• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL LINGKUNGAN SRIKANDI

Dalam dokumen DISUSUN OLEH TIM LAKIN PSTA 2019 (Halaman 78-89)

2 PERENCANAAN KINERJA

3.1 ANALISIS CAPAIAN KINERJA TAHUN 2019

3.1.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA 1: JUMLAH MODEL PEMANFAATAN IPTEK DI

3.1.1.3 MODEL LINGKUNGAN SRIKANDI

Sistem Informasi Komposisi Atmosfer Indonesia (SRIKANDI) merupakan salah satu sistem pendukung keputusan (Decision Support System) berbasis web yang dibangun oleh Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN. Tujuan dari pengembangan SRIKANDI adalah untuk menyediakan informasi komposisi atmosfer Indonesia berupa pengamatan berbasis satelit, pengukuran in situ dan prediksi berbasis model transpor kimia untuk mendukung pengambilan keputusan terutama terkait dampak aktivitas manusia dan kebakaran hutan terhadap kualitas udara. Fitur SRIKANDI berupa pemantauan harian komposisi atmosfer (CO, O3, CH4, SO2, NO2, Aerosol) dari sensor satelit yaitu AIRS-Aqua, OMI-Aura, MODIS- Aqua, VIIRS-SNPP, dan Himawari. Prediksi setiap jam selama 24 jam komposisi atmosfer (CO, O3, SO2, NO2, PM10, PM2,5) menggunakan WRF-Chem versi 3.6.1 yang di-overlay terhadap arah angin dalam bentuk online di: http://srikandi.sains.lapan.go.id/.

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

Tabel 14 Perkembangan DSS SRIKANDI

2016 • Soft Launching Srikandi 1.0

• Prediksi setiap jam selama 24 jam komposisi atmosfer (CO, O3, SO2, NO2, PM10, PM2,5) menggunakan WRF-Chem versi 3.6.1 yang di- overlay terhadap arah angin dalam bentuk online

• Kerjasama PSTA dengan Universitas Bina Dharma 2017 • Implementasi Srikandi 2.0

Tersedianya data pengamatan satelit penyusun informasi kualitas udara near real time • Data prakiraan penyusun informasi kualitas udara luaran model kimia atmosfer untuk

24 jam mendatang hasil perbaikan dari input emisi Palembang, Sumatera Selatan. • Dikaji dalam acara Focus Group Discussion dengan Kementrian Lingkungan Lidup

dan Kehutanan.

2018 • Implementasi Srikandi 3.0

• Regresi Linier PM2,5 terhadap AOT VIIRS dan AOD MODIS untuk estimasi PM2,5 • Validasi NO2 dan SO2 Passive Sampler terhadap AQMS di lokasi GAW Kototabang

dan pilihan peningkatan resolusi menjadi 9 km

2019 • Pengujian kualitas data AQMS dengan hasil : data NO, NO2, CO, NOx sudah terkalibrasi namun belum ada data pembanding, SO2 dan O3 tidak valid, dan PM10 belum dikalibrasi

• Pengujian kualitas data Passive Sampler (SO2 dan NO2 DKI Jakarta) dengan melakukan validasi data sampel 7 dan 14 harian terhadap data AQMS dengan hasil untuk SO2 diperoleh koefisien korelasi yang kecil, yaitu sebesar 0,1.

Tabel 15 Litbang Poklit Lingkungan Atmosfer

NO JUDUL PENELITIAN PELAKSANA KEGIATAN

1 Penelitian Kimia Atmosfer dan GRK Untuk Mendukung Standar Kimia

Atmosfer INDONESIA dan DSS SRIKANDI

1. Dr. Ninong Komala 2. Dra. Rosida 3. Dita Fatria, S.Si

4. Riris Ayu Wulandari S.Si 2 Validasi AOD, BC dan PM2.5 hasil

pemantauan penginderaan jauh di wilayah Indonesia untuk mendukung

DSS Srikandi

1. Dra. Rosida

2. Dr. Wiwiek Setyawati, MT. 3. Drs. Saipul Hamdi, M.Sc. 4. Drs. Waluyo Eko Cahyono, M.I.L 3 Prediksi Trayektori Asap Kebakaran

