• Tidak ada hasil yang ditemukan

Message Interpreter Interpreter Message Encoder Decoder Encoder Decoder Encoder Decoder

Gambar. 2.5. Model Komunikasi Schramm (Mulyana, 2008)

Menurut Schramm, setiap orang dalam proses komunikasi adalah sekaligus sebagai

encoder dan decoder. Setiap individu secara konstan menyandi balik tanda-tanda dari lingkungan kita, menafsirkan tanda-tanda tersebut dan menyandi sesuatu sebagai hasilnya.

Proses kembali dalam model di atas disebut umpan balik yang memainkan peran penting dalam komunikasi. Karena, hal itu memberitahu bagaimana pesan ditafsirkan baik dalam bentuk kata-kata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening berkerut, menguap, dan sebagainya.

Selanjutnya modal komunikasi yang dikemukakan oleh Everret Rogers (2003) mengenai teori Difusi Inovasi yang pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers, yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a sosial system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu: (1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. Inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kredit modal dengan pola pembiayaan syariah melalui Baitul Mal wa Tamwil (BMT). (2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Sumber paling tidak perlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. Saluran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah saluran komunikasi yang digunakan baik oleh BMT maupun oleh petani. Saluran komunikasi itu berupa komunikasi interpersonal dalam bentuk dialog, komunikasi kelompok berupa diskusi dan pelatihan. (3)

Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan

keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial. Jangka waktu dalam penelitian ini adalah ketika petani mengetahui adanya BMT sebagai bentuk bank dengan operasionalnya dalam bentuk syariah lalu mereka berinteraksi dan mendapatkan pembiayaan syariah berupa modal kerja. (4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Petani pada penelitian ini tergabung dalam sistem sosial yang berupa kelompok tani dan mereka menjadi nasabah dari BMT.

Tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup: (1) Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi; (2) Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik. (3) Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi. (4) Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi. (5) Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

Model-model proses komunikasi di atas, dapat dilakukan dalam proses komunikasi membangun kepercayaan BMT kepada petani. Model proses komunikasi tersebut juga dapat membantu menganalisa penelitian seperti yang dikonstruksikan melalui proses komunikasi yang terjadi di lapangan penelitian.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan mengenai trust (kepercayaan). Menurut Fukuyama (2007) yang dimaksud dengan trust disepadankan dengan kepercayaan yaitu sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama anggota-anggota komunitas itu. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kepercayaan merupakan dasar membangun masyarakat madani/sipil karena komunitas tidak dapat berfungsi tanpa kepercayaan (Fukuyama, 2007). Botan and Taylor (2005) mengidentifikasikan kepercayaan sebagai elemen kunci dalam hubungan sosial dan ekonomi. Trust (kepercayaan) menurut Devito (1995) adalah perjuangan

dalam berperilaku dengan orang lain; percaya diri dengan orang lain yang berhubungan dengan individu untuk merasakan apakah akan beresiko mengalami kekalahan. Pada setiap interaksi sosial, membeli produk, pertukaran pelayanan, didasari oleh asumsi pada saling percaya satu sama lain atau pada pesan yang diterima oleh si penerima mengenai kepercayaan itu, dan tujuan mereka, kapabilitasnya dan saling ketergantungannya. Masyarakat yang tingkat kepercayaannya rendah akan sulit berkomunikasi, bekerjasama, dan peluang untuk membentuk masyarakat sipil menjadi tidak tercapai.

Fukuyama (2007) melihat trust bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi unggul karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya (cost). Menurutnya, trust bisa mereduksi atau bahkan mengeliminasi kekakuan-kekakuan yang mungkin terjadi dalam sebuah perumusan kontrak perjanjian, mengurangi keinginan menghindari situasi yang tidak terduga, mencegah pertikaian dan sengketa, dan meminimalisasi keharusan akan proses hukum seandainya terjadi pertikaian. Berdasarkan pernyataan-pertanyaannya yang diungkap dalam bukunya “Trust”, Fukuyama (2007) mengeluarkan hipotesis bahwa trust bisa diandalkan untuk mengurangi biaya dan waktu yang sering dikaitkan dengan sistem pengawasan tradisional dan kontrak hukum formal beserta segenap hal-hal penting organisasional lainnya. Orang dapat bekerjasama secara lebih efektif dengan trust. Hal ini memungkinkan karena ada kesediaan diantara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu.

