• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian teori

2.1.2. Model Pembelajaran kooperatif

menggambar simbol, bermain congklak, kemampuan meniru suara hewan. Selanjutnya gerakan kemampuan fisik, kemampuan ini didapat melalui pelatihan, meliputi: melakukan senam, olahraga bola besar, lompat tinggi, lompat jauh, acrobat, berselancar, mengangkat barbell, menari dan lainnya. Berikutnya gerak terampil, meliputi: berselancar, jungkat-jungkit, bersepeda, bermain panah. Terakhir adalah gerak kreatif dan keindahan. Gerakan ini memberikan keindahan/nilai estetika. Gerakan ini meliputi: gerakan memahat, gerak menari, gerakan grouping dan sebagainya.

Sehingga peneliti merumuskan definisi prestasi belajar sebagai hasil/kompetensi yang dikuasai/diperoleh siswa melalui kegiatan belajar yang dikerjakan, diselesaikan dan diciptakakan setelah mengalami pengalaman belajar meliputi ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Penelitian ini lebih memfokuskan pada prestasi belajar ranah kognitif.

2.1.2. Model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif membahas definisi model pembelajaran kooperatif, karakteristik model pembelajaran kooperatif, tujuan model pembelajaran kooperatif, unsur-unsur model pembelajaran kooperatif, macam-macam model pembelajaran kooperatif, perbandingan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I dan tipe Jigsaw II, penghargaan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II.

2.1.2.1. Definisi model pembelajaran kooperatif

Menurut Trianto (2009:56) pembelajaran kooperatif menganut paham konstruktivisme. Melalui pembelajaran kooperatif siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas

22

secara bersama-sama guna mencapai tujuan. Melalui pembelajaran kooperatif setiap siswa memiliki tugas dan tanggungjawab yang sama untuk mencapai keberhasilan kelompok. Kelas kooperatif terbentuk atas kelompok kecil yang terdiri dari siswa yang sederajat namun heterogen dalam hal kemampuan, jenis kelamin, ras dan masing-masing saling membantu. Melalui belajar dalam kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi aktif baik dalam berfikir maupun mengikuti kegiatan belajar. Siswa saling membantu dalam memahami materi yang disajikan oleh guru untuk mamahami secara mendalam dan menyeluruh sehingga tercapai ketuntasan materi.

Slavin (2007) dalam Rusman (2010:201) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mendukung siswa untuk berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif mengkondisikan guru berperan sebagai fasilitator yang menjembatani siswa mencapai pemahaman yang lebih tinggi. Siswa sebagai pusat pembelajar yang aktif memiliki kesempatan untuk mengembangkan, mengungkapkan dan menerapkan ide serta pengetahuannya dalam belajar. Pembelajaran kooperatif memungkinkan adanya interaksi seimbang antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa serta guru dengan siswa. Nurulhayati (2002:25) dalam Rusman (2010:203) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai strategi belajar yang melibatkan keikutsertaan penuh dari siswa dalam suatu kelompok kecil untuk dapat berinteraksi. Taniredja (2011:55) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama dalam kelompok antar siswa guna mencapai tujuan bersama. Lie (2010) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan istilah pembelajaran gotong-royong, pembelajaran yang mengkondisikan siswa

23

melakukan kerjasama dengan siswa lain dalam mengerjakan tugas yang disediakan guru secara terstruktur. Isjoni (2008:156) menguraikan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengkondisikan siswa terbagi dalam kelompok kecil terdiri dari 4-5 siswa yang melakukan kerjasama dengan tujuan belajar bersama. Majid (2013:175) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang memberikan dua fungsi bagi siswa yakni sebagai pembelajar yang membelajarkan dirinya sendiri dan pembelajar yang membelajarkan siswa lain.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan pembelajaran kooperatif adalah proses belajar yang menekankan kerjasama dan gotong royong antar siswa di dalam kelompok kecil sehingga siswa memiliki kesempatan berinteraksi serta saling membelajarkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara optimal.

