• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TIME TOKEN ARENDS

UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS TERPADU

(Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta) Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh: Febriani Herlina NIM: 1111015000090

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode Kooperatif Tipe Time Token Arends terhadap hasil belajar IPS Siswa kelas VII.5 dan VII.6 di SMPN 87 Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari-Mei 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen tipe

Nonequivalent Control Group Design. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VII

SMPN 87 Jakarta. Dengan menggunakan purpose sampling, sampel yang terpilih yaitu kelas VII.5 & VII.6.

Instrument penelitian yang digunakan adalah tes hasil belajar berupa 20 soal berbentuk pilihan ganda, observasi dan wawancara. Teknik analisis data yang dilakukan untuk pengujian hipotesis adalah SPSS Versi 20. Pengujian dilakukan dengan uji hipotesis menggunakan uji statistisk non parametrik teknik Uji Man Withney-U dan berdasarkan hasil perhitungan diperoleh perhitungan posttest kelas kontrol dan eksperimen yakni posttest di dapat Asymp Sig (2-tailed) < 0,05 (,000<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan Hₐ diterima maka rata-rata hasil belajar IPS siswa pada kelas eksperimen berbeda dengan rata-rata hasil belajar IPS siswa pada kelas control dan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends terhadap hasil belajar IPS siswa.

Dari perhitungan tersebut dapat digambarkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends dapat meningkatkan hasil belajar IPS dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Sehingga bagi guru IPS perlu menerapkan model Kooperatif Tipe Time

Token Arends.

(8)

vii

Time Token Arends To Improve Student Results in Learning Integrated IPS (Quasi Experiments in SMPN87 Jakarta)", Thesis Studies Geography Education, Department of Social Sciences, Faculty of Science Tarbiyah and Teaching, University of Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

This study aims to determine the effect of the use of methods Cooperative Type Time Token Arends on learning outcomes IPS graders VII.5 and VII.6 in SMPN 87 Jakarta. The research was conducted in the month from February to May 2015. The method used is the quasi-experimental method Nonequivalent type Control Group Design. The population is all seventh grade students of SMPN 87 Jakarta. By using purposive sampling, sample chosen that class VII.5 and VII.6.

Research instrument used was a test of learning outcomes in the form of 20 multiple choice questions, observations and interviews. Data analysis was conducted to test the hypothesis SPSS Version 20. Then proceed to test the hypothesis using a non-parametric test techniques statistisk Man Whitney-U test, and based on the calculations, the calculation and experimental posttest control group in the posttest can Asymp Sig (2-tailed) <0.05 (, 000 <0.05) , This indicates that the H0 is rejected

and H accepted then the average results of social studies students in the

experimental class different from the average of the results of social studies students in the control class, and it can be concluded that there are significant use of teaching methods Cooperative Type Time Token Arends on learning outcomes IPS students.

From these calculationscan be described that learning using cooperative learning model type Time Token Arends IPS can improve learning outcomes than the control class that uses the conventional model. So for a social studies teacher needs to implement cooperative model of Type Time Token Arends.

(9)

iv

kehendak-Nya lah skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang tauladan sempurna yang patut dicontoh oleh ummatnya.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis tidak akan bertambah tanpa bimbingan,pengarahan, dan dukungan dari berbagai pihak, yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A selaku Dekan FITK.

3. Ketua Jurusan Pendidikan IPS Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd yang tak pernah lelah ataupun bosan meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan motivasi agar penulis menjadi pribadi yang berbekal pendidikan yang baik.

4. Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS Bapak Syaripulloh, M.Si yang sudah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi penulis. 5. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si pembimbing yang penuh dengan

kesabaran dan perhatian yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Semoga Bapak dan keluarga senantiasa selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

(10)

v

8. Ibu Hj. Neneng Junaesih, S.Pd selaku Kepala SMPN 87 Jakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di sekolah yang Beliau pimpin serta terimakasih atas segala wejangan dan motivasi yang Beliau berikan.

9. Bapak Hadis, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS yang telah membimbing dan memberikan nasihat selama penelitian.

10.Orang tua tercinta atas motivasi yang luar biasa: Ibu Hj. Mardiyah dan Bapak H. Nisan terkasih yang tak henti-henti memanjatkan doa yang disertai cucuran air mata kepada-Nya untuk anaknya agar selalu mendapat ridho-Nya di setiap langkah perjuangan menempuh kesuksesan dunia dan akhirat. Terimakasih untuk cinta dan doa tulus mu disetiap langkah ku. Selesainya skripsi ini adalah bukti persembahan ananda untuk kalian. 11.Kakak tersayang diantaranya (Alm. Masanih), Samsiah, Neneng Hasanah,

Nanang, Dedi Efendi, dan Didi Marhadi. Terimakasih atas doa dan motivasi dari kalian yang tak terhingga.

12.Sahabat Tersayang diantaranya Fajriyatul Azizah, Ria Liniarti, Nur Alfi Lail, Nia Firiyani, Gaun Rifani, Dewi Anzani, Nurin Hanifati Amalia, Dian Permatasari, Nur Hayani, Fuji Hastuti, Vina Viniati, dan Nur Ariyani. Terimakasih atas kobaran semangat untuk terus maju bersama-sama meyelesaikan skripsi ini dalam rangka meneruskan pendidikan. 13.Terima kasih untuk Nurul Hidayanti dan saudara kembar Eva dan Evi

Nurlaeli atas semangatnya untuk bersama-sama menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.

14.Rekan-rekan seperjuangan Geografi 2011.

