• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model-Model Pengembangan Kurikulum

KONSEP PERUBAHAN KURIKULUM

8. Model-Model Pengembangan Kurikulum

Robert S. Zais dalam bukunya Curriculum Principles and

foundation yang dikutip oleh nana Syaodih mengemukakan delapan

model pengembangan kurikulum, yaitu, The Administrative Line-Staf

Model (Model Administratif), The Grass-Roots Model (Model

grass-roots), The Demonstration Model (Model demontrasi), Bauchamp’s

Model(Model Bauchamp),Taba’s Inverted Model(Model Taba),Rogers

Interpersonal Relation Model (Model Regers), The Systimatic

Action-Research Model (Model penelitian tindakan sistematik), Emerging

Technical Model(Model berdasarkan teknik yang sedang berkembang).48 Model–model pengembangan kurikulum merupakan bagian integral dalam studi pengembangan kurikulum, bahkan sering dianggap sebagai bagian yang lebih penting dibandingkan dengan dimensi lain, karena hasil akhir dari proses pengembangan kurikulum adalah kurikulum yang siap dan layak pakai. Model-model yang umum digunakan dalam pengembangan kurikulum adalah:

a. The Administrative (Line Staff) Model

Model ini dikembangkan oleh Smith, Stanley, and Shores pada tahun 1957. Model ini dikembangkan dengan sistem dari atas ke

30

bawah, dimana gagasan pengembangan kurikulum datang dari para pejabat atau administrasi pendidikan (seperti: Mendiknas, Kanwil, Dirjen, dan seterusnya) dan dengan menggunakan prosedur-prosedur administrasi yang bersifat sentralistik, kemudian dibuatlah keputusan tentang kebutuhan suatu program pengembangan kurikulum.49 Dan model ini sangatlah cocok apabila diterapkan bagi negara-negara yang menganut sistem sentralistik.

b. The Grass-Roots Model

Model grass roots (akar rumput) ini sama halnya dengan model Administrative (line staff) dikembangkan pula oleh Smith, Stanley, and Shores, namun model ini berbeda dengan rekayasa model administratif. Model grass roots diawali oleh para guru, pembina sekolah dengan mengabaikan metode pembuatan keputusan kelompok secara demokratis dan dimulai dari bagian-bagian yang lemah kemudian diarahkan untuk memperbaiki kurikulum tertentu secara spesifik atau bagian-baguan tertentu.50sehingga model grass root ini merupakan lawan dari model yang pertama yakni upaya pengembangan kurikulum bukan datang dari atas tapi dari bawah. c. Model Demontrasi

Model demontrasi pada awalnya dirancang untuk memperkenalkan inovasi kurikulum dalam skala kecil, yaitu hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah saja,51 tapi selanjutnya kurikulum ni mendapatkan sanggahan dari kalangan perguruan tinggi dan masyarakat hal itu dikarenakan adanya upaya untuk menerapkannya dalam program yang luas.

d. Beauchamp’s System

Model rekayasa kurikulum yang lain adalah model Beauchamp, sesuai dengan nama dari penciptanya, seorang ahli

49Rusman.op. cit. h.79 50Ibid., h.80

kurikulum bernama Beauchamp menurutnya untuk merancang sebuah kurikulum harus ditempuh lima langkah berikut:

Pertama, menentukan terlebih dahulu lokasi atau wilayah yang ditentukan sesuai dengan skala pengembangan kurikulum yang telah direncanakan. Bila kurikulum yang ingin dikembangkan berskala makro atau Nasional, wilayah atau lokasi yang akan dijadukan pilot projek adalah provinsi. Namun, seandainya bersifat daerah atau berskala mikro, kabupaten dapat dijadikan lokasi pilot projek. Penetapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimliki oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengambangan kurikulum. Kedua, menentukan personalia siapa saja yang akan ikut terlibat di dalam pengambangan kurikulum.

Ketiga, mengorganisasikan personalia tersebut ke dalam lima tim, yang terdiri dari: tim pengembang kurikulum, tim peneliti kurikulum, tim penyusun kurikulum baru, tim perumus kriteria kurikulum, serta tim penyususn dan penulis kurikulum baru.

Keempat, implementasi kurikulum. Pada tahap membutuhkan

kesiapan dalam banyak hal, sepeti guru sebagai pelaksana kurikulum di kelas, fasilitas, siswa, dana, manajerial pimpinan sekolah atau administrator.Kelimadan merupakan langkah yang terakhir adalah mengevaluasi kurikulum. Beauchamp mengemukakan beberapa hal yang perlu dievaluasi, yakni: evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru, evaluasi terhadap desain kurikulum, evaluasi terhadap hasil belajar, dan evaluasi terhadap sistem dalam kurikulum.52

e. Taba’s Inverted Model

Dalam kurikulum model Taba didalamnya terdapat lima langkah atau lima tahapan yaitu: Pertama mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Kedua menguji unit eksperimen. Ketiga mengadakan revisi dan konsolidasi. Keempat pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Kelima implementasi dan diseminasi.53

Kelima langkah atau tahapan di atas merupakan langkah-langkah yang harus dipenuhi ketika menggunakan pengembangan kurikulum model Taba.

52Sukmadinata.op. cit., h.164 53Ibid., h.167

32

f. Roger’sInterpersonal Relation Model

Terdapat empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers yang dikutip oleh Nana Syaodih. Langkah pertama, pemilihan target dari sistem pendidikan. Langkah kedua, partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Langkah ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang intesif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Keempat partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Perbedaan model Rogers dengan model lainnya adalah tidak adanya suatu perencanaan kurikulum tertulis tetapi hanya rangkaian kegiatan kelompok, hal itulah yang menjadi Ciri khas dari model Rogers.54

g. TheSystematic Action-Research Model

Pengembangan kurikulum dengan menggunakan Model penelitian Tindakan Sistematik yang dikembangkan oleh Smith, Stanley, and Shores mendasarkan pada asumsi bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial.55 yakni suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa dan guru, struktur dan sistem sekolah, pola relasi personal dan kelompok antara sekolah dan masyarakat.

