• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KONSEPTUAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DENGAN

PENDEKATAN SOFT SYSTEM METHODOLOGY

Pendahuluan

Sumberdaya alam pesisir dan laut memiliki potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung perekonomian masyarakat terutama bagi masyarakat pesisir yang mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai nelayan (Sodikin 2011). Pada saat ini pemanfaatan sumberdaya ikan telah dilakukan oleh masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Gunungkidul untuk menghidupi keluarganya. Masyarakat Kabupaten Gunungkidul yang bergantung kepada pemanfaatan sumberdaya ikan laut berjumlah 771 Rumah Tangga Perikanan (RTP) dengan komposisi sebanyak 94% dari total RTP di Kabupaten Gunungkidul merupakan nelayan tanpa perahu (479 RTP) dan menggunakan perahu motor tempel (246 RTP). Jumlah RTP yang menggunakan kapal motor hanya sebanyak 46 atau sekitar 6% dari total RTP (Dinas KP DIY, 2012). Jadi RTP di Kabupaten Gunungkidul sebagian besar termasuk kedalam usaha perikanan skala kecil (Dinas KP GK 2012).

Menurut Arsyad (2007) secara umum sistem pengelolaan perikanan skala kecil memiliki permasalahan antara lain : (1) laju pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir relatif tinggi; (2) tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan masih terkonsentrasi di sekitar wilayah pantai karena kemampuan jarak jangkauan armada penangkapan ikan yang terbatas; (3) adanya upaya pemanfaatan potensi wilayah pesisir yang bersifat merusak lingkungan; (4) meningkatnya penggunaan teknologi alat tangkap yang merusak lingkungan seperti trawl atau sejenisnya; (5) masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang ada di wilayah pesisir, terutama komunitas nelayan yang bermukim di pulau-pulau kecil; (6) lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap para pelanggar hukum yang secara nyata memanfaatkan sumberdaya alam dengan menggunakan alat-alat dan bahan- bahan yang dilarang; (7) munculnya berbagai konflik antar nelayan dari daerah lain yang berbeda karena ego teritorial kabupaten, terutama kabupaten yang masih tinggi potensi sumberdaya perikanannya tetapi minim armada penangkapan untuk memanfaatkannya; dan (8) memudarnya aturan-aturan lokal atau adat yang terkait dengan upaya konservasi sumberdaya alam di wilayah pesisir.

Penelitian pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul ini menggunakan pendekatan riset tindakan (action research) dengan basis soft system methodology (SSM) yang melihat fakta lapangan (real world) sebagai sistem yang terdiri dari sub sistem yang saling berhubungan satu dengan yang lain (interconnected dan interrelated). Checkland dan Scholes (2000) menyatakan bahwa SSM merupakan alat untuk mengamati fakta lapangan yang tidak beraturan (ill structured), rumit (complex), misterius, dan holons, kemudian menganalisa, serta membuat kesimpulan terhadap apa yang diamati. Soft System Methodology

(SSM) diperkenalkan oleh Peter Checkland di Universitas Lancaster, Inggris pada tahun 1981. SSM dikembangkan untuk menangani masalah-masalah manajemen yang muncul dari sistem aktivitas manusia. SSM merupakan kerangka kerja (framework) pemecahan masalah yang dirancang secara khusus untuk situasi di mana hakikat masalah sulit untuk didefinisikan. SSM merupakan sistem

pembelajaran yang tidak pernah berhenti (siklik) yang menggunakan model sistem aktivitas manusia dengan melibatkan secara aktif aktor-aktor yang berkepentingan dalam situasi masalah melalui persepsi mereka dan kesiapan mereka dalam memutuskan tindakan yang terarah dengan mengakomodasi persepsi, penilaian, dan nilai-nilai aktor yang berbeda. SSM menyediakan pendekatan yang koheren terhadap pemikiran kelompok dan individual mengenai konteks, kompleksitas dan ambiguitas kebijakan (Checkland & Scholes 2009; Alamsyah & Surminah 2011).