Jakarta, September 2015

(11)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Teoritis ... 8

1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 8

a. Pengertian Belajar ... 8

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 11

c. Pengertian Pembelajaran……….. 14

2. Hakikat Hasil Belajar ... 16

B. Model Pembelajaran Kooperatif... 17

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 17

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 18

(12)

ix

2. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial ... 27

3. Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial .... 28

D. Penelitian yang Relevan ... 29

E. Kerangka Berpikir ... . 32

F. Hipotesis Penelitian. ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Metode dan Desain Penelitian ... 34

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 37

D. Peran dan Posisi Peneliti ... 37

E. Data dan Sumber Data ... 38

F. Instrumen Tes ... 39

G. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan Study ... 44

H. Taraf Kesukaran ... 46

I. Uji Daya Pembeda ... 47

J. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ... 48

K. Hipotesis Statistik ... 52

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 53

B. Hasil Penelitian ... 58

C. Analisis Data danUji Hipotesis Analysis ... 66

D. Pembahasan ... 72

(13)

x

B. Saran ... 79

(14)

xi

Tabel 3.2 Desain Penelitian... 36

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 38

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrument Soal Pretest dan Posttest ... 39

Tabel 3.5 Lembar Observasi Siswa Kelas Eksperimen ... 41

Tabel 3.6 Kisi-kisi Pedoman Wawancara..………. 43

Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda ... 47

Tabel 4.1 Identitas Sekolah………... 53

Tabel 4.2 Data Rombongan Belajardan Guru SMPN 87 Jakarta ... 54

Tabel 4.3 Data Siswa dalam tiga Tahun Terakhir ... 56

Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana SMPN 87 Jakarta ... 56

Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Instrumen..………. .. 58

Tabel 4.6 Distribusi data Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen ... 59

Tabel 4.7 Distribusi data Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 61

Tabel 4.8 Kategori Nilai N Gain Kelas Kontrol dan Eksperimen………… 65

Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Mean Pretest dan Posttest……….. 66

Tabel 4.10 Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 67

Tabel 4.11 Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen ... 67

Tabel 4.12 Uji Normalitas Pretes Kelas Kontrol ... 68

Tabel 4.13 Uji Normalitas Posttest Kelas Kontrol... 68

Tabel 4.14 Data Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 69

Tabel 4.15 Data Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 70

(15)

xii

Arends dengan hasil belajar siswa. ... 33

(16)

xiii

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 104

Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Soal ... 111

Lampiran 4 Soal Pretes dan Posttest ... 113

Lampiran 5 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 118

Lampiran 6 Hasil Nilai Pretest dan Posttest ... 119

Lampiran 7 Observasi Siswa Kelas Eksperimen ... 123

Lampiran 8 Observasi Siswa Kelas Kontrol ... 126

Lampiran 9 Aktivitas Mengajar Kelas Eksperimen ... 128

Lampiran 10 Aktivitas Mengajar Kelas Kontrol ... 130

Lampiran 11 Wawancara Siswa Pra Penelitian ... 132

Lampiran 12 Wawancara Siswa Setelah Tindakan... 136

Lampiran 13 Wawancara Guru ... 139

Lampiran 14 Uji N-Gain Kelas Eksperimen... 141

Lampiran 15 Uji N-Gain Kelas Kontrol ... 143

Lampiran 16 Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 145

Lampiran 17 Normalitas Posttest Kelas Eksperimen ... 146

Lampiran 18 Normalitas Pretest Kelas Kontrol ... 147

Lampiran 19 Normalitas Posttest Kelas Kontrol ... 148

Lampiran 20 Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 149

Lampiran 21 Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 150

Lampiran 22 Uji Hipotesis Mann-Whitney U ... 151

(17)

1

Dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, maka sekolah sebagai lembaga penyelenggaraan pendidikan formal merupakan komponen penting dalam mempersiapkan generasi anak bangsa untuk mampu menghadapi kompetisi secara global di dalam aktifitas masyarakat.

Pada dasarnya manusia hidup di dunia ini memerlukan pendidikan. Pendidikan itu merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang. Pendidikan adalah suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. Namun kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh oleh negara-negara lain. Salah satu permasalahannya adalah rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

(18)

kurangnya ruang untuk siswa berpikir kreatif dalam mengekspesikan bakat dan kemampuannya. Karena pada dasarnya siswa memiliki cara berpikir yang berbeda-beda.

Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum di Indonesia masih jauh tertinggal karena kurikulum saat ini hanya didasarkan pengetahuan pemerintah saja tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Kurikulum dibuat di Jakarta sehingga kurikulum hanya terpusat di daerah sekitar kota Jakarta dan kota besar lainnya. Tidak memperhatikan kondisi di daerah terpencil.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan (PBB) yang

diluncurkan di New York, Jum’at (15/11/2013), indeks pembangunan

pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2013 adalah 0,603. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-108 dari 187 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,910 – 1. Kategori medium berada di atas 0,67, sedangkan kategori rendah di bawah 0,67.1

Banyak masalah – masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, diantaranya yaitu pengembangan kurikulum yang ditingkatkan sesuai tuntutan zaman. Peningkatan mutu berbasis sekolah, proyek peningkatan mutu guru, pengembangan media pembelajaran atau alat media pembelajaran yang sudah difasilitasi pemerintah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Model pembelajaran atau metode pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang, yaitu peserta didik melakukan

1

United Nations Development Programme, “Education Development Index, “ artikel diakses

(19)

proses belajar sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogramkan.2 Tetapi banyak sekolah yang tidak menggunakan model pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik yang berdampak pada prestasi belajar siswa.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial. Dalam pelajaran IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama guru harus dapat menyampaikan pelajaran dengan baik karena materi pelajaran IPS cukup luas. Guru harus menyelesaikan ketuntasan belajar siswa, sehingga perlu perencanaan pembelajaran dengan menggunakan media, alat peraga yang menunjang untuk belajar dan metode yang sesuai dengan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru juga harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memberikan stimulus sehingga membangkitkan semangat siswa untuk belajar IPS .

