• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul didominasi oleh nelayan tradisional (Sarwanto et al. 2014). Kondisi ini terlihat dari sebagian besar nelayan masih menggunakan perahu motor tempel. Berdasarkan statistik DKP Provinsi DIY tahun 2011 bahwa dari total rumah tangga perikanan sebanyak 771RTP, sebanyak 94% RTP tidak memiliki perahu ataupun menggunakan perahu tempel dan hanya sedikit yang memiliki kapal motor (Dinas KP GK 2012). Peranan nelayan tradisional di Indonesia sangat strategis, namun perhatian pengelolaan perikanan tangkap skala kecil masih belum memadai (Wiyono 2008).

Bataglia et al. (2010) menjelaskan bahwa aktivitas perikanan skala kecil memperlihatkan variasi yang cukup besar dari satu tempat dengan tempat lainnya, tidak hanya kondisi sumberdaya dan lingkungan tetapi juga sosial, ekonomi dan sejarah terkait dengan kehidupan nelayan. Tzanatos et al. (2005) menjelaskan bahwa perikanan skala kecil secara spasial dan temporal memiliki variasi karakteristik, keragaman alat tangkap dan jenis tangkapannya. Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa keberagaman yang luas dan kompleksitas yang terjadi dalam karakteristik perikanan skala kecil menjadikan semakin meningkatnya keragaman dan kompleksitas dalam pengelolaannya (Tzanatos et al. 2006).

Berdasarkan code of conduct for responsible fisheries, bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan harus memperhatikan seluruh aspek yaitu ekologi, teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan komersial yang relevan terhadap pengelolaan sumberdaya (Himelda 2013). Sampai saat ini kajian tentang pengelolaan sumberdaya ikan yang mengaitkan faktor biologi, ekologi dan sosial-ekonomi dalam satu kesatuan kajian masih jarang dilakukan (Wiyono 2001; Himelda 2013).

Kondisi perikanan skala kecil memiliki modal relatif kecil, sarana terbatas dan pemahaman lingkungan pesisir yang terbatas (Wiyono 2008). Widodo dan Suadi (2008) menambahkan bahwa nelayan kelompok ini tidak memiliki sumberdaya teknologi seperti kapal dan alat tangkap sehingga membatasi ruang gerak nelayan untuk mengembangkan usahanya, akses terhadap pekerjaan lain juga terbatas dan tingkat penghasilan rendah. Kondisi tersebut berakibat perikanan skala kecil memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sumberdaya ikan sebagai sumber mata pencaharian utama dan hampir seluruhnya berbasis di daerah pantai.

Apabila ditinjau dari aspek sosial masyarakat nelayan, menurut Hendratmoko dan Marsudi (2010) bahwa masyarakat pesisir pada umumnya merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara sosial, ekonomi dibandingkan kelompok masyarakat lain. Sebagai satu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir. Kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan. Masyarakat yang kehidupan sosial bergantung pada usaha pemanfaatan sumberdaya kelautan dan pesisir membentuk identitas kebudayaan yang berbeda dari kelompok sosial lainnya (Kusnadi 2010). Untuk itu menurut Nurani et al.(2007) kegiatan perikanan

xxxix

hendaknya dilakukan berdasarkan karakteristik potensi yang dimiliki suatu wilayah perairan. Perairan selatan Jawa mewakili kondisi karakteristik sumberdaya perikanan yang memerlukan pengelolaan secara spesifik.

Beberapa penelitian di perairan Gunungkidul dan Samudera Hindia wilayah Selatan Jawa telah banyak dilakukan. Penelitian Suman et al. (2007) di Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa menunjukkan bahwa kelimpahan stok ikan demersal laut dalam tertinggi terjadi pada kedalaman 700 sampai dengan 1.100 m dan kepadatan stok berkisar antara 0,8 – 39,9 ton km2. Aisyah dan Triharyuni (2010) menemukan karakteristik musim penangkapan lobster dengan produksi tertinggi di perairan selatan DI Yogyakarta terjadi pada akhir tahun sampai dengan awal tahun. Suman et al. (2005) menginformasikan bahwa eksploitasi udang (endeavour shrimp) cukup tinggi. Nelayan di DIY (55,5%) mengenal kalender pranata mangsa dan mengaitkan kalender tersebut dengan aktivitasnya menangkap ikan (Partosuwiryo 2010).

