• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK

B. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Made Wena,”Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa rasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang

membantu dan memotivasinya.”16

Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka telah beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperative

learning dalam bentuk belajar kelompok. Dalam pembelajaran ini

akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication).

15

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), Cet.I, h. 13.

16

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), cet.2, h. 189.

18

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.17

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berkelompok yang memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dengan cara berdiskusi dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Menurut Rusman, pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif memilki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:18

1. Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif

17

Rusman, Model-Model Pembelajaran (Jakarta: Rajawali Pers , 2013),cet.6, h. 202.

18

a. Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan b. Fungsi manajemen sebagai organisasi

c. Fungsi organisasi sebagai kontrol 3. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama yang baik, pembelajaran tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4. Keterampilan bekerja sama

Kemauan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah diterapkan.

Berdasarkan uraian di atas, di dalam belajar kooperatif terdapat empat unsur penting, untuk terciptanya pembelajaran yang efektif jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi maka pembelajaran belum tercapai.

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson & Johnson ,“Tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan

20

keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.”19

Kemudian Zamroni menyatakan bahwa,” Manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa.”20

Menurut Sharan menyatakan bahwa, “Pembelajaran dengan

sistem pengelompokan dapat menyebabkan berpindahnya motivasi dari tataran eksternal pada tataran internal. Dengan kata lain, ketika siswa bekerja sama dalam menyelesaikan sebuah tugas, mereka akan tertarik pada materi pembelajaran tersebut karena menyadari

kepentingannya sebagai siswa terhadap materi tersebut.”21

Masing-masing model memiliki dasar pemikiran atau dasar filosofis yang berbeda dan memiliki tujuan yang berbeda untuk dicapai melalui penciptaannya. Akan tetapi, masing-masing model memiliki banyak prosedur dan strategi spesifik yang sama, seperti kebutuhan untuk memotivasi siswa, menetapkan ekspektasi, atau membicarakan tentang berbagai hal.22

Sesuai dengan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menerima keberagaman masing-masing siswa, dan dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan ini

19

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Cet. 4, h. 57.

20 Ibid. 21

Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, Model-model Pengajaran, Terj. dari

Models of Teaching oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),

Cet. 2, h. 309.

22

Richard I Arends, Belajar untuk Mengajar, Terj. dari Learning To Teach oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 25.

sangat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa melakukan organisasi yang saling bergantung sama lain. Jadi diharapkan dengan menggunakan metode Kooperatif tipe Time Token Arends ini siswa mampu lebih aktif dalam berdiskusi maupun saat sesi tanya jawab.

4. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Terdapat lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif

(cooperative learning), yaitu:

1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence) yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin tidak bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan tugasnya dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya.

2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability) Yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

22

3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction) Yaitu, memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication) Yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

5. Evaluasi proses kelompok

Yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.23

Tabel 2.1

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan

23

bacaan. Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

5. Metode Time Token Arends

Menurut Arends strategi pembelajaran Time token merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah, proses pembelajaran yang demokratis adalah proses yang menempatkan siswa sebagai subyek. Mereka harus mengalami sebuah perubahan kearah yang lebih positif. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dari tidak tau menjadi tahu. Dalam proses pembelajaran, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama.

24

Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif, model ini digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.24

Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal/bahasa, visual, auditif, taktik, dan lain-lain. Ada dua cara yang membantu siswa agar pesan tersebut mudah diterima. Cara pertama perlu adanya pengulangan sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya. Cara kedua adalah siswa menyebutkan kembali pesan yang disampaikan guru kepadanya. Cara pertama dilakukan oleh guru sedangkan cara kedua menjadi tugas siswa melalui pertanyaan yang disampaikan guru kepada siswa.25

Dalam pelaksanaan pembelajaran Time Token Arends ada beberapa langkah-langkah, sebagai berikut :

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar. 2) Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi

klasikal.

3) Guru memberi tugas pada siswa.

4) Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa.

5) Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar. Satu kupon untuk satu kesempatan berbicara. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang

24

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), Cet. 5, h. 239.

25

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. 2, h. 214.

kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.

6) Guru memberi sejumlah nilai berdasarkan waktu yang digunakan tiap siswa dalam berbicara.26

a. Kelebihan Model Time Token Arends :

- Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasinya.

- Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali - Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran

- Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi - Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya

b. Kekurangan Model Time Token Arends :

- Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja - Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak - Memerlukan banyak waktu untuk persiapkan dan dalam proses pembelajaran, karena semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.

- Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran.

Dokumen terkait