Metode yang tidak tepat digunakan akan menjadi penghalang kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu yang terbuang sia-sia. Oleh karena itu, seorang guru IPS dituntut untuk menerapkan metode yang efektif sehingga benar-benar dapat membangkitkan minat belajar peserta didik sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terpenuhi. Maka seorang guru harus mempunyai wawasan luas terhadap ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat ini dan mampu menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien guru harus mempunyai kemampuan tertentu, adapun kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yaitu kemampuan menguasai bahan ajar, mengelola kelas serta dapat menempatkan metode-metode yang tepat pada saat proses belajar mengajar berlangsung di kelas.3

2

Rasyad Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003), Cet 4, h. 14.

3

(20)

Seperti halnya dengan pemberian materi pembelajaran IPS di kelas, bukan hanya menggunakan metode yang monoton tetapi pembelajaran IPS juga dapat memakai dengan berbagai macam metode. Pemilihan suatu metode perlu memperhatikan suatu materi yang disampaikan oleh guru kepada peserta didiknya, dari tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, dan banyaknya peserta didik yang diikut sertakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Dan dari pemilihan suatu metode pembelajaranlah minat peserta didik untuk belajar akan semakin terpacu lagi.

Hal serupa juga dialami oleh siswa kelas VII SMP Negeri 87 Jakarta dimana siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Pada saat guru menjelaskan materi masih banyak siswa yang mengobrol dengan teman sebangkunya terutama siswa yang duduk di belakang. Hal ini dikarenakan pada saat guru selesai menjelaskan materi dan guru memberikan waktu untuk siswa bertanya, siswa tidak ada yang bertanya. Namun sebaliknya pada saat guru memberikan pertanyaan kepada siswa, tidak ada siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru. Terbukti dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMPN 87 Jakarta, dari 3 kelas (VII.4, VII.5, VII.6) ada sekitar 80,3% siswa yang memperoleh nilai IPS berkisar antara 47 – 60.4 Sementara nilai IPS mencapai standar ketuntasan yakni 70.5 Hal ini juga ditunjukkan dengan hasil wawancara kepada 10 siswa pada tanggal Senin, 2 Maret 2015 pukul 10.10 WIB, diperoleh data yang menyatakan bahwa siswa sendiri beranggapan bahwa pelajaran IPS itu kurang menarik karena mereka mengaku bahwa pelajaran IPS selalu menekankan siswa untuk menghapal dan selalu mendengarkan guru berbicara.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di kelas VII SMP Negeri 87 Jakarta, penulis beranggapan perlu adanya model pembelajaran yang tepat

4

Hasil daftar nilai ulangan harian tengah semester siswa (UTS) kelas VII.4, VII.5, VII.6 semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015.

5

(21)

untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPS adalah metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token

Arends.

Pada dasarnya metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token

Arends, sangat membantu guru IPS untuk mengajarkan keterampilan sosial

kepada peserta didiknya, karena dalam penerapan metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends memberikan gambaran kepada peserta didik, agar mereka memilki keterampilan sosial khususnya dalam hal mengemukakan pendapat mereka di depan kelas saat ada diskusi kelompok dan sesi tanya jawab. Dengan demikian peserta didik dapat saling berbagi pengetahuan kepada sesama teman.

Adanya metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends ini dapat melatih peserta didik dalam hal saling berinteraksi antar peserta didik untuk bekerjasama dalam memberikan pendapat dan pengetahuan satu sama lain. Selain itu metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends dapat menumbuhkan rasa keberanian berpikir kritis serta berani untuk mengemukakan pendapatnya dengan baik di depan kelas.

Oleh karena itu dengan adanya penerapan metode pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends guru dapat dijadikan suatu alternatif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang optimal dan efektif. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar diperlukan teknik atau cara belajar yang tepat karena ini merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran peserta didik.

(22)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa masalah diidentifikasikan, sebagai berikut:

1. Pada proses pembelajaran, guru kurang melakukan metode pembelajaran yang menarik, hal ini menyebabkan pembelajaran berlangsung secara monoton dan mengakibatkan siswa menjadi jenuh. 2. Selama proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, belum

terlihatnya keaktifan belajar siswa.

3. Rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, hal ini dibuktikan dengan 80,3% siswa yang masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

C. Pembatasan Masalah

Dari pernyataan yang timbul dalam identifikasi masalah dan agar peneltian ini mencapai tujuan yang diharapkan, maka dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah ini pada: “Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di SMPN 87 Jakarta.”

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh penggunaan metode Kooperatif Tipe Time Token Arendsterhadap hasil belajar IPS siswa?”

E. Tujuan Penelitian

(23)

pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends terhadap hasil belajar IPS siswa.”

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat bagi setiap masyarakat pendidikan, diantaranya:

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terhadap metode yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

2. Praktis

a. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan wawasan baru dalam membahas masalah yang berkaitan dengan pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends.

b. Bagi guru, dapat mengembangkan kreatifitas guru dalam menerapkan strategi pembelajaran dan dapat meningkatkan pemahaman belajar siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.

c. Bagi sekolah yang diteliti agar dapat memberikan wacana baru tentang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang dinginkan oleh para siswanya. Memberikan masukan pada sekolah dalam menghasilkan guru-guru yang kreatif.

(24)

8

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Teoritis

1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar

Menurut Kolb dan Malcolm Tight belajar adalah proses pengetahuan dikreasi melalui transformasi pengalaman.1 Belajar adalah kebutuhan dalam kehidupan manusia, sama pentingnya seperti bekerja dan berteman. Seperti dikemukakan oleh David Kolb maka belajar adalah cara adaptasi utama manusia, jika kita tidak belajar maka tidak bisa bertahan hidup, dan kita tentu saja tidak akan berhasil baik. Belajar itu kompleks dan meliputi berbagai aspek kehidupan.