2.1.2.2. Karakteristik model pembelajaran kooperatif

Taniredja (2011:56), Ibrahim dalam Majid (2013:176) dan Johnson dan Johnson dalam Taniredja (2011:59) menguraikan ciri-ciri pembelajaran kooperatif dengan kesamaan pendapat sebagai berikut:

Pembelajaran kooperatif mendukung siswa untuk mencapai ketuntasan materi belajar dan kesuksesan kelompok siswa bekerjasama, bertanggung jawab atas kelompok. Selanjutnya dalam kelompok, siswa melakukan kerjasama dengan kondisi siswa yang heterogen pada tingkat kecerdasan (tinggi, menengah, rendah). Siswa dikelompokkan secara heterogen berdasarkan keragaman suku, ras, latar belakang budaya, jenis kelamin dan lain-lain. Pembelajaran kooperatif mengupayakan kerjasama kelompok dari pada perorangan untuk memacu

24

kerjasama dan hubungan yang harmonis dengan pemberian penghargaan/reward kelompok unggul.

Johnson dan Johnson (1984) dalam Taniredja (2011:59) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif yang berbeda dari gagasan di atas, yaitu: Pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa memiliki hubungan saling ketergantungan yang positif antar anggota kelompok. Selain itu siswa memiliki tanggung jawab secara pribadi. Setiap siswa berperan sebagai pemimpin bagi temannya. Pembelajaran kooperatif memberikan tugas yang dikerjakan siswa secara bersama dalam kelompok.

Melalui kerja sama kelompok menanamkan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif menempatkan guru berperan sebagai fasilitator/pengamat proses belajar.

Efektivitas kegiatan belajar kelompok tergantung pada peranan masing-masing siswa.

Berdasarkan uraian dari para tokoh, peneliti menyimpulkan bahwa yang menjadi karakteristikmodel pembelajaran kooperatif adalah siswa bekerja di dalam kelompok kecil, kelompok terbentuk berdasarkan siswa yang memiliki gender, ras, budaya, tingkat kecerdasan yang berbeda (heterogen), adanya penghargaan atas kinerja kelompok, melatih keterampilan sosial siswa, efektivitas pembelajaran tergantung dari peran masing-masing siswa, guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran, terjalinnya saling ketergantungan siswa secara positif, siswa bertanggung jawab atas pemahamannya sendiri sekaligus atas pemahaman teman-temannya.

25

2.1.2.3. Tujuan model pembelajaran kooperatif

Johnson dan Johnson dalam Trianto (2009:57) menjelaskan tujuan pembelajaran kooperatif adalalah mengoptimalkan proses belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa serta pemahaman materi secara individu maupun kelompok. Zamroni (2000) dalam Trianto (2009:57) juga menambahkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif mampu mengatasi kesenjangan pendidikan antar siswa serta meningkatkan solidaritas sosial antar siswa. Sehingga pembelajaran kooperatif dapat mencetak generasi baru yang memiliki prestasi tinggi serta memiliki rasa solidaritas sosial yang kokoh. Menurut Trianto (2009:58) pembelajaran kooperatif meningkatkan partisipasi siswa, mengkondisikan siswa untuk dapat mengambil keputusan kelompok serta mengakomodasai siswa dalam mengupayakan interaksi dan belajar secara bersama-sama dengan latar belakang yang berbeda. Pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa sekaligus sebagai guru yang saling membelajarkan. Pengemasan pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa bekerjasama dan aktif, siswa terlatih untuk mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama yang sangat mengakomodasi bagi kehidupan di masyarakat.

Depdiknas dalam Taniredja (2011:60) dan Majid (2013:175) memiliki persamaan gagasan terkait tujuan pembelajaran kooperatif yaitu:

Pertama meningkatkan prestasi belajar siswa melalui meningkatkan kinerja siswa dalam tugas belajar serta mengkondisikan siswa sebagai pembelajar bagi siswa lain yang kurang mampu memahami terhadap materi yang sulit. Artinya melalui pembelajaran kooperatif siswa akan memperoleh prestasi belajar

26

yang lebih tinggi karena siswa memahami secara mendalam materi-ateri ajar yang disediakan.

Kedua mengajarkan kepada siswa untuk menerima dan menghargai perbedaan yang dimiliki setiap pribadi, baik secara fisik, ras, agama, strata sosial, prestasi belajar maupun latar belakang siswa.

