• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KOMUNIKASI DALAM PROSES NEGOISASI (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Model Komunikasi Dalam Proses Negoisasi Antara BPLS Dengan Masyarakat Terdampak Dalam Menyelesaikan Ganti Rugi Lapindo).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL KOMUNIKASI DALAM PROSES NEGOISASI (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Model Komunikasi Dalam Proses Negoisasi Antara BPLS Dengan Masyarakat Terdampak Dalam Menyelesaikan Ganti Rugi Lapindo)."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Negoisasi Antara BPLS Dengan Masyarakat Ter dampak Dalam Menyelesaikan Ganti Rugi Lapindo)

SKRIPSI

Oleh :

DINA RINDI ANGGARINA NPM. 0943010069

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Disusun Oleh :

DINA RINDI ANGGARINA 0943010069

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, Pembimbing Utama

Dr. Catur Sur atnoadji, M. Si NPT. 3 6804 94 0028 1

Mengetahui, DEKAN

(3)

DINA RINDI ANGGARINA NPM. 0943010069

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J urusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” J awa Timur Pada tanggal 14 November 2013

Pembimbing Utama Tim Penguji:

1. Ketua

Dr. Catur Sur atnoaji., M.Si J uwito, S.Sos., M.Si

NPT.368049400281 NPT. 3 7107 94 00361

2. Sekr etaris

Dr. Catur Sur atnoaji., M.Si NPT.368049400281

3. Anggota

Dra. Dyva Claretta, M.Si NPT. 3 6601 94 00251

Mengetahui, DEKAN

(4)

Segala Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan Hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan proposal dengan judul “Model Komunikasi Dalam Pr oses Negoisasi” (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Model Komunikasi Dalam Proses Negoisasi Antara BPLS Dengan Masyarakat Terdampak Dalam Menyelesaikan Ganti Rugi Lapindo). Penulisan laporan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban bagi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur, khusunya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam rangka memenuhi tugas akademik guna melengkapi syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana.

Hasil laporan skripsi ini bukanlah kemampuan dari penulis semata, namun terwujud karena bantuan dan bimbingan dari Bapak DR. Catur Suratnoadji, M.Si selaku dosen pembimbing. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan proposal ini :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur. 2. Bapak Juwito, MSi sebagai Ketua Progdi Ilmu Komunikasi Universitas

Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

(5)

Louph u so much

5. Derry Ariyanti, Agni Ratih, Florence yang selalu memberikan support dan mengingatkan untuk segera menyelesaikan proposal ini meskipun sedikit bawel.

6. My Super Twins Ony Dina Maharani yang selalu kasih dukungan biar gak males dan jadi semangatnya on fire.

7. Dan Yuamaaii yang sudah memberikan perhatian lebih dan support hebat buat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Harapan penulis semoga dengan terselesainya laporan proposal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin.

Surabaya, Juli 2013

(6)

HALAMAN PENGESAHAN UJ IAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Penelitian Terdahulu ... 11

2.2 Definisi Komunikasi ... 14

2.2.1 Fungsi Komunikasi ... 18

2.2.2 Hambatan Komunikasi ... 19

(7)

2.3.4 Model Aristoteles ... 27

2.3.5 Model Schramm ... 28

2.3.6 Model Jakobson ... 30

2.4 Teori Pertukaran Sosial ... 32

2.5 Komunikasi Interpersonal ... 36

2.5.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 36

2.5.2 Komponan Komunikasi Interpersonal ... 37

2.6 Negoisasi ... 39

2.7 Kerangka Berpikir... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1 Definisi Operasional ... 44

3.2 Operasionalisasi Konsep ... 46

3.2.1 Komunikator ... 46

3.2.2 Pesan ... 47

3.2.3 Konteks ... 47

3.2.4 Komunikan ... 47

3.2.5 Model Komunikasi ... 48

3.2.6 Negoisasi ... 50

(8)

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.6 Teknik Analisis Data... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 56

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Sidoarjo ... 56

4.1.2 Sejarah Dibentuknya BPLS ... 57

4.1.3 Visi, Misi, Dan Tujuan BPLS ... 58

4.2 Penyajian Data ... 62

4.2.1 Identitas Responden ... 62

4.3 Hasil Penelitian ... 66

4.3.1 Komunikator ... 67

4.3.2 Pesan Komunikasi ... 68

4.3.3 Konteks Komunikasi ... 69

4.3.4 Respon Komunikasi ... 70

4.3.5 Komunikan ... 71

4.3.6 Biaya ... 72

4.3.7 Keuntungan ... 73

4.3.8 Perbandingan ... 74

(9)

5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 93

5.2.1 Saran Akademis ... 93

5.2.2 Saran Praktis ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(10)

Gambar 2. Model Newcomb ... 24

Gambar 3. Model Westley dan MacLean ... 27

Gambar 4. Model Aristoteles ... 27

Gambar 5. Model Wilbur Schramm ... 29

Gambar 6. Model Jakobson ... 30

(11)

Lampiran 2. Panduan wawancara Mendalam ... 95

Lampiran 3. Transkrip Hasil wawancara informan I ... 97

Lampiran 4. Transkrip Hasil wawancara informan II ... 108

Lampiran 5. Hasil Transkrip Wawancara Informan III ... 115

Lampiran 6. Hasil Transkrip Wawancara Informan IV ... 124

Lampiran 7. Hasil Transkrip Wawancara Informan V ... 139

Lampiran 8. Foto Wawancara Informan I ... 147

Lampiran 9. Foto Wawancara Informan II ... 148

Lampiran 10. Foto Wawancara Informan III ... 149

Lampiran 11. Foto Wawancara Informan IV ... 150

Lampiran 12. Foto Wawancara Informan V ... 151

(12)

Ter dampak Dalam Menyelesaikan Ganti Rugi Lapindo)

Luapan lumpur panas Lapindo merupakan semburan lumpur panas yang terjadi akibat aktivitas pengeboran gas bumi yang dilakukan oleh Lapindo. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui model komunikasi dalam proses negosisasi antara BPLS dengan Masyarakat terdampak dalam menyelesaikan ganti rugi Lapindo.

Landasan teori yang digunakan adalah Teori Pertukaran Sosial berdasarkan pada ide bahwa orang memandang hubungan mereka dalam konteks ekonomi dan mereka menghitung pengorbanan dan membandingkannya dengan penghargaan yang didapatkan dengan meneruskan hubungan itu. Mengacu pada teori yang digunakan peneliti menggunakan metode observasi dan wawancara. Lokasi penelitian dilakukan di kantor pusat BPLS dan di rumah warga terdampak. Subyek dari penelitian ini adalah Kepala Pemberdaya dari Bidang Sosial BPLS dan warga terdampak lumpur Sidoarjo.

Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi yang dilakukan adalah model komunikasi pertukaran sosial alir dua tahap. Dalam negoisasi yang dilakukan menghasilkan kesepakatan mengenai nilai dan proses ganti rugi. Kesepakatan tersebut tetap didasarkan kepada keputusan Dewan Pengarah.

Kata kunci : Model Komunikasi Pertukaran Sosial, Teori Pertukaran Sosial, Negoisasi.

ABSTRACT

Hot Mud overflowing of Lapindo represent the hot mud blast that happened of drilling activity of earth gas conducted by Lapindo. The target of this research is to know the communications model in negotiation process among BPLS with the Society affected in finishing ingemination Lapindo.

The Basis theory at this research used Social Exchange Theory pursuant to belong to the idea that people look into their relation in economic context and they calculate the sacrifice and compare it with the appreciation got by doin on that relation. Beyond at that theory a researcher use the observation method and interview the research location conducted in head office of BPLS and at home area of BPLS and citizen affected by mud Sidoarjo.