Sementara menurut Jarvis belajar adalah: (1) ada tidaknya perubahan perilaku permanen sebagai hasil dari pengalaman; (2) perubahan relatif sering terjadi yang merupakan hasil dari praktek pembelajaran; (3) proses di mana pengetahuan di gali melalui transformasi pengalaman; (4) proses transformasi pengalaman yang menghasilkan pengetahuan, skill, attitude; (5) mengingat informasi.2

Menurut Skinner, “Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: (1) kesempatan terjadinya peristiwa yang

1

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet.2, h. 178.

(25)

menimbulkan respons pebelajar; (2) respons si pebelajar, dan; (5) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut.”3

Sedangkan menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar.4 Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut: (i) persiapan untuk belajar, (ii) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), dan (iii) alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapatkan kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan performansi digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali dan respons, serta penguatan.5 Tahap alih belajar meliputi pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakuan secara umum. Adanya tahap dan fase belajar tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran.

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks

3

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), cet 5, h. 9.

4

Ibid,. h.10.

5

(26)

menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan,

(knowledge), atau a body of knowledge.

Menurut Witherington menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Sependapat dengan Witherington, Crow menyatakan bahwa, “Belajar merupakan diperolehnya kebiasaan -kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru.”6

Kemudian,W.S.Wingkel menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.”7

Belajar adalah proses yang aktif, sehingga apabila siswa tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respons siswa terhadap stimulus guru, tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki. Keterlibatan siswa atau respon siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar seperti memecahkan masalah, memecahkan tugas-tugas yang diberikan guru dan lain-lain.8

6

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. 2, h. 11.

7

Ibid,. h.14.

8

(27)

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses mencari dan mengetahui apa yang tidak mereka ketahui menjadi tahu. Belajar merupakan perubahan tingkah laku seorang individu karena sebuah pengalaman, melalui pengalaman tersebut menghasilkan sebuah pengetahuan, kemampuan, dan informasi.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar 1. Faktor-faktor internal belajar

Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar dapat berhubungan dengan karakteristik/ciri siswa, baik berkenaan dengan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkaitan dengan sikap terhadap belajar, motivasi, konsentrasi, pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali kembali pesan yang telah tersimpan, unjuk hasil belajar. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi proses belajar siswa:

a. Ciri khas/karakteristik siswa; b. Sikap terhadap belajar; c. Motivasi belajar; d. Konsentrasi belajar; e. Mengolah bahan belajar; f. Menggali hasil belajar; g. Rasa percaya diri.9

9

(28)

2. Faktor-faktor eksternal belajar

Keberhasilan belajar siswa di samping ditentukan oleh faktor-faktor internal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor-faktor-faktor eksternal. Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada di luar diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar yang dicapai siswa. Tidak sedikit siswa yang memilki hasil belajar yang relative rendah, akan tetapi karena guru mampu merencanakan kegiatan belajar dengan baik, menggunakan pendekatan dan strategi pembelajaran yang tepat, serta menerapkan pendekatan-pendekatan bimbingan belajar yang sesuai dengan kondisi siswa, dan mampu merubah hasil belajar siswa yang rendah menjadi lebih baik. Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain:10

a. Faktor guru

Dalam ruang lingkup tugasnya, guru dituntut untuk memiliki sejumlah keterampilan terkait dengan tugas-tugas yang dilaksanakannya. Faktor pertama adalah karena cepatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi. Guru-guru juga harus mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya menyampaikan informasi, melainkan juga mendorong para siswa untuk belajar secara bebas dalam batas-batas yang ditentukan sebagai anggota kelompok. Factor kedua adalah terjadinya perubahan pandangan di dalam masyarakat yang memiliki implikasi pada upaya-upaya pengembangan pendekatan terhaap siswa. Faktor ketiga adalah perkembangan

10

(29)

teknologi baru yang mampu menyajikan berbagai informasi yang lebih cepat dan menarik.

b. Lingkungan sosial (termasuk teman sebaya)

Sebagai makhluk social maka setiap siswa tidak mungkin melepaskan dirinya dari interaksi dengan lingkungan, terutama teman-teman sebaya di sekolah. Sekolah merupakan sistem social di mana setiap orang yang ada di dalamnya terikat oleh norma-norma dan aturan-aturan sekolah yang disepakati sebagai pedoman untuk mewujudkan ketertiban pada lembaga pendidikan tersebut. di samping pendidikan formal sekolah, para siswa biasanya juga memiliki norma-norma dan aturan-aturan yang lebih spesifik sebagai suatu konsensus bersama untuk ditaati oleh anggota kelompok masing-masing.

Lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh positif dan dapat pula memberikan pengaruh negatif terhadap siswa. Tidak sedikit siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar karena pengaruh teman sebaya yang mampu memberikan motivasi kepadanya untuk belajar. Demikian pula banyak siswa yang mengalami perubahan sikap karena teman-teman sekolah memilki sikap positif yang dapat ia tiru dalam pergaulan atau interaksi sehari-hari.

c. Kurikulum sekolah

(30)

Seluruh aktivitas pembelajaran, pemilihan materi pembelajaran, menentukan pendekatan dan strategi/metode, memilih dan menentukan media pembelajaran, menentukan teknik evaluasi, kesemuanya harus berpedoman pada kurikulum.

c. Pengertian Pembelajaran

Menurut Wenger, “Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu

yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual,

kolektif, ataupun sosial.”11

Sedangkan menurut Dewey, semua pengetahuan, pemikiran, dan pembelajaran dapat muncul melalui pengalaman. Seorang individu dapat bekerja, tetapi agar ia bisa belajar, ia harus berefleksi terhadap apa yang dikerjakan. Tindakan pembelajaran melibatkan baik komponen sensorik atau eksperiental maupun komponen mental atau kognitif.12

Pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang, yaitu peserta didik melakukan proses belajar sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogramkan.13 Unsur kesengajaan melalui perencanaan oleh pihak guru merupakan ciri utama pembelajaran. Upaya pembelajaran yang berporos kepada pihak guru, dilaksanakan secara sistematis yaitu dilakukan dengan

11

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), Cet. 5, h. 2.