Selain itu keberhasilan komunikasi dalam melakukan perubahan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti yang dikemukakan oleh Lasswell yaitu : (1) Komunikator (kepercayaan dan daya tarik komunikator); (2) Pesan, harus menarik, logis dan layak disampaikan, menggunakan lambang yang mudah dipahami sesuai dengan kerangka pemahaman dan pegalaman komunikan serta tidak berbelit-belit, membangkitkan kebutuhan pribadi, menyarankan solusi; (3) Saluran/media : bisa berupa tatap muka, media massa disesuaikan dengan situasi dan kondisi komunikannya; (4) Khalayak/segmentasi khalayaknya; (5) Efek : perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku diantara pelaku komunikasi. Sementara yang dimaksud faktor eksternal adalah : (1) faktor sosial dan budaya pelakunya : lingkungan budaya suatu masyarakat; (2) faktor hubungan sosial diantara pelaku : posisi, hirarki, status, kedudukan, bahkan jabatan; (3) Faktor lingkungan fisik : situasi dan bentuk lingkungan masyarakat; (4) Pengalaman komunikasi sebelumnya : kesan dari pengalaman terdahulu yang terekam dalam benak dan memori pelakunya. Hal di atas dapat mempermudah proses

komunikasi dan mengurangi resiko kegagalan komunikasi. Selain itu, apabila pesan yang disampaikan tidak mencerminkan sosial budaya masyarakat yang dituju maka akan memunculkan resistensi/penolakan dari khalayaknya.

Proses komunikasi membangun kepercayaan dapat berhasil dan mengurangi resiko kegagalan berkomunikasi. Pertama yang harus di perhatikan adalah karakteristik komunikatornya. Karakteristik komunikator harus memenuhi komponen kepercayaan. Komponen kepercayaan sangat beragam dikemukakan oleh beberapa ahli, tergantung dari kepentingan ahli tersebut mengujinya dalam penelitiannya Beberapa literatur yang dikemukakan oleh Belanger, et all (2003) dalam penelitiannya mengenai membangun kepercayaan pada organisasi, menurut Aristoteles elemen dari kepercayaan adalah (1) pengetahuan dan keahlian, (2) keterbukaan dan kejujuran, dan (3) fokus dan perhatian. Lebih jauh dikemukakan oleh Covello, yaitu (1) Perhatian dan empati, (2) dedikasi dan berkomitmen, (3) kompeten dan ahli, (4) jujur dan terbuka. Sementara menurut Shinder dan Thomas menjadi lima elemen, yaitu (1) konsisten, (2) terbuka, (3) kompeten, (4) integritas, (5) loyalitas. Namun dari hasil diskusi yang dilakukan Belanger, et all dalam CCMD Actions and Research Roundtable menyimpulkan bahwa yang termasuk dalam elemen kepercayaan adalah (1) integritas, (2) kompeten (3) empati dan (4) terbuka (5) akuntabilitas.

Reynold (1997) menyatakan pada dasarnya membangun kepercayaan harus dimulai dari membangun sistem yang bercirikan adanya kompetensi, keterbukaan, reliabilitas dan keadilan. Teori yang digunakan oleh Kirchmajer and Paterson (2003) pada penelitiannya mengenai membangun kepercayaan melalui komunikasi interpersonal, menggunakan elemen trust yang terdiri dari : (1) Kepercayaan pada kredibilitas, yang terbagi menjadi : (a) ahli: berpengalaman dan bertugas dengan kompetensi yang spesifik sehingga menampilkan peranan yang efektif (b) handal/reliabel dan (c) Jujur dan memiliki tujuan dan mampu menepati janji; (2) Kepercayaan pada kebaikan (memberi manfaat) yang diwujudkan dalam sikap : perhatian, baik, simpatik, altruistik (goodwill trust); (3) Intim/ kedekatan (aspek emosional) (Closeness) ; (4) Komunikasi yang jelas (mendengarkan kebutuhan klien, menjaga kerahasiaan informasi mereka, jujur dalam berkomunikasi, penjelasan yang antusias pada komunikasi mereka, empati; (5) Pesan yang lengkap (informasi yang berguna bagi klien,); dan (6) Komunikasi sosial (two way communication).