Checkland dan Scholes (2000) menggambarkan tujuh tahapan dalam menggunakan SSM adalah: (1) mengkaji masalah yang tidak terstruktur; (2) mengekspresikan situasi masalah; (3) membangun definisi permasalahan yang berkaitan dengan situasi masalah; (4) membangun model konseptual; (5) membandingkan model konseptual dengan situasi masalah; (6) menetapkan perubahan yang layak dan diinginkan; dan (7) melakukan tindakan perbaikan atas masalah (Alamsyah & Surminah 2011). Tujuh langkah dalam proses SSM tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 20. sebagai berikut :

Real world System thinking about real world

Gambar 20 Tahapan SSM (Checkland dan Scholes 2000) 1. Problem situation considered problematic 2. Problem situation expressed 7 Action to improve the problem situation 5. Comparison of models and real world situation expressed 6. Changes systematically desirable culturally feasible 3. Real definition of relevant purposeful activity systems 4. Conceptual models of the systems (holons) named in root definitions

65

Checkland dan Poulter (2009) mengemukakan tujuh prinsip dalam menggambarkan proses SSM (SSM’s cycle of learning for action). Berikut ini tujuh prinsip dalam SSM menurut Checkland dan Poulter :

1) Ide tentang „real world problem‟ dapat digolongkan dalam konsep yang luas dari „real world problematical situation‟. Disini dikatakan situasi sesungguhnya dari para pihak perlu dipikirkan dan membutuhkan perhatian serta tindakan.

2) Setiap situasi permasalahan yang dipikirkan dan dibicarakan didasarkan pada

worldviews (weltanschaungen) dari para pihak yang lakukan. Worldviews

merupakan asumsi dan hasil interpretasi masing-masing pihak dalam memandang suatu kasus.

3) Setiap real world problematical situation akan mengandung kondisi bagaimana para pihak melakukan aktivitas sesuai tujuannya Disini berarti bahwa model konseptual (bentuk sistem model yang dibangun untuk mengekspresikan pandangan tertentu) dapat digunakan sebagai alat untuk mengeksplorasi kualitas dan karakteristik dari problematika sistem manusia. 4) Model yang dibentuk pada poin 3 dapat dijadikan acuan dalam menyusun

pertanyaan dalam diskusi.

5) Kegiatan/aktivitas untuk meningkatkan pemahaman penemuan situasi

realworld dalam diskusi pada poin 4 perlu mengakomodasi worldviews dari masing-masing pihak.

6) Penelitian yang dilakukan dengan prinsip yang ada di atas (1-5 prinsip) tidak akan pernah berakhir. Ketika sudah ditemukan aksi dari hasil pemahaman sebelumnya, implementasi dari hasil sebelumnya menjadi situasi yang baru, sehingga akan berproses kembali sesuai prinsip 3, 4, dan 5. Sehingga pembelajaran situasi tidak pernah selesai.

7) Peneliti dalam menggunakan SSM harus terus berpikir mengikuti siklus yang terjadi.

Beberapa penelitian dengan menggunakan Soft System Methodology

(SSM) telah banyak dilakukan utamanya yang menggunakan pendekatan riset tindakan untuk manajemen. Pada bidang perikanan penelitian menggunakan SSM antara lain dilakukan Ningsih (2013) tentang pengembangan UKM pengolahan kerupuk ikan dan udang. Rahmawati (2014) meneliti tentang pengelolaan kuota penangkapan SBT di Indonesia. Pada bab ini bertujuan untuk menjawab tujuan kedua yaitu menyusun model yang merupakan model konseptual pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul. Model konseptual yang dimaksud pada penelitian ini adalah membangun model konseptual pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan dari root definition permasalahan yang diperoleh dari tahap sebelumnya. Manfaat pembuatan model konseptual adalah sebagai alat intelektual yang digunakan untuk membahas dan mendiskusikan situasi pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul yang dianggap problematis.

Metode Penelitian Pengumpulan data

Data primer diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam terhadap para responden yaitu petugas Dinas Kelautan Perikanan tingkat provinsi dan

kabupaten, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Cabang Gunungkidul, Pedagang pengumpul, kelompok nelayan, dan nelayan. Data sekunder diperoleh dari publikasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY, Dinas Kelautan dan Perikanan Pemkab Gunungkidul, Bappeda, Pemda Kabupaten Gunungkidul, BPS Kabupaten Gunungkidul, dan instansi terkait lainnya. Publikasi berupa laporan, data stastistik, profil perikanan dan lain-lain.