Mengacu pada uraian diatas, dalam upaya memahami pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul perlu diteliti kondisi karakteristik yang terjadi khususnya karakteristik dari aspek ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan masing-masing PPP/PPI di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan dan memetakan karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan perairan Samudera Hindia di PPP/PPI wilayah Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DI Yogyakarta.

Metode Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan September 2012 sampai dengan Januari 2013 dan bulan Juli 2013. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pantai Selatan Jawa Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY.

Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara kepada kelompok nelayan dan nelayan berupa informasi lokasi daerah penangkapan ikan dilaksanakan pada bulan September 2012 – Januari 2013 dan bulan Juli 2013. Teknik penentuan responden dengan menggunakan purpose sampling (sengaja). Data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten Gunungkidul, data stastistik Perikanan Kabupaten Gunungkidul, UPT Arthamina, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul berupa laporan produksi hasil tangkapan ikan selama 2 tahun (Januari 2011 s/d Desember 2012), dan jumlah trip masing-masing PPP/PPI selama 2 tahun (Januari 2011 s/d Desember 2012) di Kabupaten Gunungkidul. Identifikasi karakteristik

Pada tahap awal dilakukan identifikasi karakteristik pemaanfaatan sumberdaya ikan meliputi aspek ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Variabel yang digunakan untuk memetakan karakteritik pemanfaatan sumberdaya ikan, meliputi :

1. Variabel ekologi meliputi kondisi jenis sumberdaya ikan yang dimanfaatkan nelayan Gunungkidul, perkembangan produksi, index diversitas, waktu musim penangkapan masing-masing ikan, dan lokasi penangkapan.

2. Variabel teknologi meliputi gambaran sarana dan prasrana perikanan, kondisi kapal dan alat tangkap, metode operasi penangkapan, waktu penangkapan,

3. Variabel sosial dan ekonomi meliputi perkembangan nelayan, kondisi sosial budaya, peranan ekonomi pemanfaatan sumberaya ikan, nilai produksi dan retribusi.

4. Variabel kelembagaan meliputi kelembagaan yang ada di lokasi dan perannya dalam pemanfaatan sumberdaya ikan dan buaya terkait dengan pemanfaatannya.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Indeks Keragaman. Penghitungan nilai indeks diversitas dilakukan untuk mengetahui gambaran kekayaan species dan kesamaannya dalam suatu nilai tunggal dari masing-masing Pangkalan Pendaratan Ikan. Menurut Zhang et al.

(2009) dan Mwangi et al. (2012), indeks diversitas modifikasi dari Shannon-

Wiener’s dirumuskan: Keterangan :

H = Index diversitas

ni = jumlah spesies i (kg), i = 1, 2, 3,...10

N = jumlah total spesies (kg).

Moving Average. Menentukan dinamika musim penangkapan ikan utama

dengan basis setiap tempat pendaratan ikan dengan metode rasio rata-rata bergerak (moving average). Mengacu Dajan sehingga akan diperoleh pola dinamika musim penangkapan ikan target (Wiyono 2001).

Metode rasio rata-rata bergerak (moving average) digunakan untuk mengetahui pola musim penangkapan masing-masing jenis ikan. Menurut Wiyono (2001) mengacu kepada Dajan (1981) bahwa penentuan menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average), sebagai berikut:

a) Menyusun data deret waktu CPUE bulan Januari 2011 sampai dengan Desember tahun 2012 hingga kuartal keempat tahun 2008, yaitu:

Yi = CPUEi i = 1, 2, 3,..., n Yi = CPUE ke-i

b) Menyusun rata-rata bergerak CPUE 12 bulanan (RG) i = 3, 4,..., n-5 c) Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP)

i = 3, 4,..., n-5

d) Menghitung rasio rata-rata untuk tiap tiap bulan (Rb)

Rbi = i= bulan 1,2,3...12

e) Menyusun nilai rata-rata dalam satu matrik berukuran j x i yang disusun untuk setiap bulan dimulai i+6, kemudian menghitung rata-rata atau variasi musim dan selanjutnya menghitung indeks musim penangkapan.