Hutan dan Aktivitas Gunung api

1. Dra. Sumaryati, MT 2. Ir. Tuti Budiwati, M.Eng 3. Dessy Gusnita, S.Si 4. Asri Indrawati, S.Si., MT 5. Nani Cholianawati, ST 6. Dyah Aries Tanti, S.Si 7. Indra Kurniawan, S. 4 Pengembangan SRIKANDI versi 4.0 1. Nani Cholianawati, ST

2. Drs.Waluyo Eko Cahyono, M.IL 3. Asri Indrawati, S.Si,. MT 4. Dita Fatria Andarini, S.Si 5. Dyah Aries Tanti, S.Si

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

5 Air Quality Related To Urban Transportation And Their Impact On

Human Health

1. Dr. Wiwiek Setyawati, BEng, MT 2. Prof. Eddy Hermawan

3. Ir. Tuti Budiwati, M.Eng

4. Prof. Puji Lestari, Ph.D (Bandung Institute of Technology)

5. Pof. Candice Lung (Academia Sinica) 6. Delvina Sinaga, M.S. (Academia Sinica) 7. Emalya Rachmawati R., S. Si (Ministry of

Environment and Forestry)

8. Dr. dr. Nur Faizah Romadona, M.Kes (Indonesian Education University) 6 Pemanfaatan Data Satelit Untuk

Pengembangan Sistem Deteksi Dini Kebakaran Gambut Dan Pemantauan Emisi Karbon Berdasarkan Ketinggian

Muka Air Tanah Untuk Mendukung Decision Support System (Dss)

Lingkungan Srikandi

1. Dr. Wiwiek Setyawati, BEng, MT 2. Dr. Teguh Harjana

3. Nanik Cholianawati, ST 4. Drs. Saipul Hamdi, MSc 5. Atep Radiana, ST, MAP 6. Rosida, SSi

7. Nur Rahmayanti, SE, ME 8. Hasan Sadikin

9. Nenden Sanidianti Faudillah, SE

• Hasil Litbang Yang Diperoleh

• Penelitian Kimia Atmosfer Dan GRK Untuk Mendukung Standar Kimia Atmosfer Indonesia dan DSS- Lingkungan (Srikandi)

Penelitian kimia atmosfer, GRK dan kualitas udara dari satelit merupakan kebutuhan Nasional dan juga kompetensi utama LAPAN yang perlu dikembangkan. Penelitian variabilitas kimia atmosfer dan GRK di wilayah Indonesia dalam jangka panjang perlu dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik komposisi atmosfer Indonesia. Belum adanya standar kimia atmosfer untuk Indonesia menjadi dasar untuk melakukan peneelitian ini sehingga hasil penelitian variabilitas kimia atmosfer Indonesia dalam jangka panjang dari 2002-2017 (15 tahun) dapat dijadikan sebagai standar kimia atmosfer Indonesia. Hasil penelitian profil vertikal komposisi atmosfer (ozon) Indonesia dari data satelit (AQUA AIRS) mempunyai variasi dari tahun ke tahun. Variasi terjadi pula pada profil musiman DJF, MAM, JJA dan SON.. Profil ozon di Indonesia pada 2002-2017 bervariasi antara 15 ppb sampai 10.500 ppb untuk profil ozon di Indonesia secara keseluruhan, di daerah Ekuator, sebelah utara dan selatan Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda khususnya pada peak ozon (pada 10 hPa) baik profil bulanan maupun profil musiman. Di seluruh wilayah di Indonesia, profil ozon pada tahun 2018 lebih kecil dari profil rata-rata 15 tahun dan profil ozon tahun 2019 lebih besar dari profil rata-rata 15 tahun. Pembuatan profil standar ozon di Indonesia perlu dilanjutkan

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

untuk profil standard komposisi kimia atmosfer yang lainnya baik profil vertikal maupun spasial, serta validasinya dengan data insitu.