Analisis data

Data dianalisis dengan menggunakan Soft System Methodology (SSM) yang dikembangkan Checkland dan Poulter (2009). Adapun tahapan yang dilakukan dalam analisis ini yaitu :

Mengetahui situasi masalah yang terjadi

Pada tahapan ini dilakukan pemahaman situasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang terjadi di lokasi penelitian. Pendalaman situasi permasalahan yang terjadi dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi kondisi, permasalahan yang terjadi dan menampung segala pandangan, asumsi dari para pihak/stakeholder yang terlibat berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya ikan.

Analisis permasalahan dari situasi pemanfaatan sumberdaya ikan dilakukan dengan menggunakan analysis one, two, three. analysis one (analisis intervensi) bertujuan untuk melihat intervensi secara struktural yang memiliki tiga peran yaitu : 1) peran client, pihak yang menyebabkan penyidikan terjadi; 2) peran

would-be problem solver yaitu pihak yang berkeinginan untuk melakukan sesuatu terhadap permasalahan; 3) peran problem owner, yaitu pihak yang memiliki dan perhatian terhadap masalah yang dihadapi. Analysis two (analisis sosial) yaitu untuk melihat bagaimana sistem sosial yaitu terdiri dari norma, aturan dan nilai yang berkembang dimasyarakat. Analysis three (analisis politik), pada analisis ini bahwa politik dipandang sebagai proses dimana terdapat perbedaan kepentingan antar kelompok yang harus diakomodasi. Checkland dan Poulter (2009) memberikan gambaran kriteria informasi yang dikumpulkan dalam analisis politik yaitu bagaimana kekuasaan diperoleh, digunakan, dipertahankan, diteruskan dan bagaimana membatasinya.

Mengekspresikan situasi masalah

Berdasarkan dari hasil analisis pada tahap pertama, maka digunakan untuk membangun gambar situasi (rich picture) masalah yang sedang diteliti. Gambar ini bertujuan untuk melukiskan proses aktivitas dari institusi/lembaga/stakeholder

yang terlibat dalam permasalahan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul. Rich picture digunakan sebagai alat untuk menggambarkan interaksi antar para pihak dalam pemanfaatan sumberdaya ikan.

Membangun definisi (root definition) permasalahan yang berkaitan dengan situasi

Root definition permasalahan dibangun untuk mengidentifikasi sistem aktivitas dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul. Root definition dilakukan dengan menggunakan „The PQR Formula’ yaitu apa (What)

67

yang dikerjakan (P), bagaimana (How) caranya (by Q), Mengapa (Why) dilakukan (R). Dari setiap aktivitas yang bertujuan, dilakukan pengkayaan informasi dengan menggunakan metode mnemonic CATWOE. Metode tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Metode CATWOE

Komponen Sistem Definisi

C = costumer/client Siapa yang mendapatkan manfaat dari aktivitas bertujuan ?

A = actor Siapa yang melaksanakan aktivitas-aktivitas? T = transformation Apa yang harus berubah agar input menjadi output? W = world-view Cara pandang seperti apa membuat sistem berarti? O = owner Siapa yang dapat menghentikan aktivitas-aktivitas? E = environment

Constraint

Hambatan apa yang ada dalam lingkungan sistem Sumber (Checkland & Poulter, 2009)

Membangun model konseptual

Berdasarkan hasil root definition CATWOE yang dikumpulkan maka dilakukan penyusunan model pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul yang mencakup pengumpulan dan penstrukturan aktivitas minimum yang dibutuhkan untuk melakukan proses transformasi dengan menggunakan elemen CATWOE. Model konseptual tersebut terdiri dari aktivitas-aktivitas tujuan yang telah diuji 3E (efficacy, efficiency, effectiveness), yang meliputi : - Uji efficacy yaitu menguji apakah aktivitas bertujuan tersebut memang

menghasilkan keluaran sesuai yang diinginkan.

- Uji efficiency yaitu menguji apakah aktivitas bertujuan tersebut menggunakan sumberdaya minimum.

- Uji effectiveness yaitu menguji apakah aktivitas bertujuan tersebut dapat secara efektif mencapai tujuan jangka panjang yang diinginkan.

Membandingkan model konseptual dengan situasi masalah

Tahap selanjutnya adalah membandingkan model konseptual dengan kondisi situasi yang terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan sebagai verifikasi hasil model konseptual dengan dunia nyata. Pada tahap ini masing-masing pihak/stakeholders yang terlibat dimintai tanggapan berdasarkan model konseptual yang telah dihasilkan.