Penelitian ini menggunakan konsep elemen komunikasi membangun kepercayaan dengan menggabungkan teori-teori di atas yang terdiri dari : (1) Integritas (2) Kompeten/ahli (3) Keterbukaan (4) Empati dan (5) Akuntabilitas, sebagai berikut : (1) Integritas; integritas terkait dengan istilah misalnya kejujuran, selalu benar, dapat diprediksi, konsisten, memiliki kredibilitas dan berkarakter. Menurut Covey (1989) (dalam Belanger, et all, 2003) integritas termasuk memiliki kejujuran, kejujuran adalah menceritakan kebenaran, mengungkapkan kata-kata sesuai dengan realitas. Integritas adalah mengungkapkan realitas kita dalam kata-kata-kata-kata kita, menepati janji. Sejauhmana adanya keserasian antara kata-kata dan perbuatan; (2) Kompeten/Ahli : Kompetensi terkait dengan istilah memiliki pengetahuan, ahli dan mampu. Kompetensi adalah kemampuan untuk melakukan tugas yang diperankan pada diri seseorang; (3) Keterbukaan terkait dengan istilah transparansi, jelas atau komunikasi yang sederhana, komunikasi ini terkait dengan two way flow of information. Hal ini tidak saja berarti hanya menjaga menginformasikan pembangunan kepada publik tetapi juga memberikan peluang yang berguna untuk mengkontribusikan ide-ide mereka. Hal ini bukan saja menyajikan apa yang dikatakan oleh masyarakat tetapi juga benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan. Tepat pada waktunya komunikasi memberikan pengungkapan yang lengkap dan membaginya dengan anggota lainnya dan dapat menolong menimbulkan budaya kepercayaan yang tinggi. (4) Empati merujuk pada istilah fokus dan perhatian. Empati adalah penuh dengan apresiasi atau menjadi sensitif kepada perasaan atau motif orang lain. Empati lebih bermakna memahami pada fokus orang lain. Pemahaman atau kesadaran ini tergantung pada pertama mempelajari mengenai fokus dan situasi orang lain, misalnya melalui percakapan. Empati adalah dirasakan, tetapi seringkali tidak dikenali, orang orang mengetahui perasaan dan pemikirannya dalam cara yang berbeda; (5) Akuntabilitas bermakna bertanggung jawab pada masyarakat terhadap apa yang telah dilakukan dan dihasilkan serta bagaimana proses pengambilan keputusannya.

Jarmon and Keating (2007) menjelaskan bagaimana membangun kepercayaan dalam team virtual yang multikultur, yaitu kunci untuk berhubungan dan membangun kepercayaan dengan menciptakan lingkungan dimana komunikasi terbuka dan sering kali terjadi dan dimana setiap orang setuju pada norma-norma dalam komunikasi, supaya mengurangi terjadinya kesalah pahaman. Selanjutnya hasil penelitiannya menjelaskan dalam trust communication yang terbaik adalah dengan menggunakan saluran/media berupa telepon, email dan komunikasi tatap muka. Uraian ini sekaligus menjelaskan mengenai karakteristik media yang digunakan pada proses

komunikasi membangun kepercayaan beserta implikasi yang terjadi. Hal dapat dijelaskan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Bentuk dan Implikasi Komunikasi

Bentuk Implikasi

Tatap Muka

Sinkronisasi  Mampu mendapatkan feedback dengan cepat dan mudah mengklarifikasi dengan cepat

 Paling cepat terjadinya pertukaran informasi

 Menekankan pada respon secara instan Konteks yang

kompleks

 Ideal untuk menyampaikan informasi yang negatif dan ambigu

 Mempertimbangkan kurangnya perbaikan pada kata-kata

Ketidak sesuaian  Pengaturan pertemuan, perjalanan dan waktu dalam pertemuan yang memerlukan beban yang besar pada waktu dan sumber daya – tidak selalu praktis

 Tidak setiap orang dapat pada tempat dan waktu yang sama.

