• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran menurut Winataputra (2001, dalam Sugiyanto, 2010: 3) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Sedangkan menurut Joyce (1992: 4, dalam Trianto, 2011: 22), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari subject centered ke clearer centered atau terkonstruksinya pengetahuan siswa (Setiawan, 2005 dalam Wiyantini, 2006:3).

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Krismanto (2000, dalam Fadjar, 2009: 23) menyatakan bahwa pada kegiatan ini sekelompok siswa belajar dengan porsi utamanya mendiskusikan tugas-tugas matematika, dalam arti saling membantu menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah. Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota tim bertanggung jawab atas keberhasilan

kelompoknya menyelesaikan suatu tugas. Slavin (2008: 4) mengemukakan bahwa dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Selanjutnya menurut Slavin (2008: 4), apabila diatur dengan baik, siswa-siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep yang telah dipikirkan. “Meski para siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling bantu saat mengerjakan kuis maupun ulangan. Tiap siswa harus tahu materinya. Tanggung jawab individual seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan baik satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat semua anggota tim menguasai informasi atau kemampuan yang diajarkan” (Slavin, 2008: 12-13).

Pembelajaran kooperatif memiliki tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik dari pembelajaran kooperatif (Slavin, 1995 dalam Isjoni, 2009: 33, dari http://blog.tp.ac.id/model-pembelajaran-kooperatif diakses 4 Desember 2012), yaitu:

a. Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok ini diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan.

b. Pertanggung jawaban individu, pertanggung jawaban ini menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.

c. Kesempatan yang sama untuk berhasil, setiap siswa yang berprestasi rendah atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Pembelajaran kooperatif memiliki lima unsur (Lie, 2010: 31), yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5) evaluasi proses kelompok. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran (Ibrahim, dkk, 2000: 7), yaitu: (1) hasil belajar akademik, (2) penerimaan terhadap keragaman, dan (3) pengembangan keterampilan sosial.

Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok (Trianto, 2011: 57). Ada banyak nilai pembelajaran kooperatif diantaranya adalah:

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial;

b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan;

c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial;

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen;

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois;

f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa; g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekan; h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia;

i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif;

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik;

k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.

(Sugiyanto, 2010: 43-44) Pembelajaran kooperatif terdiri dari enam langkah atau fase pembelajaran, yaitu:

Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase-5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Menurut Widyantini (2006: 11 dalam http://www.p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_Pembelajaran_Kooper atif.pdf diakses 17 Desember 2012), cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok sebagai berikut:

a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/ kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.

b. Menentukan nilai tes/ kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misalnya nilai kuis I, kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa yang kita sebut nilai kuis terkini.

c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut:

Tabel 2.3 Kriteria Nilai Peningkatan Hasil Belajar

Kriteria Nilai Peningkatan

Nilai kuis/ tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai

awal 5

Nilai kuis/ tes terkini turun 1 sampai 10 poin di bawah nilai

awal 10

Nilai kuis/ tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan

10 poin di atas nilai awal 20

Nilai kuis/ tes terkini lebih dari 10 poin di atas nilai awal 30

Penghargaan kelompok didasarkan pada rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh, yaitu jumlah semua nilai peningkatan masing-masing anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Predikat diberikan dengan kriteria berikut ini:

Tabel 2.4 Kriteria Predikat Kelompok

Kriteria Predikat Predikat

Rata-rata nilai peningkatan kelompok < 15 GOOD TEAM 15 ≤ Rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20 VERY GOOD TEAM 20 ≤ Rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25 SUPER TEAM Rata-rata nilai peningkatan kelompok ≥ 25 PERFECT TEAM

Hasil penelaahan Krismanto (2000, dalam Fadjar, 2009: 24) mencatat adanya 8 jenis kegiatan belajar kooperatif. Namun hanya tiga jenis yang akan dibahas, yaitu: STAD (Student Teams Achievement Divisions), Circle of Learning, dan Grup Penyelidikan (Grup Investigation):

a. Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD menggunakan kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen (Trianto, 2011: 68). Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model kooperatif paling sederhana (Slavin, 2009: 143). Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu. Dikatakan sederhana karena kegiatan pembelajarannya masih dekat dengan pembelajaran konvensional dimana guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan (Trianto, 2011: 72-73). Perbedaan dengan model konvensional terletak pada adanya pemberian penghargaan kelompok (Trianto, 2011:73).

b. Circle of Learning

Belajar bersama ini dikemukakan Johnson & Johnson pada tahun 1987 (Krismanto, 2000, dalam Fadjar, 2009: 24), dengan langkah-langkah berikut:

1) Beberapa orang (5-6) orang dengan kemampuan akademik yang bervariasi (mixed abilities group) berkumpul bersama.

2) Mereka saling berbagi pendapat dan saling membantu dengan kewajiban setiap anggota harus benar-benar memahami jawaban atau penyelesaian tugas yang diberikan kepada kelompok tersebut.

3) Pertanyaan atau permintaan bantuan kepada guru dilakukan hanya jika mereka sudah benar-benar kehabisan akal.

Hal yang juga dianggap penting dalam model ini adalah adanya saling ketergantungan positif, adanya interaksi tatap muka diantara anggota, keterlibatan anggota sangatlah diperhitungkan, dan selain menggunakan keterampilan pribadi juga mengembangkan keterampilan kelompok.

c. Grup Penyelidikan (Group Investigation)

Grup penyelidikan (Group Investigation) digagas oleh Lazarowitz, 1988 (Krismanto, 2000, dalam Fadjar, 2009: 25). Model ini menyiapkan siswa dengan lingkup studi yang luas dan berbagai pengalaman belajar untuk memberikan tekanan pada aktivitas positif siswa (Fadjar, 2009: 25). Menurut Fadjar (2009: 25), ada empat karakteristik pada model ini, yaitu:

4) Kelas dibagi ke dalam sejumlah kelompok (grup).

5) Kelompok siswa dihadapkan pada masalah dengan berbagai aspeknya yang dapat meningkatkan daya keingintahuan dan daya saling ketergantungan positif diantara mereka.

6) Di dalam kelompok, siswa terlibat dalam komunikasi aktif untuk meningkatkan keterampilan cara belajar.

7) Guru bertindak selaku sumber belajar dan pimpinan tak langsung, memberikan arah dan klarifikasi hanya jika diperlukan, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Siswa terlibat dalam setiap tahap kegiatan (Fadjar, 2009: 25) seperti: (1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasi diri dalam

“kelompok peneliti”, (2) merencanakan tugas-tugas yang dipelajari, (3) melaksanakan investigasi, (4) menyiapkan laporan, (5) menyampaikan laporan akhir, dan (6) mengevaluasi proses dan hasil kegiatan.

Dokumen terkait