The results of this research indicate that the communications of taken is social exchange communications model emit a stream of two phases. In negotiation conducted yield of agreement concerning compensatory process and value. The agreement remains to be based on decision of Director Council.

(13)

1.1 Latar Belakang Masalah

(14)

Berdasarkan temuan Tim Geologi dari ITB menyatakan :

“ Luapan Lumpur Panas Porong – Sidoarjo adalah luapan lumpur yang keluar dari perut bumi akibat adanyapatahan, rekahan yang ada di dalam perut bumi. Adanya patahan dan rekahan yang ada di perut bumi yang tertembus oleh proses pengeboran gas bumi menyebabkan timbulnya luapan lumpur panas pada permukaan bumi.” ( Jawa Pos, 12 Oktober 2006, hal 16).

Dari beberapa kerugian yang di alami oleh masyarakat Porong ini akhirnya pihak Lapindo Brantas dan dibantu oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan membentuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang mengetegorikan kerusakan – kerusakan yang dialami oleh masyarakat porong dengan membagi menjadi tiga ring. Ring I (Dampak Semburan) Desa Jatirejo, Ring II (Dampak Luberan) a. Desa Renokenongo b. Desa Kedungbendo c. Desa Siring d. Desa Keboguyang Ring III (Dampak Sosial) a. Desa Mindi b. Desa Kedungcangkring c. Desa Besuki d. Desa Pajarakan, Ring I (Dampak Semburan) dan Ring II (Dampak Luberan) menuntut : Ganti rugi penuh yang didasarkan pada nilai jual beli (secara material dan Imaterial) Secara material Nilai Jual Beli yang diharapkan masyarakat, tanah kering Rp. 1.500.000/ Per Meter, Tanah basah Rp. 1.000.000/Per Meter dan Bangunan Rp. 2.000.000/Per Meter. Lambatnya ganti rugi disebabkan PT. Lapindo Brantas tidak mau mengganti tanah yang bukti kepemilikannya berupa Petok D atau Letter C. padahal mayoritas tanah di wilayah tersebut bukti kepemilikan masih berupa Petok D atau Letter C.

(15)

lumpur yang keluar dari pusat semburan semakin meningkat. Pada awal semburan pada tanggal 29 Mei 2006 – 29 Juni 2006, volume semburan 5.000 m3 per hari. Namun mulai awal Agustus volume Lumpur yang keluar rata-rata mencapai 126.000 m3 per hari. Ribuan orang mengungsi karena rumah mereka telah terendam. Ratusan hektar lahan pertanian juga gagal panen karena telah terendam lumpur. Puluhan pabrik juga telah merumahkan para pekerjanya karena tempat produksi mereka juga telah terendam lumpur. Selain itu, lumpur panas juga menenggelamkan jalan tol Surabaya-Malang. Padahal jalan tol ini merupakan akses utama yang menghubungkan Surabaya- Malang, selain jalan raya Porong. Sehingga yang terjadi kemudian, kemacetan yang luar biasa terjadi di Jalan Raya Porong yang menjadi satu-satunya akses terdekat yang menghubungkan Surabaya-Malang.

Dampak yang luar biasa tersebut, membentuk opini publik bahwa peristiwa ini dianggap sebagai bentuk pencemaran lingkungan yang sangat serius yang diakibatkan oleh ekplorasi kekayaan alam, khususnya minyak bumi dan gas. Semburan lumpur panas dianggap sebagai kesalahan PT. Lapindo Brantas Inc, sebagai perusahaan yang memiliki ijin beroperasi di sumur eksplorasi migas Banjar Panji-1 (BJP-1). Sehingga segala bentuk kerugian dan dampak negatif yang timbul harus menjadi tanggung jawab PT. Lapindo Brantas Inc.

(16)

menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia sebab dari format komunikasi dari pihak BPLS sendiri,(2010) bahwa sesuai dengan indikator kinerja utama Bidang Sosial yaitu mengurangi dampak sosial, maka dalam rangka penanganan permasalahan sosial yang berkembang di atas, dilaksanakan kegiatan pemberian bantuan sosial, perlindungan sosial, dan pemulihan sosial. sebagimana contoh : Terkait dengan jual beli tanah dan bangunan telah terungkap sangat banyak permasalahan keluarga, misalnya kelengkapan administrasi dokumen jual beli tanah dan bangunan, pengingkaran keabsahan dokumen oleh salah satu pihak, tuntutan terhadap orang-orang yang semestinya tidak berhak melaksanakan jual beli, sengketa waris, pembagian harta pada keluarga yang mengalami poligami, kesalahan pembagian/ penggunaan harta hasil jual beli, dll. BPLS dalam hal ini berupaya untuk menjadi mediator agar permasalahan di atas dapat ditangani dan diselesaikan dengan baik oleh pihak-pihak yang terkait.

(17)

Lambatnya ganti rugi disebabkan PT. Lapindo Brantas tidak mau mengganti tanah yang bukti kepemilikannya berupa Petok D atau Letter C. padahal mayoritas tanah di wilayah tersebut bukti kepemilikan masih berupa Petok D atau Letter C. Sebanyak 81 berkas permohonan warga belum dilakukan pembayaran uang muka 20% dengan perkiraan nilai nominal 20% sebesar Rp. 6.667.180.400,-. Warga mendesak untuk segera dilakukan tindak lanjut terhadap berkasnya. Terhadap permasalahan ini, Bapel BPLS selalu khawatir tentang keamanan tanggul di desa Glagaharum karena hingga saat ini, para pegogol (pemilik tanah gogol) yang di atas tanahnya sudah dibangun tanggul, belum mendapatkan pembayaran 20%. Hal ini dapat menjadi potensi akan adanya perbuatan untuk menghambat proses pembuatan tanggul dan keamanan tanggul dari para pegogol di Desa Besuki. Berkas permohonan penyelesaian business to

business (B to B) atas nama H. Hasan Kedungbendo dan beberapa pengusaha

(18)

Namun demikian, mereka mempertanyakan bagaimana proses penggantiannya.BPLS,2010.

Sampai dengan saat ini proses jual beli tanah dan bangunan sebagian warga terdampak yang menjadi tanggung jawab PT. Lapindo Brantas belum dapat diselesaikan sampai dengan saat ini, sementara penyelesaian proses jual beli tanah untuk warga 3desa yang menjadi beban APBN harus diselesaikan sejalan dengan penyelesaian prosesjual beli tanah dan bangunan yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas tersebut. Dengan belum tuntasnya proses jual beli tanah dan bangunan tersebut, pembangunan dan peninggian tanggul di beberapa lokasi tidak dapat dilaksanakan karena dihalang-halangi oleh warga masyarakat yang belum mendapatkan pembayaran pelunasan dari PT. Lapindo Brantas, yang pada akhirnya hal ini akan mempengaruhi kinerja Bapel-BPLS dalam menyelesaikan pembangunan kolam lumpur yang aman bagi warga masyarakat dan lingkungan.

Dari keterlambatan inilah akhirnya warga melakukan gerakan resistensi supaya hak – haknya terpenuhi. Di mulai dari musyawarah yang dilakukan oleh masyarakat dengan perwakilan Lapindo Brantas dan Pemerintah Sidoarjo sampai penutupan ruas jalan raya porong dan juga mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Sidoarjo.

(19)

umum. Selain hal itu negoisasi juga dimaksudkan sebagai teknik untuk menjaring aspirasi masyarakat.BPLS,(2012).

