• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

3.6 Analisis Data

3.6.4 Model pengelolaan konflik

Model pengelolaan konflik dibuat dengan melakukan analisis Structural Equation Modeling (SEM) menggunakan program LISREL 8.30. Alasan penggunaan program LISREL dalam penelitian ini adalah untuk memudahkan penggunaan, cocok untuk jumlah konstruk yang kecil, memiliki keunggulan dalam hal akurasi, kecepatan dan mudah dioperasikan serta dilengkapi metode statistik untuk data hasil survai yang kompleks sebagaimana yang dinyatakan Wijanto (2007). Selain itu memakai program LISREL dapat membuat diagram jalur dengan mudah dengan menggunakan inference serta membuat syntax secara langsung dari diagram.

Teknik analisis SEM merupakan pendekatan terintegrasi antara faktor, model struktural dan analisis path. Disisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep. Didalam SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan secara serentak, yaitu pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen (setara dengan faktor analisis confirmatory), pengujian model hubungan antara variabel laten (setara dengan analisis path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model struktural atau analisis regresi) (Solimun 2002)

Langkah ke 1

Pengembangan model berbasis konsep dan teori

Langkah ke 2 Mengkonstruksi diagram path

Langkah ke 3

Konversi diagram path ke model struktural

Langkah ke 4 Memilih matriks input

Langkah ke 5 Memilih masalah identifikasi

Langkah ke 6 Evaluasi goodness-of-fit

Langkah ke 7

Interpretasi dan modifikasi model

Dalam SEM variabel kunci yang menjadi perhatian adalah variabel laten atau konstruk laten. Variabel laten ini hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak sempurna melalui efeknya pada variabel teramati. Terdapat 7 (tujuh) langkah penggunaan SEM (Hair et al. 1998). Secara terperinci dapat dilihat pada Gambar 6.

Langkah ke 1: Pengembangan model berbasis konsep dan teori

Prinsip di dalam SEM adalah menganalisis hubungan kausal antar variabel eksogen dan endogen. Disamping dapat dilakukan secara bersamaan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Hubungan kausal adalah apabila terjadi perubahan nilai di dalam suatu variabel akan menghasilkan perubahan dalam variabel lain.

Langkah awal di dalam SEM adalah pengembangan model hipotetik yaitu suatu model yang mempunyai justifikasi teori atau konsep. Setelah itu dilakukan verifikasi terhadap model berdasarkan data empirik melalui SEM.

Langkah ke 2 : Menyusun path diagram

Pada langkah kedua dibuat path diagram. Tujuan penyusunan path diagram ini adalah untuk memudahkan peneliti melihat hubungan kausalitas yang ingin diuji. Apabila hubungan kausal tersebut ada yang belum mantap maka dapat dibuat beberapa model yang kemudian diuji menggunakan SEM untuk mendapatkan model yang paling tepat. Pengembangan path diagram untuk model pengelolaan konflik disajikan pada Gambar 7.

Keterangan:

α1, α3,α4α5 = Faktor louding

α2 = Koefisien korelasi

Gambar 7 Model struktural antara konflik, teknik resolusi konflik, kepuasan terhadap resolusi konflik dan outcome (diadopsi dari Barki et al. 2001)

Penyebab konflik

Metode resolusi konflik

Kepuasan terhadap teknik resolusikonflik yang digunakan

Outcome Jenis konflik α1 α2 α3 α4 α5

Langkah ke 3: Konversi diagram alir ke dalam persamaan

Setelah digambarkan dalam sebuah diagram alir pada langkah kedua maka pada langkah berikutnya dilakukan konversi ke dalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun ada dua macam;

(1) Persamaan struktural

Persamaan ini untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk sebagai berikut :

Faktor endogen = Faktor eksogen + Faktor Endogen + error Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut :

Y1= β1 Y2 + β2 Y 3 + β3 Y 4 + β1 Y 5 + ð1 ...(9) Keterangan:

