i
MODEL KONSEPTUAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA
IKAN DI PERAIRAN PANTAI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATUR SARWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Konseptual Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
iii
RINGKASAN
CATUR SARWANTO. Model Konseptual Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO, TRI WIJI NURANI dan JOHN HALUAN.
Usaha perikanan skala kecil merupakan salah satu hal penting untuk diperhatikan dalam sektor perikanan di Indonesia. Seperti halnya di wilayah lain di Indonesia, aktivitas perikanan di Kabupaten Gunungkidul yang merupakan salah satu wilayah di Provinsi DIY, juga didominasi oleh usaha perikanan skala kecil. Namun demikian, pendekatan pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan di tingkat kabupaten selama ini kurang memperhatikan karakteristik dari masing-masing lokasi. Penelitian ini melakukan pendekatan pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan dengan mendasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing sentra penangkapan. Tujuan penelitian ini adalah memetakan karakteristik kondisi ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan masing-masing PPP/PPI di Kabupaten Gunungkidul; menyusun model konseptual pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pantai Kabupaten Gunungkidul; dan menyusun strategi dan rencana implementasi kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pantai Kabupaten Gunungkidul.
Penelitian ini menggunakan Hierarchical Clustering Anaylisis (HCA) untuk memetakan karakteristik kondisi ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Sementara itu, Soft System Methodology (SSM) digunakan untuk menyusun model konseptual dan strategi kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul.
Perairan laut di Kabupaten Gunungkidul termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 yang meliputi Samudera Hindia di perairan Jawa bagian selatan, Bali, NTB dan NTT. Gunungkidul merupakan penghasil utama perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan hasil tangkapan telah banyak dimanfaatkan oleh nelayan. Tahun 2009, produksi ikan dari Kabupaten Gunungkidul mencapai 3.249 ton yakni sekitar 76,7% dari total produksi perikanan tangkap Provinsi DIY (Dinas KP DIY, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara ekologi, daerah penangkapan ikan di Gunungkidul diklasifikasikan menjadi 3 wilayah perairan yaitu daerah I berada di sekitar pantai Drini sampai dengan muara sungai Progo, daerah II berada di sekitar pantai Ngandong sampai dengan perairan Sadeng, dan daerah III berada di perairan sekitar 20 – 40 mil arah barat pantai Parangtritis. Karakteristik ekologi di wilayah ini menunjukkan tingkat keragaman sumberdaya ikan sudah rendah (di bawah 2) dan rata-rata musim penangkapan ikan berkisar antara 3,3-8,2 bulan. Berdasarkan aspek teknologi, sebagian besar nelayan menggunakan Perahu Motor Tempel (PMT). Di Sadeng, sebagian besar nelayan menggunakan kapal motor 5-10 GT dan 30 GT. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah pancing, jaring, dan krendet. Nelayan PMT melakukan operasi penangkapan satu hari sekali (one day fishing), sedangkan nelayan KM (30 GT) operasi penangkapannya berkisar antara 5-7 hari atau 2 minggu. Karakteristik sosial dari nelayan di Gunungkidul menunjukkan bahwa nelayan diklasifikasikan menjadi dua yaitu nelayan lokal dan andon, yang umumnya berasal dari daerah lain seperti Cilacap, Makassar dan daerah lainnya. Nelayan lokal tidak hanya melakukan aktivitas sebagai nelayan tetapi juga memiliki aktivitas lain seperti pedagang, pengumpul, dan petani sebagai aktivitas awal. Berdasarkan kearifan lokal, hari
Gunungkidul, sedangkan pada hari Jum‟at dan Selasa Kliwon sebagian nelayan
Sadeng tidak melaut.
Usaha penangkapan juga memiliki kontribusi dalam perekonomian di wilayah Gunungkidul. Pada tahun 2012, kontribusi retribusi pajak hasil penangkapan ikan yang dipungut dari nelayan (3% nilai produksi) dan pedagang (2% dari nilai produksi) mencapai Rp.593,27 juta. Adapun akumulasi nilai produksi dari hasil tangkapan ikan tahun 2012 mencapai Rp.13,6 Milyar. Sistem pemasaran ikan di Gunungkidul dapat kelompokkan menjadi 4 tipe pemasaran. Pada aspek kelembagaan, aktivitas usaha perikanan di Gunungkidul didukung secara kelembagaan oleh TPI, kelompok nelayan dan Pokwasmas. PPP Sadeng merupakan pusat pendaratan ikan yang paling lengkap sistem kelembagaannya.
Berdasarkan hasil identifikasi karakteristik, pemanfaatan sumberdaya ikan dipetakan dengan menggunakan HCA. Berdasarkan HCA terhadap karakteristik ekologi, teknologi, sosial & budaya, ekonomi serta kelembagaan maka pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul dapat dipetakan menjadi 2 pola pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan yaitu pola kesatu untuk PPP Sadeng dan pola kedua untuk PPI Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing.
Usulan pengelolaan perikanan di Gunungkidul berdasarkan pada pola pemanfaatan sumberdaya ikan. Berdasarkan analisis SSM, permasalahan utama yang terjadi pada PPP Sadeng (Pola I) secara umum dapat digambarkan bahwa program kegiatan antar pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten belum berjalan secara terpadu, anggaran sebagian besar masih bertumpu kepada APBN, usulan program kegiatan secara top down, SDM pada lembaga antara (koperasi, HNSI, kelompok nelayan) masih rendah yang berakibat pada lemahnya manajemen operasional koperasi, dan ketersediaan modal menjadi permasalahan tersendiri bagi nelayan dalam menjalankan usahanya. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dilakukan langkah sebagai berikut: peningkatan koordinasi, sinkronisasi, kesepakatan dan pelaksanaan program antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten, kajian stok sumberdaya ikan di Perairan Gunungkidul, relokasi nelayan pengguna motor tempel ke PPI terpilih, memperbaiki infrastruktur/sarana prasarana (listrik, penyediaan air bersih, pengaktifan pabrik es, bengkel kapal, optimalisasi SPDN), perbaikan manajemen koperasi melalui pelatihan tenaga pengelola usaha koperasi, fasilitasi kerjasama koperasi dengan lembaga perbankan/lembaga pembiayaan lainnya, serta pelatihan bagi nelayan dalam upaya meningkatkan kemampuan operasi nelayan. Pada pola II, permasalahan yang dihadapi nelayan adalah ketersedian modal untuk menjalankan usahanya dan pemasaran khususnya untuk ikan non ekonomis, belum memadainya sarana jalan untuk menuju PPI (khususnya di PPI Nampu dan Gesing) dan kurangnya ketersediaan listrik. SDM yang rendah juga menjadi kendala bagi kegiatan usaha nelayan seperti terbatasnya informasi tentang sumberdaya ikan yang ada di perairan Kabupaten Gunungkidul. Strategi yang ditempuh guna mengatasi permasalahan pada pola II adalah sebagai berikut: peningkatan koordinasi, sinkronisasi, kesepakatan dan pelaksanaan program antara Pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten, memperbaiki sarana prasarana jalan dan penyediaan listrik, menciptakan sistem informasi harga yang transparan dan peningkatan diversifikasi produk, serta peningkatan akses kepada sumber permodalan.
v
SUMMARY
CATUR SARWANTO. Conceptual Model on Fish Resources Utilization in Gunungkidul District, Daerah Istimewa Yogyakarta Province. Supervised by EKO SRI WIYONO, TRI WIJI NURANI and JOHN HALUAN
Small scale fisheries is an important part of fishing sector in Indonesia. Similar with other part of Indonesia, fisheries activities in Gunungkidul, a district in DI Yogyakarta Province, is also dominated by small scale fisheries. However, the development of fish resources utilization has not yet taking into account the importance of the fisheries characteristic of each location. Therefore, this study addressed to develop fish resources utilization based on each fishing center characteristics with the specific purpose to: (1) mapping the characteristic of ecological, technological, social, economy and institutional characteristic of fishing port (PPP/PPI) in Gunungkidul District; (2) designing conceptual model of the fish resources utilization pattern in Gunungkidul District; and (3) developing policy implementation strategy of fish resources utilization in Gunungkidul District.
system in Gunungkidul District is grouped into four types. On the institutional aspect, fishing activities in Gunungkidul are supported by institutions such as fish auction point (TPI), fishermen association and community monitoring group (Pokwasmas). It is evident that Sadeng fishing port (PPP Sadeng) has applied an advance and comprehensive institutional system.