Berdasarkan proses negosisasi yang dilakukan oleh pihak warga terdampak dengan BPLS terkait dengan jual beli tanah dan bangunan telah terungkap sangat banyak permasalahan keluarga, misalnya kelengkapan administrasi dokumen jual beli tanah dan bangunan, pengingkaran keabsahan dokumen oleh salah satu pihak, tuntutan terhadap orang-orang yang semestinya tidak berhak melaksanakan jual beli, sengketa waris, pembagian harta pada keluarga yang mengalami poligami, kesalahan pembagian atau penggunaan harta hasil jual beli. BPLS dalam hal ini berupaya untuk menjadi negosiator agar permasalahan di atas dapat ditangani dan diselesaikan dengan baik oleh pihak-pihak yang terkaitn namun kenyataanya hingga sampai sekarang proses tersebut masih belum terselesaikan.

Kenyataan di lapangan, Lapindo dan pemerintah baru memberikan informasi setelah adanya demo. Artinya, tidak ada upaya proaktif menyediakan informasi. merespon kalau ada reaksi. Tampaknya, baik public relation Lapindo atau pemerintah menerapkan silent strategy, lebih hati-hati dan bersifat hanya memberi respon.

Pentingnya penelitian ini dapat memberikan saran dalam mengatasi model komunikasi antara pihak BPLS dan masyarakat terdampak korban lumpur lapindo di wilayah Sidoarjo. Dalam penanganan dampak sosial, pemerintah melakukan, antara lain, meminta untuk menuntaskan pembayaran uang muka cash and

(20)

Renokenongo) yang masuk dalam peta dampak lumpur 4 Desember 2006. Setelah itu menuntaskan pembayaran kepada seluruh warga yang masuk peta terdampak lumpur 22 Maret 2007 (warga Perum TAS I, Desa Gempolsari, Kalitengah, sebagian Kedungbendo). Dalam Perpres sudah diatur di pasal 15 bahwa untuk pembayaran ganti rugi di luar peta terdampak dibayar dengan uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.Rumpopoy,(2009).

Wakil Rakyat di Senayan bersama Pemerintah sejak awal dinilai bersikap tidak tegas. Mereka seolah melupakan salah satu bencana alam nasional yang menjadi perhatian dunia ini. Penelitian ahli untuk menentukan entakah ini murni bencana alam atau kelalaian manusia, belum berdampak pada status legal dan kebijakan Pemerintah dan DPR yang sudah dan terus menggelontorkan dana rakyat. Kalau ini bencana yang ditimbulkan oleh karena human error, mengapa uang rakyat sudah dan akan terus dikorbankan untuk kepentingan orang atau kelompok orang yang mestinya menerima sanksi pidana maupun perdata, siapa pun dia. Triliunan rupiah uang rakyat Indonesia akan terus harus digelontorkan, dari aspek legal, turun status menggantung, karena pengadilan hanya menjatuhkan vonis kepada beberapa bawahan PT. Lapindo Brantas. Status menggantung itu sebenarnya, harus menjadi pertanyaan Wakil Rakyat di Senayan, karena pengeluaran anggaran Rp 1,3 triliun untuk 2012, dan akan terus bertambah seiring perkiraan Lumpur Sidoarjo kemungkinan masih berlangsung 30-an tahun.

(21)

didalamnya terjadi diskusi dan perundingan untuk mencapai kesepakatan tujuan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Dalam konflik kasus Lapindo, negoisasi merupakan komunikasi dua arah, yaitu antara BPLS sebagai komunikator dan terdampak sebagai komunikan atau saling bergantian. Ketegangan dalam komunikasi negoisasi bisa saja terjadi sebelum terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak,sehingga antara penjual dan pembeli harus menemukan frame of reference. Dalam proses negoisasi masing-masing kedua belah pihak harus meletakan negoisasi diatas segalanya untuk mencapai tujuan dan kesepakatan bersama.

Pada kasus Lumpur Lapindo ini ditekankan pada perusahaan Lapindo sebagai pihak penanggung jawab yang memberikan ganti rugi kepada warga terdampak. Jadi bila hasil penelitian itu lebih kepada negoisasi yang sifatnya memaksa maka para korban pun hanya bisa menerima nasib yang tidak wajar oleh para penguasa kepentingan dan pasti tidak ada kepuasan dari pihak warga terdampak. DPRD sebagai lembaga pemerintahan yang mengontrol jalannya negoisasi ini bertujuan supaya proses negoisasi dalam pemberian ganti rugi kepada warga terdampak berjalan sesuai peraturan dan prosedur dan tidak ada dominasi dalam memberikan ganti rugi.

(22)

1.2 Perumusan Masalah

Dilihat dari uraian diatas maka dirumuskan perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana Model Komunikasi dalam proses negoisasi antara BPLS dengan warga terdampak dalam menyelesaikan masalah ganti rugi Lapindo di Sidoarjo?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui model komunikasi dalam proses negosisasi antara BPLS dengan Masyarakat terdampak dalam menyelesaikan ganti rugi Lapindo.

1.4 Kegunaan penelitian

Hasil penelitian deskriptif kualitatif terhadap Model Komunikasi Antara BPLS dengan Masyarakat Terdampak dalam Menyelesaikan Ganti Rugi Lapindo ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis, yaitu untuk menambah kajian Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan penelitian pada model komunikasi.

2. Kegunaan Praktis, yaitu memberikan kontribusi pada BPLS dalam menyelesaikan upaya proses negoisasi terhadap masyarakat terdampak.

(23)

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Dari penelitian terdahulu yang berjudul Model Komunikasi Corporate

Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia yang dilakukan oleh Puji

(24)

terletak pada kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Teori ini menyatakan adanya interactive social system dimana perusahaan dan masyarakat saluing membutuhkan dan saling mempengaruhi. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu program CSR BI sudah memenuhi sistematika Program CSR menurut Ambadar (2008) yaitu dengan membuat perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Komunikasi yang terjalin antara perusahaan, pemerintah dan mitra binaan yaitu para UKM di sentra industri Manding sudah intensif.komunikais dilakukan baik pada proses perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi baik secara formal atau informal.

(25)

berfungsi sebagai media resolusi konflik adalah yang berbentuk pranata adat musyawarah sebagai wujud komunikasi lintasbudaya Melayu dan Madura. Proses adat musyawarah dipimpin oleh kepala desa dibantu oleh para kiai dan para pemanku adat, dilakukan sesegera mungkin setelah terjadinya konflik. Adat musyawarah digunakan hanya untuk menyelesaikan konflik yang berskala kecil sedangkan konflik yang berskala besar penyelesaiannya langsung diserahkan ke aparat kepolisian. Adat musyawarah dapat berfungsi mencegah meluasnya konflik dan menghentikan konflik. Apabila perdamaian tidak dapat dicapai maka penyelesaiannya diserahkan kepada aparat kepolisian dengan menggunakan hukum nasional. Masyarakat Kalimantan Barat dapat menerima penggunaan pranata adat musyawarah sebagai media resolusi konflik.

(26)

BPLS dan masyarakat terdampak, dimana para pengambil kebijakan BPLS yang menjadi objek penelitian memiliki aturan jam kerja yang tidak pasti yang tidak memungkinkan penulis menjumpai dalam satu waktu. Sedangkan masayarakat terdampak yang merupakan masyarakat umum yang bertempat tinggal di area sekitar Lumpur Lapindo yang sedang menunggu ganti rugi dari BPLS. Oleh sebab itu penulis dalam penelitian ini melakukan pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam ( in

depth interview) dimana peneliti melakukan wawancara dengan nara

sumber dengan jenis wawancara semistruktur (semistructure interview).

Permasalahan tersebut penting untuk diteliti karena hasil penelitiannya akan sangat berguna bagi badan atau lembaga dalam menyelesaikan masalah dengan khayalak disekitarnya atau mayarakat eksternalnya.

2.2 Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.

Sama disini maksudnya adalah sama makna. Kalau dua orang terlibat dalam

(27)

kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapan.

Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan, dan politik sudah disadari oleh para cendekiawan sejak Aristoteles yang hidup ratusan tahun lalu. Studi Aristoteles hanya berkisar pada retorika dalam lingkungan kecil. Diantara para ahli sosiologi, ahli psikologi, dan ahli politik di Amerika Serikat, yang menaruh minat pada perkembangan komunikasi adalah Carl I. Hovland. Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi Hovland menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum dan sikap publik yang dalam kehidupan sosialdan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication

is the process to modify the behavior of ther individuals).

Para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan Who Says What In

Which Channel To Whom With What Effect. Paradigma Lasswell menunjukkan

(28)

1. Komunikator (communicator, source, sender) 2. Pesan (message)

3. Media (channel, media)

4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) 5. Efek (effect, impact, influence).

Berdasarkan paradigma Lasswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Lasswell menghendaki agar komunikasi dijadikan objek studi ilmiah, bahka setiapunsur diteliti secara khusus. Studi mengenai komunikator dinamakan control analysis; penelitian mengenai pers, radio, televisi, film, dan media lainnya disebut media analysis; penyelidikan mengenai pesan dinamai

content analysis; audience analysis adalah study khusus tentang komunikan,

sedangkan effect analysis merupakan penelitian mengenai efek atau dampak yang ditimbulkan oleh komunikasi (Effendy, 1990;10).

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain sebagainya yang muncul di benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastia, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati (Effendy, 1990; 11).

(29)

komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yakni :

a. Dampak Kognitif, yaitu yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkatkan intelektualitasnya. Pesan yang disampaikan ditujukan kepada pikiran komunikan.

b. Dampak Afektif, yaitu tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya, menimbulkan perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.

c. Dampak Behavioral, yaitu dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan (Effendy, 2012; 7).

Berikut ini adalah beberapa definisi tentang komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut ;

1. Car l Hovland, J anis dan Kelly, komunikasi adalah suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).

2. Bernard Berelson dan Gar ry A. Stainer, komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dll. 3. Harold Lasswell, komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang

(30)

dan “dengan akibat apa” (who says what in which channel to whom and with

what effect).

4. Barnlund, komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, memperthanakan ego.

5. Weaver, komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi oikiran orang lain.

6. Gode, komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula yang dimiliki oleh seseorang menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih. (Riswandi, 2009;1-2)

2.2.1 Fungsi Komunikasi

Robbert G. King memasukkan fungsi komunikasi kedalam ruang lingkup ilmu komunikasi. Menurutnya, ada tiga fungsi dari proses komunikasi yang dapat dijadikan acuan dalam setiap rancangan materi pesan yang ingin disampaikan. Efek apa yang ingin dicapai diakhir proses komunikasi. Ada tiga fungsi komunikasi yang ditemukan oleh King, yaitu :

a. Proses pengembangan mental (Development of Menthal Process) b. Penyesuaian dengan lingkungan (Adjustment of Environment)

(31)

2.2.2 Hambatan Komunikasi

1. Gangguan

Ada dua jenis gangguan yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai :

a. Gangguan Mekanik, yaitu gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Yang termasuk gangguan mekanik adalah bunyi mengaung pada pengeras suara atau riuh hadirin atau bunyi kendaraan ketika seseorang berpidato dalam suatu pertemuan.

b. Gangguan Semantik, yaitu bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah yang terdapat pada komunikator akan lebih banyak gangguan semantik dalam pesannya. Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian. 2. Kepentingan

(32)

3. Motivasi Terpendam

Keinginan, kebutuhan dan kekurangan seseorang berbeda dengan orang lainnya dari waktu ke waktu dan dari temoat ke tempat, sehingga karenanya motivasi itu berbeda dalam intensitasnya. Demikianlah intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi.

4. Prasangka

Merupakan suatu rintangan atau hambatan berat bagi kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar wasangka tanpa menggunakan pikiran yang rasional (Effendy, 1993; 45-49).

2.3 Model Komunikasi

(33)

mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat, atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model.

Oleh karena kita memilih unsur-unsur tertentu yang kita masukkan dalam model, suatu model mengimplikasikan penilaian atas relevansi, dan ini pada gilirannya mengimplikasikan suatu teori mengenai fenomena yang diteorikan. Model dapat berfungsi sebagai basis bagi suatu teori yang lebih kompleks, alat untuk menjelaskan teori dan menyarankan cara-cara untuk memperbaiki konsep-konsep. Sehubung dengan model komunikasi, Gordon Wiseman dan Larry Barker mengemukakan bahwa model komunikasi mempunyai tiga fungsi: pertama, melukiskan proses komunikasi; kedua, menunjukkan hubungan visual; dan ketiga, membantu dalam menemukan dan memperbaiki kemacetan komunikasi. Sedangkan Deutsch menyebutkan bahwa model itu mempunyai empat fungsi : mengorganisasikan (kemiripan data dan hubungan), heuristik (menunjukkan fakta-fakta dan metode baru yang tidak diketahui), prediktif (memungkinkan peramalan dari sekedar tipe ya atau tidak hingga yang kuantitatif yang berkenaan dengan kapan dan berapa banyak), pengukuran (mengukur fenomena yang diprediksi) (Deddy Mulyana, 2000:123).

2.3.1 Model Shannon dan Weaver

(34)

Model dasar komunikasi mereka menyajikan komunikasi sebagai suatu proses liniear yang sederhana. Kesederhanaannya telah menarik banyak turunannya, dan sifat liniearnya yang berpusat pada proses ( John Fiske, 2012;15)

Signal

Message Receive Message Signal

Gambar 1. Model Shannon-Weaver

Model Shannon Weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Model itu melukiskan suatu sumber yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran kepada seorang penerima yang menyandi balik pesan tersebut. Model Shannon Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untu dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi suatu sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal dari

transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber informasi ini

adalah otak, transmitter nya adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal, yang ditransmisikan lewat udara. Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi yang sebaliknya dilakukan transmitter dengan merekonstruksi pesan dari sinyal. Sasaran (destination) adalah orang yang menjadi tujuan pesan itu. Suatu konsep penting dalam model Shannon Weaver ini

Information sourc

Transmitter Channel Receiver Destination

(35)

adalah gangguan (noise), yakni setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Menurut Shannon dan Weaver, gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama pesan tersebut yang diterima oleh penerima (Deddy Mulyana , 2000;138).

Gangguan selalu ada dalam komunikasi. Oleh sebab itu kita harus menetralkan gangguan dan tidak terkejut dengan kehadirannya. Untuk menetralkan gangguan ini Shannon mengemukakan empat cara, yaitu :

1. Menambah kekuatan (power) dari signal. Misal dalam suasana hiruk pikuk kita perlu memperkeras suara kita dalam berbicara supaya didengar oleh lawan bicara.

2. Mengarahkan signal dengan tepat. Komunikator dapat mengatasi gangguan dengan berbicara dekat sekali dangan lawan bicara sehinggan suara kita dapat menetralkan gangguan.

3. Menggunakan signal lain. Dapat digunakan taktik lain untuk menetralisir gangguan yaitu dengan memperkuat pesan dengan signal lain misalnya dengan gerakan kepala, gerakan badan, sentuhan, dan sebagainya.

(36)

2.3.2 Model Newcomb

Tak semua model bersifat liniear. Model Newcomb salah satu model yang memperkenalkan kita pada bentuk yang secara mendasar berbeda, model ini bentuknya segitiga.