Gas Rumah Kaca (GRK) yang dianalisis dalam penelitian adalah CO2, ozon, dan CH4 pada 500 hPa berbasis data AQUA-AIRS dari tahun 2002 sampai 2017. Karakter yang dianalisis adalah variasi temporal, tahunan dan musiman dari ke empat gas rumah kaca (GRK) pada 500 hPa dengan wilayah yang dianalisis adalah wilayah Indonesia secara keseluruhan dan wilayah di utara Indonesia (2U-12U), di ekuator (2U-2S), dan di selatan (2S-12S). Analisis time series CO2 di wilayah Indonesia dari tahun 2002-2017 adalah 370 ppm sampai dengan 404 ppm. Time series CO2 di wilayah utara lebih tinggi dari time series CO2 di ekuator dan di selatan dan di wilayah Indonesia secara keseluruhan. Variasi tahunan CO2 mempunyai range 387 ppm sampai dengan 390 ppm. Analisis time series ozon troposfer di wilayah Indonesia dari tahun 2002-2017 mempunyai range 30 ppb sampai dengan 60 ppb. Time series ozon di wilayah selatan lebih tinggi dari time series ozon di ekuator, di selatan dan di wilayah Indonesia secara keseluruhan. Variasi tahunan ozon troposfer mempunyai range 35 ppb sampai dengan 55 ppb. Puncak variasi tahunan ozon di utara lebih tinggi dibandingkan dengan di ekuator, di Indonesia secara keseluruhan dan di Selatan. Variasi temporal CH4 untuk di Indonesia dan ketiga wilayah di utara Indonesia (2U-12U), di ekuator (2U-2S), dan di selatan (2S-12S) mempunyai range 1750 ppb sampai dengan 1830 ppb. Time series CH4 di wilayah utara lebih tinggi dari time series CH4 di ekuator, di selatan dan di wilayah Indonesia secara keseluruhan. Variasi tahunan CH4 mempunyai range 1750 ppb sampai dengan 1800 ppb. Puncak variasi tahunan CH4 di utara lebih tinggi dibandingkan dengan di ekuator, di Indonesia secara keseluruhan dan di selatan. Terjadi peningkatan GRK Indonesia untuk CO2 dan CH4

sementara untuk ozon tidak terjadi peningkatan yang signifikan.

Gambar 50 (Dari kiri ke kanan) profil ozon bulan Januari – Desember rata-rata 2002 sd 2017

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

• Air quality related to urban transportation and their impact on human health Transportasi adalah sumber antropogenik utama dari partikulat (PM) dan karbon monoksida (CO). Meningkatnya jumlah kendaraan dan buruknya pembangunan fasilitas transportasi telah menyebabkan kemacetan lalu lintas di sebagian besar jalan utama di Bandung, kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Akibatnya, orang terpapar polutan ini pada konsentrasi tinggi. Program penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor penentu paparan komuter pribadi perkotaan ke PM dan CO dan untuk mempelajari dampaknya terhadap kesehatan manusia. Studi paparan dilakukan di kota Bandung selama September hingga Desember 2018 pada 32 subjek dalam 4 moda transportasi berbeda di jalan-jalan utama di Bandung, yaitu mobil pribadi, sepeda motor, sepeda dan transportasi umum. Pengukuran paparan PM2.5 dan CO dilakukan dengan menggunakan sensor portabel PM2.5 dan CO yang dilakukan bersama dengan subjek selama periode pengambilan sampel. Durasi sampel PM2.5 dan CO adalah 48 jam. Fungsi paru-paru subjek diperiksa sekali setiap hari selama pengambilan sampel dengan menggunakan spirometer. Subjek diminta untuk mengisi kuesioner terstruktur tentang ekonomi / sosio-demografi dan pengetahuan dan perspektif tentang polutan udara yang berkaitan dengan transportasi. Beberapa faktor penentu eksposur PM2.5 dan CO adalah kebiasaan membakar kumparan nyamuk untuk di dalam ruangan dan berada dekat restoran yang menyajikan masakan yang dipanggang untuk pemaparan di luar ruangan. Rata-rata 30 menit konsentrasi PM2.5 dan CO menunjukkan bahwa subjek yang mengendarai sepeda motor memiliki paparan PM2.5 dan CO tertinggi selama perjalanan. Mungkin ada faktor lain yang lebih dominan daripada paparan PM2.5 dalam menentukan kapasitas paru-paru.

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

Gambar 51 (Dari kiri ke kanan) Rata-rata perjam dari paparan terhadap (kiri) CO dan (kanan) PM2.5 dan

PM10 untuk subyek yang mengendarai sepeda motor.

