• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam konteks pemanfaatan sumberdaya ikan dan pengelolaannya, Undang- undang 45 tahun 2009 tentang perikanan menjelaskan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan harus dicapai secara optimal dan memastikan terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Bintoro (2005) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan adalah pemanfaatan potensi semua jenis ikan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan manusia. Pada perjalanannya Charles (2001) menjelaskan bahwa sumberdaya perikanan bersifat terbatas dan di satu sisi kebutuhan sumberdaya perikanan terus mengalami peningkatan akibat bertambahnya jumlah penduduk dunia. Hal ini memunculkan ide pemanfaatan berkelanjutan (sustainable utilization). Pemanfaatan berkelanjutan memberikan pengertian bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan untuk kepentingan pemenuhan manusia harus diikuti dengan pemenuhan sumberdaya tersebut untuk generasi yang akan datang. Dalam hal ini pengelolaan sumberdaya ikan untuk dapat dimanfaatkan secara terus menerus menjadi kunci untuk keberhasilan pemanfaatan sumberdaya ikan berkelanjutan.

Visi dan misi pembangunan perikanan di Gunungkidul yang dijelaskan pada bab 3 sejalan dengan UU 45 tahun 2009 tersebut telah mengarah kepada tujuan untuk mewujudkan masyarakat perikanan yang maju, makmur dan sejahtera dengan misi untuk mengoptimlkan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang berwawasan lingkungan. Dalam penelitian ini pada tataran implementasi banyak ditemukan permasalahan yang dihadapi dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di Gunungkidul. Pendekatan pembangunan perikanan di Gunungkidul juga masih bersifat seragam, seperti dijelaskan pada Bab 4 bahwa kondisi perikanan tangkap di Gunungkidul yang terpusat pada 8 sentra pendaratan ikan yaitu PPP Sadeng dan PPI Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing memiliki karakteristik ekologi, teknologi, sosial dan budaya, ekonomi serta kelembagaan yang berbeda dan tentunya memiliki permasalahan yang berbeda. Kondisi tersebut yang mendasari penelitian ini dilakukan.

Karakteristik sumberdaya ikan di Gunungkidul meliputi : aspek ekologi pada 3 wilayah perairan sebagai fishing ground nelayan Gunungkidul menunjukkan bahwa keragaman sumberdaya ikan sebagian besar dalam kondisi yang rendah, dan musim penangkapan ikan berkisar antara 3,3-8,2 bulan. Pada aspek teknologi penangkapan ikan yang digunakan sebagian besar menggunakan perahu motor tempel (PMT), nelayan di Sadeng menggunakan kapal motor 5-10 GT dan 30 GT. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing, jaring, krendet. Pada sisi sosial dan budaya menunjukkan bahwa nelayan Gunungkidul terdiri dari nelayan andon dan lokal dan tidak hanya melakukan aktivitas sebagai nelayan tetapi juga memiliki aktivitas lain seperti pedagang, pengumpul, dan petani sebagai aktivitas awal. Pada hari Jumat kliwon dan merupakan hari larangan melaut bagi semua nelayan di Gunungkidul dan Selasa Kliwon diberlakukan oleh sebagian nelayan Sadeng. Secara ekonomi usaha penangkapan memiliki kontribusi dalam perekonomian di wilayah Gunungkidul. Apabila dilihat sistem pemasaran ikan di Gunungkidul memiliki 4 tipe pemasaran. Kelembagaan yang mendukung aktivitas usaha penangkapan sudah terbentuk seperti TPI, kelompok nelayan dan Pokwasmas. PPP Sadeng merupakan Pangkalan Pendaratan Ikan yang paling lengkap sistem kelembagaannya.

Berdasarkan hasil pemetaan karakteristik pada bab 4 dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kelompok pemanfaatan sumberdaya ikan yaitu klaster PPP Sadeng dan Klaster PPI Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing. Hal ini terjadi karena PPP Sadeng memiliki perbedaan karakteristik baik ekologi, teknologi, sosial dan budaya, ekonomi serta kelembagaannya apabila dibandingkan dengan PPI lainnya. Kondisi ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan pembangunan perikanan di Kabupaten Gunungkidul perlu dilaksanakan dalam 2 pola pengembangannya.

Untuk mengetahui permasalahan, menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya ikan pada masing-masing klaster pada bab 5 dilakukan pendekatan dengan metode SSM. Pada bab ini difokuskan pada tujuan kedua dan ketiga untuk masing-masing klaster. Penelitian ini telah menghasilkan 2 klaster sebagai dasar untuk melakukan pendekatan pembangunan perikanan di Gunungkidul yaitu Pola pengembangan perikanan berlokasi PPP Sadeng sebagai Pola I dan Pola Pengembangan perikanan di Pangkalan Pendaratan Ikan PPI Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing sebagai Pola kedua.