Based on the characteristic identification result, the fish resources utilization map has been done using Hierarchical Clustering Analysis (HCA). The HCA on ecological, technological, social, economy and institutional characteristic showed that the pattern of fish resources utilization is classified into two groups, which are Group 1: PPP Sadeng, Group 2: PPI Nampu, Siung, Ngandong, PPI Drini, Baron, Ngrenehan and Gesing.
Based on the fish resources utilization pattern, the management of fisheries in Gunungkidul were proposed. Based on the SSM analysis, the main problem at PPP Sadeng (pattern I) is program disintegration between the local and central government; budget is mostly generated from APBN and approach on program implementation is still applying the top down method. Moreover, middle institutions such as cooperation, HNSI, and fishermen association were not supported by qualified human resources. Thus, this condition has been weakening the operational and managerial system as well as limiting access to capital. Thus, to solve the problems for pattern I is by strengthening coordination, program synchronization, agreement, and implementation among local and central government; conducting stock assessment in Gunungkidul waters; relocating outboard motor fishermen to the selected PPI, improving infrastructure (electricity, water supply, ice factory, boat repair shop, Solar Packed Dealer Nelayan/SPDN), and improving cooperation management through staff training and coaching. On the other hand, problems in pattern II are the limited access to capital and market for non-economic fishes, bad infrastructure (especially the road to PPI Nampu and Gesing) and the lack of electricity. Weak human resources is also become a constraint in fishing activities as well as the limited availability of fish resources information in Gunungkidul. The strategy that can be proposed for pattern II is improving infrastructure (road and electricity), creating price information transparency, increasing product diversification, and opening wider access to capital.
vii
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, b. penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau c. tinjauan suatu masalah;
d. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
MODEL KONSEPTUAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA
IKAN DI PERAIRAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL,
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATUR SARWANTO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ix
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Budy Wiryawan M Sc
2. Dr Ir Mohammad Imron M Si
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr Eko Sri Wiyono S Pi M Si Ketua
Dr Ir Tri Wiji Nurani M Si Prof Dr Ir John Haluan M Sc
Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Sistem Pemodelan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Perikanan Tangkap
Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro M Sc Dr Ir Dahrul Syah M Sc Agr
xi
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan Ke-hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya, sehingga disertasi dengan judul Model Konseptual Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Perairan Pantai Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Eko Sri Wiyono S Pi M Si, Ibu Dr Ir Tri Wiji Nurani M Si, dan Bapak Prof Dr Ir John Haluan M Sc, selaku Komisi Pembimbing atas segala arahan, saran, dan bimbingannya dalam penulisan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dan bekerja sama dalam penyelesaian pendidikan ini, antara lain kepada:
1. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana beserta staf yang telah memberikan kesempatan untuk dapat mengikuti pendidikan program Doktor pada Program Studi Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT), SPS-IPB.
2. Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut beserta staf atas pelayanan yang diberikan selama masa studi.
3. Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup yaitu Bapak Dr Ir Budy Wiryawan MSc dan Bapak Dr Ir Mohammad Imron MSi serta pada Ujian Terbuka yaitu Bapak Dr Ir Budhi H Iskandar M Si dan Bapak Dr Ir Syafril Fauzi M Sc atas saran dan masukan untuk melengkapi bahasan dalam disertasi ini.
4. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, KKP, atas tugas belajar yang diberikan dan dukungan dalam penyelesaian studi.
5. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DIY dan Kabupaten Gunungkidul beserta staf, HNSI, Koperasi, Petugas TPI di Kabupaten Gunungkidul dan masyarakat nelayan di Sadeng, Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing, atas bantuan dalam pelaksanaan penelitian.
6. Bapak (Alm) Sukino PH dan Ibu Sumarni, beserta keluarga atas doa dan dukungan yang diberikan.
7. Kedua mertua Bapak mertua Drs Suwignja dan Ibu mertua Jarujinah, serta keluarga atas doa dan dukungan yang diberikan.
8. Istri tercinta Sinta Nurwijayanti, S.Pi, MA, ananda Narendra Azka Naufal dan Danendra Hafizh Zaidan atas semua cinta kasih, kesabaran dan semangat yang diberikan sehingga setiap tahap dalam studi ini dapat diselesaikan.
9. Teman-teman angkatan 2010 program studi SPT dan TPT, beserta teman-teman perkuliahan lainnya, atas kerjasamanya selama menempuh pendidikan. 10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga disertasi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2015
DAFTAR ISI
3 GAMBARAN UMUM PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Sejarah Singkat Visi dan Misi
Sumberdaya Manusia
Sumberdaya Fisik : Kapal dan Alat Penangkapan Produksi Sumberdaya Ikan
4 POLA PEMANFAATAN SUMERDAYA IKAN DI GUNUNGKIDUL
xiii
6 STRATEGI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Pendahuluan Metode Penelitian
Pembandingan Model Konseptual dengan Kondisi Nyata Strategi dan Rencana Aksi Kegiatan
3 Produksi perikanan tangkap dominan di Perairan Kabupaten Gunungkidul 25
4 Pola musim penangkapan ikan dominan di Kabupaten Gunungkidul, DIY 27
5 Jenis kapal, alat tangkap yang digunakan dan waktu operasi nelayan di PPP/PPI Kabupaten Gunungkidul 31
6 Gambaran Kondisi dan keragaman aktifitas nelayan di Gunungkidul 35
7 Perolehan retribusi hasil tangkapan ikan PPP/PPI di Gunungkidul tahun 2012 36
8 Jumlah pedagang pengumpul dan pengecer di TPI Kabupaten Gunungkidul 37
15 Sebaran farmer’s share pada setiap saluran pemasaran di Gunungkidul 60
16 Pendapat, pandangan para stakeholder situasi permasalahan yang dihadapi para pelaku 61
17 CATWOE dan 3E dalam root definition 1 66
18 CATWOE dan 3E dalam root definition 2 67
20 CATWOE dan 3E dalam root definition 4 68 21 CATWOE dan 3E dalam root definition 5 68 22 CATWOE dan 3E dalam root definition 6 69 23 CATWOE dan 3E dalam root definition 7 70 24 CATWOE dan 3E dalam root definition 8 71 25 CATWOE dan 3E dalam root definition 9 71 26 CATWOE dan 3E dalam root definition 10 72 27 CATWOE dan 3E dalam root definition 11 72 28 Kondisi status pelaksanaan program/kegiatan menunjang terkait
pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada di PPP Sadeng (pola I) 89 29 Kondisi status pelaksanaan program/kegiatan menunjang terkait
pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada di PPI (pola II) 91 30 Tingkat keperluan responden dalam kegiatan pengembangan
sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul, 2014 93
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan jumlah kapal dan alat penangkapan ikan 2
2 Kerangka pikir penelitian 6
3 Tahapan penelitian 9
4 Perkembangan jumlah RTP di Kabupaten Gunungkidul
tahun 2002-2013 14
5 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Gunungkidul
tahun 2007 -2011 15
6 Perkembangan jumlah kapal dan alat tangkap Kabupaten Gunungkidul
tahun 2002 -2011 16
7 Perkembangan alat tangkap Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2002 -2011 17
8 Proporsi produksi perikanan tangkap masing-masing kabupaten
di Provinsi DIY tahun 2011 18
9 Perkembangan produksi perikanan tangkap Kabupaten Gunungkidul
pada tahun 2002 – 2011 18
10 Proporsi jumlah produksi perikanan tangkap masing-masing TPI
di Kabupaten Gunungkidul periode Januari2011 – Agustus 2012 19 11 Hasil analisis index keragaman hasil tangkapan ikan tahun 2012