Menetapkan perubahan yang layak dan diinginkan

Sesuai dengan hasil perbandingan model konseptual dengan kondisi lapangan maka dilakukan perubahan sesuai model yang telah diverifikasi dengan kondisi lapangan.

Hasil dan Pembahasan Pengungkapan Situasi Masalah

Tahap kesatu dan kedua ini merupakan bagian dari dunia nyata (real world). Tahap ini dalam proses SSM adalah pengungkapan situasi permasalahan (problem situation expressed). Pada tahap satu dan dua disajikan dua bagian yaitu pengungkapan situasi masalah dan gambaran situasi masalah (rich picture). Pada tahapan pengungkapan situasi masalah digunakan analisis intervensi (analysis one), analisis sosial (analysis two),dan analisis politik (analysis three) (Checkland & Pouter 2009). Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan bahwa stakeholder yang berperan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dikelompokkan dalam pemerintah, HNSI, koperasi, dan pelaku usaha Berikut ini adalah tahapan pengungkapan permasalahan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul :

Analisis Intervensi.

Analisis intervensi difokuskan kepada penetapan tiga pihak yang berperan sangat penting dalam kaitannya dengan situasi permasalahan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul pada tataran pemerintah, lembaga antara, dan pelaku usaha.

Klien (Client) – C : Peneliti Praktisi (Practitioner)-P : Peneliti Pemilik isu (Problem Owner) – O : (1) Pemerintah

Pemangku kepentingan tingkat pemerintah yaitu Pemerintah Pusat (KKP), Pemerintah Provinsi (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY), Pemerintah Kabupaten (Bappeda , Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gunungkidul).

(2) Lembaga antara

Lembaga perantara yang ada di Kabupaten Gunungkidul yaitu Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwasmas), kelompok nelayan dan koperasi

(3) Pelaku Usaha

Pelaku Usaha meliputi nelayan, pedagang/ pengumpul, dan pengolah.

Hasil analisis intervensi ini merupakan identifikasi dari gambaran situasi permasalahan yang ada pada pemanfaatan sumber sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul dalam setiap pemangku kepentingan.

Analisis Sosial

Pada analisis sosial ini difokuskan pada peran (role), norma (norms), nilai- nilai (values), masing-masing elemen setiap pemangku kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul. Masing-masing elemen setiap pemangku kepentingan memiliki peran dasar yang mencerminkan posisi sosialnya dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul.

69

Berikut ini adalah peran masing-masing pihak dalam pemanfaatan sumberdaya ikan :

1. Pemerintah memiliki peran antara lain :

Mengatur pemanfaatan sumberdaya ikan oleh masyarakat dan memberikan pelayanan sosial untuk terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya para pelaku yang terlibat didalamnya.

Menyelesaikan masalah yang terjadi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan dengan prinsip kebersamaan stakeholders meliputi pemerintah daerah, lembaga antar (HNSI, koperasi) dengan masyarakat pelaku pemanfaatan sumberdaya ikan (nelayan, pedagang, industri pengolah ikan).

2. Lembaga antara memiliki peran antara lain :

Fungsi mensejahterakan nelayan dengan peran dalam menjembatani/fasilitasi antara kepentingan nelayan secara keseluruhan dengan stakeholder dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan.

3. Pelaku Usaha memiliki peran antara lain :

Pelaku yang memperoleh manfaat yaitu nelayan, pedagang, pengolah di Kabupaten Gunungkidul. Nelayan berperan untuk menjalankan aktifitas penangkapan ikan untuk mendapatkan hasil tangkapan dijual kepada pedagang sebagai sumber pendapatan nelayan. Pedagang berperan menjual produk hasil tangkapan kepada konsumen. Pengolah berperan menjalankan aktifitas usaha mengolah hasil perikanan sebagai sumber pendapatannya.

Norma

Menurut Hardjosoekarto (2012) norma adalah perilaku yang diharapkan yang tekait dengan peran. Norma yang ada dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul terkait dengan peran yang dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan. Norma yang berlaku di masing-masing pemangku kepentingan yaitu:

1. Pemerintah pusat provinsi dan kabupaten tunduk pada kode etik dalam menjalankan kegiatannya. Kode etik yang berlaku pada pemerintah adalah undang-undang peraturan-peraturan baik pusat maupun daerah yang mengatur mekasnisme kerja pemerintah.

2. HNSI, koperasi, dan Pokwasmas sebagai lembaga antara berpegang kepada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan kode etik organisasi yang telah disepakati bersama oleh seluruh anggota organisasi.

