• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI

2.1.3 Model-model Implementasi Kebijakan Publik

Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah dikatakan Udoji dalam Wahab (2012:126) bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu hal penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan hanya akan berupa impian yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Implementasi kebijakan sesungguhnya sejak awal melibatkan sebuah proses rasional dan emosional yang teramat kompleks. Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain sebagaimana diuraikan berikut ini.

2.1.3.1 Model George Charles Edwards III

Dalam pendekatan yang diteoremakan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi (Agustino, 2014:149).

1. Komunikasi

Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus dikomunikasikan kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan

konsisten. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut, yaitu:

a. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut disebabkan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.

b. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu).

c. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas untuk dijalankan. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumber Daya

Menurut George C. Edward III (Agustino, 2014:151-152), sumber daya merupakan hal penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

a. Staf; sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan karena staf yang tidak memadai ataupun tidak kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat didalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

c. Wewenang; kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.

d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (saranan dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

3. Disposisi

Variabel selanjutnya yang memengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik bagi George C. Edward III adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi bias (Agustino, 2014:152).

Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi menurut George C. Edward III adalah:

a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.

b. Insentif; insentif merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh

para pembuat kebijakan memengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.

4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi

Bureaucratic Fragmentation karena struktur itu menjadikan proses

implementasi menjadi jauh dari efektif (Nugroho, 2011:636).

Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektivan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan publik. Berdasarkan penjelasan diatas, maka memahami struktur birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan publik.

Gambar 2.1

2.1.3.2 Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Dikutip dari Agustino (2014:141) model pendekatan yang dirumuskan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn bersifat

top-down dan disebut dengan A Model of The Policy Implementations.

Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang harus diperhatikan karena dapat memengaruhi keberhasilan implementasi, antara lain sebagai berikut.

1. Standar dan sasaran kebijakan. Yaitu perincian mengenai sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan beserta standar untuk mengukur pencapaiannya.

2. Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (dana, waktu dan berbagai insentif lainnya).

3. Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. 6. Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup 3 hal

penting, yakni (a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Gambar 2.2

Model Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn

2.1.3.3 Model G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli Dalam pandangan Cheema dan Rondinelli, ada 4 (empat) kelompok variabel yang dapat memengaruhi keberhasilan kinerja dan dampak suatu program, yakni: (1) kondisi lingkungan; (2) hubungan antar organisasi; (3) sumber daya organisasi untuk implementasi program; (4) karakteristik dan kemampuan agen pelaksana.

Gambar 2.3

2.1.3.4 Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier ada 3 (tiga) kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah (tractability of the problems); (2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of the statue to

structure implementation); (3) variabel lingkungan (nonstatutory

variables affecting implementation).

a) Karakteristik Masalah

1. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Sifat masalah akan memengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan.

2. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Apabila kelompok sasarannya homogen, suatu program akan relatif mudah diimplementasikan. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda.

3. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua populasi. Sebaliknya, akan relatif mudah apabila kelompok sasarannya tidak terlalu besar.

4. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat.

b)Karakteristik Kebijakan

1. Kejelasan isi kebijakan. Semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan, maka kan mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menerjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya ketidakjelasan isi kebijakan memiliki potensi lahirnya distosi dalam implementasi kebijakan.

2. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoretis. 3. Besarnya alokasi sumber daya finansial serta

dukungan-dukungan staf terhadap kebijakan tersebut.

4. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana.

5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

6. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.

7. Seberapa luas akses kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

c) Lingkungan Kebijakan

1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi karena program tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan teknologi modern.

2. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan.

3. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi kebijakan melalui intevensi terhadap keputusan-keputusan yang dibuat, memengaruhi badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif. 4. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan

implementor.

Gambar 2.4

Variabel yang Memengaruhi Implementasi Kebijakan menurut Mazmanian dan Sabatier

Dokumen terkait