di PPP/PPI Kabupaten Gunungkidul 25 12 Lokasi pendaratan ikan dan daerah penangkapan ikan nelayan
Kabupaten Gunungkidul 29
13 Ilustrasi alat pancing gurita 32
14 Alat tangkap pancing rawai 32
15 Ilustrasi dan gambar alat tangkap krendet 33
16 Bubu alat penangkap keong 34
17 Saluran pemasaran ikan di Kabupaten Gunungkidul 38 18 Harga dan margin pemasaran masing-masing pelaku usaha 41 19 Dendogram dari Hierarchical Clustering Analysis karakteristik
xv
20 Tahapan SSM (Checkland dan Scholes, 2000) 47 21 Organisasi pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul 57 22 Gambaran rich picture situasi permasalahan pemanfaatan
sumberdaya ikan PPP Sadeng 64
23 Gambaran rich picture situasi permasalahan pemanfaatan sumberdaya ikan PPI Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron,
Ngrenehan dan Gesing 65
24 Kegiatan pengkajian stok sumberdaya ikan di Perairan Gunungkidul 74 25 Kegiatan relokasi nelayan penggun motor tempel ke PPI terpilih 75 26 Kegiatan pelatihan peningkatan kemampuan operasional penangkapan
ikan di Perikanan Gunungkidul 76
27 Kegiatan perbaikan sarana prasarana penunjang di PPP Sadeng 77 28 Perbaikan manajemen melalui pelatihan tenaga pengelola
koperasi 78
29 Kegiatan kerjasama koperasi dan sumber pembiayaan untuk
menyediakan modal bagi nelayan 79
30 Peningkatan koordinasi, sinkronisasi, kesepakatan dan
pelaksanaan program/kegiatan antar pemerintah 81 31 Kegiatan perbaikan sarana prasarana penunjang di PPI 82 32 Perbaikan sistem pemasaran melalui diversifikasi produk olahan
dan peningkatan akses informasi harga ikan 84 33 Peningkatan akses permodalan usaha menunjang pengembangan
usaha 85
34 Peningkatan koordinasi, sinkronisasi, kesepakatan dan pelaksanaan
program/kegiatan antar pemerintah 86
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Gunungkidul 110 2 Responden yang dijadikan sumber informasi pada penelitian 111 3 Hasil analisis indeks musim penangkapan ikan di PPP Sadeng,
dan PPI Nampu 112
4 Hasil analisis indeks musim penangkapan ikan di PPI Siung,
dan Ngandong 113
5 Hasil analisis indeks musim penangkapan ikan di PPI Drini,
dan Baron 114
6 Hasil analisis indeks musim penangkapan ikan di PPI Ngrenehan,
dan Gesing 115
7 Beberapa jenis komoditas hasil tangkapan di Perairan Kabupaten
Gunungkidul 116
8 Karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan di PPP/PPI
DAFTAR ISTILAH
Model Konseptual : model konseptual yang dibangun dalam tahapan
Soft System Methodology (SSM) tanpa merujuk pada dunia nyata (real world), tetapi dibangun dari ide dan gagasan peneliti. Model konseptual yang dimaksud pada penelitian ini adalah
membangun model konseptual pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan dari root definition permasalahan yang diperoleh dari tahap sebelumnya.
Pemanfaatan adalah proses atau cara atau perbuatan
memanfaatkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Sumberdaya ikan : adalah potensi semua jenis ikan, sedangkan ikan didefinisikan segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di lingkungan perairan.
Pola : adalah bentuk atau model yang dipakai untuk atau untuk menghasilkan sesuatu atau bagian sesuatu Ekologi : ilmu yang mempelajari hubungan antara mahluk
hidup dengan lingkungannya
Rich picture : Rich Picture dalam SSM digunakan sebagai cara untuk pengungkapan (expressed) situasi dunia nyata yang dianggap problematis (Hardjosukerto 2012)
Root definition : diskripsi terstruktur dari sebuah sistem aktifitas manusia yang relevan dengan permasalahan yang menjadi perhatian di dalam penelitian SSM yang berbasis tindakan.
FGD (Focus Group Discusion) atau diskusi kelompok terarah
: adalah suatu proses pengumpulan informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.
Soft System Methodology : merupakan kerangka kerja pemecahan masalah sesuai Checkland dan Poulter (2006) yaitu dengan tujuh prinsip proses dasar dalam penggunaan SSM.
Hierarchical Clustering Analysis (HCA)
: adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk mengelompokkan karakteristik tertentu berdasarkan kesamaan karakteristik yang ada. Krendet : adalah alat tangkap terdiri dari ring besi dan
xvii
Lembaga antar : lembaga yang berada antara pemerintah dengan pelaku yang berperan menjembatani kedua belah pihak
Aspek ekologi : aspek yang terkait dengan karakteristik sumberdaya ikan yang dimanfaatkan di Gunungkidul
Environmental dalam CATWOE
Holon
:
:
hambatan yang ada dalam lingkungan yang terjadi dalam sistem
adalah sebuah keseluruhan dalam bagian, subsistem secara sendiri adalah utuh dan subsistem tersebut adalah bagian yang
berkontribusi pada keseluruhan sistem. Esensi dari holon adalah sistem yang bersarang satu dengan yang lain. Contohnya adalah sebuah buku. Huruf adalah bagian dari kata, tetapi sebagai sebuah huruf dia sudah komplit bagi dirinya sendiri. Huruf bagian dari kata, kata bagian dari kalimat, jadi huruf adalah
“keseluruhan” dalam dirinya sendiri, sekaligus
bagian dari “keseluruhan” yang levelnya lebih
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ibukota Wonosari. Secara geografis terletak antara 110021‟ – 110050‟ BT dan 7046‟ - 8009‟ LS. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Sukoharjo, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman. Luas wilayahnya mencapai 1.485,36 km2 dan merupakan kabupaten terluas yaitu sekitar 46,63% dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini secara adminitratif terbagi dalam 18 kecamatan dan 144 desa (BPS GK 2011). Jumlah kecamatan pesisir sebanyak 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwosari, Saptosari, Tanjungsari, Tepus, Rongkop dan Girisubo, dengan 17 desa pesisir (Bappeda GK 2010).
Berdasarkan UU No. 32/2004 pada pasal 4 tentang pengaturan wilayah laut, telah diatur kewenangan pengelolaannya yaitu paling jauh 12 (dua belas) mil yang diukur dari garis pantai ke arah laut untuk pemerintah provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Wilayah perairan administratif Kabupaten Gunungkidul meliputi perairan Samudera Hindia bagian Selatan Jawa mencapai 518,56 km2 dengan garis pantai sepanjang + 70 km yang membentang dari barat ke timur yang berawal dari Kecamatan Purwosari sampai dengan Kecamatan Girisubo (Bappeda GK 2010).
Perairan laut di Kabupaten Gunungkidul termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 yang meliputi perairan Samudera Hindia Selatan Pulau Jawa, Bali, NTB dan NTT. Sumberdaya ikan telah banyak dimanfaatkan oleh nelayan di Gunungkidul dan daerah ini merupakan penghasil utama produk perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pada tahun 2009, produksi perikanan tangkap dari Kabupaten Gunungkidul mencapai 3.249 ton yakni sekitar 76,7% dari total produksi perikanan tangkap Provinsi DIY (Dinas KP DIY 2010). Produksi perikanan tangkap di Gunungkidul ini meliputi berbagai jenis ikan dengan produk utama dari ikan pelagis yaitu tuna, cakalang, tongkol, kembung dan lemuru, serta kelompok ikan demersal seperti cucut, kakap, bawal dan layur (Nurani 2010). Perairan Samudera Hindia secara umum merupakan perairan yang memiliki produktivitas perairan yang tinggi dan kaya berbagai jenis sumberdaya ikan, baik ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal dan udang.
xix
pengelolaan dan usaha pemanfaatannya. Terlebih lagi, nelayan pada kelompok ini memiliki keterbatasan akses terhadap teknologi dan keterbatasan akses terhadap pekerjaan lainnya, sehingga kelangkaan sumberdaya ikan akan berimplikasi terhadap kehidupan sehari-hari.
Sumber : Dinas KP DIY (2006-2010)
Gambar 1. Perkembangan jumlah kapal dan alat penangkapan ikan
Perkembangan penggunaan sarana alat tangkap dan kapal ikan dapat digambarkan pada Gambar 1. Penggunaan alat tangkap selama periode 2006-2010 menunjukkan trend peningkatan yang cukup signifikan. Selama periode tersebut telah terjadi peningkatan alat tangkap sebesar 76,5%. Penggunaan kapal penangkapan ikan menunjukkan trend peningkatan sebesar 14% sampai dengan tahun 2008, namun sejak tahun 2008 sampai dengan 2010 tidak terjadi penambahan jumlah kapal. Peningkatan jumlah alat tangkap ikan tersebut diduga akan memberikan tekanan terhadap sumberdaya ikan di Perairan Pantai Gunungkidul.