Pola I (Pendekatan pembangunan perikanan di PPP Sadeng)

Sesuai dengan RPJM 2010-2015 bahwa Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng dijadikan sebagai kawasan pengembangan perikanan pantai selatan, dan PPP Sadeng ini ditunjuk sebagai lokasi pengembangan minapolitan perikanan tangkap (Dinas KP GK, 2011). Mengingat status PPP Sadeng sebagai pusat pengembangan perikanan pantai selatan diharapkan dapat berperan dalam lebih besar dalam perekonomian daerah.

PPP Sadeng untuk didorong sebagai pelabuhan bagi nelayan pengguna Kapal Motor agar dapat lebih optimal. Seperti dijelaskan permen Berdasarkan Peraturan Menteri nomor PER.8/Men/2012 PPP Sadeng masuk kategori pelabuhan kelas C. Pelabuhan kelas C disyaratkan untuk memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal sekurang-kurangnya 10 GT dan kolam dengan kedalaman sekurang-kurangnya 2 m. Kriteria operasional yang disyaratkan PPP antara lain terdapat aktivitas bongkar muat ikan dan pemasaran hasil perikanan rata-rata 5 ton, dalam upaya menunjang operasional pelabuhan disyaratkan terdapat industri pengolahan dan industri penunjang lainnya (KKP, 2012).

Penerapan Pola I ini berdasarkan analisis SSM memiliki konsekuensi untuk perbaikan-perbaikan pada berbagai hal yang menjadi masalah problematik kondisi saat ini. Komitmen dan dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah (Provinsi DIY dan Kabupaten Gunungkidul) sebagai pemegang wewenang dan pembinaan pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul sangat diperlukan. Berdasarkan pengungkapan permasalahan dan menstrukturkan dalam

rich picture pada bab 5 dapat disusun strategi seperti terlihat pada bab 6 untuk pembangunan perikanan pada Pola I. Program sebagai strategi yang perlu dilaksanakan pada PPP Sadeng adalah sebagai berikut :

Kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lebih baik

Untuk level pengambil kebijakan yang dilakukan pemerintah antara lain menyediakan informasi tentang sumberdaya ikan di Perairan Kabupaten

115

Gunungkidul. Seperti dijelaskan Widodo dan Suadi (2008) bahwa pengambilan keputusan dalam pengelolaan perikanan membutuhkan data akurat dan ilmiah sebagai dasar penentuan keputusan pengelolaan perikanan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa informasi tentang kajian sumberdaya ikan di perairan Gunungkidul perlu dilakukan. Sparre dan Venema (1999) menjelaskan pengkajian stok sumberdaya ikan dimaksudkan untuk memberikan saran tentang pemanfaatan sumberdaya ikan yang optimum. Sumberdaya ikan memiliki sifat terbatas namun dapat memperbaharui diri. Pengkajian stok ikan dapat diartikan sebagai upaya mencari tingkat pemanfaatan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan yang maksimum. Strategi yang perlu ditempuh dalam pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan adalah melakukan pengkajian sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Gunungkidul agar diperoleh informasi yang akurat untuk mengambil keputusan. Dalam pengkajian tersebut perlu melibatkan instansi yang mendalaminya seperti perguruaan tinggi, lembaga penelitian.

Peningkatan koordinasi, sinkronisasi, kesepakatan dan pelaksanaan program/kegiatan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi pemerintah kabupaten menjadi titik kritis dalam pembangunan perikanan di PPP Sadeng. Langkah yang diperlukan adalah melakukan penyusunan program/kegiatan secara bersama-sama sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan perikanan di PPP Sadeng.

Peningkatan kapasitas nelayan dan kelembagaan

Keberadaan PPP Sadeng saat ini digunakan oleh nelayan yang beragam, mulai nelayan tradisional sampai dengan nelayan yang menggunakan teknologi lebih maju. Dalam upaya mendorong PPP Sadeng menghasilkan produksi lebih banyak diperlukan peningkatan kapasitas nelayan di Sadeng dengan kegiatan pelatihan bagi nelayan PMT untuk diarahkan menjadi nelayan dengan menggunakan KM atau relokasi nelayan pengguna motor tempel ke PPI terpilih, hal ini diperlukan sebagai langkah untuk mempermudah penataan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk nelayan PPP Sadeng;

Koperasi sebagai lembaga ekonomi terdekat dengan pelaku yang terlibat langsung (nelayan, pengolah, pedagang) diharapkan dapat membantu peningkatan pendapatan pelaku usaha sebagai anggotanya. Kondisi Koperasi Mina Sadeng sebagai lembaga yang ada kurang berkembang dengan baik, sehingga belum mampu menjalankan aktivitas ekonominya. Diperlukan perbaikan manajemen koperasi melalui pelatihan tenaga pengelola usaha koperasi agar kegiatan koperasi mampu berkembang dengan baik. Diharapkan dengan berkembangnya koperasi Mina Sadeng mampu melaksanakan fasilitasi kerjasama koperasi dengan lembaga perbankan/ lembaga pembiayaan lainnya sebagai langkah untuk membantu permodalan anggotanya dalam melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan.