12

Ibid., h. 39.

13

(31)

langkah-langkah teratur dan terarah secara sistematik yaitu secara utuh dengan memperhatikan berbagai aspek.

Fungsi pembelajaran mencakup pengelolaan belajar, dan sumber-sumber belajar yang masing-masing mempunyai komponen sebagai berikut :

1. Komponen pengelolaan belajar terdiri dari :

a. Membangkitkan minat belajar peserta didik.

b.Mengemukakan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan belajar.

c. Mentransformasikan materi pengajaran

d.Memberitahukan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik.

e. Membimbing dan melatih peserta didik.

f. Menjaga ketertiban kelas atau penguasaan kelas. g. Melakukan evaluasi terhadap pekerjaan peserta didik. h. Memberikan umpan balik kepada peserta didik.

i. Membetulkan kesalahan yang diperbuat oleh peserta didik. 2. Sumber-sumber belajar terdiri dari komponen berikut :

a. Merumuskan tujuan belajar. b. Kriteria keberhasilan.

c. Metodologi pengajaran yang digunakan. d. Materi dan media pengajaran yang digunakan.

e. Petunjuk, tugas, latihan dan tes (pre test dan post test). f. Lingkungan atau suasana belajar.14

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses belajar mengajar dimana peserta didik belajar sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh sekolah.

14

(32)

Pembelajaran merupakan rekonstruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau kelompok.

2. Hakikat Hasil Belajar

Hakikat belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.

Dalam proses belajar terjadi proses berpikir yang melibatkan mental, proses berpikir, dan keterampilan sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan. Maka dengan adanya suatu pemahaman dan penguasaan materi yang didapat siswa dalam proses belajar mengajar maka siswa memahami apa yang sebelumnya ia tidak ketahui. Perubahan inilah yang disebut hasil belajar.

Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan / pengalaman dalam bidang keterampilan, nilai, dan sikap.

(33)

pencapaian tujuan pengajaran.Pada bagian lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa.15

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu. Seseorang dapat dikatakan berhasil apabila ia melakukan sesuatu, dan ia mendapatkannya dengan hasil yang memuaskan. Siswa dapat dikatakan berhasil apabila ia mendapatkan prestasi yang bagus disekolahnya, tentu prestasi yang bagus itu dilakukan melalui usaha yaitu belajar.

B. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Made Wena,”Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa rasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang

membantu dan memotivasinya.”16

Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka telah beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperative

learning dalam bentuk belajar kelompok. Dalam pembelajaran ini

akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication).

15

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), Cet.I, h. 13.

16

(34)

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.17

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berkelompok yang memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dengan cara berdiskusi dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Menurut Rusman, pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif memilki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:18

1. Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif

17

Rusman, Model-Model Pembelajaran (Jakarta: Rajawali Pers , 2013),cet.6, h. 202.

18

(35)

a. Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan b. Fungsi manajemen sebagai organisasi

c. Fungsi organisasi sebagai kontrol 3. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama yang baik, pembelajaran tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4. Keterampilan bekerja sama

Kemauan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah diterapkan.

Berdasarkan uraian di atas, di dalam belajar kooperatif terdapat empat unsur penting, untuk terciptanya pembelajaran yang efektif jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi maka pembelajaran belum tercapai.

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

(36)

keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.”19

Kemudian Zamroni menyatakan bahwa,” Manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa.”20

Menurut Sharan menyatakan bahwa, “Pembelajaran dengan

sistem pengelompokan dapat menyebabkan berpindahnya motivasi dari tataran eksternal pada tataran internal. Dengan kata lain, ketika siswa bekerja sama dalam menyelesaikan sebuah tugas, mereka akan tertarik pada materi pembelajaran tersebut karena menyadari

kepentingannya sebagai siswa terhadap materi tersebut.”21

Masing-masing model memiliki dasar pemikiran atau dasar filosofis yang berbeda dan memiliki tujuan yang berbeda untuk dicapai melalui penciptaannya. Akan tetapi, masing-masing model memiliki banyak prosedur dan strategi spesifik yang sama, seperti kebutuhan untuk memotivasi siswa, menetapkan ekspektasi, atau membicarakan tentang berbagai hal.22

Sesuai dengan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menerima keberagaman masing-masing siswa, dan dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan ini

19

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Cet. 4, h. 57.

20 Ibid. 21

Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, Model-model Pengajaran, Terj. dari

Models of Teaching oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),

Cet. 2, h. 309.

22

(37)

sangat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa melakukan organisasi yang saling bergantung sama lain. Jadi diharapkan dengan menggunakan metode Kooperatif tipe Time Token Arends ini siswa mampu lebih aktif dalam berdiskusi maupun saat sesi tanya jawab.

4. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Terdapat lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif

(cooperative learning), yaitu:

1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence) yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin tidak bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan tugasnya dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya.

(38)

3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction) Yaitu, memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication) Yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

5. Evaluasi proses kelompok

Yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.23

Tabel 2.1

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan

23

(39)

bacaan. Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

5. Metode Time Token Arends

(40)

Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif, model ini digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.24

Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal/bahasa, visual, auditif, taktik, dan lain-lain. Ada dua cara yang membantu siswa agar pesan tersebut mudah diterima. Cara pertama perlu adanya pengulangan sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya. Cara kedua adalah siswa menyebutkan kembali pesan yang disampaikan guru kepadanya. Cara pertama dilakukan oleh guru sedangkan cara kedua menjadi tugas siswa melalui pertanyaan yang disampaikan guru kepada siswa.25

Dalam pelaksanaan pembelajaran Time Token Arends ada beberapa langkah-langkah, sebagai berikut :

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar. 2) Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi

klasikal.