X

B A

Gambar 2. Model Newcomb

Dalam model Newcomb, komunikasi adalah suatu cara yang lazim dan efektif yang memungkinkan orang-orang mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka. Ini adalah salah satu model tindakan komunikatif dua orang yang disengaja (intensional). Model ini mengisyaratkan bahwa setiap sistem apapun mungkin ditandai oleh suatu keseimbangan kekuatan-kekuatan dan bahwa setiap perubahan dalam bagian manapun dari sistem tersebut akan menimbulkan suatu ketegangan terhadap keseimbangan atau simetri, karena ketidaksimbangan secara psikologis tidak menyenangkan dan menimbulkan tekanan inrenal untuk memulihkan keseimbangan (Deddy Mulyana, 2000; 143).

Topic

Message Sender Messager

(37)

Cara kerja model ini adalah seperti berikut. A dan B adalah komunikator dan penerima, mereka bisa saja para individu, atau manajemen dan serikat kerja, atau pemerintah dan rakyat. X adalah bagian dari lingkungan sosial mereka. ABX adalah sebuah sistem, yang berarti relasi internalnya saling bergantung. Bila A berubah, maka B dan X pun akan berubah, atau bila A merubah relasinya pada X, maka B pun akan mengubah relasinya baik pada X maupun pada A. Bila A dan B adalah sahabat baik, dan X adalah sesuatu atau seseorang yang dikenal keduanya, maka akan menjadi penting A dan B memiliki sikan yang mirip terhadap X. Bila itu terjadi, maka sistem akan berada pada keseimbangan. Namun, bila A menyukai B sedangkan B sebaliknya pada A, maka A dan B akan berada dibawah tekanan untuk berkomunikasi sampai ada dua sahabat yang memiliki sikap yang secara luas sama terhadap X (John Fiske, 2012; 47).

Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan X saling bergantung, dan ketiganya merupakan sistem yang terdiri dari empat orientasi :

1. Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objek yang harus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif)

2. Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama. 3. Orientasi B terhadap X

(38)

2.3.3 Model Westley dan MacLean (1957)

(39)

Gambar 3. Model Westley dan MacLean

2.3.4 Model Ar istoteles

Model Aristoteles adalah model komunikasi paling klasik yang sering disebut juga model retoris dan berjasa dalam merumuskan model komunikasi verbal pertama. Komunikasi terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaraannya kepada khalayak dalam upaya mengubah sikap mereka. Ia mengemukakan tiga unsur dasar proses komunikasi, yaitu pembicara (speaker), pesan (message), dan pendengar (listener).

Gambar 4. Model Aristoteles

Fokus komunikasi yang ditelaah Aristoteles adalah komunikasi retoris, yang kini lebih dikenal dengan komunikasi publik (public

Pembicara Pesan Pendengar

(40)

speaking) atau pidato. Pada masa itu seni berpidato memang merupakan suatu ketrampilan penting yang digunakan di pengadilan dan majelis legislatur dan pertemuan-pertemuan masyarakat. Oleh karena itu semua bentuk komunikasi publik melibatkan persuasi, Aristoteles tertarik menelaah sarana persuasi yang paling efektif dalam pidato. Salah satu kelemahan model ini adalah bahwa komunikasi dianggap sebagai fenomena yang statis. Seseorang berbicara, pesannya berjalan kepada khalayak, dan khalayak mendengarkan. Tahap-tahap dalam peristiwa itu berurutan alih-alih terjadi secara simultan. Model ini juga berfokus pada komunikasi bertujuan (disengaja) yang terjadi ketika seseorang berusaha membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya (Deddy Mulyana, 2001:134-136).

2.3.5 Model Schramm

(41)

organisasi komunikasi (surat kabar, penerbit, stasiun televisi, atau studio film). Pesan dapat berbentuk tintapada kertas, gelombang suara di udara, impuls dalam saluran listrik, lambaian tangan, atau setiap tanda yang dapat ditafsirkan. Sasarannya mungkin seorang individu yang mendengarkan, menonton atau membaca, atau anggota suatu kelompok seperti kelompok diskusi, khalayak pendengar ceramah atau anggota khalayak media massa.

Gambar 5. Model Wilbur Schramm

(42)

dalam model diatas disebut umpan balik (feed back), sangat penting dalam komunikasi karena hal itu memberitahu kita bagaimana pesan ditafsirkan baik dalam bentuk kata-kata, anggukan kepala, gelengan kepala, dan lain sebagainya (Deddy Mulyana, 2001:140-142).

2.3.6 Model J akobson (1960)

Model Jakobson memiliki kemiripan dengan model linear dan model segitiga. Modelnya merupakan salah satu model yang memadukan dua mahzab (Mahzab Proses dan Semiotika). Dia menjembatani kesenjangan antara mahzab proses dan semiotika. Dia memulainya dengan pemodelan faktor-faktor konstitutif dalam suatu tindakan komunikasi. Ada 6 faktor yang mesti ada sehingga memungkinkan terjadi komunikasi. Dia memulainya dengan basis linear yang familiar. Seorang pengirim menyampaikan pesan pada penerima. Dia mengakui bahwa pesan ini mesti mengacu pada sesuatu yang lain di luar pesan itu sendiri. Inilah yang dinamakan konteks. Ini menjadi poin ketiga dari segitiga, sedangkan dua lainnya adalah pengirim dan penerima. Jakobson menambahkan dua faktor lain yakni kontak, yang dimaksudkannya sebagai sarana saluran fisik dan koneksi fisiologis antara pengirim dan penerima, dan faktor lainnya adalah kode.

Konteks Pesan

Pengirim Penerima

Kontak Kode

(43)

Masing-masing faktor tersebut menentukan fungsi bahasa yang berbeda-beda, dan pada setiap tindakan komunikasi kita bisa menemukan sebuah hierarki fungsi. Jakobson membuat sebuah model struktur identik untuk menjelaskan 6 fungsi tersebut.

Referensial Puitis

Emotif Fatis Konatif Metalingual

Gambar 7. Fungsi-fungsi komunikasi

(44)

pesan harus memiliki fungsi metalingual ekspilist atau implisit. Yang terakhir adalah fungsi puitis (phoetic), merupakan relasi pesan dengan pesan itu sendiri. Jakobson menunjukkan fungsi ini berlangsung dalam percakapan biasa (John Fiske, 1992; 51-54).

2.4 Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)

Teori ini menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam hubungan mempengaruhi kontribusi orang lain. Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya.

Asumsi dasar : bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Empat konsep pokok dari teori ini adalah :

a. Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai-nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan yang lain.

(45)

c. Laba atau hasil ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa dalam suatu hubungan interpersonal bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba.

d. Tingkat Perbandingan menunjukkan ukuran baku yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu. Pada saat ini, ukuran baku ini dapat berupa pengalama individu pada masa lalu atau alternative hubungan lain yang terbuka baginya (Lukiati Komala, 2009:172-173).

Teori Pertukaran Sosial didasarkan pada ide bahwa orang memandang hubungan mereka dalam konteks ekonomi dan mereka menghitung pengorbanan dan membandingkannya dengan penghargaan yang didapatkan dengan meneruskan hubungan itu. Pengorbanan (cost) adalah elemen dari sebuah hubungan yang memiliki nilai negatif bagi seseorang. Penghargaan (rewards) adalah elemen-elemen dalam sebuah hubungan yang memiliki nilai positif . sudut pandang Pertukaran Sosial berpendapat bahwa orang menghitung nilai keseluruhan dari sebuah hubungan dengan mengurangkan pengirbanannya dari penghargaan yang diterima :

Nilai = penghargaan – pengorbanan

(46)

memprediksi bahwa nilai (worth) dari sebuah hubungan mempengaruhi hasil akhir (outcome) atau apakah orang akan meneruskan suatu hubungan atau mengakhirinya. Hubungan yang positif biasanya dapat diharapkan untuk bertahan, sedangkan hubungan yang negatif mungkin akan berakhir (Richard West, Lynn Turner ; 216-217).