Memperbaiki infrastruktur/sarana prasarana

Berkembangnya kegiatan usaha perikanan di Gunungkidul tidak terlepas dengan keberadaan PPP Sadeng. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan kerja meliputi berbagai aspek yaitu sebagai pusat

pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi, pusat pembinaan, penyuluhan dan pengumpulan data (Penjelasan UU 31/2001 tentang Perikanan). Tersedianya sarana prasarana pelabuhan yang siap melayani pengguna sebagai tempat berlabuh, mengisi perbekalan, mendaratkan ikan, memasarkan, maupun pengolahan ikan menjadi faktor utama pendukung usaha perikanan (Nurani et al, 2008). Kondisi saat ini di PPP Sadeng adalah terbatasnya ketersediaan listrik, penyediaan es balok bagi nelayan masih terbatas dan masih didatangkan dari Klaten, Jawa Tengah dan belum optimalnya SPDN sebagai tempat peyediaan bahan bakar nelayan.

Pola II (Pendekatan pembangunan perikanan di Pangkalan Pendaratan Ikan Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing)

Pola II sebagai pendekatan pembangunan untuk nelayan tradisional yang merupakan jumlah terbesar nelayan Gunungkidul. Nelyan tradisional yang ada di Gunungkidul yaitu menggunakan PMT dan peralatan tangkap sederhana dan operasi penangkapannya one day fishing. Penelitian ini menemukan permasalahan yang dihadapi oleh nelayan tradisional ini di Kabupaten Gunungkidul adalah masalah pemasaran dan permodalan. Permasalahan lain adalah kurang memadainya sarana jalan, penyediaan listrik di beberapa tempat pendaratan ikan (Nampu dan Gesing). Berdasarkan analisis SSM pada bab sebelumnya dan penyusunan strategi pemanfaatan sumberdaya ikan di PPI Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing, maka program kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam memecahkan permasalahan di lokasi Pola II adalah :

Memperbaiki infrastruktur/sarana prasarana jalan dan penyediaan listrik. Kondisi jalan yang digunakan nelayan untuk menuju ke lokasi PPI Nampu dan Gesing sudah rusak, bahkan untuk jalan yang menuju lokasi PPI Nampu masih belum ada. Kondisi ini sangat menghambat nelayan dan pedagang untuk mengangkut hasil tangkapan sehingga merugikan pelaku usaha. Pedagang untuk mengangkut hasil tangkapan nelayan harus mengeluarkan ongkos ekstra untuk kuli panggul dan nelayan menerima harga yang lebih rendah karena dipotong ongkos angkut. Ketersediaan listrik juga terhambat, sering mati dan jumlahnya terbatas. Nelayan membutuhkan listrik untuk melakukan penanganan pasca panen. Lobster dan keong dijual dalam kondisi hidup sehingga membutuhkan listrik untuk penanganannya disamping itu dalam penyediaan es sebagai bahan utama untuk menyimpan hasil tangkapan.

Menciptakan sistem informasi harga yang transparan dan peningkatan diversifikasi produk.

Permasalahan yang dihadapi nelayan khususnya di lokasi pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan di PPI adalah masalah pemasaran ikan non ekonomis dan proses penentuan harga yang tidak transparan. Strategi yang diperlukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan diversifikasi olahan

117

produk khusus untuk ikan non ekonomis yang melimpah produksinya agar dapat diserap pasar dalam bentuk olahan ikan. Kondisi ini diduga dapat memperbesar peluang pasar jenis ikan tersebut.

Permasalahan pemasaran juga terjadi karena tidak adanya transparansi harga antar pelaku dan TPI, sehingga menyebabkan ketimpangan harga antar TPI. Penciptaan sistem informasi harga di TPI dapat dilakukan untuk dapat memperoleh harga yang transparan di semua TPI. Hal ini diduga mampu menghilangkan ketimpangan harga yang terjadi di masing-masing TPI.

Peningkatan akses kepada sumber permodalan.

Ketersediaan modal dalam mendukung operasional nelayan untuk melaut menjadi masalah utama bagi nelayan tradisional di Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul melalui dana APBN telah menyediakan konsultan keuangan mitra Bank (KKMB) sebagai upaya untuk membantu nelayan memperoleh modal namun saat ini jumlahnya sangat terbatas. Fungsi KKMB adalah menjembatani nelayan, pengolah dan pemasar hasil perikanan dalam mengakses kredit ke sumber pembiayaan. Untuk dapat menjangkau seluruh nelayan di Gunungkidul diperlukan tambahan KKMB untuk menjalankan fungsinya.

Peningkatan koordinasi, sinkronisasi, kesepakatan dan pelaksanaan program/kegiatan antara Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi pemerintah kabupaten diperlukan untuk menciptakan program/kegiatan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pelaku usaha yang terlibat. Hal ini mengingat Kabupaten Gunungkidul masih menggantungkan pembiayaan kegiatannya kepada pemerintah Provinsi DIY dan Pemerintah Pusat dalam pembinaannya.

Dokumen terkait