• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Model Pembelajaran Kooperatif

mengutamakan kerjasama antar siswa pada kelompoknya dalam

menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan

keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (B. Kusmanto

dan Pardimin, 2011).

5. Numbered Heads Together (NHT) merupakan tipe pembelajaran

kooperatif yang dirancang untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam

menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek

pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Diawali dengan

pemberian pertanyaan/ persoalan (setiap kelompok sama tetapi untuk

setiap siswa tidak sama sesuai nomor yang dimiliki siswa, setiap siswa

dengan nomor yang sama mendapat tugas yang sama), berpikir bersama

(diskusi kelompok dan diskusi kelas), kuis individual, dan penghargaan

kelompok.

6. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2010).

7. Aktif adalah mampu beraksi dan bereaksi (Depdikbud, 1988).

8. Keaktifan adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan

pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2006).

9. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar

bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian

masalah mengenai bilangan (Depdikbud, 1988).

10. Teorema Pythagoras adalah salah satu pokok bahasan yang dipelajari

siswa-siswi kelas VIII B semester gasal tahun ajaran 2012/ 2013 SMP

Tarakanita Magelang.

G. Manfaat Hasil Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman dalam meningkatkan wawasan

sebagai calon guru sehingga ketika terjun ke lapangan, peneliti dapat

mempersiapkan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan

2. Bagi Sekolah

Model pembelajaran kooperatif ini dapat dijadikan salah satu variasi dalam

proses pembelajaran. Jika model pembelajaran kooperatif ini tepat guna,

maka model ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk merancang

kegiatan pembelajaran selanjutnya.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan bagi para

9 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Belajar a. Pengertian Belajar

Terdapat aliran psikologi serta konsep-konsep hasil pemikiran ahli

pendidikan yang melandasi teori belajar, antara lain:

1) Behaviorisme

Menurut Suyono dan Hariyanto (2011), behaviorisme

merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih

kepada sisi fenomena jasmaniah, mengabaikan aspek-aspek mental

seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam

belajar. Aliran ini sangat menekankan kepada perlunya perilaku

(behavior) yang diamati. Beberapa ahli yang menyatakan

pengertian belajar sesuai dengan aliran behaviorisme, antara lain:

a) Herman Hudojo (1988)

Belajar adalah kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan

tingkah laku.

b) Garry dan Kingsley dalam Trianto (2011)

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinal

c) Suyono dan Hariyanto (2011)

Lebih dijelaskan lagi bahwa belajar adalah proses perubahan

tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar siswa dengan

sumber-sumber atau objek belajar, baik yang sengaja dirancang

maupun yang tidak sengaja dirancang tetapi dimanfaatkan.

2) Konstruktivisme

Menurut Suyono dan Hariyanto (2011), kontruktivisme adalah

sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan

merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi

pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup.

Dengan demikian, belajar semata-mata adalah suatu aktivitas

mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif

dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan

dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap (W.

S. Winkel, 1991).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

proses interaksi yang aktif antar siswa dengan pendidik dan sumber

belajar pada lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan

b. Teori-teori Belajar

Beberapa teori-teori belajar, antara lain:

1) Teori Perkembangan Kognitif Piaget (Trianto, 2011)

Teori perkembangan kognitif Piaget memandang

perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara

aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui

pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

Tahapan-tahapan perkembangan kognitif Piaget:

a) Sensorimotor (lahir sampai 2 tahun)

Terbentuknya konsep “kepermanenan objek” dan kemajuan

gradual dari perilaku reflektif ke perilaku yang mengarah

kepada tujuan. Mereka mengandalkan kemampuan sensorik

dan motoriknya untuk melihat, meraba, memegang, mencium,

mendengarkan, dan menggerakkan anggota tubuhnya.

b) Praoperasional (2 sampai 7 tahun)

Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk

menyatakan objek-objek dunia. Dengan adanya perkembangan

bahasa dan ingatannya, anak pun mampu mengingat banyak

hal, tetapi pemikiran anak dibatasi oleh egosentrisnya, yaitu

bahwa ia tidak menyadari jika orang lain mempunyai

pandangan yang berbeda dengannya tentang suatu objek atau

c) Operasi Konkret (7 sampai 11 tahun)

Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Pada

tahap ini, anak sudah mampu berpikir secara operasi konkret,

serta pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh

keegosentrisan.

d) Operasi Formal (11 tahun sampai dewasa)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan murni

simbolis. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui

penggunaan eksperimentasi sistematis. Sehingga anak sudah

mampu bekerja secara efektif dan sistematis, secara

proposional, serta menarik generalisasi secara mendasar.