Karakteristik sosial, budaya masyarakat Gunungkidul adalah masyarakat tradisional yang masih memegang teguh budaya luhur warisan nenek moyang. Nelayan sebagai bagian dari masyarakat Gunungkidul juga memiliki karakteristik tersebut, sehingga sangat mempengaruhi perilaku nelayan. Beberapa penelitian yang mendukung hal tersebut adalah penelitian Partosuwiryo (2010) yang menggambarkan bahwa nelayan DIY (55,5%) mengenal kalender pranata mangsa dan mengaitkan kalender tersebut dengan aktivitasnya menangkap ikan.Pranata mangsa merupakan perkiraan pola musim, iklim dan fenomena alam yang dikembangkan oleh nenek moyang berdasarkan kejadian-kejadian alam seperti musim penghujan, kemarau, musim tanaman berbunga, dan letak bintang di jagat raya, serta pengaruh bulan purnama terhadap pasang-surut air laut. Satria
et al. (2002) menyebutkan bahwa nelayan Gunungkidul memiliki kebiasaan pada
Jum‟at Kliwon dilarang melaut, hal ini ditunjukkan dalam kesepakatan dengan nelayan Prigi yang akan menangkap di daerah Sadeng sebagai salah satu klausul kesepakatannya, guna menghormati budaya masyarakat di Sadeng, Gunungkidul. Hal-hal tersebut mempengaruhi aktivitas nelayan di daerah Gunungkidul. Hal
spesifik yang berkembang di masyarakat tersebut perlu dipelajari karena akan mempengaruhi perilaku nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya ikan, dimana setiap daerah memiliki perilaku tertentu yang berbeda dengan daerah lainnya.
Karakteristik wilayah Gunungkidul apabila ditinjau dari aspek geo topografi, sebagian besar berupa daerah perbukitan dan pegunungan kapur. Mayoritas penduduk di Gunungkidul adalah suku Jawa. Karakteristik sosial budaya masyarakatnya secara umum jujur, nrimo, apa adanya, mudah diatur, berdisiplin tinggi, menjunjung nilai kegotongroyongan dan kekeluargaan, serta berakhlak mulia (Nurani 2010). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurani et al. (2008) merekomendasikan bahwa pengembangan perikanan Provinsi DIY, dimana Kabupaten Gunungkidul termasuk didalamnya, diarahkan untuk model pengembangan perikanan pantai.
Permasalahan
Perairan Pantai Gunungkidul merupakan wilayah perairan yang masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 Samudera Hindia Selatan Jawa. Keputusan Menteri Nomor 45 Tahun 2011 menetapkan bahwa status tingkat pemanfaatan di WPP 573 untuk jenis ikan demersal (seperti ikan layur), ikan layang (decapterus curoides), dan ikan cakalang masih berstatus moderat, untuk ikan kakap merah, dan kuwe sudah mengalami full exploited, sedangkan ikan lemuru dan udang sudah mengalami over exploited (KKP 2011a). Ditambahkan oleh Nurhakim et al. (2007) bahwa status pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Selatan Jawa untuk jenis-jenis ikan demersal, udang serta pelagis kecil neritik pada tahapan full exploited, karena daerah penangkapan ikan di perairan ini relatif sempit.
Gunungkidul juga didominasi oleh nelayan tradisional (sekitar 94%) yang masih menggunakan perahu tanpa motor dan perahu tempel. Keterbatasan teknologi, alat tangkap dan kapal tersebut menyebabkan kegiatan penangkapan terbatas hanya di sekitar pantai. Disisi lain, pada periode 2006-2010, peningkatan jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan berkembang cukup pesat. Kedua kondisi tersebut diduga akan memberikan tekanan pada keberadaan sumberdaya ikan di perairan pantai. Pauly (1979) juga menjelaskan bahwa peningkatan jumlah perikanan skala kecil yang beroperasi di perairan sekitar pantai akan meningkatkan eksploitasi sumberdaya ikan secara berlebihan di wilayah tersebut.
Menurut Widodo dan Suadi (2008) nelayan memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya ikan karena akses terhadap pekerjaan lain terbatas, sehingga keberadaan SDI sangat berpengaruh terhadap kesejahteran nelayan. Secara umum, nelayan Gunungkidul termasuk dalam masyarakat yang berpenghasilan rendah. Karakteristik sosial budaya juga masih mengakar kuat pada masyarakat dan mempengaruhi aktivitas sehari-hari nelayan termasuk aktivitas penangkapan ikan.
xxi
Mendasarkan pada keadaan diatas maka, perlu suatu kebijakan yang mampu mengarahkan kepada pemanfaatan sumberdaya ikan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, namun di sisi lain sumberdaya ikan tetap terjaga kelanjutannya, sehingga permasalahan yang perlu dipecahkan adalah bagaimana menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya ikan yang mampu mewujudkan hal tersebut. Berdasarkan code of conduct for responsible fisheries, bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan harus memperhatikan seluruh aspek yaitu ekologi, teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan komersial yang relevan terhadap pengelolaan sumberdaya (Himelda 2013). Sampai saat ini kajian tentang pengelolaan sumberdaya ikan yang mengaitkan faktor biologi, ekologi dan sosial-ekonomi dalam satu kesatuan kajian masih jarang dilakukan (Wiyono 2001; Himelda 2013). Menurut Satria et al. (2002) kebijakan pengelolaan sumberdaya perlu pendekatan berbasis masyarakat yang merupakan strategi pencapaian pembangunan yang berpusat kepada manusia, di mana pengambilan keputusan pemanfaatan sumberdaya ikan melibatkan/berada di tangan organisasi masyarakat di daerah tersebut.
Pendekatan pembangunan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Indonesia saat ini umumnya masih berbasis pemerintah pusat (government based management). Regim ini melaksanakan proses pembangunan (mulai perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan) dilakukan oleh pemerintah, sedangkan kelompok masyarakat pengguna (user group) hanya menerima informasi produk-produk kebijakan dari pemerintah. Pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan antara lain (1) aturan yang disusun kurang terinternalisasi dalam masyarakat sehingga sulit ditegakkan (2) biaya transaksi dalam pelaksanaan dan pengawasan sangat besar sehingga menyebabkan lemahnya penegakan hukum (Satria et al. 2002). Permasalahan yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul bahwa pembangunan perikanan masih bersifat umum belum spesifik pada masing-masing lokasi sentra penangkapan. Disamping itu kondisi nelayan Gunungkidul umumnya pendapatan yang berasal dari kegiatan usaha penangkapan masih rendah.
Mengacu kepada kondisi di atas dibutuhkan suatu pemetaan kondisi karakteristik dari berbagai aspek ekologi, teknologi, ekonomi, sosial dan aspek lainnya sebagai gambaran keadaan pemanfaatan sumberdaya ikan yang aktual di Gunungkidul, guna memudahkan dalam penyusunan model konseptual sebagai langkah penyusunan strategi pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Memetakan karakteristik kondisi ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan masing-masing PPP/PPI di Kabupaten Gunungkidul.
2) Menyusun model konseptual pola pemanfaatan sumberdaya ikan Perairan Pantai di Kabupaten Gunungkidul.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi kepada :
1. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di masa mendatang.
2. Nelayan, pelaku usaha penangkapan yang terlibat, stakeholders dalam upaya peningkatan kinerja pemanfaatan sumberdaya ikan yang optimal dan berkelanjutan.
3. Peneliti dan akademisi, sebagai bahan referensi bagi kajian lanjutan tentang pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY.
Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan UU 45 /2009 tentang perikanan, mengamanatkan bahwa dalam memanfaatkan sumberdaya ikan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, devisa negara, dan kesempatan lapangan kerja, namun juga mengamanatkan untuk dikelola secara optimal dan terjamin kelestarian sumberdaya ikan. Jadi potensi sumberdaya ikan Indonesia perlu dikelola dengan baik. Pemerintah daerah mendapatkan mandat dan wewenang yang semakin besar dalam mengelola sumberdaya laut berdasarkan pada pasal 18 UU No. 32 tahun 2004. Kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut sebagaimana dimaksud, meliputi : 1) eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut; 2) pengaturan administratif; 3) pengaturan tata ruang; 4) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; 5) ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan 6) ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Kondisi ini menuntut pemerintah daerah provinsi/kota/kabupaten berperan dan bertanggung jawab dalam mengelola sumberdaya ikan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal dan berkelanjutan.