Y1 = Faktor endogen Y2 = Faktor eksogen

β = Bobot regresi

ð = Distrurbance Term (error)

(2) Persamaan spesifikasi model pengukuran

Pada spesifikasi ini peneliti menentukan variabel mana mengukur faktor (konstruk) mana serta menentukan serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi yang dihipotesiskan antar konstruk. Persamaan untuk model pengukuran dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel = faktor eksogen + error

Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut :

Variabel 1 (X1) = λ1 Y1 + ε 1 ...(10) Variabel 2 (X2) = λ2 Y2 + ε 2 ...(11) Variabel 3 (X3) = λ3 Y3 + ε 3 ...(12) X1, X2, X3 = Variabel yang disurvei

λ = Loading Factor ε = Error

Langkah ke 4 : Memilih matriks input dan estimasi model

Pada SEM hanya menggunakan matriks kovarians/matriks korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. Matriks kovarians

digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda, hal ini tidak dapat digunakan analisis korelasi. Menurut Baumgartner dan Homburg (1996) diacu dalam Ferdinand (2002) menyarankan agar menggunakan matriks kovarians pada saat pengujian teori sebab kovarian lebih memenuhi asumsi metodologi dan merupakan bentuk data lebih sesuai untuk memvalidasi hubungan kausalitas.

Langkah ke 5: mengantisipasi munculnya masalah identifikasi

Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan estimasi model kausal adalah masalah identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya adalah masalah mengenai ketidakmampuan model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul berupa gejala sebagai berikut :

(1) Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar

(2) Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan

(3) Munculnya angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif (4) Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi (dapat lebih

dari 0,9)

Langkah-langkah untuk menguji ada atau tidak adanya problem identifikasi adalah sebagai berikut: (1) Model diestimasi berulang-ulang, dan setiap estimasi dilakukan dengan menggunakan starting value yang berbeda. Bila ternyata hasilnya adalah model tidak konvergen, maka pada titik yang sama harus dilakukan reestimasi (2) Model dicoba diestimasi, kemudian angka koefisien itu ditentukan sebagai suatu fix pada faktor atau variabel kemudian dilakukan estimasi ulang. Apabila estimasi ulang ini overall fit indeknya berubah total dan beberapa sangat besar dari sebelumnya, hal ini diduga terjadi karena terdapat problem identifikasi. Apabila muncul problem ini, maka disarankan untuk mempertimbangkan ulang model ini dengan mengembangkan lebih banyak konstruk.

Langkah ke 6: evaluasi kriteria goodness of fit

Pada langkah ini peneliti harus menggunakan indikator-indikator goodness of fit dalam menilai fit atau tidaknya suatu model. Peneliti tidak boleh hanya menggunakan satu atau beberapa indeks saja untuk menilai suatu model fit, akan tetapi harus mempertimbangkan seluruh indeks. Berikut ini disajikan beberapa indeks sebagai kriteria goodness of fit (Tabel 6).

Tabel 6 Goodness of fit statistics

No Goodness of Fit Index Cut-Off Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Chi-square (X2) Significance probability X2/df RMSEA NNFI CFI IFI GFI AGFI PGFI Diharapkan kecil > 0,05 < 2,00 < 0,08 > 0,90 > 0,90 > 0,90 > 0,90 > 0,90 > 0,90 Sumber: Ghozali dan Fuad (2005)

(1) Chi-square (X2)

Tujuan pengujian chi-square adalah untuk mengetahui apakan matriks kovarian sampel berbeda secara signifikan dengan matriks kovarians estimasi (Santoso 2007). Menurut Ghozali (2005), chi-square merupakan ukuran mengenai baik buruknya fit suatu model. Nilai chi-square sebesar 0 menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna (perfec fit). Dengan kata lain, uji ini digunakan untuk mengukur overall fit atau kesesuaian model yang dibangun dengan data yang tersedia. Semakin kecil nilai chi-square, semakin baik model itu.