Dari teori belajar menurut Piaget dapat disimpulkan bahwa

pengalaman dan interaksi aktif anak sangat penting untuk

membangun sistem makna dan pemahaman realitas. Oleh karena

itu, guru dalam mendesain pembelajaran hendaknya menyesuaikan

dengan taraf perkembangan dan kemampuan siswanya.

2) Teori Penemuan Jerome S. Bruner

Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan

pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan

sendirinya memberi hasil yang paling baik. Bruner menyarankan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka memperoleh

pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen sehingga

menemukan prinsip-prinsip itu sendiri (Trianto, 2011). Tiga

tahapan perkembangan intelektual menurut Bruner (Udin S.

Winataputra, dkk, 2008) meliputi:

a) Enaktif

Pembelajaran dilakukan melalui tindakan dan memiliki karakter

manipulasi yang tinggi. Pembelajaran seperti ini sangat

diperlukan oleh anak-anak yang mulai dapat memahami

beberapa aspek realita/ kejadian tanpa menggunakan imajinasi

atau kata-kata. Ia akan dapat memahami sesuatu dari berbuat

atau melakukan sesuatu.

b) Ikonik

Pembelajaran yang dilakukan melalui model-model,

serangkaian gambar-gambar atau grafik yang menggambarkan

suatu konsep tetapi tidak mendefinisikannya dan visualisasi

verbal. Pada pembelajaran ini tidak lagi memerlukan

manipulasi objek-objek pembelajaran secara langsung.

c) Simbolik

Pembelajaran dimana anak sudah mampu menggambarkan

kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam

memahami dunia sekitarnya anak-anak belajar melalui

Dari tiga tahap perkembangan intelektual menurut Bruner

dapat disimpulkan bahwa partisipasi aktif dengan konsep-konsep

dan prinsip-prinsip yang dibangun sendiri akan memberikan hasil

yang maksimal.

2. Pembelajaran

Pengertian pembelajaran, antara lain menurut:

a. Mohamad Surya (1995)

Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannnya.

b. Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam

Udin S. Winatapura, dkk (2008)

Pembelajaran ialah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar.

c. Trianto (2011)

Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk

membelajarkan siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang

diharapkan.

Dari pengertian pembelajaran menurut beberapa para ahli maka dapat

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk

mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan

berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan

aktivitas pembelajaran (B. Kusmanto dan Pardimin, 2011).

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Th. Widyantini (2006), model

pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi

mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran.

Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan,

melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.

b. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas

daripada strategi, metode atau prosedur (Kardi dan Nur dalam Trianto,

2011). Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak

dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah

1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya.

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar

(tujuan pembelajaran yang akan dicapai).

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil.

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu

dapat tercapai.

c. Macam-macam Model Pembelajaran

Macam-macam model pembelajaran, antara lain:

1) Model pembelajaran klasikal (Suherman, 2001)

Model pembelajaran klasikal adalah model pembelajaran yang

umum diterapkan di sekolah. Pada model ini guru mengajar

sejumlah siswa yang kemampuannya dianggap relatif sama dalam

sebuah ruangan. Dengan demikian, kondisi belajar siswa secara

individual baik menyangkut minat dan kecepatan belajar sukar

untuk diperhatikan oleh guru. Sehingga pembelajaran dengan

model seperti ini tidak dapat melayani kebutuhan belajar siswa

secara individu.

2) Model pembelajaran individual (Suherman, 2001)

Model pembelajaran individual memberi kesempatan kepada siswa

siap untuk menempuh ulangan atau ujian. Model pembelajaran ini

menawarkan solusi terhadap masalah siswa yang beraneka ragam.

3) Model pembelajaran kooperatif (B. Kusmanto dan Pardimin, 2011)

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama antar siswa pada kelompoknya dalam

menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan

keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

4. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan

sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk

bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan

asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan

benar-benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas lebih

efektif (Anita Lie, 2008).

Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar

akademik siswa yang meningkat, siswa dapat menerima berbagai

keragaman dari temannya, dan mengembangkan keterampilan sosial.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pada pembelajaran kooperatif

kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan

pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan,

saling membantu belajar, serta saling menilai kemampuan dan peran

diri sendiri maupun teman lain.

b. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Roger dan Johnson (Imam Suyitno, 2011) menjelaskan bahwa

tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.