Secara administratif, Kabupaten Gunungkidul sebagai daerah otonomi sesuai UU 32/2004 memiliki kewenangan untuk mengatur wilayah perairannya dalam upaya memanfaatkan sumberdaya ikan. Satria dan Matsuda (2004) menyimpulkan perlunya memperhatikan sistem manusia dan alam dalam penerapan otonomi daerah untuk manajemen perikanan di Indonesia. Aktivitas perikanan artisanal memiliki variasi yang berbeda antar daerah satu dengan yang lain, tergantung pada kondisi biologi, lingkungan, dan juga sosial, ekonomi serta kehidupan nelayannya (Bataglia et al. 2010).
xxiii
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun strategi kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pantai Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara berkelanjutan dan optimal. Dalam upaya untuk menjawab tujuan tersebut perlu diketahui kondisi saat ini (existing condtion) secara menyeluruh baik dari aspek ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan di masing-masing lokasi sentra penangkapan ikan (PPP/PPI). Berdasarkan existing condition tersebut disusun pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul. Dari hasil analisis pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul, maka akan dilakukan penyusunan strategi kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan pantai Kabupaten Gunungkidul. Gambar 2 mengilustrasikan kerangka pemikiran dalam penelitian ini.
Gambar 2 Kerangka pikir penelitian PPP/PPI sebagai Sentra
Pembangunan Perikanan di Gunungkidul memiliki permasalahan dan karakteristik
berbeda
Strategi kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul lebih optimal
Pemanfaatan perikanan belum optimal
Pendekatan pembangunan perikanan masih bersifat
seragam
Kebaharuan (Novelty)
xxv
METODOLOGI UMUM PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi daerah tempat pendaratan ikan sebanyak 8 buah yang merupakan pusat kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan, terdiri dari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) 1 buah dan 7 buah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), yaitu :
1 PPP Sadeng 5. PPI Ngrenehan 2 PPI Baron 6. PPI Gesing 3 PPI Nampu 7. PPI Drini 4 PPI Ngandong 8. PPI Siung
Peta lokasi PPP/PPI di Kabupaten Gunungkidul disajikan pada Lampiran 1. Kegiatan penelitian ini meliputi pra penelitian dan pengumpulan data lapangan. Penelitian lapang dilakukan pada bulan September 2012 sampai dengan Januari 2013 dan Juli 2013 serta FGD pada tanggal 31 Oktober 2014.
Tahapan Penelitian
Sesuai dengan kerangka pikir yang telah dibangun, maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1) Penelitian pendahuluan untuk mengidentifikasi keadaan umum, kondisi sesuai dengan tujuan penelitian dan pengumpulan data di lokasi penelitian.
2) Pemetaan karakteristik ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, kelembagaan di masing-masing PPP/PPI di Kabupaten Gunungkidul.
3) Menyusun pola pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan pantai Kabupaten Gunungkidul
Gambar 3 Tahapan penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari responden pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya ikan dan data sekunder bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi dan kabupaten, BPS, PPP/PPI, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan instansi lainnya. Adapun data yang dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Responden pada penelitian ini sebanyak 92 orang, dengan rincian sesuai Lampiran 3.
Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dilakukan meliputi 3 (tiga) kegiatan yaitu : 1) menggali sumber-sumber data sekunder; 2) pengamatan atau observasi langsung ke lapangan; 3) wawancara.
mulai
Data primer Data sekunder
Aspek Sosial, budaya
Aspek Ekonomi Aspek
Ekologi
Aspek Teknologi
Aspek Kelembagaan Existing condition masing-masing PPP/PPI
Pola pemanfaatan sumberdaya ikan di masing-masing PPP/PPI
Perumusan strategi pemanfaatan SDI di Kabupaten Gunungkidul
Rekomendasi strategi pemanfaatan SDI di Kabupaten Gunungkidul
selesai
Analisis pemetaan karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul
xxvii
1) Menggali sumber data sekunder
Metode pengumpulan data sekunder dikumpulkan dari data dan informasi yang diperoleh dari hasil studi pustaka, laporan dinas, statistik, hasil penelitian yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi, data dari berbagai instansi terkait, baik lembaga formal dan non formal di lokasi penelitian maupun ditingkat provinsi dan pusat. Adapun data sekunder yang dikumpulkan meliputi :
- Data statistik perikanan selama 5 – 15 tahun terakhir;
- Laporan tahunan perikanan selama 5 – 15 tahun kabupaten atau provinsi; - Data kegiatan penangkapan di masing-masing PPP/PPI;
- Rencana Strategis pembangunan Kabupaten Gunungkidul;
- Rencana Strategis pembangunan perikanan di kabupaten Gunungkidul; - Kebijakan perikanan, hukum/peraturan perikanan yang tertulis, program
pembangunan perikanan yang sedang berjalan;
- Keberadaan lembaga-lembaga perikanan beserta peran dan fungsinya bagi pembangunan perikanan di lokasi penelitian;
- Sumber data sekunder lainnya yang terkait dengan penelitian 2) Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami secara langsung kegiatan perikanan di masing-masing daerah pendaratan ikan sebagai basis dasar lokasi penelitian. Adapun pengamatan yang dilakukan meliputi :
- Pengamatan langsung sarana prasarana yang ada di lokasi;
- Kegiatan penangkapan ikan (aktivitas nelayan, bakul/pedagang, pengelolaan TPI) di lokasi;
- Pengamatan terhadap keberadaan dan aktivitas kelembagaan formal/ informal perikanan yang ada.
3) Wawancara
Untuk memperoleh data primer akan dikumpulkan melalui survei lapang dengan melakukan wawancara mendalam (in depth interview) dan atau dengan bantuan kuesioner yang telah dipersiapkan untuk para pihak terkait sebagai responden sesuai tujuan penelitian. Adapun kegiatan wawancara dilakukan dalam 3 tahap yaitu :
- Wawancara ke 1 untuk mengetahui gambaran umum dan tahap 1 pada analisis SSM.
- Wawancara ke 2 dilakukan untuk mengetahui perbandingan model konseptual dengan kondisi lapang pada tahap 5 pada analisis SSM.
Metode Analisis
Secara rinci metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Metode analisis untuk tujuan penelitian Tujuan Metode pengumpulan dan
xxix
GAMBARAN UMUM PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Sejarah Singkat
Perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul mulai berkembang sekitar tahun 70-an sampai awal 80-an di perairan Baron dan kemudian berkembang di wilayah lainnya. Saat ini, perikanan tangkap telah berkembang di 8 sentra penangkapan yaitu Pantai Sadeng, Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing. Latar belakang nelayan di Kabupaten Gunungkidul, pada dasarnya merupakan masyarakat petani, dimana budaya bertani mempengaruhi dan mewarnai kehidupan sehari-hari. Hal ini dicirikan dengan kondisi kehidupan nelayan lokal yang masih belum dapat meninggalkan aktivitasnya untuk bercocok tanam maupun beternak sampai saat ini. Pemda Kabupaten Gunungkidul (Dinas Pertanian waktu itu) pada awalnya mengadakan penyuluhan mengenai pengenalan kegiatan penangkapan ikan dan juga mendatangkan nelayan dari luar daerah untuk mengajarkan kegiatan penangkapan ikan, disamping itu juga telah diberikan bantuan kapal. Pemberian bantuan kapal kepada nelayan di pantai Baron oleh Gubernur DIY saat itu, Sultan HB IX, merupakan awal pengembangan perikanan tangkap di wilayah tersebut.
Sejarah perkembangan nelayan di Gunungkidul tidak terlepas dari peran nelayan luar daerah dalam memperkenalkan kegiatan penangkapan. Perkembangan nelayan di PPI Nampu diawali oleh petugas SAR bernama „Pak
Bowo” dan „Pak Marino‟. Pada awal tahun 1980-an keduanya melakukan kegiatan usaha penangkapan dengan belajar dari nelayan Banyuwangi. Beliau mendatangkan perahu kayu ke wilayah ini dan meneruskan upaya memanfaatkan sumberdaya ikan dengan peralatan sederhana. Nelayan Nampu pada umumnya berasal dari Desa Balong dan sebagian besar merupakan generasi kedua dari satu keluarga besar yang memiliki akar keluarga sama („satu Krandah‟). Nelayan Siung dirintis oleh pak Abadi dan Ngatijo. Pada awalnya mereka belajar sendiri dengan menggunakan kapal kayu dan alat tangkap sederhana, kemudian berkembang sampai saat ini. Nelayan lokal di wilayah lain seperti di Ngrenehan, Drini, dan Ngandong juga berasal dari petani setempat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan. PPI Gesing merupakan Pangkalan Pendaratan Ikan yng terakhir dibangun Pemda Gunungkidul. Nelayan di PPI ini merupakan campuran antara nelayan lokal dan andon.