3. Pelaku usaha yaitu nelayan pedagang pengolah berpegang pada kesepakatan informal yang telah disepakati bersama. Kesepakatan ini saling mendukung dan memfasilitasi pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul untuk memperoleh manfaat secara bersama.

Nilai

Nilai adalah standar atau kriteria ke dalam mana perilaku yang sesuai dengan peran (Hardjosoekarto 2012). Pada tataran pemerintah, lembaga antara dan pelaku usaha, nilai yang dimiliki masing-masing adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah yaitu menyusun kebijakan yang mendorong pemanfaatan sumberdaya ikan oleh para pelaku usaha untuk memperoleh manfaat bagi peningkatan kesejahteraan.

2. Lembaga antara memegang nilai keadilan, persamaan, kebersamaan kemandirian, dan transparansi.

3. Pelaku usaha menganut nilai kebersamaan, nilai adat yang dijunjung, dan kemandirian.

Ketiga elemen sosial tersebut saling terkait erat, bersifat dinamis, dan selalu berubah-ubah.

Analisis Politik

Pada analisis politik difokuskan kepada mempelajari struktur kekuasaan dan proses yang mengontrol dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul yang dimiliki oleh masing-masing pemangku kepentingan Analisis ini dilakukan pada dua hal yaitu (1) menemukan pengaturan atau penyusunan kekuatan (disposition of power) dan (2) proses untuk mengisi kekuasaan tersebut (nature of power).

Disposition of power

Pemerintah

Institusi pada pemerintah antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan beserta unit kerja yang membidangi pemanfaatan sumberdaya ikan. Gubernur beserta dinas yang membidangi perikanan. Bupati Gunungkidul beserta Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang membidangi perikanan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan memegang kekuasaan tertinggi dari seluruh kebijakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia. Peran Kementerian Kelautan dan Perikanan tercermin dalam tugas pokok yang diatur dalam Peraturan Presiden nomor 47 Tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 yaitu :

a) perumusan penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kelautan dan perikanan;

b) pengelolaan barang milik negara atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan;

c) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan;

d) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kelautan dan Perikanan di daerah; dan

e) pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap merupakan struktur organisasi di dalam KKP yang memiliki tugas dan fungsi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER 15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Ditjen Perikanan Tangkap mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi

71

teknis di bidang perikanan tangkap. Dalam melaksanakan tugasnya Ditjen Perikanan Tangkap menyelenggarakan fungsi:

a) Perumusan kebijakan di bidang perikanan tangkap; b) Pelaksanaan kebijakan di bidang perikanan tangkap;

c) Penyusunan norma standar prosedur dan kriteria di bidang perikanan tangkap;

d) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perikanan tangkap; dan e) Pelaksanaan administrasi Ditjen Perikanan Tangkap.

Berdasarkan Peraturan Daerah Pemprov DIY Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Perda nomor 5 Tahun 2005. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a) penyusunan program dan pengendalian di bidang kelautan dan perikanan; b) perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kelautan dan perikanan;

c) pelaksanaan pengembangan pengolahan dan pemasaran kelautan dan perikanan wilayah pesisir;

d) pelaksanaan koordinasi perijinan di bidang kelautan dan perikanan; e) pengujian dan pengawasan mutu perikanan;

f) pemberian fasilitasi penyeleng-garaan bidang kelautan dan perikanan kabupaten/kota;

g) pelaksanaan pelayanan umum sesuai kewenangannya;

h) penyelenggaraan kegiatan kelautan dan perikanan lintas kabupaten/ kota; i) pemberdayaan sumberdaya dan mitra kerja di bidang kelautan dan perikanan; j) pelaksanaan kegiatan ketatausahaan;

k) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Dalam pelaksanaan fungsinya Dinas Kelautan dan Perikanan membentuk UPT PPP Sadeng. UPT PPP Sadeng melaksanakan fungsi teknis penunjang dan operasional bidang perikanan tangkap dengan rincian :

a) Perencanaan pengembangan pemeliharaan dan pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan;

b) Pelayanan teknis perikanan dan kesyahbandaraan pelabuhan perikanan

c) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan ketertiban dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan.

d) Pengembangan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat perikanan.

e) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi distribusi dan pemasaran hasil perikanan.

f) Pelaksanaan pengawasan penangkapan penanganan pengolahan pemasaran dan mutu hasil perikanan.