3) Guru memberi tugas pada siswa.

4) Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa.

5) Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar. Satu kupon untuk satu kesempatan berbicara. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang

24

Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), Cet. 5, h. 239.

25

(41)

kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.

6) Guru memberi sejumlah nilai berdasarkan waktu yang digunakan tiap siswa dalam berbicara.26

a. Kelebihan Model Time Token Arends :

- Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasinya.

- Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali - Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran

- Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi - Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya

b. Kekurangan Model Time Token Arends :

- Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja - Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak - Memerlukan banyak waktu untuk persiapkan dan dalam proses pembelajaran, karena semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.

- Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran.

C. Hakikat Pendidikan IPS

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Menurut Sumaatmadja, pelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi

26

(42)

kebutuhan materilnya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber daya yang ada di permukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya, dan lain sebagainya.27

Sedangkan menurut Djahiri dan Ma’mun IPS merupakan ilmu

pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.28

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sosial yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, psikologi sosial.29

IPS sebagai ilmu pengetahuan baru mulai diketengahkan dalam Kurikulum Sekolah tahun 1975 (SMP-SMA) dan tahun (SPG). Mata pelajaran ini berperan memfungsionalkan dan merealisasikan ilmu-ilmu sosial yang bersifat teoritik ke dalam dunia kehidupan nyata di masyarakat.30 Oleh karena substansi materinya, IPS mengintegrasikan dan mengorganisasikannya secara pedagogik dari berbagai ilmu sosial yang diperuntukkan untuk pembelajaran di tingkat persekolahan, sehingga

27

Rudy Gunawan, Pendidikan IPS : Filosofi, Konsep, dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. 2, h. 106.

28 Ibid. 29

Trianto,Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet.2, h. 171.

30

Sapriya, Dadang Sundawa, dan Iim Siti Masyitoh, Pembelajaran dan Evaluasi Hasil

(43)

melalui Pembelajaran IPS diharapkan siswa mampu membawa dirinya secara dewasa dan bijak dalam kehidupan nyata, melalui pembelajaran IPS diharapkan siswa tidak hanya mampu menguasai teori-teori kehidupan di dalam masyarakat tapi mampu menjalani kehidupan nyata di masyarakat sebagai insan sosial.

Adapun ruang lingkup penyusunan model pembelajaran IPS Terpadu antara lain mencakup hal-hal berikut: pemetaan kompetensi yang dapat dipadukan dari masing-masing Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk IPS tingkat SMP/MTs; pengembangan strategi model pembelajarn IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs; pengembangan penilaian model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs; pengembangan contoh model rencana pembelajarn IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs untuk kelas VII, VIII, dan XI.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang didalamnya terdapat konsep-konsep ilmu sosial seperti ekonomi, geografi, sosiologi dan ilmu lainnya yang berfungsi untuk merealisasikan ilmunya ke dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial

Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial antara lain sebagai berikut:

1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

(44)

3. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

4. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.

5. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi.31

Menurut Nursid Sumaatmaja, “Tujuan IPS adalah membina anak didik menjadi warga Negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan

Negara.”32

Sedangkan Oemar Hamalik menyatakan bahwa tujuan Pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4)

keterampilan.”33

Jadi, pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah agar siswa memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat melalui pemahaman nilai-nilai sosial. Siswa mampu memecahkan masalah-masalah sosial dan menjadi fasilitator di lingkungannya.

3. Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Karakteristik mata pelajaran IPS di SMP/MTs memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:

1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan, dan agama.

31

Trianto, op. cit., h. 176.

32

Rudy Gunawan, Pendidikan IPS : Filosofi, Konsep, dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. 2, h. 18.

(45)

2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi dan sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.34

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan integrasi dari berbagai macam ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Geografi, Sejarah dan Ekonomi yang membahas tentang fenomena-fenomena sosial dan segala bentuk hubungan manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungannya.

D. Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan penguat penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arends untuk meningkatkan hasil belajar siswa, penulis mengutip beberapa penelitian yang relevan, antara lain:

1. Dalam skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Melalui Pendekatan Kooperatif Teknik Time

Token”. Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 216 Jakarta. Yang

disusun oleh Denna Ariadiputra Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial,

34

(46)

dari Universitas Negeri Jakarta, 2009. Subjek penelitian dilakukan pada siswa kelas IX-6 SMP Negeri 216 Jakarta dengan jumlah siswa 38 orang, yang terdiri dari 20 orang siswa, dan 18 orang siswi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPS dapat ditingkatkan melalui pendekatan Kooperatif teknik Time Token. Nilai rata-rata pada setiap siklus telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 75. Peningkatan hasil belajar siswa dapat terlihat dari meningkatnya nilai rata-rata yaitu siklus pertama 79,72; siklus kedua 80; dan siklus ketiga adalah 85,14. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS melalui pendekatan Kooperatif teknik Time Token mampu membangkitkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa.35

2. Dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Time Token Arends Terhadap Hasil

Belajar Geografi Siswa SMAN 1 Sukatani Kabupaten Bekasi”. Yang

disusun oleh Salamah Debe Jayanti Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran

cooperative tipe time token arends dapat meningkatkan hasil belajar

geografi khususnya pada materi antroposfer dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Teknik analisa data yang dilakukan untuk pengujian hipotesis adalah SPSS 16.0. Berdasarkan uji normalitas, diketahui bahwa data pada kelas kontrol dan eksperimen terdistribusi normal karena sig > alpha (0,05) sedangkan uji homogenitas didapatkan hasil bahwa sig > alpha (0,05)