PPP Sadeng dibangun pada tahun 1991 dengan dana APBN Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, pada waktu itu berstatus PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan). Peningkatan status dari PPI menjadi PPP ditetapkan dengan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.10/MEN/2005 pada tanggal 13 Mei 2005. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng adalah pelabuhan perikanan terbesar di DIY dan penunjang pengembangan perikanan laut di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Rahmi et al. 2013).
dibentuk oleh Pemda Gunungkidul. Sejak saat itu perkembangan pemanfaatan sumberdaya ikan semakin pesat saat ini.
Visi dan Misi
Dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Gunungkidul dimana perikanan tangkap menjadi bagian didalamnya memiliki visi
“Mewujudkan masyarakat perikanan yang lebih maju, makmur dan sejahtera” .
Rencana pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Gunungkidul tahapan lima tahunan kedua Tahun 2010 – 2015, digambarkan bahwa pembangunan daerah menitikberatkan pada bidang industri kecil dan menengah berbasis pertanian dan pariwisata. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul menjabarkan dalam misi pembangunan kelautan dan perikanan sebagai berikut : 1. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya air berbasis kelautan dan
perikanan yang berwawasan lingkungan;
2. Meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu pengolahan dan pemasaran yang berdaya saing.
3. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan untuk mendukung sektor pariwisata;
4. Meningkatkan kreatifitas dan inovasi dalam penerapan teknologi bagi masyarakat kelautan dan perikanan;
5. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif, peluang investasi dan kerjasama dengan stakeholder terkait serta penggalangan sumber dana non APBD; 6. Meningkatkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance) di bidang
kelautan dan perikanan bebas dari KKN.
Prioritas pembangunan tahun 2010-2015 tercantum dalam RPJM yang terkait dengan pembangunan perikanan tangkap antara lain :
1. Sentra produksi memiliki infrastruktur transportasi, energi dan telekomunikasi yang handal untuk pengembangan perikanan tangkap;
2. Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara dengan infrastruktur minapolitan mengacu kepada pengembangan kawasan pantai selatan;
3. Memetakan dan mempromosikan potensi sumberdaya alam termasuk didalamnya pengembangan perikanan tangkap.
Sumberdaya Manusia
xxxi
orang
tahun Sumber : DKP DIY (2002-2011)
Gambar 4 Perkembangan jumlah RTP di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2002 – 2011.
Pada tahun 2011 jumlah nelayan mencapai sekitar 942 yang terdiri dari 640 nelayan lokal, 68 nelayan andon dan 234 nelayan darat. Jumlah nelayan terbanyak adalah di PPP Sadeng dan yang terkecil di PPI Ngandong. Nelayan lokal dan nelayan darat berada di semua titik TPI, sedangkan nelayan andon hanya berada di PPP Sadeng (39 nelayan) dan PPI Gesing (29 nelayan). Nelayan andon di PPP Sadeng berasal dari berbagai daerah seperti Cilacap, Prigi, Jawa Timur, dan Makasar, sedangkan PPI Gesing umumnya berasal dari Gombong dan sekitarnya. Nelayan darat merupakan nelayan yang tidak memiliki perahu motor dan melaksanakan operasi penangkapan di pinggir tebing dan pantai. Jumlah nelayan kategori ini tahun 2011 sebanyak 234 nelayan, jumlah nelayan darat cukup berfluktuatif, tahun 2010 mencapai 361 nelayan, pada tahun 2009 mencapai 150 nelayan. Pencari rumput laut merupakan kegiatan masyarakat yang mencari rumput laut yang tumbuh liar di sekitar pantai seperti Sargasum sp, Ulva sp, dan lain-lain berdasarkan catatan Dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten Gunungkidul tahun 2011 mencapai 179 orang (Dinas KP GK 2012).
orang
tahun Sumber : DKP GK (2011)
Gambar 5 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Gunungkidul tahun 2007-2011
Sumberdaya fisik : Kapal dan Alat Penangkapan
Perkembangan jumlah kapal yang dimiliki nelayan di Kabupaten Gunungkidul selama periode sepuluh tahun (2002-2011) cenderung stabil, walaupun mengalami peningkatan dari 263 unit pada tahun 2002 menjadi 292 unit pada tahun 2011 atau meningkat 11%. Kondisi ini terjadi karena jumlah kapal motor meningkat cukup besar yaitu sebesar 188% (semula hanya 16 unit pada tahun 2002 menjadi 46 unit tahun 2011), namun pada saat yang sama, justru terjadi penurunan perahu motor tempel (PMT) dari 247 unit tahun 2002 menjadi 246 unit tahun 2011. Perkembangan jumlah kapal dan alat tangkap di Kabupaten Gunungkidul tahun 2002 – 2011 disajikan pada Gambar 6.
732 725 728
691
640
353
301
30 42
68
135 140 150
361
234
215 225 221
165 179
0 100 200 300 400 500 600 700 800
2007 2008 2009 2010 2011
xxxiii
unit
tahun Sumber : DKP Provinsi DIY (2002-2011)
Gambar 6 Perkembangan jumlah kapal dan alat tangkap di Kabupaten Gunungkidul tahun 2002 – 2011
Perkembangan jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan pada tahun 2002 – 2011 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2002 alat tangkap yang digunakan nelayan sebanyak 3.186 unit, pada tahun 2011 menurun menjadi hanya 639 unit. Penyebab utama penurunan jumlah alat tangkap disebabkan oleh penurunan penggunaan alat tangkap jenis jaring insang yang semula 1.995 unit pada tahun 2002 terus mengalami penurunan drastis menjadi hanya tinggal 270 unit pada tahun 2004 dan tahun 2011 hanya tinggal 178 unit. Penurunan alat tangkap ini juga disebabkan karena tidak tercatatnya beberapa alat tangkap sebagai contoh krendet. Pada tahun 2010 krendet tercatat sebagai alat tangkap untuk jenis pengumpul namun pada tahun 2011 tidak tercantum dalam data statistik. Namun menurut pengamatan di lapangan masih banyak dijumpai alat tangkap jenis krendet digunakan oleh nelayan untuk menangkap lobster. Perkembangan jumlah alat tangkap menurut jenisnya di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2002 – 2011 disajikan pada Gambar 7.
3,189
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
unit
tahun Sumber : DKP DIY (2002 – 2011).
Gambar 7 Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Gunungkidul tahun 2002 – 2011
Produksi Sumberdaya Ikan
Kabupaten Gunungkidul merupakan penghasil produk perikanan laut terbesar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta apabila dibandingkan dengan kabupaten lain. Hal ini didasarkan pada statistik DKP Provinsi DIY produksi perikanan laut pada tahun 2011 menunjukkan bahwa proporsi produksi perikanan laut Kabupaten Gunungkidul mencapai 71,4.% dari total produksi perikanan laut DIY sebesar 3.952,9 ton. Gambar 8. menunjukan proporsi produksi perikanan laut masing-masing kabupaten di Provinsi DIY pada Tahun 2011.
1,995
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 jaring insang jaring angkat pancing
xxxv
Sumber : DKP DIY (2011)
Gambar 8 Proporsi produksi perikanan tangkap masing-masing kabupaten di Provinsi DIY Tahun 2011
Secara umum terjadi peningkatan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2002 – 2011. Puncak produksi tercapai pada tahun 2009 yaitu sebesar 3.249,6 ton dan mengalami penurunan pada 2 tahun terakhir. Melihat perkembangan yang terjadi pada 10 tahun terakhir (2002-2011) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pemanfaatan sumberdaya ikan di Samudera Indonesia Selatan Jawa oleh nelayan Kabupaten Gunungkidul. Secara rinci perkembangan produksi perikanan laut dapat dilihat pada Gambar 9.
ton
tahun Sumber : DKP DIY (2002-2011)
Gambar 9 Perkembangan produksi perikanan tangkap Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2002 – 2011.