(i) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RRB)

j = 1,2,3,...,n (ii) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB)

xli

(iii) Indeks Musim Penangkapan

Total indeks musim selama setahun untuk bulanan adalah 1200 atau rata- rata sama dengan 100. Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB) tidak selalu sama dengan 1200, maka nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu faktor koreksi (FK):

Selanjutnya indeks musim penangkapan (IMP) dihitung dengan persamaan:

IMPi = RRBi x FK

Efisiensi Pemasaran. Besarnya margin pemasaran yang diperoleh dihitung dengan mengacu kepada Apriono et al. (2012) adalah sebagai berikut :

M = Hp – Hb

dimana:

M = Margin pemasaran

Hp = Harga di tingkat konsumen (per kg) Hb = Harga di tingkat produsen (per kg)

Indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan pemasaran adalah dengan membandingkan harga yang diterima produsen/nelayan terhadap harga yang dibayar konsumen akhir (farmer’s share). Menurut Apriono et al. (2012) rumus yang digunakan untuk menghitung farmer’s share adalah sebagai berikut :

Fs = x 100% dimana :

Fs = Persentase yang diterima nelayan Pf = Harga ditingkat nelayan

Pr = Harga ditingkat konsumen

Hierarchical Clustering Analysis (HCA). Dari hasil pengumpulan data lapangan, untuk mengidentifikasi dan mengetahui karakteristik Perikanan Tangkap di Kabupaten Gunungkidul dilakukan dengan analisis diskriptif dari data primer dan sekunder. Dalam upaya memetakan karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan pantai selatan Jawa Kabupaten Gunungkidul dilakukan dengan analisis Hierarchical Clustering Analysis (HCA). HCA merupakan analisis yang digunakan untuk mengelompokkan karakteristik pengembangan perikanan tangkap di 8 PPP/PPI Kabupaten Gunungkidul berdasarkan kesamaan karakteristik yang ada di lokasi. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka diketahui peta karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul.

Hasil dan Pembahasan

Identifikasi Karakteristik Pemanfaatan Sumberdaya ikan

Produksi ikan dan komposisi hasil tangkapan. Selama Januari 2011 sampai dengan Desember 2012, lebih dari 37 jenis ikan dapat tertangkap oleh nelayan Gunungkidul dengan jenis ikan tuna, cakalang, tongkol, layur dan pari

yang merupakan jenis ikan dominan tertangkap. Produksi ikan tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 21% apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Komposisi hasil tangkapan didominasi oleh tuna, cakalang dan tongkol. Pada tahun 2011 cakalang merupakan ikan yang paling banyak tertangkap yaitu 120,9 ton, sedangkan tahun 2012 ikan tuna yang paling banyak tertangkap yaitu 172,6 ton. Tahun 2012 beberapa jenis ikan seperti bawal, lobster dan keong laut mengalami lonjakan apabila dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya. Secara lebih rinci jenis hasil tangkapan ikan dominan dan produksinya di Kabupaten Gunungkidul dapat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi perikanan tangkap dominan di Perairan Kabupaten Gunungkidul

No Jenis Ikan Berat ikan (kg)

2011 2012

1 Tuna (Thunnus albacores) 92.920,30 172.620,50 2 Cakalang (Katsuwonus pelamis) 120.932,00 134.045,50 3 Tongkol (Euthynnus spp) 118.308,00 98.995,00 4 Layur (Trichiurus sleptururus) 40.245,50 32.287,70 5 Pari (Desyatis spp) 24.549,00 29.144,20 6 Bawal (Pampus chinensis) 7.692,00 40.204,35 7 Gurita (Octopus spp) 35.808,80 5.858,50 8 Lobster (Panurilius sp) 5.024,90 31.904,04 9 Keong laut (Littorina sp) 2.294,00 26.776.50 10 Hiu (Isurus spp) 17.473,00 8.575,41 11 Manyung (Tachiuruscordyla) 10.712,60 6.502,50 12 Tenggiri (Scomberomorus sp) 10.975,20 3.117,30

Total 486.935,30 590.031,50

Sumber : Dinas KP GK (2012), MMA-JICA (2008) Aspek Ekologi

Keragaman sumberdaya ikan. Berdasarkan hasil tangkapan jenis ikan yang dominan di masing-masing PPP atau PPI maka untuk mengetahui keragaman hasil tangkapan ikan dilakukan dengan analisis index diversitas dari masing-masing PPP atau PPI di Kabupaten Gunungkidul.

