya langsung lunas 100%...”

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa selama pertemuan berlangsung hal-hal yang dinegoisasikan oleh warga kepada BPLS adalah mengenai nilai ganti rugi yang akan mereka terima, waktu pembayaran, serta sistem pembayaran yang diminta secara langsung oleh para warga. Selama pertemuan berlangsung, warga dalam menyampaikan aspirasinya dengan didampingi oleh TIM.

4.3.3 Konteks Komunikasi

Konteks komunikasi adalah lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Dalam hal ini konteks komunikasi menunjukkan kapan dan dimana pertemuan tersebut berlangsung.

Tabel 3. Konteks Komunikasi (waktu dan tempat) pertemuan Informan Waktu dan Tempat saat mengadakan pertemuan BPLS dengan

Warga

I “pertemuan itu di balai desa kalau gak salah seingat saya. Terus kalau jamnya itu seringnya malem jam 7 habis isya”

II (informan ini tidak mengikuti pertemuan yang dilakukan BPLS hanya mewakilkan kepada TIM)

“biasanya sebelum ke BPLS, kita masing-masing RT kumpul dimana gitu loh, malem. Terus besoknya yang maju itu para ketua kelompok. Ada namanya TIM kalau gak salah”

III “pernah sekali ikut pertemuan itu pas di pendopo dekat Sidokare situ. Pas itu pertemuannya malam mbak sekitar jam 7an”

IV “kita ngundangnya di balai desa. Karena ada lebih dari ratusan warga yang mengikuti, maka dalam satu hari dibagi tiga session yaitu pagi jam 8-10, dilanjut siang sampai jam 1, terus sore jam 3 atau 4 sampai selesai”

V “di balaidesa ketapang mbak. seringnya sore mbak sekitar jam 3. Pernah sih pagi jam 9 mbak.”

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konteks komunikasi yang terjadi dalam satu hari berlangsung dalam tiga tahap. Namun konteks komunikasi yang sering terjadi antara korban yang menjadi informan dengan BPLS adalah sore hari ketika aktivitas warga sedikit luang. Namun ada salah satu informan yang tidak terdapat konteks komunikasi karena tidak mengikuti pertemuan yang berlangsung dan mewakilkan aspirasinya kepada TIM yaitu informan II.

4.3.4 Respon Komunikasi

Respon komunikasi adalah hasil dari negoisasi yang berlangsung antara BPLS dengan warga. Apa saja permintaan warga terdampak pada saat proses negoisasi berlangsung

Tabel 4. Respon Komunikasi

Informan Respon Komunikasi

I “waktu nego yah minta dibeli kayak yang pertama itu (PT Minarak)...”

II (Tidak terdapat respon pada informan II karena beliau tidak menghadiri pertemuan negoisasi)

III “selalu ada negoisasi kalau itu Cuma kan sudah ditetapkan sekian, terus yang diharapkan kita itu secepatnya dikasih”

IV “untuk warga yang tidak setuju dengan kebijakan, kita pihak BPLS akan melakukan komunikasi lagi...”

V “saya cuma mendampingi semua warga dan warga juga mempercayakan untuk mencover semua berkas ke bpls sampai selesai.”

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa respon dari informan (warga terdampak) adalah setelah diberikan informasi menganai kebijakan, warga banyak yang melakukan negoisasi dengan BPLS dengan meminta ganti rugi lebih tinggi dari kebijakan Dewan Pengarah. Dan sebagian warga hanya meminta supaya ganti rugi dilakukan secepatnya. Untuk warga yang tidak setuju dengan kebijakan maka BPLS akan melakukan komunikasi dengan para warga.

4.3.5 Komunikan

Komunikan adalah orang yang menerima pesan dari komunikator. Yang menjadi komunikan dalam penelitian ini adalah para korban terdampak lumpur lapindo yang menerima ganti rugi dari BPLS serta mengikuti pertemuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

Tabel 5. Karakteristik Komunikan

Informan Karakteristik Komunikan

I Informan ini bekerja sebagai karyawan di pabrik krupuk di Desa Siring. Informan ini mengerti tentang kebijakan yang disampaikan oleh BPLS dan sempat mengikuti jalannya proses negoisasi.

II Informan ini sehari-harinya bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta di Surabaya. Karena kesibukannya bekerja, informan ini tidak sempat menghadiri pertemuan yang dilakukan oleh BPLS sehingga informan ini mendapat informasi dari TIM.

III Informan ini telah kehilangan pekerjaannya sebagai wiraswasta akibat bencana lumpur lapindo. Informan ini sempat mengikuti pertemuan dengan BPLS namun didampingi oleh TIM. Informan ini mengerti dan memahami pesan-pesan yang disampaikan oleh BPLS.