71.4% 15.0%
13.6%
Gunung Kidul Bantul Kulon Progo
656.1 782.3
580.8 1,201.0
1,119.0 1,957.4
1,497.5 3,249.6
2,831.4 2,823.7
-500.0 1,000.0 1,500.0 2,000.0 2,500.0 3,000.0 3,500.0
Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa produksi perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul meningkat walaupun jumlah RTP dan alat tangkap menurun. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan jumlah penggunaan kapal motor 5-10 GT dari 16 buah pada tahun 2002, menjadi 46 buah pada tahun 2011. Di samping itu, penggunaan alat tangkap pengumpul oleh nelayan mengalami penurunan dan disisi lain penggunaan jaring insang oleh nelayan KM 5-10 GT mengalami peningkatan (Gambar 7). Peningkatan jumlah kapal motor dan pergeseran penggunaan alat penangkapan tersebut mengakibatkan jumlah tangkapan meningkat. Peningkatan produksi perikanan tangkap juga diduga terjadi setelah nelayan menggunakan rumpon sebagai alat bantu penangkapan.
Sentra pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul terdapat di 8 titik pendaratan ikan yaitu PPP Sadeng, PPI Nampu, PPI Siung, PPI Ngandong, PPI Drini, PPI Baron, PPI Ngrenehan, dan PPI Gesing. Berdasarkan jumlah produksi perikanan tangkap di masing-masing pendaratan ikan pada tahun Januari 2011- Agustus 2012 terlihat bahwa PPP Sadeng merupakan tempat pendaratan terbesar mencapai 49,2%, kemudian TPI Drini 14,5%, TPI Ngrenehan 14,2%, dan yang terkecil adalah TPI Nampu hanya sebesar 0,6%. Secara rinci proporsi produksi perikanan tangkap periode Januari 2011 – Agustus 2012 disajikan pada Gambar 10.
Sumber : DKP GK (2012)
Gambar 10 Proporsi jumlah produksi perikanan tangkap masing-masing TPI di Kabupaten Gunungkidul periode Januari 2011 – Agustus 2012
Pendapatan Nelayan
Pendapatan nelayan di Kabupaten Gunungkidul dapat dibagi menurut jenis kapal, yaitu perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor 10 GT. Sistem pembagian pendapatan dari masing-masing jenis kapal berbeda. Secara umum, setiap penerimaan yang diperoleh dari hasil penangkapan ikan dikurangi biaya operasional yang meliputi biaya perawatan alat dan kapal, bahan bakar dan biaya
49.2%
0.6% 2.6% 1.5% 14.5% 10.2%
14.2%
7.1% PPP Sadeng
xxxvii
tenaga kerja seperti makan, rokok. Pada perahu motor tempel (PMT), sistem pembagian pendapatan yaitu nelayan pemilik mendapatkan 50%, dan 50% sisanya untuk tenaga kerja yang terdiri dari 3 orang (1 nahkoda, 2 buruh), dimana nahkoda mendapatkan 2 bagian dan buruh masing-masing 1 bagian.
Untuk jenis kapal motor 10 GT, setiap penerimaan pendapatan dikurangi biaya operasional yang meliputi biaya perawatan alat dan kapal, bahan bakar, operasional tenaga kerja. Pendapatan tersebut dibagi dengan rincian 50% pemilik dan 50% sisanya dibagi untuk tenaga kerja sebanyak 5 (1 nahkoda daan 4 buruh). Pembagian tenaga kerja terdiri dari 6 bagian yaitu 2 bagian untuk nahkoda, 1 bagian untuk masing-masing buruh. Berdasarkan hasil survei dan wawancara terhadap nelayan di Gunungkidul diperoleh informasi bahwa pendapatan per bulan untuk nelayan dengan 1 unit perahu motor tempel berkisar antara Rp. 208.903,- sampai dengan Rp. 835.611,-, sedangkan untuk 1 unit kapal 10 GT dalam satu bulan nelayan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 590.277 - Rp.3.541.667, dimana nelayan pemilik mendapat porsi terbesar dan buruh mendapatkan porsi terkecil. Pendapatan nelayan menurut jenis kapal dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pendapatan nelayan di Gunungkidul Tahun 2013 Jenis Kapal Pendapatan (Rp)
per tahun Per bulan Nelayan dengan
mengguna-kan Perahu Tempel Pemilik
Nahkoda Buruh
10 027 333 5 013 667 2 506 833
835 611.11 417 805.56 208 902.78 Nelayan dengan Kapal Motor
10 GT Pemilik Nahkoda Buruh
42 500 000
14 166 667 7 803 333
POLA PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI
GUNUNGKIDUL
Pendahuluan
Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul didominasi oleh nelayan tradisional (Sarwanto et al. 2014). Kondisi ini terlihat dari sebagian besar nelayan masih menggunakan perahu motor tempel. Berdasarkan statistik DKP Provinsi DIY tahun 2011 bahwa dari total rumah tangga perikanan sebanyak 771RTP, sebanyak 94% RTP tidak memiliki perahu ataupun menggunakan perahu tempel dan hanya sedikit yang memiliki kapal motor (Dinas KP GK 2012). Peranan nelayan tradisional di Indonesia sangat strategis, namun perhatian pengelolaan perikanan tangkap skala kecil masih belum memadai (Wiyono 2008).
Bataglia et al. (2010) menjelaskan bahwa aktivitas perikanan skala kecil memperlihatkan variasi yang cukup besar dari satu tempat dengan tempat lainnya, tidak hanya kondisi sumberdaya dan lingkungan tetapi juga sosial, ekonomi dan sejarah terkait dengan kehidupan nelayan. Tzanatos et al. (2005) menjelaskan bahwa perikanan skala kecil secara spasial dan temporal memiliki variasi karakteristik, keragaman alat tangkap dan jenis tangkapannya. Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa keberagaman yang luas dan kompleksitas yang terjadi dalam karakteristik perikanan skala kecil menjadikan semakin meningkatnya keragaman dan kompleksitas dalam pengelolaannya (Tzanatos et al. 2006).
Berdasarkan code of conduct for responsible fisheries, bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan harus memperhatikan seluruh aspek yaitu ekologi, teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan komersial yang relevan terhadap pengelolaan sumberdaya (Himelda 2013). Sampai saat ini kajian tentang pengelolaan sumberdaya ikan yang mengaitkan faktor biologi, ekologi dan sosial-ekonomi dalam satu kesatuan kajian masih jarang dilakukan (Wiyono 2001; Himelda 2013).
Kondisi perikanan skala kecil memiliki modal relatif kecil, sarana terbatas dan pemahaman lingkungan pesisir yang terbatas (Wiyono 2008). Widodo dan Suadi (2008) menambahkan bahwa nelayan kelompok ini tidak memiliki sumberdaya teknologi seperti kapal dan alat tangkap sehingga membatasi ruang gerak nelayan untuk mengembangkan usahanya, akses terhadap pekerjaan lain juga terbatas dan tingkat penghasilan rendah. Kondisi tersebut berakibat perikanan skala kecil memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sumberdaya ikan sebagai sumber mata pencaharian utama dan hampir seluruhnya berbasis di daerah pantai.
xxxix
hendaknya dilakukan berdasarkan karakteristik potensi yang dimiliki suatu wilayah perairan. Perairan selatan Jawa mewakili kondisi karakteristik sumberdaya perikanan yang memerlukan pengelolaan secara spesifik.
Beberapa penelitian di perairan Gunungkidul dan Samudera Hindia wilayah Selatan Jawa telah banyak dilakukan. Penelitian Suman et al. (2007) di Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa menunjukkan bahwa kelimpahan stok ikan demersal laut dalam tertinggi terjadi pada kedalaman 700 sampai dengan 1.100 m dan kepadatan stok berkisar antara 0,8 – 39,9 ton km2. Aisyah dan Triharyuni (2010) menemukan karakteristik musim penangkapan lobster dengan produksi tertinggi di perairan selatan DI Yogyakarta terjadi pada akhir tahun sampai dengan awal tahun. Suman et al. (2005) menginformasikan bahwa eksploitasi udang (endeavour shrimp) cukup tinggi. Nelayan di DIY (55,5%) mengenal kalender pranata mangsa dan mengaitkan kalender tersebut dengan aktivitasnya menangkap ikan (Partosuwiryo 2010).