Gambar 11 Hasil analisis index keragaman hasil tangkapan ikan tahun 2012 di PPP/PPI Kabupaten Gunungkidul

1.3086 1.866 1.8089 2.0582 1.8566 1.8156 1.7813 1.5712 0 0.5 1 1.5 2 2.5

xliii

Berdasarkan hasil analisis indeks diversitas yang ditampilkan pada Gambar 11. dapat dijelaskan bahwa indeks keragaman hasil tangkapan ikan di perairan Gunungkidul berada pada kisaran 1,3086 sampai dengan 2,085. Indeks terendah terjadi pada PPP Sadeng yaitu 1,3086 dimana daerah penangkapan ikan berada di perairan Sadeng, 20-40 mil di perairan Parangtritis dan di jalur penangkapan III (ZEEI) dan indeks tertinggi adalah PPI Ngandong dimana nelayan Ngandong biasa menangkap pada perairan pantai Ngandong sampai dengan pantai Sadeng. Nampu merupakan indek tertinggi kedua yaitu sebesar 1,866, kemudian Drini, Baron, Siung, Ngrenehan, Gesing.

Mengacu kepada analisis indeks keragaman pada masing-masing PPP/PPI di Gunungkidul dapat digambarkan bahwa tingkat keberagaman hasil tangkapan ikan yang ditangkap di perairan Kabupaten Gunungkidul umumnya sudah pada tingkat yang rendah (kurang dari 2), hanya fishing ground nelayan PPI Ngandong berada pada kriteria sedang. Menurut Krebs (1989) diacu oleh Purbayanto et al.

(2006) memberi kriteria apabila nilai indeks diversitas (H) kurang dari 2 digolongkan tingkat keragamannya rendah, diantara 2 sampai dengan 3 tingkat keragaman sedang dan nilai diatas 3 digolongkan dalam tingkat keragaman tinggi. Apabila dilihat dari daerah penangkapan ikan, maka tingkat keragaman hasil tangkapan daerah penangkapan ikan (daerah III) yang merupakan daerah fishing ground nelayan kapal motor Sadeng yang terendah yaitu 1,3086. Sedangkan daerah II memiliki tingkat keberagaman hasil tangkapan tertinggi berkisar antara 1,8089 – 2,0582. Daerah I memiliki tingkat keragaman hasil tangkapan berkisar 1,5712-1,8156. Kondisi tersebut perlu mendapatkan perhatian dalam upaya pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul terutama daerah III dan I mengingat daerah tersebut memiliki tingkat keragaman rendah.

Musim Penangkapan Ikan. Berdasarkan hasil analisis berdasarkan nilai IMP diatas 100% maka musim penangkapan ikan dominan dimasing-masing PPP/PPI dapat disajikan pada Tabel 4. Melihat sebaran lokasi terjadinya musim penangkapan dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu: (1) musim penangkapan ikan tongkol dan pari yang terjadi di semua lokasi, (2) musim penangkapan gurita terjadi di sebagian besar lokasi yaitu Drini, Ngandong, Siung, Nampu dan Sadeng; (3) musim penangkapan ikan hiu, layur, bawal dan manyung terjadi di beberapa lokasi: (4) musim penangkapan ikan cakalang dan tuna hanya terjadi di Sadeng.

Analisis musim penangkapan dilakukan untuk menentukan pola musim penangkapan dari masing-masing jenis ikan di suatu lokasi yang didasarkan pada indeks musim penangkapan ikan (IMP). Syahrir et al. (2010) menjelaskan bahwa nilai indeks musim penangkapan ikan dapat digunakan dalam penentuan waktu yang tepat dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Adapun kriteria yang dipakai dalam penentuan musim penangkapan ikan adalah jika nilai IMP sama dengan atau lebih besar dari 100% dikatakan sebagai musim penangkapan ikan, sedangkan apabila nilai IMP kurang dari 100% bukan merupakan musim penangkapan ikan.