Ketiga mengembangkan keterampilan sosial siswa sebagai makhluk sosial yang mampu berkomunikasi aktif, bekerjasama dan mengambil keputusan dalam kelompok dan kepekaan sosial pada teman.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan kinerja siswa akan materi-materi ajar secara bersama-sama guna meningkatkan prestasi belajar siswa, memberi pemahaman siswa untuk menghargai dan menerima perbedaan yang ada antara siswa satu dengan yang lain, menyiapkan generasi yang cerdas serta diimbangi dengan kepekaan dan keterampilan sosial yang tinggi.

2.1.2.4. Unsur-unsur model pembelajaran kooperatif

Pendapat Roger dan David Johnson dalam Lie (2010:31-35) menjelaskan bahwa tidak semua belajar dalam kelompok dapat dikatakan pembelajaran kooperatif. Berikut ini unsur-unsur pembelajaran kooperatif untuk mencapai hasil belajar secara optimal:

Saling ketergantungan positif, pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk bekerjasama guna mencapai tujuan kelompok. Keberhasilan memahami materi dan mencapai prestasi belajar yang tinggi bergantung pada usaha dan kerjasama antar anggota dalam kelompok. Setiap siswa merasa dirinya sebagai bagian dari kelompok. Pembelajaran kooperatif memacu tiap anggota untuk ikut

27

andil dalam pembelajaran guna memperoleh nilai yang tinggi untuk dirinya sendiri serta bagi kelompok.

Tanggung jawab perorangan, cooperatif learning membuat siswa merasa bertanggung jawab dalam mencapai hasil yang terbaik. Masing-masing siswa mempersiapkan dengan sebaik-baiknya materi/tugas yang yang harus diselesaikan. Sebab jika tidak dipersiapkan dengan baik akan terlihat bahwa siswa belum menyiapkan materi yang akan dipelajari, misalnya dalam tipe Jigsaw II siswa yang tidak mempersiapkan diri akan terlihat dengan mudah.

Tatap muka, setiap kelompok diberi kesempatan untuk berdiskusi yang akan menguntungkan dalam kegiatan belajar. Sebab siswa saling bertukar pikiran sehingga dapat memperkaya pengetahuan antar anggota. Siswa saling membelajarkan dan saling membantu apabila ditemui kesulitan dalam memahami suatu materi. Sekaligus siswa juga mampu melakukan interaksi dengan antar teman secara pribadi.

Komunikasi antar anggota, sebagai anggota kelompok siswa diharapkan mampu membangun interaksi dan komunikasi dengan sesama teman. Siswa juga harus belajar bagaimana menyampaikan ide-ide, menghargai orang yang sedang mengutarakan pendapat, menyetujui pendapat teman, menyanggah ide teman dan lain-lain. Proses berkomunikasi yang baik ini tidak serta merta dapat langsung tertanam dalam pikiran siswa. Hal ini merupakan proses pembelajaran yang panjang. Melalui belajar berkomunikasi yang baik siswa akan memperoleh keuntungan dan manfaat yang luar biasa bagi perkembangan mental dan emosi para siswa.

28

Evaluasi proses kelompok, guru perlu menjadwalkan kegiatan evaluasi proses kerja siswa dan kelompoknya agar kerjasama antar siswa dalam belajar dalam kelompok semakin efektif dan meningkatkan pemahaman siswa akan materi ajar.

Isjoni (2012: 78-79) menguraikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

Siswa yang bekerja dalam kelompok hendaknya memahami dengan baik tujuan dari kegiatan kerja kelompok, sehingga pemerolehan materi dapat lebih mendalam dan luas.

Level Kooperasi. Guru harus memantau bagaimana jalannya diskusi kelompok, apakah diskusi dapat memberi pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari serta bagaimana kemajuan belajar siswa melalui kegiatan belajar yang telah ditempuh.

Pola interaksi. Siswa dalam kelompok saling menjalaskan materi yang dibahas, saling membatu memahami, menyampaikan dan menerima gagasan mendorong semangat belajar. Melalui langkah ini dengan sendirinya siswa akan berinteraksi dengan teman-teman kelompoknya secara dekat.

Evaluasi. Kegiatan evaluasi ditekankan pada kemajuan prestasi belajar siswa dan kontribusi kelompok dalam membelajarkan teman-temannya.