Teori Pertukaran Sosialn didasarkan pada metafora pertukaran ekonomis, banyak dari asumsi ini berangkat dari pemikiran bahwa manusia memandang kehidupan sebagai suatu pasar. Asumsi-asumsi yang dibuat oleh Teori Pertukaran Sosial mengenai sifat dasar manusia adalah sebagai berikut :

a. Manusia mencari penghargaan dan menghindari hukuman b. Manusia adalah makhluk rasional

c. Standar yang digunakan manusia untuk mengevaluasi pengorbanan dan penghargaan bervariasi seirirng berjalanya waktu dan dari satu orang ke orang lainnya.

Sedangkan asumsi-asumsi yang dibuat oleh Teori Pertukaran Sosial mengenai sifat dasar dari suatu hubungan adalah sebagai berikut :

a. Hubungan memiliki sifat saling ketergantungan b. Kehidupan berhubungan adalah sebuah proses.

Dalam Teori Pertukaran Sosial, terdapat tiga struktur pertukaran yang terjadi dalam beberapa bentuk, yaitu :

(47)

A B Gambar 1. Pertukaran Langsung

2. Pertukaran Tergeneralisasi (generalized exchange) yaitu melibatkan timbal balik yang bersifat tidak langsung. Seseorang memberikan kepada yang lain, dan penerima merespon tetapi tidak kepada orang pertama. Bisa dikatakan pertukaran dimana timbal balik yang terjadi melibatkan jaringan sosial dan tidak terbatas pada dua individu.

A B

C

Gambar 2. Pertukaran Tergeneralisasi

Pertukaran Produktif (productive exchange), yaitu kedua aktor harus saling berkontribusi agar keduanya memperoleh keuntungan. Dalam pertukaran langsung atau tergeneralisasi satu orang diuntungkan oleh nilai yang dimiliki oleh orang lainnya. Satu orang menerima penghargaan, sementara yang satunya mengalami pengorbanan. Dalam Pertukaran Produktif, kedua orang mengalami pengorbanan dan mendapatkan penghargaan secara simultan (Richard West, Lynn Turner ; 226-227).

AB

A B

(48)

2.5 Komunikasi Interper sonal

2.5.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal

Sebagaimana layaknya konsep-konsep dalam ilmu sosial lainnya, Komunikasi Interpersonal mempunyai banyak definisi sesuai dengan persepsi ahli-ahli komunikasi yang memberikan batas pengertian. Agus M. Harjana (2003:85) mengatakan, komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antardua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.

Pendapat senada dikemukakan oleh Deddy Mulyana (2008:81) bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.

(49)

2.5.2 Komponen-Komponen Komunikasi Interper sonal

Dalam proses komunikasi interpersonal terdapat komponen-komponen komunikasi yang secara integratif saling berperan sesuai dengan karakteristik komponen itu sendiri.

1. Sumber/komunikator.

Orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain.

2. Encoding

Adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan. 3. Pesan

(50)

4. Saluran

Dalam konteks komunikasi interpersonal, penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka. Prinsipnya, sepanjang masih dimungkinkan untuk dilaksanakan komunikasi secara tatap muka, maka komunikasi interpersonal tatap muka akan lebih efektif.

5. Penerima/komunikan

Adalah seseorang yag menerima, memahami, dan menginterpretasi pesan. Penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan balik.

6. Decoding

Merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah kedalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna.

7. Respon

(51)

8. Gangguan (noise)

Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau memubuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan psikis.

9. Konteks Komunikasi

Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan komunikasi tersebut dilaksanakan. Konteks nilai, meliputi nilai sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana komunikasi. Konteks ruang menunjuk pada lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya komunikasi.

2.5 Negoisasi

(52)

kehidupan sehari-hari, bertemu dan saling berbagi dengan oranbg lain, melobi seseorang dengan suasana kekeluargaan. Negoisasi informal biasanya tidak direncanakan secara khusus dan hasil kesepakatannya pun tidak mengikat (Hariwijaya, 2012; 12-14).

Menurut pakar negoisasi Arbono Lasmahadi (2005) dalam Hariwijaya, upaya negoisasi diperlukan manakala :

a. Tidak mempunyai pilihan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah yuang dihadapi atau mendapatkan sesuatu yang diinginkan. b. Tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang kita

inginkan. Contohnya : seorang calon karyawan yang sedang berupaya mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.

c. Terjadi konflik antara pihak-pihak yang masing-masing pihak tidak mempunyai cukup kekuatan atau mempunyai kekuasaan yang terbatas untuk menyelesaikannya secara sepihak (Hariwijaya, 2012;17-18).

(53)

Menurut Aribowo dan Roy Sembel (2004) dalam Hariwijaya, setiap negoisasi memiliki potensial konflik dalam seluruh prosesnya. Ada empat tipe penyelesaian konflik yaitu :

1. Win Win Solution, yaitu suatu bentuk negoisasi yang dalam proses pelaksanaannya pihak-pihak yang terlibat bekerjasama untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya atas hal yang dirundingkan dengan menggabungkan kepentingan mereka masing-masing untuk mencapai kesepakatan.

2. Win Lose Solution, yaitu salah satu pihak mencapai hasil dari rencana yang diharapkan, sementara pihak lainnya tidak mendapatkan hasil apa-apa atau mencapai hasil yang sangat kecil. Gaya penyelesaian konflik seperti ini tidak meng-enakkan bagi pihak yang berada dalam posisi kalah sehingga membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.

3. Lose Win Solution, salah satu pihak tidak mendapatkan hasil atau sangat kecil dari rencana yang diharapkan, sementara pihak lain mencapai seluruh atau sebagian besar. Contohnya suatu serikat pekerja menuntut kenaikan upah kerja 25%. Pihak pengusaha tidak menawarkan apa-apa, jika hasil akhirnya tidak ada kenaikan maka pengusaha menang dan serikat pekerja tersebut kalah.

(54)

konflik atau pertentangan dapat berkembang mencapai tahap mogok (Hariwijaya, 2012; 81-85).

2.6 Kerangka Berpikir

Komunikasi sangat penting bagi kelangsungan suatu perusahaan atau lembaga dimana komunikasi memiliki fungsi sosial yang vital untuk membangun konsep diri dan menjalin hubungan baik dengan orang lain ataupun masyarakat di sekitar perusahaan atau lembaga. Melalui komunikasi kita dapat menjalin pengertian dan kerja sama yang baik antar sesama manusia yang terlibat didalamnya. Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain dipastikan akan tertinggal dan tersisih karena dia tidak memiliki kesempatan untuk menata diri dalam suatu lingkungan sosial.

Dari pemahaman komunikasi interpersonal dan teori pertukaran sosial yang baik, diharapkan mampu mengatasi segala permasalahan yang sedang terjadi dan akan terjadi dalam tubuh suatu lembaga dengan masyarakat disekitarnya. Kebanyakan dari gangguan yang timbul dalam suatu lembaga bukan berasal dari sumbernya tetapi pada penerimanya. Persoalan lain dalam suatu badan lembaga adalah sikap dan kebiasaan yang terlanjur meleka pada masyarakat disekitarnya sebagai publik eksternalnya dalam menyikapi kondisi-kondisi tertentu.

(55)

lembaga yang penangani masalah lumpur lapindo salah satunya adalah terkait proses penyelesaian ganti rugi terhadap masyarakat terdampak yang sampai saat ini belum semua masyarakat terdampak mendapatkan ganti rugi dari BPLS.