Tabel 4 Pola musim penangkapan ikan dominan di Kabupaten Gunungkidul, DIY

Ikan Januari Pebruari Maret April Mei Juni

Tongkol 8 7 4 5 2 5 4 3 7 5 3 2 5 3 2 1 Pari 6 5 1 8 7 6 5 8 4 3 1 4 3 2 1 7 4 3 Gurita 5 4 2 1 5 4 3 2 5 2 Hiu 5 5 1 3 4 3 1 3 Layur 8 7 8 7 5 8 7 5 Bawal 7 8 7 6 8 7 5 5 5 Manyung 8 5 8 6 5 6 3 3 Tenggiri 4 4 Tuna 1 1 1 1 Cakalang 1

Ikan Juli Agustus Sep Okt Nopember Des

Tongkol 8 7 5 8 2 6 2 8 7 6 5 4 3 1 4 2 1 1 Pari 8 7 6 5 4 1 7 4 8 5 Gurita 6 6 4 3 2 1 5 2 3 2 1 Hiu 4 4 5 5 4 Layur 6 6 5 Bawal 7 6 5 6 Manyung 5 6 5 Tenggiri 5 4 2 5 4 2 5 4 Tuna 1 1 1 Cakalang 1 1 1 1 Sumber : Diolah dari Data Produksi Perikanan Tangkap Januari 2011 – Desember 2012 (2012)

Keterangan : IMP >100s/d 150 IMP >150 s/d 200 IMP >200 8 Gesing 4 Ngandong 7 Ngrenehan 3 Siung 6 Baron 2 Nampu 5 Drini 1 Sadeng

45

Apabila dilihat dinamika musim penangkapan ikan di Kabupaten Gunungkidul memiliki perbedaan dari masing-masing jenis ikan. Berikut ini dinamika musim penangkapan ikan utama yang tertangkap di perairan Kabupaten Gunungkidul. Musim penangkapan ikan tongkol di perairan Gunungkidul secara umum terjadi sepanjang tahun kecuali pada bulan Januari. Menurut Simbolon (2011) bahwa perairan daerah Selatan Jawa di Daerah Istimewa Yogjakarta merupakan daerah penangkapan ikan jenis ini. Berdasarkan penelitian Merta et al.

(2004) bahwa puncak musim penangkapan ikan tongkol di wilayah Samudera Hindia terjadi bulan Agustus-September. Apabila dilihat dinamika atau pergerakan musim penangkapan ikan tongkol terjadi dimulai dari Gesing pada bulan Pebruari dan berakhir pada bulan Desember di Sadeng (Tabel 4). Simbolon (2011) menjelaskan bahwa dinamika daerah penangkapan ikan tongkol secara langsung dipengaruhi faktor oseanografis, kesuburan perairan dan ketersediaan makanan. Ditambahkan Blackburn (1965) bahwa ikan tongkol sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus. Menurut Nontji (2007) bahwa pada bulan Pebruari adalah mulainya musim barat dimana arus yang terjadi di Selatan Jawa bergerak dari barat ke timur. Hal ini diduga turut mempengaruhi pergerakan tongkol didaerah tersebut.

Musim penangkapan ikan layur terjadi pada bulan Januari sampai dengan Maret kemudian muncul kembali pada bulan Juni dan bulan Agustus sampai dengan Oktober serta terjadi kembali pada bulan Desember. Musim penangkapan terbanyak terjadi pada bulan Pebruari dan Desember. Badrudin dan Sumiono (2004) menjelaskan bahwa musim penangkapan ikan layur di perairan Samudera Hindia puncaknya terjadi pada bulan Mei, Juni dan Juli. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa ikan layur hanya tertangkap oleh nelayan Drini, Ngrenehan dan Gesing dimana nelayan daerah tersebut melakukan operasi penangkapan di wilayah daerah I. Simbolon (2011) menjelaskan bahwa ikan layur termasuk ikan demersal dimana habitatnya di daerah pantai yang dangkal. Diduga daerah I merupakan daerah penangkapan ikan jenis ini.