• Pemanfaatan Data Satelit Untuk Pengembangan Sistem Deteksi Dini Kebakaran Gambut Dan Pemantauan Emisi Karbon Berdasarkan Ketinggian Muka Air Tanah Untuk Mendukung Decision Support System (DSS) Lingkungan Srikandi Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia, yaitu sekitar 21 juta hektar. Fungsi alamiah lahan gambut adalah penyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Namun aktivitas manusia guna mengubah lahan gambut menjadi lahan pertanian atau perkebunan mengakibatkan adanya perubahan sistem hidrologis dan biologis gambut. Adanya perubahan kondisi biologis dari anaerob menjadi aerob sebagai akibat dari perubahan kondisi hidrologis gambut, yaitu penurunan tinggi muka air (TMA), mengakibatkan adanya peningkatan aktivitas respirasi mikroorganisme di lahan gambut yang berdampak terhadap peningkatan emisi karbon ke atmosfer. Selain itu lahan gambut yang telah beralih fungsi tersebut juga menjadi rentan terhadap bahaya kebakaran, terutama pada saat musim kering. Data yang digunakan sebagai input model adalah data rata-rata harian temperature tanah (0C) dan kelembapan tanah (%), data rata-rata harian temperatur permukaan (0C), data rata-rata laju presipitasi (mm/hari) dan data harian indeks

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

vegetasi sebagai indikator tutupan lahan yang diunduh dari situs Giovanni NASA. Software ARC GIS 10, GRADS dan Mathlab digunakan untuk membangun model spasial dan analisis ketinggian muka air tanah dan emisi karbon. Metode interpolasi Inverse Distance Weighing (IDW) digunakan untuk meningkatkan resolusi spasial data input dan output model. Threshold value yang digunakan sebagai dasar deteksi dini bahaya kebakaran gambut dan pemantauan emisi gambut untuk mendukung perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut adalah ketinggian muka air tanah 40 cm yang mengacu pada PP no. 57 /2016. Berdasarkan hasil olahan untuk data tanggal 1 Januari 2017 mewakili musim basah dan tanggal 1 Juli 2017 mewakili musim kering diketahui bahwa emisi CO2 dari lahan gambut selama musim kering adalah lebih tinggi dibandingkan musim basah. Perbandingan antara hasil pengukuran TMA in situ dengan hasil perhitungan menggunakan output model GLDAS menggunakan temperature tanah pada kedalaman 0 – 10 cm ternyata sangat berbeda jauh. Akan dicoba menghitung dengan menggunakan data output model GLDAS pada kedalaman dibawah 10 cm.

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

• Prediksi Trayektori Asap Kebakaran Hutan Dan Aktivitas Gunung Api

Letusan gunung api dan kebakaran hutan memberikan dampak negatif pada lingkungan atmosfer yang menganggu kesehatan dan transportasi. Prediksi arah sebaran yang akurat dapat membantu mengurangi dampak negatif tersebut. Pada penelitian ini dikaji seberapa besar akurasi model Hysplit dalam memprediksi arah sebaran material dari letusan gunung api dan kebakaran hutan.

Keakuratan prediksi model Hysplit diuji dengan membandingkan hasil trayektori simulasi running model pada kondisi yang sama dengan pilihan data meteorologi GFS dan GDAS. Simulasi dilakukan pada model trayektori garis untuk sumber titik, prescribe burning untuk sumber kebakaran hutan yang terkendali, dan VAFTAD (Volcano Ash Forecasting Transport And Dispersion) untuk letusan gunung khususnya pada aspek penerbangan. Selanjunya dianalisa perbandingan antara pola sebaran asap kebakaran hutan dan material letusan gunung api (abu vulknaik dan SO2) yang diamati dengan satelit dan pola trayektori yang output model Hysplit dengan data meteorologi GDAS.