(2)Probabilitas signifikansi (Significance probability)

Probabilitas digunakan untuk memperoleh peluang yang besar terhadap kemungkinannya terjadi pada dunia nyata. Nilai probabilitas yang signifikan adalah yang diharapkan menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model. Jadi probabilitas signifikan apabila (p) lebih besar daripada 0,05

(3) Indeks X2/df

Ratio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom (X2/df). Nilai yang diperoleh harus lebih rendah dari cut-off model. Byrne (1998) yang diacu dari Ghozali (2005) mengusulkan nilai rasio ini < 2,0 merupakan ukuran fit. Indeks ini menunjukkan fit suatu model.

(4) RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation)

RMSEA merupakan indikator model fit yang paling informatif. Nilai RMSEA antara 0,05 sampai dengan 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima (Ghozali 2005).

(5) NNFI (Non-Nonmed Fit Index)

NNFI atau dikenal juga dengan TLI (Tucker Lewis Index). Nilai ini digunakan untuk mengatasi permasalahan kompleksitas model, nilai untuk NNFI lebih besar 0,9

(6) CFI (Comparative Fit Index)

CFI merupakan indeks yang menunjukkan tingkat fit-nya suatu model yang dibangun. Indeks ini pada dasarnya membandingkan angka NCP (Non Centrality Parameter) pada berbagai model. Berbeda dengan indeks lainnya, indeks ini tidak tergantung pada ukuran sampel. CFI mempunyai range value antara 0 sampai 1. Pada umumnya, nilai diatas 0,9 menunjukkan model sudah fit dengan data yang ada (Bentler and Bonnetts 1990) diacu dalam Ghozali (2005)

(7) IFI (Incremental Fit Index)

Suatu model dikatakan fit apabila nilai IFI lebih besar 0,9 (Byrne 1998 diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005).

(8) GFI (Goodness of Fit Indices)

Goodness of fit indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI untuk menghasilkan model yang fit berkisar antara 0 sampai 1 atau lebih besar 0,9 (Diamantopaulus and Sigauw 2000 diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005).

(9) AGFI (Adjusted Goodness of Fi Index)

Nilai AGFI adalah sama dengan GFI tetapi sudah menyesuaikan pengaruh dengan degrees of freedom pada suatu model. Secara teoritis angka AGFI berkisar antara 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit), dengan pedoman bahwa semakin hasil

AGFI mendekati angka 1, akan semakin baik model tersebut dalam menjelaskan data yang ada (Santoso 2007).

(10) PGFI (parsimoni goodness of fit index)

Nilai batas PGFI (parsimoni goodness of fit index) lebih besar 0,6 model dikatakan baik (Byrne 1998).

Langkah ke 7: Interpretasi dan modifikasi model

Apabila langkah-langkah sebelumnya sudah dilaksanakan dan model belum memenuhi kriteria good fit maka perlu dilakukan modifikasi model dan di dalam penggunaan indeks modifikasi ini adalah sebagai pedoman untuk melakukan modifikasi terhadap model yang diujikan dengan syarat harus terdapat justifikasi teoritis yang cukup kuat untuk modifikasi. Keunggulan SEM juga dijelaskan oleh Ghozali dan Fuad (2005) bahwa model persamaan struktural adalah generasi kedua teknik multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama : (1) model struktural: hubungan antara konstruk (yaitu variabel yang laten unobserved/variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator atau proksi untuk mengukurnya) independen dan dependen (2) model measurement: hubungan (nilai loading) antara variabel dengan konstruk (faktor). Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut memungkinkan peneliti untuk : (1) menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari SEM (2) melalukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.

Interpretasi dapat dilakukan setelah memenuhi syarat good fit. Penggunaan SEM bukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model yang mempunyai pijakan teori yang benar dan baik. Berdasarkan pemikiran ini maka interpretasi dari model dapat diterima atau tidak diperlukan kekuatan prediksi dari model dibandingkan dengan residual yang dihasilkan. Dengan menggunakan standardized residual covariance matrix akan dihasilkan nilai residual standar.