Musim penangkapan ikan pari terjadi pada bulan Pebruari di Sadeng, kemudian terjadi musim penangkapan lagi pada bulan April sampai dengan September di beberapa tempat. Musim penangkapan ikan pari tertinggi terjadi pada bulan Juni. Pada bulan Januari, Pebruari, Oktober, Nopember dan Desember tidak terjadi musim penangkapan ikan pari di semua lokasi. Musim penangkapan ikan hiu terjadi pada bulan Pebruari sampai dengan Oktober, kemudian muncul kembali di Ngrenehan pada bulan Desember. Musim penangkapan ikan hiu terbanyak terjadi pada bulan Mei di daerah penangkapan I. Menurut Simbolon (2011) bahwa ikan hiu merupakan salah satu pemangsa untuk ikan tongkol, cakalang dan lainnya. Diduga keberadaan ikan tersebut sebagai makanannya menjadi penyebab keberadaan ikan hiu di daerah ini.

47

Musim penangkapan ikan tuna terjadi pada bulan Pebruari sampai dengan April kemudian terjadi kembali pada bulan Juni sampai dengan September. Sejalan dengan penelitian Merta et al. (2004) bulan produksi tuna di perairan Samudera Hindia terjadi pada bulan Maret – Juni dan September - Oktober dengan puncaknya pada bulan Oktober dan diduga sebagai musim penangkapan. Musim penangkapan ikan cakalang terjadi pada bulan Pebruari dan bulan Juli sampai dengan Oktober. Merta et al. (2004) menginformasikan bahwa musim penangkapan cakalang di wilayah Samudera Hindia terjadi pada bulan Juni – Oktober. Ikan tuna dan cakalang hanya dijumpai di PPP Sadeng, mengingat nelayan di Sadeng menggunakan perahu motor yang lebih besar dan daerah penangkapan ikan lebih jauh, berbeda dengan nelayan di daerah I dan II.

Musim penangkapan ikan dijadikan sebagai salah satu variabel karakteristik sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul, karena waktu penangkapan ikan dari masing-masing jenis ikan dan lokasi pendaratan ikan mengalami perbedaan. Rata-rata waktu musim penangkapan berkisar antara 3,3 – 8,2 bulan. Lampiran 4. disajikan rata-rata bulan waktu penangkapan ikan di masing-masing lokasi secara rinci.

Daerah Penangkapan Ikan. Kabupaten Gunungkidul memiliki garis pantai sepanjang 70 km yang terbentang dari Kecamtan Purwosari sampai dengan Girisubo dan telah dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan, pariwisata dan perdagangan. Apabila dihitung sejauh 4 mil dari garis pantai maka luas wilayah perairan Kabupaten Gunungkidul diperkirakan seluas 129,64 km2, dengan kondisi pantai berkarang (Dinas KP GK 2012). Nelayan Kabupaten Gunungkidul merupakan nelayan artisanal berpusat di 8 tempat pendaratan ikan sebagai pusat aktivitasnya yaitu PPP Sadeng, PPI Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing.

Berdasarkan informasi nelayan masing-masing PPP/PPI lokasi daerah penangkapan ikan (fishing ground) terbagi dalam beberapa lokasi di perairan pantai selatan Jawa. Daerah penangkapan ikan nelayan di Kabupaten Gunungkidul (Gambar 12), adalah :

Daerah I adalah daerah penangkapan ikan nelayan dari Drini, Baron, Ngrenehan, Gesing meliputi perairan di sekitar perairan Drini, Baron, Ngrenehan, Gesing sampai dengan muara sungai Progo.

Daerah II adalah daerah penangkapan ikan nelayan asal Ngandong, Siung, Nampu dan sebagaian Nelayan Sadeng meliputi sekitar perairan Ngandong, Siung, Nampu dan Sadeng.

Daerah III merupakan daerah penangkapan ikan nelayan perahu motor asal Sadeng meliputi perairan sekitar Parangtritis (posisi 08o22,000‟ – 08o32,000‟ LS dan 110o04.00‟ – 110o10.00‟) dari PPP Sadeng.