Kurikulum ini dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain. Dan diantara langkah-langkah dalam pengembangannya adalah: langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-masalah kurikulum,. Kedua implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama.56

h. Emerging Technical Models

Model berdasarkan teknik yang sedang berkembang ini dicetuskan oleh Kirst dan Walker. Model ini muncul seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai bisnis 54Ibid., h.167-168

55Ibid., h.169 56Ibid., h.170

dalam budaya industri. Dalam model ini tumbuhlah kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal tersebut yaitu: The Behavioral Analysis Model, The system analysis model, The computer based model.57

The Behavioral Analysis Model, menekankan pada penguasaan

perilaku atau kemampuan. Perilaku atau kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi suatu perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara hierarkis.The System Analysis Model, model ini berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Model ini memiliki empat langkah, langkah pertama menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa, langkah kedua menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut, langkah ketiga mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan, dan yang terakhir langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan. The Computer-Based Model, merupakan suatu model pengembangan kurikulum yang memanfaatkan komputer, yaitu dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit kurikulum, yang mana tiap unit telah memiliki rumusan-rumusan dan hasil-hasil yang diharapkan, selanjutnya siswa dan guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit kurikulum tersebut dan setelah diadakan pengolahan yang disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam komputer.58

C. Perubahan Dan Implementasi Kurikulum 1. Perubahan Kurikulum

a. Konsep Perubahan Kurikulum

Menurut Prof. Dr. S.Nasution, perubahan tidak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi perbaikan selalu mengandung perubahan. Perbaikan berarti meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan pergeseran posisi kedudukan atau keadaan yang memungkinkan membawa perbaikan tetapi dapat juga memperburuk 57Ibid., h.171

34

keadaan. 59 Seperti halnya anak yang pada mulanya tidak mengenal ganja, dapat berubah menjadi anak yang mengenal ganja lalu terlibat kejahatan. Maka perubahan disini tidak mengandung perbaikan. Namun sering juga diadakan suatu perubahan yang mengandung perbaikan. Perubahan seperti inilah yang selalu dikaitkan dengan nilai, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai atau mutu. Jadi perubahan yang menekankanpada peningkatan nilai atau mutu lebih sering disebut dengan perbaikan.

Menurut para ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase, yakni fase inisiasi, yaitu taraf permulaan ide perubahan itu dilancarkan, dengan menjelaskan sifatnya, tujuan, dan luas perubahan yang ingin dicapai; fase legitimasi, saatnya orang menerima ide itu dan fase kongruesi, saat orang mengadopsinya, menyamakan pendapat sehingga selaras dengan pikiran para pencetus, sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan pencetus perubahan.60

Perubahan akan lebih berhasil bila dari pihak bawahan merasakan adanya kekurangan dalam suatu keadaan, sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi kepentingan bersama. Perubahan yang terjadi dari pihak atasan, biasanya tidak dapat bertahan lama, segera luntur dan hanya diikuti secara formal dan lahiriah. Apabila suatu perubahan dilakukan dengan cara melibatkan semua yang terlibat dalam perumusan masalah, pengumpul data, menguji alternatif, dan selajutnya mengambil kesimpulan berdasarkan percobaan, dianggap akan lebih mantap dan meresap di hati, cara seperti ini lebih efisien namun terlalu memakan waktu jangka panjang yang tidak efektif. Sehingga apabila ada perubahan dan perbaikan baru, yang lama ditinggalkan saja tanpa membekas.61

Dari paparan mengenai makna perubahan tersebut, untuk melakukan suatu perubahan dalam kurikulum tidak bisa dilakukan 59Nasution,Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009).,h.122

60Ibid., h.123 61Ibid.

tanpa melakukan perubahan pada seluruh pihak-pihak yang terkait, dengan demikian perubahan harus dilakukan juga terhadap guru dan organisasi yang terkait.

1) Guru

Perubahan kurikulum tidak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru sendiri. Seperti halnya manusia, guru juga seringkali tidak mudah untuk berubah, karena telah terbiasa dengan cara-cara yang lama, sehingga setiap terjadi perubahan maka akan mengganggu ketentramannya.62 Guru cenderung bersikap konservatif, sebab tugasnya terutama untuk melestarikan kebudayaan dengan menyampaikan pada generasi muda.

2) Mengubah Lembaga Atau Organisasi

Dalam mengubah lembaga atau organisasi akan menghadapi kesulitan lain. Tiap organisasi mempunyai struktur sosial tertentu dan setiap orang mempunyai status tertentu dalam menjalankan peranannya. Sikap orang terhadap perubahan pun berbeda-beda, ada yang bersedia menerima, ada yang menentang dan ada pula yang acuh-tak acuh.63 Sehingga perubahan hanya akan terjadi apabila semua orang bekerja sama, untuk menciptakan suatu kerja sama, salah satu caranya adalah semua orang harus menyadari akan adanya masalah yang dihadapi yang mengharuskan adanya perubahan.

b. Proses Perbaikan Kurikulum.

Dalam melakukan perbaikan kurikulum terdapat beberapa proses yang perlu diperhatikan diantaranya adalah mengetahui tujuan perbaikan, mengenal situasi sekolah, mengenal kebutuhan siswa dan guru, mengenal masalah yang dihadapi sekolah, mengenal kompetensi

62Ibid. 63Ibid.

36

guru, mengenal gejala sosial, mengetahui perkembangan dan aliran-aliran dalam kurikulum.64

Dokumen terkait