g) Pelaksanaan pengumpulan pengolahan dan penyajian data statistik perikanan. h) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset

produsi dan pengolahan hasil perikanan tangkap. i) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitasi wisata bahari.

j) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga di pelabuhan perikanan. Bupati sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan melalui Perda Kabupaten Gunungkidul No 11 tahun 2008 membentuk SKPD Dinas kelautan dan perikanan yang memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a) penyiapan bahan perumusan kebijakan umum di bidang kelautan dan perikanan;

b) perumusan kebijakan teknis di bidang kelautan dan perikanan; c) pelaksanaan pembinaan budidaya dan tangkap di bidang kelautan dan

perikanan;

d) pengembangan usaha di bidang kelautan dan perikanan;

e) pembinaan dan pengendalian usaha di bidang kelautan dan perikanan. f) peningkatan produksi dan produktivitas kelautan dan perikanan;

g) pengamatan penyelidikan penyidikan pencegahan pemberantasan dan pemetaan penyakit ikan;

h) pembinaan kebaharian masyarakat;

i) pelaksanaan perlindungan sumber daya kelautan dan perikanan; j) pengelolaan perairan wilayah laut pesisir dan pulau-pulau kecil; k) pelaksanaan rehabilitasi sumberdaya penanggulangan kerusakan dan

pencemaran perairan;

l) pelaksanaan konservasi dan pengelolaan plasma nutfah spesifik;

m) pengawasan dan penegakan hukum pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan;

n) pengelolaan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan;

o) pengkajian dan penerapan teknologi anjuran di bidang kelautan dan perikanan; p) pengelolaan dan pengembangan statistik dan sistem informasi kelautan dan

perikanan;

q) pengendalian dan pelaksanaan norma standar pedoman dan petunjuk operasional bidang kelautan dan perikanan;

r) pengelolaan UPT; dan

s) pengelolaan kesekretariatan dinas.

Dalam pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan maka Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul membentuk UPT Arghamina yang kegiatan pelaksanaannya berada di PPI UPT ini melaksanakan fungsi teknis penunjang dan operasional bidang perikanan tangkap dengan rincian :

a) Penyusunan rencana kegiatan UPT

b) Perumusan Kebijakan teknis pengelolaan UPT c) Perumusan rencana teknis pengelolaan UPT d) Pelaksanaan Pelelangan ikan di TPI/SubTPI e) Pengelolaan pendapatan UPT

f) Pengelolaan Ketatausahaan UPT

g) Pelaksanaan pemantauan evaluasi dan pelaporan kegiatan UPT Lembaga Antara

Pada lembaga antara terdapat 4 lembaga yaitu Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), kelompok Pengawas masyarakat, kelompok nelayan, dan koperasi nelayan. HNSI dalam AD/ART memiliki fungsi mensejahterakan nelayan dengan peran dalam menjembatani/fasilitasi antara kepentingan nelayan secara keseluruhan dengan stakeholder dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan. Pokwasmas merupakan kelompok masyarakat terdiri dari anggota masyarakat di wilayah pesisir berfungsi untuk melakukan pengawasan kepada

73

masyarakat dalam menjaga sumberdaya alam yang ada di kawasan pantai. Pada kegiatannya pengawasan dan pembinaan untuk tidak mengeksploitasi pemanfaatan pasir laut, perlindungan penyu, pengawasan penggunaan bahan berbahaya seperti bom, racun dan lain-lain.

Kelompok nelayan adalah kelompok yang dibentuk oleh sekumpulan nelayan memiliki fungsi untuk membantu anggota nelayan dalam beraktivitas pada kegiatan perikanan tangkap bertujuan mensejahterakan anggota. Koperasi memiliki peran dalam membantu anggotanya untuk pengembangan usaha anggotanya.

Nature of Power

Pemerintah

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gubernur DIY (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY) dan Bupati Gunungkidul memiliki kemampuan untuk mengatur kebijakan (aturan formal), pelaksanaan kegiatan, dan pengalokasian anggaran dalam aktivitas pelaku usaha pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul

Lembaga Antara

HNSI, koperasi, dan kelompok nelayan memiliki kemampuan dalam mewadahi dan memfasilitasi aspirasi para pelaku usaha dalam memanfaatkan sumberdaya ikan untuk kesejahteraanya. Pokwasmas sebagai lembaga swadaya masyarakat

Dokumen terkait