Ada lima unsur model yang harus diterapkan untuk bisa dikatakan

model pembelajaran kooperatif. Kelima unsur tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Saling ketergantungan positif

Semua anggota kelompok bekerja secara sinergis dalam

mengembangkan kelompoknya. Dalam hal ini, guru harus

memberikan tugas yang berbeda-beda untuk setiap anggota

kelompok, sehingga setiap anggota kelompok bergantung dan

bertanggung jawab terhadap anggota yang lainnya dalam kelompok

itu. Termasuk untuk menciptakan saling ketergantungan ini adalah

cara penilaian yang unik. Setiap siswa selain mendapat nilai

2) Tanggung jawab perseorangan

Dengan tugas yang berbeda-beda, setiap anggota kelompok

bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya

untuk dilaporkan kepada teman-teman sekelompoknya.

3) Tatap muka

Setiap anggota kelompok berkesempatan untuk menyampaikan

hasil kerjanya.

4) Komunikasi antar anggota

Komunikasi dalam kelompok harus merata pada setiap individu

anggota kelompok, tidak boleh didominasi oleh siswa tertentu.

5) Evaluasi proses kelompok

Untuk melakukan refleksi apakah kerja kelompoknya sudah baik

atau perlu ada perbaikan. Refleksi ini tidak harus dilakukan pada

setiap kerja kelompok, tapi dapat dilakukan secara berjangka.

c. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut B. Kusmanto dan Pardimin (2011), model pembelajaran

kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Siswa bekerja secara kooperatif dalam kelompoknya untuk

menyelesaikan materi belajar.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang bervariasi, ditinjau dari

kemampuan akademis, ras, suku, budaya, jenis kelamin, dan

3) Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada individu.

d. Keuntungan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

1) Keuntungan model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif menurut Gulley dalam Jack R.

Gibb (1960) mempunyai banyak keuntungan, yaitu:

a) Anggota-anggota kelompok mempunyai lebih banyak sumber

belajar daripada individual.

b) Anggota kelompok sering terstimulus oleh anggota yang lain.

c) Kelompok lebih mungkin menghasilkan keputusan yang lebih

baik.

d) Komitmen anggota kelompok mungkin merasa lebih kuat.

e) Partisipasi dapat meningkatkan pemahaman personal dan

sosial.

2) Kelemahan model pembelajaran kooperatif

Kemungkinan negatif model pembelajaran kooperatif menurut

Gulley dalam Jack R. Gibb (1960), antara lain:

a) Diskusi dapat memakan atau menghabiskan waktu.

b) Diskusi dapat sia-sia.

e. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif (Trianto, 2011) adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Indikator Perilaku Guru

Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar.

Fase 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase 3 Mengorganisasikan

siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas.

Fase 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6 Memberikan

penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu kelompok.

Sumber: Ibrahim, dkk (2000)

f. Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, diantaranya

adalah sebagai berikut:

1) STAD (Student Team Achievement Divisions)

STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang sederhana

dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah

anggota tiap kelompok 4 - 5 orang siswa yang heterogen. Ide dasar

yang melatarbelakangi adalah untuk memotivasi siswa dalam

usahanya memahami dan mendalami materi yang disampaikan oleh

pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan

penghargaan kelompok.

2) Jigsaw

Dalam tipe jigsaw, siswa bekerja dalam satu kelompok yaitu ada

kelompok asal dan kelompok ahli, dan setiap kelompok asal

anggotanya heterogen. Setiap siswa dalam kelompok asal,

anggotanya diberi tugas untuk menjadi tim ahli pada suatu topik

atau materi pembelajaran. Setelah mempelajari dalam kelompok

ahli, masing-masing siswa kembali ke kelompok asal untuk

menyampaikan/ menjelaskan materi yang telah mereka pelajari

dalam kelompok ahli.

3) TGT (Team Games Tournament)

Tipe TGT pada prinsipnya hampir sama dengan STAD, yang

berbeda hanyalah cara mengetahui kemampuan pemahaman

siswanya saja. Kalau STAD diakhiri dengan pemberian

penghargaan kelompok berdasarkan skor peningkatan kuis

individu, sedangkan TGT diakhiri dengan permainan atau

turnamen yang pesertanya merupakan perwakilan dari

masing-masing kelompok yang tingkat kemampuannya sama.

4) NHT (Numbered Heads Together)

NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang

untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang

terhadap isi pelajaran tersebut. Diawali dengan penyampaian

tujuan pembelajaran, pembagian kelompok, pemberian pertanyaan/

persoalan (setiap kelompok sama tetapi untuk setiap siswa tidak

sama sesuai nomor yang dimiliki siswa, setiap siswa dengan nomor

yang sama mendapat tugas yang sama), berpikir bersama (diskusi

kelompok dan diskusi kelas), kuis individual, dan penghargaan

kelompok.

Dokumen terkait