35

(47)

yang berarti data pre-test dan post-test memiliki varian yang bersifat homogen. Kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan uji t dengan menggunakan Idependent Sampel t-Test. Dari uji tersebut didapatkan hasil bahwa nilai sig ( 2-tailed) < (0,05) berarti H₀ ditolak sehingga dapat dikatakan terdapatnya perbedaan antara penggunaan model pembelajaran cooperative tipe time token arends dengan pembelajaran konvensional. Pengujian selisih nilai post-test dan nilai pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan Idependent Sampel

t-Test, didapatkan hasil bahwa sig(2-tailed) 0,000 < 0,05 maka H₀

ditolak dan Hₐ diterima (ada pengaruh antara perlakuan kelas eksperimen dengan penggunaan model pembelajaran cooperative tipe

time token arends sehingga terdapat perbedaan rata-rata kemampuan

antara kelas kontrol dan kelas eksperimen).36

3. Dalam skripsi yang berjudul “Pembelajaran Cooperative Tipe Time

Token Arends 1998 dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4

Jakarta.” Yang disusun oleh Anggi Septiani, Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta, 2011. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan diterapkannya model Pembelajaran

Cooperative Tipe Time Token Arends 1998 di SMA Negeri 4 Jakarta,

membuat peserta didik lebih aktif, kritis, berani dalam mengeluarkan pendapat, dan saling memotivasi dalam belajar. Hal ini terlihat dari peserta didik yang aktif dalam proses pembelajaran, aktif tanya jawab, sehingga terjadi interaksi yang baik, yaitu baik antara peserta didik dengan guru, peserta didik dengan peserta didik yang lainnya. Model penelitian yang digunakan yaitu model deskriptif dengan

36

Salamah Debe Jayanti, “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Tipe

Time Token Arends (TTA) Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa SMA Negeri 1 Sukatani Kabupaten

(48)

menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan tidak terlibat, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa proses seperti pengamatan di lapangan serta pengumpulan data mengenai penggunaan model Pembelajaran

Cooperative Tipe Time Token Arends 1998 dalam pembelajaran

sejarah di SMA Negeri 4 Jakarta. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Cooperative Tipe Time Token

Arends 1998 dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4 Jakarta,

hampir diterapkan sepenuhnya oleh guru, selain itu juga guru memvariasikan model pembelajaran cooperative dengan metode penugasan seperti pemberian soal, peserta didik untuk membuat rangkuman tentang materi yang telah dibahas.37

E. Kerangka Berpikir

Keberhasilan siswa dalam belajar sangat didukung oleh kemampuannya dalam memahami dan menguasai konsep dari materi yang dipelajari. Begitu pula dalam pembelajaran IPS, keberhasilan siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam menguasai konsep pembelajaran IPS, penerapan suatu strategi atau metode dalam pembelajaran IPS merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan siswa, guru dituntut untuk dapat mengkondisikan kelas sehingga kegiatan belajar mengajar dapat tercipta dengan baik. Selain itu penggunaan metode dan media pembelajaran yang tepat sangat diperlukan sehingga apa yang menjadi tujuan dalam pembelajaran IPS dapat tercapai dengan baik.

Menurut Arends strategi pembelajaran Time Token merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah,

37

Anggi Septiani, “Pembelajaran Cooperative Tipe Time Token Arends 1998 dalam

Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4 Jakarta”, Skripsi pada Universitas Negeri Jakarta. Jakarta,

(49)

pembelajaran yang demokratis adalah proses yang menempatkan siswa sebagai subyek. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam proses pembelajaran, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Metode pembelajaran Kooperatif Tipe

Time Token Arends dianggap sebagai metode yang cukup efektif dan sesuai

yang diharapkan oleh peneliti.

Dalam pembelajaran IPS diperlukan metode-metode yang mampu mengaktifkan siswa sehingga pembelajaran IPS tidak monoton dan pasif di kelas. Dalam tipe Time Token Arends tidak hanya siswa yang pintar yang ikut bicara, tetapi setiap siswa dapat mendapatkan nomor undian sehingga siswa tersebut dapat mendapatkan nomor undian sehingga siswa tersebut dapat mengeluarkan pendapatnya dan mereka saling bekerja sama dalam kelompoknya. Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Time Token

Arends diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa, tercipta suasana

yang kondusif saat proses pembelajaran, sehingga siswa belajar dengan baik dan hasil belajar siswa meningkat.

Peneliti berusaha mencari solusi terhadap masalah tersebut yaitu melalui penggunaan model Kooperatif Tipe Time Token Arends agar dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa SMPN 87 Jakarta.

F. Hipotesis Penelitian

Adapun yang menjadi hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah:

Ha : Terdapat pengaruh penggunaan metode Kooperatif Tipe Time Token

Arends terhadap hasil belajar siswa atau Ha :

Ho : Tidak ada pengaruh dalam penggunaan metode Kooperatif Tipe Time

Token Arends terhadap hasil belajar siswa atau Ho :

(50)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 87 Jakarta yang berlokasi di Jl. Pondok Pinang Raya Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran IPS. Proses penelitian dilakukan secara bertahap mulai dari perencanaan dan persiapan instrument, uji coba instrument penelitian yang dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian, rentang waktu yang dibutuhkan secara keseluruhan adalah :

Tabel 3.1 Waktu dan Jadwal Penelitian

Kegiatan Penelitian Okt Feb Mar April Mei Juni Study pendahuluan √

Penyusunan proposal √ √ Penyusunan instrument

penelitian

Pelaksanaan penelitian √

Mengelola dan Menganalisis Data

Menyusun Laporan Penelitian

B. Metode dan Desain Penelitian

(51)

gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah yang ada dalam sebuah penelitian.”1