Dalam penelitian ini peneliti berusaha melihat dan memahami fenomena komunikasi yang terjadi dalam badan lembaga dengan masyarakat sekitar melalui model komunikasi. Model komunikasi dibuat untuk membantu dalam memberikan pengertian tetang komunikasi dan juga bentuk-bentuk komunikasi yang ada dalam hubungan dengan publik eksternalnya. Sehingga dapat mempermudah dan memberikan manfaat kepada masyarakat terdampak, badan lembaga, praktisi public relation dimasa mendatang. Maka dalam penelitian ini peneliti merumuskan model komunikasi dalam proses negoisasi yang dilakukan oleh Pihak BPLS dengan masyarakat terdampak sebagai berikut :

Proses Negoisasi (Pesan)

BPLS

Warga terdampak DPRD

(pemantau)

(56)
(57)

3.1 Definisi Operasional

Pada penelitian ini, penulis tidak membicarakan hubungan antara variabel, sehingga tidak ada pengukuran variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini difokuskan pada model komunikasi antara BPLS dengan masyarakat terdampak dalam menyelesaikan ganti rugi. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif. Penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian terhadap suatu keadaan sengan sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kountur, 2003:53). Metode penelitian deskriptif berupaya untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena tertentu secara terperinci, hingga pada akhirnya dapat diperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai fenomena yang diteliti.

(58)

Menurut Rachmat dalam bukunya Riset Komunikasi (2006:29), secara umum penelitian menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset adalah instrumen pokok penelitian.

2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter.

3. Analisis data lapangan.

4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi sosial.

6. Subjektif dan beranda hanya dalam referensi peneliti. Periset sebagai sarana penggalian interpretasi data.

7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.

8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan individu-individunya.

9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth). 10.Prosedur riset : empiris-rasional dan tidak berstruktur.

(59)

Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara angsung hakekat hubungan antara peneliti dengan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Metode kualitatif yang akan digunakan adalah pendekatan fenomologis, artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya orang-orang biasa dalam situasi-situasi dengan menekankan pada aspek subyektif dari perilaku orang. Penelitan yang menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk menggali atau menjelaskan makna dari realitas yang terjadi. Pada penelitian ini yang akan dipaparkan adalah bagaimana model komunikasi antara BPLS dengan Warga Terdampak dalam menyelesaikan masalah ganti rugi.

3.2 Operasioanlisasi Konsep

3.2.1 Komunikator

(60)

3.2.2 Pesan

Pesan adalah sesuatu yang diproses oleh komunikator kepada penerima untuk diartikan. Pesan mempunyai tiga komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah bahasa yang dapat mempresentasikan objek, gagasan, dan perasaan, baik ucapan ataupun tulisan. Dalam penelitian ini akan dipahami tentang isu-isu atau topik pembicaraan yang dilakukan oleh BPLS kepada Warga Terdampak.

3.2.3 Konteks

Konteks adalah lingkungan dimana peristiwa komunikasi terjadi. Komunikasi tidak terjadi dalam keadaan diam. Komunikasi selalu terjadi dalam konteks dan mempengaruhi lingkungan proses komunikasi. Kata lain untuk konteks adalah situasi atau setting. Kita sebagai insan manusia hidup dalam waktu dan ruang, serta komunikasi dimana kita terlibat, terjadi dengan batas waktu dan ruang. Dalam penelitian ini akan dipahami konteks atau setting pertemuan antara BPLS dan Warga Terdampak mulai dari lokasi pertemuan hingga waktu pertemuan berlangsung.

3.2.4 Komunikan

(61)

kondisi dari komunikan yaitu Warga Terdampak mulai dari usia, pendidikan, dan pekerjaan mereka.

3.2.5 Model Komunikasi

Dalam menyusun model penelitian ini, peneliti akan mengacu pada Model Komunikasi Interpersonal yang dikemukakan oleh Thibaut dan Kelley yaitu Model Komunikasi Pertukaran Sosial.

(62)

menyelesaikan proses ganti rugi dengan masyarakat terdampak. Ketiga model tersebut yaitu :

1. Model Pertukaran Langsung yaitu pertukaran dimana dua orang saling berbalas pengorbanan dan penghargaan yang terjadi secara langsung. Dalam penelitian ini akan diteliti apakah BPLS dengan warga terdampak berinteraksi secara langsung antara dua pihak dalam proses negoisasi dan mendapatkan kepuasaan yang sama atau hanya salah satu pihak yang terpuaskan dengan berlangsungnya proses negoisasi. 2. Model Pertukaran Tergeneralisasi, yaitu pertukaran dimana timbal

balik yang melibatkan jaringan sosial dan tidak terbatas pada dua individu. Dalam penelitian ini akan diteliti apakah dalam melaksanakan proses negoisasi antara BPLS dengan Warga Terdampak terdapat mediator lagi dalam menemukan kesepakatan ataukah hanya cukup antara BPLS dengan warga terdampak Lapindo. 3. Model Pertukaran Produktif, yaitu pertukaran dimana kedua belah

(63)

b. 3.2.6 Negoisasi

Negoisasi adalah proses pertukaran barang atau jasa antara dua pihak atau lebih, dan masing-masing pihak berupaya untuk menyepakati tingkat harga yang sesuai untuk proses pertukaran tersebut. Negoisasi dapat dibagi dalam dua jenis yakni informal dan formal. Dalam penelitian ini akan memahami bagaimana proses negoisasi yang digunakan untuk mencari jalan keluar atau mencapai kesepakatan yang dilakukan oleh pihak BPLS dengan warga terdampak dalam proses ganti rugi.

Berdasarkan fungsi pertukaran sosial, negoisasi akan berhasil apabila kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yang sama-sama besar. Dengan demikian proses negoisasi akan dilihat dari beberapa aspek, sebagai berikut :

a. Biaya merupakan akibat yang dinilai negatif oleh warga terdampak lumpur lapindo. Yang dimaksudkan biaya dalam permasalahan ini misalnya hilangnya pekerjaan, hilangnya tempat tinggal, hilangnya pendidikan, dan hilangnya hubungan sosial dengan kerabat atau tetangga sekitar.

b. Ganjaran adalah seriap akibat yang dinilai positif oleh warga terdampak lumpur lapindo. Akibat yang dinilai positif oleh warga terdampak lapindo adalah dengan adanya ganti rugi materi atas kerugian yang mereka alami atau dengan mendapatkan pekerjaan dan fasilitas pendidikan yang layak. c. Keuntungan adalah ganjaran dikurangi dengan biaya. Apabila ganjaran

(64)

rugi yang diberikan oleh BPLS. Jika keuntungan yang diperoleh lebih besar dari biaya, maka proses negoisasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak akan berjalan dengan efektif.

d. Tingkat perbandingan yaitu banyaknya pilihan atau alternatif lain yang diberikan oleh BPLS kepada warga terdampak dalam proses ganti rugi. Dalam penelitian ini akan dilihat berapa banyak alternative penyelesaian yang disediakan oleh BPLS terhadap warga terdampak.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor pusat BPLS di daerah Dolog Surabaya dan Masyarakat terdampat di daerah Porong Sidoarjo. Perlunya diadakan penelitian di Kantor Pusat BPLS karena disinilah peneliti mendapatkan informasi dari permasalahan yang akan diteliti yaitu dari para pengambil kebijakan dari BPLS yang diharapkan dapat memberikan informasi yang peneliti butuhkan. Sedangkan penelitian yang dilakukan di masyarakat terdampak yaitu di Daerah Porong Sidoarjo karena disinilah awal mula bencana lumpur terjadi sehingga timbul masalah ganti rugi atas dampak musibah tersebut dan masyarakat yang menjadi korban langsung dari dampak tersebut.

3.4 Subjek Penelitian dan Infor man

3.4.1 Subjek Penelitian

(65)

ganti rugi yang dilakukan oleh pihak BPLS. Masyarakat terdampak yang akan diambil dalam penelitian ini antara lain :

a. Warga terdampak yang kehilangan tempat tinggal, pekerjaan dan hubungan sosial.

b. Warga terdampak yang kehilangan tempat tinggal dan hubungan sosial tetapi tidak kehilangan pekerjaan.

c. Warga terdampak yang hanya kehilangan tempat tinggal.