Mengacu pada uraian diatas, dalam upaya memahami pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul perlu diteliti kondisi karakteristik yang terjadi khususnya karakteristik dari aspek ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan masing-masing PPP/PPI di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan dan memetakan karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan perairan Samudera Hindia di PPP/PPI wilayah Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DI Yogyakarta.
Metode Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan September 2012 sampai dengan Januari 2013 dan bulan Juli 2013. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pantai Selatan Jawa Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY.
Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara kepada kelompok nelayan dan nelayan berupa informasi lokasi daerah penangkapan ikan dilaksanakan pada bulan September 2012 – Januari 2013 dan bulan Juli 2013. Teknik penentuan responden dengan menggunakan purpose sampling (sengaja). Data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten Gunungkidul, data stastistik Perikanan Kabupaten Gunungkidul, UPT Arthamina, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul berupa laporan produksi hasil tangkapan ikan selama 2 tahun (Januari 2011 s/d Desember 2012), dan jumlah trip masing-masing PPP/PPI selama 2 tahun (Januari 2011 s/d Desember 2012) di Kabupaten Gunungkidul. Identifikasi karakteristik
Pada tahap awal dilakukan identifikasi karakteristik pemaanfaatan sumberdaya ikan meliputi aspek ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Variabel yang digunakan untuk memetakan karakteritik pemanfaatan sumberdaya ikan, meliputi :
1. Variabel ekologi meliputi kondisi jenis sumberdaya ikan yang dimanfaatkan nelayan Gunungkidul, perkembangan produksi, index diversitas, waktu musim penangkapan masing-masing ikan, dan lokasi penangkapan.
3. Variabel sosial dan ekonomi meliputi perkembangan nelayan, kondisi sosial budaya, peranan ekonomi pemanfaatan sumberaya ikan, nilai produksi dan retribusi.
4. Variabel kelembagaan meliputi kelembagaan yang ada di lokasi dan perannya dalam pemanfaatan sumberdaya ikan dan buaya terkait dengan pemanfaatannya.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Indeks Keragaman. Penghitungan nilai indeks diversitas dilakukan untuk mengetahui gambaran kekayaan species dan kesamaannya dalam suatu nilai tunggal dari masing-masing Pangkalan Pendaratan Ikan. Menurut Zhang et al.
(2009) dan Mwangi et al. (2012), indeks diversitas modifikasi dari Shannon-
Wiener’s dirumuskan:
Keterangan :
H = Index diversitas
ni = jumlah spesies i (kg), i = 1, 2, 3,...10
N = jumlah total spesies (kg).
Moving Average. Menentukan dinamika musim penangkapan ikan utama
dengan basis setiap tempat pendaratan ikan dengan metode rasio rata-rata bergerak (moving average). Mengacu Dajan sehingga akan diperoleh pola dinamika musim penangkapan ikan target (Wiyono 2001).
Metode rasio rata-rata bergerak (moving average) digunakan untuk mengetahui pola musim penangkapan masing-masing jenis ikan. Menurut Wiyono (2001) mengacu kepada Dajan (1981) bahwa penentuan menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average), sebagai berikut:
a) Menyusun data deret waktu CPUE bulan Januari 2011 sampai dengan Desember tahun 2012 hingga kuartal keempat tahun 2008, yaitu:
Yi = CPUEi i = 1, 2, 3,..., n Yi = CPUE ke-i
b) Menyusun rata-rata bergerak CPUE 12 bulanan (RG) i = 3, 4,..., n-5 c) Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP)
i = 3, 4,..., n-5
d) Menghitung rasio rata-rata untuk tiap tiap bulan (Rb)
Rbi = i= bulan 1,2,3...12
e) Menyusun nilai rata-rata dalam satu matrik berukuran j x i yang disusun untuk setiap bulan dimulai i+6, kemudian menghitung rata-rata atau variasi musim dan selanjutnya menghitung indeks musim penangkapan.
(i) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RRB)
j = 1,2,3,...,n (ii) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB)
xli
(iii) Indeks Musim Penangkapan
Total indeks musim selama setahun untuk bulanan adalah 1200 atau rata-rata sama dengan 100. Jumlah rasio rata-rata-rata-rata bulanan (JRRB) tidak selalu sama dengan 1200, maka nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu faktor koreksi (FK):
Selanjutnya indeks musim penangkapan (IMP) dihitung dengan persamaan:
IMPi = RRBi x FK
Efisiensi Pemasaran. Besarnya margin pemasaran yang diperoleh dihitung dengan mengacu kepada Apriono et al. (2012) adalah sebagai berikut :
M = Hp – Hb
dimana:
M = Margin pemasaran
Hp = Harga di tingkat konsumen (per kg) Hb = Harga di tingkat produsen (per kg)
Indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan pemasaran adalah dengan membandingkan harga yang diterima produsen/nelayan terhadap harga yang dibayar konsumen akhir (farmer’s share). Menurut Apriono et al. (2012) rumus yang digunakan untuk menghitung farmer’s share adalah sebagai berikut :
Fs = x 100%
dimana :
Fs = Persentase yang diterima nelayan Pf = Harga ditingkat nelayan
Pr = Harga ditingkat konsumen
Hierarchical Clustering Analysis (HCA). Dari hasil pengumpulan data lapangan, untuk mengidentifikasi dan mengetahui karakteristik Perikanan Tangkap di Kabupaten Gunungkidul dilakukan dengan analisis diskriptif dari data primer dan sekunder. Dalam upaya memetakan karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan pantai selatan Jawa Kabupaten Gunungkidul dilakukan dengan analisis Hierarchical Clustering Analysis (HCA). HCA merupakan analisis yang digunakan untuk mengelompokkan karakteristik pengembangan perikanan tangkap di 8 PPP/PPI Kabupaten Gunungkidul berdasarkan kesamaan karakteristik yang ada di lokasi. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka diketahui peta karakteristik pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul.
Hasil dan Pembahasan
Identifikasi Karakteristik Pemanfaatan Sumberdaya ikan
yang merupakan jenis ikan dominan tertangkap. Produksi ikan tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 21% apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Komposisi hasil tangkapan didominasi oleh tuna, cakalang dan tongkol. Pada tahun 2011 cakalang merupakan ikan yang paling banyak tertangkap yaitu 120,9 ton, sedangkan tahun 2012 ikan tuna yang paling banyak tertangkap yaitu 172,6 ton. Tahun 2012 beberapa jenis ikan seperti bawal, lobster dan keong laut mengalami lonjakan apabila dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya. Secara lebih rinci jenis hasil tangkapan ikan dominan dan produksinya di Kabupaten Gunungkidul dapat disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Produksi perikanan tangkap dominan di Perairan Kabupaten Gunungkidul
No Jenis Ikan Berat ikan (kg)
2011 2012
1 Tuna (Thunnus albacores) 92.920,30 172.620,50 2 Cakalang (Katsuwonus pelamis) 120.932,00 134.045,50 3 Tongkol (Euthynnus spp) 118.308,00 98.995,00 4 Layur (Trichiurus sleptururus) 40.245,50 32.287,70 5 Pari (Desyatis spp) 24.549,00 29.144,20 6 Bawal (Pampus chinensis) 7.692,00 40.204,35 7 Gurita (Octopus spp) 35.808,80 5.858,50 8 Lobster (Panurilius sp) 5.024,90 31.904,04 9 Keong laut (Littorina sp) 2.294,00 26.776.50 10 Hiu (Isurus spp) 17.473,00 8.575,41 11 Manyung (Tachiuruscordyla) 10.712,60 6.502,50 12 Tenggiri (Scomberomorus sp) 10.975,20 3.117,30
Total 486.935,30 590.031,50
Sumber : Dinas KP GK (2012), MMA-JICA (2008) Aspek Ekologi
Keragaman sumberdaya ikan. Berdasarkan hasil tangkapan jenis ikan yang dominan di masing-masing PPP atau PPI maka untuk mengetahui keragaman hasil tangkapan ikan dilakukan dengan analisis index diversitas dari masing-masing PPP atau PPI di Kabupaten Gunungkidul.
Gambar 11 Hasil analisis index keragaman hasil tangkapan ikan tahun 2012 di PPP/PPI Kabupaten Gunungkidul
1.3086 1.866
1.8089 2.0582
1.8566 1.8156 1.7813
1.5712