Dalam penelitian ini dapat diperoleh hasil bahwa trayektori sebaran model Hysplit berbasis data GFS dan GDAS pada kasus precribe burning memiliki pola sama, hanya konsentrasi pada data GDAS lebih pekat yang menunjukkan adanya pengendapan polutan pada permukaan yang diduga adanya lapisan inversi pada pagi hari. Kemiripan pola juga ada pada trayektori garis dari sumber titik antara prediksi berbasisi data prediksi (GFS) dan trayektori berbasis data asimilasi (GDAS), dengan urutan kevalidan sebagai berikut: di atas planetary boundary layer (PBL), di bawah PBL, dan sekitar PBL. Model VAFTAD-Hysplit yang bertujuan untuk keselamatan penerbangan dari gangguan letusan gunung api juga menunjukkan kemiripan pola antara pola sebaran emisi letusan gunung api berasis data meteo GFS dengan pola sebaran berbasis data GDAS.

Gambar 53 validasi antara trayektori prediksi GFS dan GDAS,

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

Validasi dengan pengamatan abu vulkanik satelit HIMAWARI dan kabut asap yang merupakan reanlisis antara satelit HIMAWARI dan Masingar menunjukkan adanya kevalidan dengan model Hysplit. Akan tetapi model VAFTAD (Vaolcano Ash Forecast Transport and Dispersion) tidak menunjukkan kevalidan dengan pengamatan SO2 dengan satelit Metop b, karena memang model ini dirancang untuk abu vulkanik.

Deposisi asam di sekitar gunung Merapi yang merupakan daerah remote teramati sangat rendah, karena gunung Merapi sendiri tidak banyak mengemisikan gas sulfur. Hal menarik ditemukan adalah tingginya konsentrasi ozon yang diduga karena adanya transport dari proses intrusi dari stratosfer.

• Variabilitas Spasial dan Temporal Karakteristik Aerosol Berbasis Data Penginderaan Jauh di Wilayah Indonesia

Aerosol atmosfer adalah partikel-partikel halus yang tersuspensi di atmosfer, berasal dari sumber alam dan hasil aktivitas manusia. Akumulasi dari partikel-partikel halus tersebut memberikan dampak yang cukup besar terhadap climate forcing, visibilitas atmosfer dan memberikan pengaruh buruk terhadap kondisi kesehatan manusia. Beberapa polutan gas terlibat dalam pembentukan kabut asap, dan diketahui mampu menembus paru-paru dan system peredaran darah. Banyak kota di Asia telah mengalami penurunan kualitas udara yang parah dengan kontribusi yang signifikan dari sumber partikulat alami dan antropogenik. Aerosol yang ditemukan di Asia adalah campuran kompleks dari partikel kasar dan halus, dan dari jenis penyerap cahaya dan penghambur cahaya. Hasil analisis perbandingan aerosol optical depth (AOD) berdasarkan data satelit dan data ground-based AERONET menunjukkan bahwa : 1) Beberapa data (perkotaan) yang diperoleh dari instrumen MODIS mempresentasikan koefisien determinasi yang baik, seperti untuk Jambi (R2 = 0,7063), Kototabang (R2 = 0,6096), Palangka Raya (R2 = 0,6972), Pontianak (R2 = 0,764) dan Makassar (R2 = 0,744). 2)Dari instrumen MISR, beberapa kota menunjukkan koefisien determinasi yang lebih besar dari 0.6, namun jumlah data yang menentukan koefisien determinasinya <20, yang tidak memenuhi standar ketentuan jumlah data yang ditetapkan dalam penelitian ini. 3)Berdasarkan instrumen OMI, terdapat tiga kota yaitu Jambi, Palangka Raya dan Pontianak yang mempresentasikan nilai koefisien determinasinya masing-masing adalah 0.5835, 0.5704 dan 0.728. Dari analisis data fluks radiasi gelombang pendek (sw) dan fluks radiasi gelombang neto total (lw dan sw) pada kondisi cerah pada tahun 2002, 2006 dan

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

2015 di level permukaan, secara temporal dan spasial menunjukkan korelasi yang cukup kuat dibandingkan yang dipresentasikan oleh fluks radiasi gelombang panjang (lw). Sementara di level atmosfer atas (TOA), hanya fluks radiasi gelombang neto total yang menunjukkan korelasi terhadap peningkatan akumulasi yang terjadi akibat dari aktivitas antropogenik, dan pola dari tren fluks radiasi gelombang pendek (sw) menunjukkan pola berbanding terbalik dengan fluks radiasi gelombang neto totalnya. Untuk wilayah Indonesia, baik pada kondisi cerah maupun pada semua kondisi, radiasi gelombang pendek (SW) yang berasal dari sumber matahari akan menyebabkan terjadinya pengurangan jumah radiasi yang sampai di permukaan, dari hasil pengamatan pada kondisi cerah rata-rata terjadi pengurangan radiasi sw yang sampai dipermukaan sebesar 3,02 watt/m2 yang lebih besar dibandingkan dengan yng sampai dipermukaan pada semua kondisi (-1,46 watt/m2).