3.4.2 Infor man Penelitian

Informan penelitian ini tidak ditentukan jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai substansi penelitian. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian kualitatif tidak mempersoalkan seberapa besar jumlah informan, melainkan seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan (Sumady Surtyabrata, 1998:89).

Berkenaan dengan tujuan penelitian kualitatif maka dalam prosedur pencarian informasi yang terpenting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi tertentu yang syarat informasi sesuai dengan fokus penelitian (Burhab Bungin, 2003:53).

(66)

1. Mereka yang mengfuasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi sehingga sesuatu bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayati. 2. Mereka yang tergolong masih berkecimpung atau terlibat pada kegiatan

yang tengah diteliti.

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi. 4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil

“kemasannya” sendiri.

5. Mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan narasumber.

Dalam penelitian ini, peneliti telah merencanakan Pemimin BPLS sebagai narasumber pertama sekaligus informan kunci. Pemimpin BPLS dipilih karena beliau merupakan yang ditunjuk oleh PT. Lapindo dalam menyelesaikan masalah ganti rugi. Dengan demikian beliau dapat membukakan pintu informasi untuk mengenali situasi dan kondisi di lapangan. Selain itu peneliti juga menggunakan masyarakat terdampak yaitu warga Porong sebagai narasumber selanjutnya yang akan memberikan informasi di lapangan.

(67)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara mendalam (in depth interview)

Esterberg (2002) mendefinisikan interview sebagai berikut “a meeting of two persons to exchange information and idea trough question and responses, resulting ini communication and joint construction of meaning about a particular topic”. (Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu) (Sugiyono, 2004:213). Dalam penelitian ini, penelitimenggunakan jenis wawancara semiteratruktur (semistructure interview) yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukaka oleh informan.

2. Teknik Pengumpulan data dengan Dokumen.

(68)

3.6 Teknik Analisis Data

(69)

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Sidoar jo

Kota Sidoarjo merupakan Ibukota Kecamatan Sidoarjo yang terletak di tepi Selat Madura dan termasuk wilayah administratif Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Secara geografis wilayah Sidoarjo memiliki luas wilaya 6.256 Ha. Ditinjau dari Topografi keadaan kota Sidoarjo berada pada ketinggian antara 23-32 diatas permukaan laut.

(70)

4.1.2 Sejar ah Dibentuknya Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo

Berdasarkan peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 2007 tentang badan penanggulangan lumpur sidoarjo, memutuskan bahwa luapan lumpur di Sidoarjo yang berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat membutuhkan kebijakan nasional yang lebih komprehensif. Putusan pemerintah ini dimaksudkan untuk meningkatkan penanganan masalah yang kemudian diaktualisasikan pada UUD 1945 pasal 4 ayat 1, UU nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, UU nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, dan UU nomor 23 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

Sehubungan dengan Keputusan Presiden nomor 13 tahun 2006 yang kemudian diperpanjang dengan Keputusan Presiden nomor 5 tahun 2007 dalam rangka penanggulangan luapan lumpur, maka dibentuklah Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo. Ketika masa tugas Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo berakhir, dilanjutkanlah tugas penanggulangan lumpur oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang juga dibentuk sesuai dengan putusan peraturan presiden. BPLS bertugas menangani upaya penanggulangan semburan lumpur, menangani luapan lumpur, menangani masalah sosial dan infrastruktur akibat luapan lumpur di Sidoarjo, dengan memperhatikan resiko lingkungan terkecil.

(71)

pengawasan pelaksanaan atas upaya penanggulangan semburan lumpur, penanganan luapan lumpur, penanganan masalah sosial dan infrastruktur akibat luapan lumpur di Sidoarjo, yang dilaksanakan Badan Pelaksana. Badan Pelaksana menyusun laporan pelaksanaan tugasnya secara berkala atau sewaktu-waktu kepada Dewan Pengarah.

Pasal 14 menyatakan bahwa biaya administrasi didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setelah mendapat persetujuan Mentri Keuangan.

4.1.3 Visi, Misi, dan Tujuan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo

a) Visi

Mengingat visi harus jelas dan mampu menarik komitmen dan menggerakkan orang, menciptakan makna bagi kehidupan anggota unit kerja atau organisasi, menciptakan standar keunggulan, menjembatani keadaan sekarang dengan keadaan masa lima tahun kedepan, maka BAPEL BPLS menetapkan visinya sebagai berikut : “Pulihnya sendi kehidupan yang dinamis dari dampak fenomena gunung lumpur di Sidoarjo pada tahun 2014”. Untuk memahami makna dari masing-masing bagian tersebut, penggambarannya adalah sebagai berikut :

(72)

dalam waktu yang lebih pendek jika dibandingkan dengan jangka waktu aktifnya semburan yang diperkirakan akan berlangsung hingga 20 tahun.

• Sendi kehidupan yang dinamis adalah peri kehidupan yang maju, berkembang, dan mengikuti perkembangan zaman (tidak bersifat statis). Gambaran sendi kehidupan yang dinamis dapat dilihat dari peran Porong-Sidoarjo yang merupakan urat nadi ekonomi Jawa Timur, simpul mengalirnya arus barang dan jasa dari dan ke bandara dan pelabuhan Surabaya.

• Dari dampak fenomena gunung lumpur, bahwa lumpur yang keluar dari perut bumi merupakan fenomena bencana geologi sebagai erupsi gunung lumpur, yaitu keluarnya lumpur disertai fluida ke permukaan sebagai diduga akibat formasi batuan yang tertekan sangat kuat, membentuk struktur cembung keatas dibawah permukaan.

(73)

b) Misi

(74)

c) Tujuan

BAPEL-BPLS memahami apa yang harus dilaksanakan dan dicapai oleh organisasi dengan mempertimbangkan sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, serta dengan memperhatikan potensi dan permasalahan yang ada, BAPEL-BPLS merumuskan tujuan strategis yang harus dapat dicapai dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Rumusan tujuan strategis tersebut adalah :

1. Pulihnya kehidupan sosial masyarakat. 2. Terlindunginya warga dari bencana geologi

3. Pulihnya infrastruktur jalan dan terbangunnya infrastruktur luapan lumpur melalui Kali Porong <

Gambar

Gambar 1. Model Shannon-Weaver
Gambar 2. Model Newcomb
Gambar 3. Model Westley dan MacLean
Gambar 5. Model Wilbur Schramm
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya agar kegiatan pertambangan dapat berjalan secara lebih terkendali dan kebutuhan akan bahan galian golongan C di Jawa Timur tetap

Berdasarkan hasil penelitian, pasien BPJS rawat inap penderita kanker serviks, terbanyak pada bulan Juli dengan persentase 15%, pasien yang melakukan tindakan medis paling

Dalam hal ini untuk memperjelas target belajar individual maupun kelompok pada proses pembelajaran kelas V mata pelajaran IPA tentang struktur bumi dan matahari di SD

[r]

Karena begitu luas lingkup dari permasalahan dan waktu keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini hanya dalam perbedaan sebatas Pengaruh

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variasi reduksi pengerolan dingin terhadap ketahanan pitting corrosion seperti yang ditunjukan pada Gambar 4-5. Tujuan

Diameter Pangkal Batang Tanaman Jagung Berbagai Konsentrasi POC Vittana umur 15, 30 dan 45 HST. Gambar 6 menunjukkan bahwa pada umur15, 30 dan 45

a. Komitmen kepala sekolah terhadap kualitas. Komitmen ini sangatlah penting karena berpengaruh langsung pada setiap pembuatan keputusan dan kebijakan, pemilihan dan