Berdasarkan gagasan para tokoh, dapat disimpulkan unsur-unsur pembelajaran kooperatif meliputi: adanya komunikasi dan tatap muka antar anggota, masing-masing siswa memiliki tanggung jawab, saling ketergantungan positif antar siswa, evaluasi yang ditekankan pada pencapaian pemahaman kelompok.

29

2.1.2.5. Macam-macam pembelajaran kooperatif

2.1.2.5.1. Student Team Achivement Devision (STAD)

Menurut Huda (2012:116) menjelaskan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa masuk dalam kelompok dengan gender, ras, kemampuan latar belakang yang berbeda-beda. Pertama-tama siswa mengerjakan soal pretest, kemudian siswa dalam kelompok mempelajari materi bersama teman dengan saling membelajarkan. Setelah itu siswa secara mandiri mengerjakan kuis yang disediakan guru, siswa tidak boleh saling membantu. Skor kuis kemudian dibandingkan dengan nilai pretest. Peningkatan nilai tiap siswa dibandingkan dengan poin kemajuan siswa. Kelompok yang unggul dalam pembelajaran diberikan penghargaan kelompok berdasarkan kemajuan siswa dalam tim sehingga siswa termotivasi untuk memperoleh skor tinggi.

2.1.2.5.2. Teams Games Tournament (TGT)

Slavin (1995) dalam Huda (2012:116-117) memaparkan bahwa praktek STAD dan TGT sebenarnya tidak jauh berbeda, yang membedakan adalah jika pada STAD terdapat kuis, maka dalam TGT diganti dengan istilah game akademik. Siswa dalam tim yang berjumlah 5 anggota memainkan game di meja turnamen.

Sebelum memainkan game turnamen kelompok belajar bersama untuk mempersiapkan diri dengan mempelajari lembar materi. Dalam TGT tiap siswa memiliki tangung jawab individual untuk memperoleh nilai tinggi. Nilai tiap siswa nantinya akan dikontribusikan bagi nilai kelompok, karena kelompok yang unggul nilainya akan diberi penghargaan.

30

2.1.2.5.3. Team Acceleraleted Instruction (TAI)

Huda (2012:125) menjelaskan bahwa dalam tipe TAI siswa bergabung berdasarkan kemampuan yang beragam yang terdiri dari 4-5 siswa. Pada mulanya TAI diterapkan khusus untuk mata pelajaran matematika/keterampilan hitung. Melalui TAI siswa saling bekerjasama untuk saling mengecek tugas temannya dan saling memberi bantuan jika dibutuhkan. Pemberian nilai dilakukan dengan memberikan tes individu dan guru memperhatikan setiap siswa. Perhatian itu bukan hanya sejauh mana siswa dapat menyelesaikan tugas, namun juga bagaimana siswa dapat mengerjakan tugas secara mandiri tanpa mancontek. Kelompok yang unggul dalam rata-rata nilai atas kontribusi tiap siswa diberi penghargaan (reward). Akuntabiilitas individu sangat dibutuhkan pada tipe ini.

2.1.2.5.4. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Menurut Stavens (1987) dalam Huda (2012:126) menjelaskan bahwa tipe CIRC digunakan untuk meningakatkan ketrampilan membaca dan menulis. Langkah-langkah CIRC meliputi penilaian awal (pretest) dan kuis. Penghargaan diberikan kepada kelompok yang mengalami peningkatan secara signifikan dalam ketrampilan membaca dan menulis. Setiap siswa belajar sesuai level kemampuan yang telah dikuasai. Kontribusi anggota kelompok didasarkan dari perolehan hasil dari kerja mandiri.

2.1.2.5.5. Jigsaw I

Aronson (2011) mengatakan bahwa esensi dari Jigsaw I adalah dimana setiap siswa dalam kelompok memiliki satu potongan gambaran informasi khusus yang masing-masing berbeda, lalu siswa tersebut bertangging jawab untuk dapat

31

mengajarkannya kepada teman dalam kelompoknya. Seluruh gambaran informasi yang bergabung tersebut seperti layaknya puzzle utuh.