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar informan (para warga terdampak) mengerti pesan yang disampaikan oleh pihak BPLS mengenai kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan ganti rugi. Meskipun ada salah satu informan yang tidak mengikuti jalannya proses negoisasi, namu informan tersebut memahami semua informasi tersebut dari TIM yang mewakilinya.

4.3.6 Biaya

Biaya adalah kerugian yang dialami para korban lumpur lapindo dan mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang diderita para korban.

Tabel 6. Kerugian yang dialami (korban/warga terdampak)

Informan Kerugian yang dialami akibat lumpur lapindo I “Tanah dan Bangunan...”

II “Kalau saya berupa rumah saja...”

III “Ya banyak. Ya rumah, ya pekerjaan, terus sosial terhadap warga juga...”

V “Saya tanah dan bangunan mbak...”

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa keempat informan rata-rata mengalami kerugian dengan kehilangan rumah atau tempat tinggal dan tanah. Informan II mengalami kerugian dengan kehilangan rumah karena rumah tersebut dimanfaatkan sebagai aset. Sedangkan informan III mengalami kerugian dengan kehilangan semua yang dia miliki termasukn pekerjaan yang dia milikiserta hubungan sosial karena harus pindah ketempat yang lebih aman.

4.3.7 Keuntungan

Keuntungan adalah ganti rugi materi yang diterima oleh warga terdampak lumpur lapindo. Apabila ganti rugi materi yang diterima melebihi kerugian yang dialami maka warga terdampak akan merasa terpuaskan dan komunikasi berjalan efektif.

Tabel 7. Keuntungan yang diperoleh (warga terdampak)

Informan Hasil dari ganti rugi yang diterima warga terdampak I “kalau pembayaran (ganti rugi) itu ya sesuai harapan mbak.

Kalau dihitung-hitung ya melebihi lah. Hehe”

II “kalau dihitung karena itu (ganti rugi) diangsur untuk mendapatkan rumah kembali yang senilai itu ya gak match” III “sebenernya sih kurang sekali. Kita dapet ganti rugi 20% itu

nggak bisa buat beli rumah ya sampek sekarang. Kebanyakan itu kan diangsur to, jadi uang yang diganti rugi itu dipotong bank” V “saya kira sudah sesuai dengan harapan saya mbak. Uang ganti

rugi yang saya dapat saya gunakan untuk membangun rumah lagi untuk tempat tinggal”

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa respon dari informan (warga terdampak) ada yang merasa puas dan ada yang merasa kurang atau tidak puas. Yang merasa puas dengan ganti rugi yang diterima adalah informan I dan informan V. Sedangkan yang merasa kurang atau tidak puas adalah informan II dan informan III.

4.3.8 Perbandingan

Jika salah satu pihak kurang puas terhadap hasil negoisasi yang telah dilakukan maka mereka akan berupaya melanjutkan negoisasi. Ketidakpuasan itu muncul dari biaya yang diakibatkan dan keuntungan yang diterima tidak sepadan. Setiap warga akan selalu membandingkan antara biaya dan keuntungan yang diperoleh. Biaya tidak hanya dinilai dari ganti rugi material (uang) tetapi juga ganti rugi sosial.

Tabel 8. Bentuk Ganti Rugi Sosial Informan Bentuk Ganti Rugi Sosial yang diberikan

I “ada bantuan kesehatan di puskesmas, waktu itu saya berubat di puskesmas porong itu nggak bayar mbak...”

II “ dikasih uang kontrak dua juta setengah...plus satu juta setengah untuk uang makan selama enam bulan...”

III “...ada juga bantuan kesehatan dan pendidikan mbak. Kalau kesehatan, selama masih dipenampungan dapat pengobatan gratis, kalau pendidikan saya kurang paham mbak...”

IV “ ...kalau bansos itu mereka yang memenuhi syarat akan mendapatkan uang kontrak dua setengah juta setahun, uang evakuasi lima ratus ribu, uang jaminan hidup kita bantu selama enam bulan selain itu ada bansos kesehatan...” V “...salah satu contoh pelatihan tenaga kerja tetap berjalan dan

juga kesehatan tetap berjalan...”

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa tingkat perbandingan yang diberikan kepada warga adalah berupa bantuan sosial dari pihak BPLS kepada warga terdampak. Bantuan sosial yang diberikan berupa kesehatan, bantuan uang hidup, pendidikan serta pelatihan tenaga kerja bagi warga terdampak yang kehilangan pekerjaan. Bantuan sosial yang diterima warga adalah berupa pengobatan gratis dari puskesmas di sekitar daerah bencana lumpur.

Dokumen terkait