Aspek Teknologi

Kapal dan alat tangkap. Kapal yang digunakan oleh nelayan Gunungkidul terbagi dalam 2 jenis berupa kapal tempel dan kapal motor. Perahu Motor Tempel (PMT) atau „ketinting‟ berupa kapal yang terbuat dari fiberglass dilengkapi dengan motor tempel umumnya digunakan oleh nelayan di seluruh sentra perikanan tangkap. Kapal Motor (KM) terbagi dalam dua jenis yaitu kapal motor 5 – 10 GT dan kapal motor lebih dari 10 GT. Kapal jenis ini hanya digunakan nelayan di PPP Sadeng. Umumnya sudah dilengkapi dengan fasilitas yang cukup

lengkap berupa GPS. Penangkapan ikan dengan Kapal Motor 30 GT sedang dikembangkan melalui fasilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dan DKP Provinsi DIY untuk nelayan Gunungkidul. Jenis kapal dan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di masing-masing PPP/PPI disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis kapal, alat tangkap yang digunakan dan waktu operasi nelayan di PPP/PPI Kabupaten Gunungkidul

Lokasi Jenis Kapal Alat Tangkap Trip

PPP Sadeng 1. Perahu motor tempel (PMT) 2. Kapal 5 – 10 GT 3. Kapal 30 GT 1 Pancing 2 Jaring 3 Purseseine 4 Krendet 1. 1 hari (one day fishing) 2. 5-7 hari 3. 2 minggu PPI Nampu Perahu motor tempel

(PMT)

1 Pancing 2 Jaring 3 Krendet

1 hari (one day fishing)

PPI Siung Perahu motor tempel (PMT)

1 Pancing 2 Jaring 3 Krendet

1 hari (one day fishing)

PPI Ngandong Perahu motor tempel (PMT)

1 Pancing 2 Jaring 3 Krendet

1 hari (one day fishing)

PPI Drini Perahu motor tempel (PMT)

1 Pancing 2 Jaring 3 Krendet

1 hari (one day fishing)

PPI Baron Perahu motor tempel (PMT)

1 Pancing 2 Jaring 3 Krendet

1 hari (one day fishing)

PPI Ngrenehan Perahu motor tempel (PMT)

1 Pancing 2 Jaring 3 Krendet

1 hari (one day fishing)

PPI Gesing Perahu motor tempel (PMT)

1 Pancing 2 Jaring 3 Krendet 4 Bubu

1 hari (one day fishing)

Sumber : Pengamatan dan data statistik DKP Provinsi DIY (2012)

Nelayan menggunakan alat tangkap ikan multipurpose dalam satu kapal akan digunakan beberapa macam alat tangkap disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Beberapa jenis alat tangkap ikan yang digunakan oleh nelayan, antara lain : jaring angkat, jaring insang, pancing, perangkap dan alat lainnya. Alat tangkap umumnya disediakan oleh nelayan pemilik kapal, sedangkan nelayan buruh hanya melakukan operasi penangkapan. Gambaran alat tangkap yang digunakan oleh nelayan sebagai berikut :

Jaring

Alat tangkap jenis jaring yang digunakan oleh nelayan cukup bervariasi baik dari segi bahan maupun jenisnya. Bahan jaring berupa nylon dan benang, sedangkan jenis alatnya berupa jaring insang, jaring angkat dan saat ini sedang

49

dikenalkan purse seine untuk kapal 30 GT. Jaring yang digunakan umumnya dirangkai sendiri oleh nelayan, nelayan pemilik membeli bahan jaring, kemudian dirangkai untuk dapat digunakan untuk menangkap ikan. Rahmi et al. (2013) menjelaskan bahwa nelayan Sadeng menggunakan alat tangkap gillnet

monofilament yang digunakan pada perahu motor tempel di Sadeng adalah bottom gillnet (jaring insang dasar) berwarna bening. Badan jaring terbuat dari nylon monofilament dengan ukuran mata jaring 5 inchi. Ukuran per piece 30 meter dengan jumlah 10 piece. Panjang total gillnet monofilament adalah 300 meter dan lebar 4 meter. Panjang tali selambar adalah 30-40 meter. Gillnet monofilament

dilengkapi dengan pelampung yang terbuat dari gabus atau karet sebanyak 20 buah per piece dan pemberat terbuat dari timah atau batu dengan berat 1-2 kilogram per piece. Alat tangkap ini juga dilengkapi dengan pelampung tanda yang terbuat dari sterofoam.

Gambar 13. Ilustrasi alat pancing gurita

Gambar 14. Alat tangkap pancing rawai

25 cm penggulung tali umpan

Dokumen terkait