Isdjoni (2008) menambahkan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I siswa berkelompok 4-6 anggota kelompok yang heterogen. Kunci dari Jigsaw I adalah saling ketergantungan, yaitu setiap siswa bergantung pada teman satu kelompoknya utuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Dalam pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw I siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa diberi tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, kemudian diberi lembar ahli yang terdiri atas topik-topik yang berbeda. Topik-topik tersebut yang akan menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca.

2.1.2.5.6. Jigsaw II

Menurut Suprijono (2009:89) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II diawali dengan pengenalan topik yang akan didiskusikan. Kemudian guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa. Siswa dalam kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari dan mendalami bagian/sub materi. Lalu siswa menuju kelompok ahli dengan bidang kajian yang relatif sama bagi siswa anggota kelompoknya. Siswa melakukan diskusi, tukar pikiran dan gagasan serta saling berkomunikasi secara aktif antar teman. Selanjutnya siswa kembali lagi dalam kelompok asal, mereka menyampaikan hasil didiskusi dan saling membelajarkan antar siswa sampai semua siswa memahami semua materi secara utuh. Setelah semua siswa memahami materi, guru menutup pembelajaran dengan Memberi review topik yang telah dipelajari. Wardana (2002) dalam Isjoni (2008:155) meyatakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II mendorong siswa

32

beraktifitas dan saling mambantu dalam kelompok untuk memahami materi ajar sehiingga tercapai prestasi belajar yang optimal.Untuk mencapai efektivitas pembelajaran serta pencapaian prestasi belajar yang signifikan dalam mata pelajaran sejarah, salah satu tipe yang tepat untuk digunakan adalah Jigsaw II (Isjoni, 2008:157).

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II merupakan model pembelajaran yang mengkondisikan siswa belajar secara berkelompok dengan anggota 4-6 siswa, setiap siswa diberikan kesempatan untuk memahami keseluruhan materi yang kemudian berdiskusi dalam kelompok ahli dan kembali dalam kelompok asal untuk saling membelajarkan dimana setiap anggota kelompok saling memiliki ketergantungan positif antara satu siswa dengan yang lainuntuk dapat saling membelajarkan sehingga semua siswa mengalami perkembangan belajar yang termuat dalam prestasi belajar untuk dikontribusikan bagi pemerolehan penghargaan kelompok (reward).

2.1.2.5.7. Jigsaw III

Jigsaw III dikembangkan oleh Kagan (1990). Menurut Huda (2012:122) menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang menonjol antara tipe Jigsaw IIdan Jigsaw III, perbedaan tipe Jigsaw III adalah dalam pelaksanaan tipe Jigsaw III dilaksanakan pada kelas bilingual. Kelas bilingual terdapat para pembelajar Bahasa Inggris dengan level proficiency yang berbeda. Karena diterapkan dalam kelas bilingual maka biasanya menggunakan Bahasa Inggris untuk materi ajar, bahan, lembar kerja dan kuisnya.

33

2.1.2.6. Perbandingan langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw I dan tipe Jigsaw II

2.1.2.6.1. Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw I

Menurut Stepen, Sikes dan Snapp (1978) dalam Rusman (2011) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai berikut: Siswa dibagi dalam kelompok dengan jumlah 1 sampai 5 siswa. Kemudian tiap siswa dalam kelompok diberikan materi yang berbeda. Setiap siswa dalam kelompok diberikan materi yang ditugaskan. Selanjutnya setiap siswa yang berasal dari kelompok yang berbeda yang telah mempelajari materi yang sama saling berkumpul dikelompok baru (kelompok ahli) untuk saling berdiskusi. Kemudian siswa yang ahli dalam materi masing-masing kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan materi yang dikuasainya dan teman lain memperhatikan dengan seksama. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. Guru memberikan kuis/evaluasi.

2.1.2.6.2. Langkah-langkah Jigsaw II

Slavin (2008: 237) pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II cocok untuk materi yang berbentuk narasi. Jigsaw II mengkondisikan siswa bekerja dalam kelompok dan tersusun secara heterogen. Kelompok yang unggul dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II diberikan penghargaan (reward) atas keberhasilan tim. Penentuan tim unggul sama dengan cara penentuan skor rekognisi tim pada STAD. Pertama-tama siswa diberikan kuis awal untuk menentukan kemampuan awal siswa yang nantinya dibandingkan dengan kuis akhir sebagai kemajuan belajar siswa serta kemajuan belajar kelompok.