Langsung  Ukuran reaksi secara instan dan feedback untuk berkomentar

 Makna yang paling baik pada membangun koneksi personal.

 Lebih menekankan pelepasan, persetujuan dan tidak setuju

Ketidaksinkronan  Cocok bagi orang yang mengatur jadwal berkomunikasi

 Peluang untuk merencanakan pesan dan review sebelum dikirim

 Interaksi ditunda – model yang pelan untuk mengeksplor ide dan mencapai konsensus

 Ide-ide cenderung overlap

 Jumlah informasi lebih sedikit yang dapat dipertukarkan

Konteks sederhana – tidak ada gesture atau suara

 Pesan negatif dapat terdengar seperti marah atau meminta

 Pesan harus hati-hati di ucapkan dalam kata-kata agar tercipta kesopanan dan akrab

 Informasi yang ambigu harus tidak dibuat/ dikonstruksikan

Lanjutan

Bentuk Implikasi

Tatap Muka

Biaya rendah  Setiap orang dapat mengaksesnya

 Tidak membutuhkan waktu dan sumber daya dibandingkan dengan pertemuan tatap muka Cepat dan Tepat  Mendapatkan jawaban yang cepat sesuai daftar

pertanyaan

 Menyampaikan pesan untuk sejumlah orang yang paling banyak dalam waktu yang sedikit.

 Kesalahan pengucapan dan struktur bahasa tidak diperhatikan, pemilihan kata tidak harus difikirkan dengan baik.

 Mudah mendapatkan hasil dalam persediaan yang berlebihan – sulit untuk tetap diawasi

Tidak Langsung  Menanyakan dan meminta klarifikasi tanpa melihat muka

 Tidak dapat secara langsungmenggambarkan reaksi untuk berkomentar dan mendapatkan feedback.

Email Lanjutan

Tidak Langsung

 Lebih impersonal – memberikan sentuhan personal yang ekstra untuk membangun hubungan

Tidak adanya privasi  Harus lebih hati-hati mempertimbangkan kata-kata yang akan dibaca oleh orang yang tidak punya tujuan

 Tidak baik untuk menyampaikan informasi yang sensitif Telepon

Sinkronisasi dan ketidak sinkronan

 Butuh membuat laporan dalam pesan voicemail Mengurangi konteks –

tidak ada gesture

Sulit untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak dapat mengartikulasikan

Ketepatan  Paling bermakna untuk kontak dengan segera

 Perhatian harus dilakukan bukan untuk mengganggu pada batasan bagi orang lain.

Sumber : Jarmon and Keating (2007)

Pertanyaan umum untuk dipertimbangkan : Untuk tujuan apa aneka pilihan teknologi mampu dibaca oleh setiap orang? Mana yang dapat digunakan secara reguler tanpa mengambil kerugian pada orang lain? Apakah kemampuan setiap orang mampu dan nyaman dengan bentuk komunikasi yang berbeda? Apakah ada syarat budaya atau preferensi? Bagaimana setiap orang

dapat mengenal satu sama lain? Apakah pesan yang penting dan signifikan memberikan media dalam budaya konteks tinggi (high context)? Apakah semua bagian mengetahui dan menghargai waktu yang paling tepat untuk mengirimkan dan menerima pesan? Apakah preferensi setiap orang untuk berkomunikasi?

Berdasarkan hasil penelitian di atas, jelas terlihat bahwa dengan menggunakan media yang berbeda maka akan mengakibatkan implikasi yang berbeda pula. Namun, permasalahan selanjutnya adalah bagaimana menyusun pesan melalui media di atas agar pesan tersebut dapat dipercaya ? Peneliti akan menjelaskan mengenai karakteristik pesan yang akan disampaikan agar menghindari resiko kegagalan komunikasi. Pesan-pesan agar dapat dipercaya maka harus disusun dan direncanakan sedemikian rupa. Menurut Sugiana dan Syam (2007) Ada empat hal pokok dalam perencanaan pesan, yaitu analisis khalayak, gagasan dan pokok utama, sketsa pesan dan menyiapkan umpan balik kegiatan komunikasi.