Sedangkan menurut Gay, “metode penelitian eksperimental merupakan satu-satunya metode penelitian yang dapat menguji secara benar

hipotesis menyangkut hubungan kausal (sebab akibat).”2

Metode penelitian dapat dibedakan serta diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan tingkat kealamiahan obyek yang diteliti. Berdasarkan tingkat kealamiahan metode penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu metode eksperimen, survey, dan naturalistik.3

Metode penelitian eksperimen ialah metode penelitian yang bertujuan untuk mencari pengaruh yang timbul akibat dari treatment dan perlakuan tertentu. Oleh karenanya metode penelitian eksperimen sering dianggap tidak alami atau natural. Sebuah metode penelitian yang bersifat natural biasanya digunakan untuk meneliti sebuah penelitian yang mengambil tempat alamiah, serta peneliti tidak memberikan perlakuan atau treatment tertentu. Dalam metode penelitian naturalistik peneliti mengumpulkan data bersifat emik atau berdasarkan pandangan dari sumber data, bukan pandangan peneliti sendiri.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian Quasi

Experimental Design yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti

melakukan pengontrolan secara penuh terhadap variable dan kondisi eksperimen.

Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai dua variabel, yaitu:

1. Variabel bebas adalah perlakuan pada kelas eksperimen. Yaitu metode Time Token Arends.

2. Variabel terikat adalah hasil belajar IPS siswa.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.6

2

Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan :Kuantitatif &Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.63

3

(52)

Peneliti menggunakan dua kelas sebagai obyek penelitiannya. Kelas tersebut mendapat perlakuan dalam penelitian eksperimen ini. Sebelum mendapat perlakuan, kelas eksperimen harus mendapatkan pengukuran awal terlebih dahulu atau pretest terkait dengan hasil belajar siswa. Kemudian kelas

eksperimen satu (Eı) diberi perlakuan (X), perlakuan tersebut ialah penerapan metode kooperatif tipe TimeToken Arends dalam pembelajaran IPS di kelas.

Setelah diberi perlakuan, kelas eksperimen satu (Eı) diberi tes berupa

posttest. Kemudian dilihat apakah ada perubahan rata-rata hasil belajar dari

pretest atau tes sebelum diberi perlakuan dengan posttest atau tes sesudah diberi perlakuan.

Dalam penelitian ini menggunakan model penelitian eksperimen

Nonequivalent Control Group Design. Desain ini hampir sama dengan

pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.4 Tabel 3.2

Oı : Pretest pada kelompok eksperimen O : Pretest pada kelompok kontrol

Xı : Perlakuan pada kelas eksperimen X : Perlakuan pada kelas kontrol O :Posttest pada kelas eksperimen O : Posttest pada kelas kontrol

4

(53)

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”5 Populasi yang digunakan dalam penelitian yang saya lakukan ialah kelas VII SMP N 87 Jakarta, yang terdiri dari kelas VII 4, VII 5, VII 6. Sedangkan sampel yang dijadikan objek dalam penelitian ini ialah kelas VII 5 & VII 6.

2. Sampel

“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”6

Sampel diambil dengan menggunakan teknik sampling atau teknik pengambilan sampel purposive sampling. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini peneliti membutuhkan kelas yang memiliki masalah dalam hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS. Dan setelah dilakukan penelitian serta observasi di kelas VII 6, dari 36 siswa terdapat 31 orang siswa yang masih memiliki nilai di bawah KKM, yaitu 70. Hal ini menunjukkan tingkat kemampuan siswa rendah, dimana hanya 15% siswa yang mampu memiliki nilai di atas KKM. Dan dapat disimpulkan, kelas VII 6 merupakan kelompok kelas memiliki tingkat hasil belajar yang cukup rendah.

D. Peran dan Posisi Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti berkolaborasi dengan guru IPS SMPN 87 Jakarta. Peneliti bertindak sebagai guru. Selain mengajarkan materi peneliti

5

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), Cet 13, h. 80.

6

(54)

juga membuat dan merancang rencana pembelajaran serta mengevaluasi jalannya kegiatan belajar mengajar (KBM).

E. Data dan Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dari siswa kelas VII 6 dan data yang diperoleh berupa situasi dan suasana kelas saat proses pembelajaran berlangsung dan peningkatan pemahaman belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan Metode Time Token Arends.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tipe Time Token Arends

Siswa Tes Tes berupa

butir soal pilihan ganda

2 Pengamatan proses pembelajaran pada saat KBM

tentang hasil belajar siswa tentang persepsi terhadap pelajaran IPS dan metode

Gambar

Gambar 4.1  Diagram grafik KKM Pretest dan Posttest  ................................
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tabel 3.1 Waktu dan Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Desain Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

STATISTIK GURU PASUKAN SPM 2016 MATAPELAJARAN TERAS..

Hal itu dikarenakan perpustakaan juga berfungsi sebagai salah satu pusat informasi, sumber informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian

2006 2006 © © © surya@fisika.ui.ac.id surya@fisika.ui.ac.id surya@fisika.ui.ac.id Arus Bolak-Balik (AC) dalam Induktor • Induktor memiliki sifat yang berbeda.

3.3 Diagram Kelas Keseluruhan +TampilMenuPembayaran() +TampilPilihanPembayaran() +PilihMenuTagihan() +PilihPembayaranPulsa() +PilihOperator() +TampilTagihan()

Adanya prioritas pengembangan program kerja sistem informasi/teknologi informasi secara lebih tepat dan berdaya guna yang disertai dengan penyiapan dukungan infrastruktur

Dalam hal ini akan dibuat sebuah model matematis untuk meminimumkan waktu keterlambatan kereta api dengan tidak melanggar kapasitas jalur yang ada dan memperhatikan

Segala aktivitas untuk pengembangan diri yang dilakukan mahasiswa selama kuliah diberikan penilaian secara akumulatif, untuk mendapatkan nilai akhir dari mata kuliah

[r]