Selanjutnya siswa dibagikan materi yang akan dibahas secara keseluruhan, kemudian siswa membaca seluruh materi tersebut. Setelah itu siswa masuk dalam

34

kelompok asal. Dalam kelompok asal siswa diberi tugas untuk membaca secara mendalam salah satu topik yang berbeda. Kemudian setelah membaca materi-materi itu siswa menuju dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan materi-materi-materi-materi yang menjadi tugas mereka. Kelompok ahli terdiri dari siswa yang mempelajari materi sama. Lalu siswa kembali ke dalam kelompok asal untuk mengutarakan hasil diskusi dalam kelompok ahli sampai semua anggta mamahami. Kegiatan diakhiri dengan kuis yang mencakup keseluruhan materi, hasil kuis menjadi kontribusi anggota bagi kelompok; penskoran didasarkan pada skor perkembangan individu. Selanjutnya kontribusi anggota itu untuk menentukan kelompok yang mendapat penghargaan.

Huda (2012:118) mengungkapkan dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II setiap kelompok berkompetensi untuk meraih penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok dipertimbangkan berdasarkan penampilan masing-masing anggota kelompok untuk memacu meningkatkan kualitas kinerja kelompok.

Implementasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II berbeda dengan implementasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I. Perbedaan antara pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II bahwa dalam Jigsaw II siswa telah mempelajari secara keseluruhan materi ajar yang akan dibahas sebelum siswa masuk ke dalam kelompok ahli (expert) selanjutnya kegiatan pembelajaran diakhiri dengan kuis secara individu, namun kontribusi hasil kuis individu berpengaruh dalam pemberian penghargaan (reward) bagi kelompok yang unggul sedangkan pada pembelajaran Jigsaw I siswa hanya mempelajari potongan materi sehingga pemahaman siswa akan materi yang dibahas ada kemungkinan kurang menyeluruh. Kemudian dalam

35

Jigsaw I juga tidak ada pemberian penghargaan bagi kelompok yang memacu peningkatan prestasi belajar siswa.

2.1.2.7. Penghargaan (reward) dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II

Menurut Slavin (2010) dalam Jigsaw II diberikan penghargaan (reward) atas keunggulan kelompok. Dalam pemberian penghargaan berdasarkan rekognisi tim. Penentuan reward dilakukan dengan melihat kemajuan skor tertinggi. Penentuan skor kemajuan siswa didasarkan pada penentuan skor kemajuan pada STAD.

2.1.2.7.1. Poin kemajuan individu

Penentuan penghargaan individu, pertama-tama guru memberikan soal awal (pretest) untuk menentukan skor awal masing-masing siswa. Setelah diperoleh nilai awal dan pelaksanaan pembelajaran, guru memberikan soal kuis untuk mengetahui hasil belajar siswa pada pertemuan tersebut. Poin kemajuan individu ditentukan dengan membandingkan skor awal dan skor kuis. Penentuan kemajuan poin individu pada pembelajran Jigsaw II sama dengan penentuan kemajuan poin dalam STAD. Berikut tabel penentuan poin kemajuan individu menurut Slavin (2010):

Tabel 2.1. Poin kemajuan individu

No. Skor kuis Poin kemajuan

1 Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

2 10-1 di bawah skor awal 10

3 Sampai 10 di atas skor awal 20

4 Lebih dari 10 skor awal 30

36

2.1.2.7.2. Penghargaan kelompok

Menurut Rusman (2011:216) pemberian penghargaan kelompok diberikan atas akumulasi poin kemajuan individu. Berikut ini kualifikasi predikat penghargaan skor kelompok:

Tabel 2.2. Poin kemajuan kelompok

No. Rata-rata skor Kualifikasi

1 0 ≤ N ≤ 5 -

2 6 ≤ N ≤ 15 Tim yang baik (Good team)

3 16 ≤ N ≤ 20 Tim yang sangat baik (Great team)

4 21 ≤ N ≤ 30 Tim istimewa (Super team)

Dokumen terkait