Pada bagian analisis khalayak menurut Curtis, dkk (1996) seperti yang dikutip Sugiana dan Syam (2007) dalam suatu perencanaan komunikasi, analisis khalayak merupakan langkah awal untuk memulai langkah-langkah kegiatan komunikasi berikutnya. Melalui analisis khalayak diharapkan tujuan akhir komunikasi yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan khalayak, kondisi atau iklim organisasi, kelompok, dan sistem sosial khalayak. Analisis khalayak suatu program komunikasi akan lebih dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Khalayak dipahami dalam segi minat pada topik yang akan disampaikan, situasi yang mempengaruhi, kecenderungan, dan organisasi komunikasi yang dimiliki, dapat membantu dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan komunikasi dan pencapaian tujuannya.

Petani sebagai komunikator akan melakukan analisis khalayaknya yaitu komunikannya ketika akan melakukan tindakan komunikasi. Petani akan menganalisis bagaimana cara BMT berkomunikasi dengan petani dalam menyalurkan pembiayaan syariah.

Gagasan harus singkat dan langsung pada pokok persoalan dan hasil yang akan diperoleh bila kegiatan itu dijalankan, gagasan itu merupakan pemantapan dari pokok-pokok pikiran yang ada dalam tubuh pesan yang dikembangkan dalam komunikasi. Pokok utama adalah tulang punggung pesan, syaratnya pesan harus menyokong, menggambarkan gagasan utama dengan bahasa yang ringkas dan jelas. Membuat sketsa pesan artinya menyusun materi atau isi ke dalam urutan-urutan yang logis dan berguna dalam menyusun kata-kata dan penyampaian informasi kepada khalayak. Sketsa pesan merupakan kerangka kerja yang di dalamnya

mengandung topik-topik dasar yang mendukung tujuan komunikasi, dan informasi yang faktual yang menjabarkan masing-masing topik. Umpan balik dalam proses komunikasi berguna untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan komunikasi. Pengorganisasian pesan menurut Sugiana dan Syam (2007) didasarkan pada format kronologis, spasial, topikal, kausal, pemecahan masalah, dan cara-cara deduktif-induktif serta urutan motif atau sekuen.

Pesan yang akan disampaikan petani setidaknya mengandung gagasan pokok dari proses komunikasi. Sebelum menyusun pesan, petani akan menentukan dulu gagasan pokoknya yaitu mengenai bagaimana mendapatkan pembiayaan syariah dari BMT. Petani akan mengurutkan struktur pesannya baik berupa struktur kronologis, topical, kausal ataupun pemecahan masalah.

Ada dua struktur pesan yaitu struktur pro-kontra dan kontra-pro dan struktur satu sisi-dua sisi (Sugiana dan Syam, 2007). Struktur pro-kontra dan kontra-pro. Struktur ini, perencana menyampaikan pesan kepada khalayak dengan mengemukakan dua sisi gagasan, yaitu yang berlawanan dan gagasan yang pro khalayak. Struktur pro-kontra, komunikator mendahulukan argumen atau gagasan yang selaras dengan pendapat dan sikap khalayak, selanjutnya gagasan yang bertentangan dengan sikap khalayak disajikan pada bagian akhir pembicaraan. Sebaliknya dalam struktur kontra-pro, komunikator lebih dahulu mengawali presentasinya dengan menggunakan gagasan yang berlawanan, selanjutnya presentasi ditutup dengan argumen pro khalayak. Struktur satu sisi dan dua sisi, Struktur ini digunakan untuk mempengaruhi khalayak terhadap program yang dimiliki komunikator agar mendukung program tersebut. Pada kasus sepihak, komunikator hanya menyajikan gagasannya pada satu dimensi saja. Pada struktur dua sisi, komunikator menyajikan program yang akan dilaksanakan dengan melihat sisi keuntungan yang akan diraih sekaligus kerugian atau dampak yang ditimbulkan bila program dilaksanakan secara proporsional.