Gambar 54 Variabilitas temporal aerosol optical depth (AOD) dari observasi satelit • Pengembangan SRIKANDI versi 4.0

SRIKANDI versi 4.0 merupakan kelanjutan dari versi 3.0 yang mengintegrasikan data pemantauan dan data prakiraan kualitas udara di wilayah Indonesia. Sistem ini merujuk pada situs https://airnow.gov/ milik Environmental Protection Agency – United States (US EPA) bekerjasama dengan NASA. Airnow memuat fitur Air Quality Index (AQI) terkini dan prakiraan untuk parameter PM2,5 dan ozon. Tujuan pengembangan SRIKANDI versi 4.0 meliputi integrasi data satelit, in situ, luaran model atmosfer, dan pengetahuan pada SRIKANDI.

Integrasi estimasi data kualitas udara dari satelit yang telah dicapai berupa (1) estimasi konsentrasi PM2,5 sesaat (jam 13.30) dari AOT VIIRS/SNPP (750 m) (Gambar 54)

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

pengumpulan data AOT HIMAWARI 12 jam pengamatan (0,05O), (3) pengumpulan data NO2 vertical column dari OMPS/SNPP (50 km) dan TROPOMI/Sentinel5P (7 km), dan (4) pengumpulan data SO2 vertical column dari CrIS/SNPP (50 km), IASI/MetOp (50 km), OMPS/SNPP, dan TROPOMI/Sentinel5P. Integrasi data kualitas udara in situ yang telah dicapai berupa (1) pengujian kualitas data AQMS dengan hasil : data NO, NO2, CO, NOx sudah terkalibrasi namun belum ada data pembanding, SO2 dan O3 tidak valid, dan PM10 belum dikalibrasi (2) pengujian kualitas data Passive Sampler (SO2 dan NO2 DKI Jakarta) dengan melakukan validasi data sampel 7 dan 14 harian terhadap data AQMS dengan hasil untuk SO2 diperoleh koefisien korelasi yang kecil, yaitu sebesar 0,1, sedangkan untuk NO2

nilai korelasi cukup baik sebesar 0,54, dan (3) pengujian kualitas data Brewer dengan hasil data SO2 vertical column tidak valid (bernilai <-20). Integrasi data kualitas udara luaran model atmosfer yang telah dicapai berupa: (1) WRF Chem resolusi spasial 15 km dan 9 km dengan hasil verifikasi luaran model terhadap data insitu menunjukkan pola yang belum sesuai dan rentang nilai yang jauh, (2) MASINGAR (JMA) resolusi spasial 0.375O dengan hasil verifikasi data PM2,5 terhadap data insitu (model over estimate terhadap in situ) dan keterlambatan ketersediaan data 2 hari, dan (3) CAMS (Copernicus ESA) resolusi spasial 0,4O memiliki luaran prakiraan setiap jam selama 120 jam dan konfirmasi sebaran polutan memiliki kesesuaian pola. Integrasi informasi kualitas udara telah dicapai berupa perhitungan moving average 24 jam Indeks Kualitas Udara dari data luaran MASINGAR (Gambar 55).

Gambar 55 Indeks Kualitatas Udara Luaran Model MASINGAR Gambar 1 Estimasi PM2,5 dari AOT VIIRS/SNPP

DISIAPKAN OLEH DIPERIKSA OLEH PERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH

NSI DSI EHN HAL

Gambar 56 Komparasi anatara AQMS dengan Passive Sampler untuk NO2 diperoleh koefisien korelasi yang cukup baik, yaitu sebesar 0.54.

Dalam dokumen DISUSUN OLEH TIM LAKIN PSTA 2019 (Halaman 78-89)

Dokumen terkait