Mulyana (2007) menjelaskan bahwa arti imbauan pesan adalah pendekatan atau sentuhan terhadap aspek yang digunakan (distimulasi) oleh komunikator terhadap khalayak dalam menyampaikan pesan agar khalayak berubah. Terdapat tiga jenis imbauan, yaitu : (1) Imbauan rasional dan imbauan emosional. Imbauan rasional adalah imbauan didasarkan pada asumsi pokok tentang manusia sebagai makluk berfikir. Manusia sebagai pribadi rasional selalu mendasarkan setiap tindakannya pada pertimbangan logika. Imbauan emosional artinya pendekatan komunikasi lebih diarahkan pada sentuhan-sentuhan afeksi, seperti marah, suka, benci, dan lain-lain. (2) Imbauan takut dan ganjaran. Imbauan takut digunakan bila komunikator

menghendaki timbulnya kecemasan khalayak dalam menyampaikan pesan. Imbauan ini efektif dalam kadar yang moderat, sedangkan kadar takut yang rendah dan tinggi cenderung tidak berhasil. Imbauan ganjaran diberikan dengan pendekatan keuntungan yang diperoleh bila khalayak mengikuti perilaku tertentu. Jenis imbauan ini menggunakan asumsi bahwa makhluk hidup akan mempertahankan perilaku tertentu bila perilaku itu memberikan keuntungan. (3) Imbauan motivasional didasarkan pada jenis-jenis kebutuhan yang harus dipenuhi manusia. Kebutuhan tersebut menjadi potensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas persuasif. Menurut piramida Maslow, kebutuhan manusia dapat disusun berdasarkan urutan prioritas pemenuhan. Prioritas kebutuhan tersebut adalah : kebutuhan dasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan untuk berorganisasi atau berkelompok, kebutuhan akan cinta dan penghargaan, kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Pengembangan strategi penyusunan pesan dalam perencanaan pesan dan media komunikasi perlu mempertimbangkan kode pesan, isi pesan dan perlakuan pesan. Menurut Sugiana dan Syam (2007) pengkodean pesan menyangkut pengkodean pesan verbal maupun pesan non verbal. Pengkodean pesan berarti menuangkan gagasan oleh sumber ke dalam lambang-lambang yang berarti agar ditafsirkan sama oleh penerima sehingga menghasilkan efek perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan. Pengkodean pesan harus didasarkan pada kondisi khalayak sasaran yang dituju.

Isi pesan adalah materi atau bahan yang dipilih oleh sumber (komunikator) untuk menyatakan maksudnya. Isi pesan yang disampaikan meliputi informasi-informasi yang disampaikan, kesimpulan-kesimpulan yang diambil, dan pertimbangan-pertimbangan yang diusulkan. Komunikator harus mempertimbangkan jenis komunikasi yang akan dilakukan. Jenis komunikasi informatif, isi pesan harus singkat dan dan jelas, menggunakan istilah-istilah yang sederhana, menggunakan data konkret, dan memasukkan bahan-bahan yang menarik perhatian. Untuk jenis komunikasi persuasif menurut Wayne N. Thompson (Rakhmat, 2004), isi pesan harus mengandung unsur-unsur: menarik perhatian (berupa humor, ramalan, dan lain-lain), dan menyentuh atau menggerakkan, yaitu pesan-pesan yang mempunyai pengaruh psikologis.

Berdasarkan penjelasan di atas, menyusun isi pesan dalam sebuah komunikasi harus mempertimbangkan khalayak sasaran sebagai patokan yang harus diutamakan jika komunikator ingin menentukan isi pesan yang akan disampaikan. Jika BMT akan menyampaikan pesan, maka ia harus mempertimbangkan bagaimana karakteristik si petani sebagai komunikannya. Struktur

pesan yang disampaikan akan mengandung imbaian yang motivasional, yaitu agar petani memiliki motivasi agar bisa berubah untuk kesejahteran kehidupannya.

Sistematika penyusunan pesan haruslah diperhatikan oleh pihak komunikator dan komunikasn. Sugiana dan Syam (2007) menyatakan hasil-hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa penyajian pesan yang tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun.

Dokumen terkait