Sesuai dengan UU No. 12 1994 dan peraturan serta keputusan Penerapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), seperti halnya dengan jenis-jenis pajak lainnya, juga mengalami perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di Indonesia.
Perubahan-perubahan yang dilakukan pada dasarnya penyederhanaan dari peraturan yang satu ke peraturan yang lainnya. Penyederhanaan tersebut diatur dalam beberapa jenis pungutan atas tanah dan bangunan yaitu :
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908 2. Ordonansi Verponding Indonesia 1923 3. Ordonansi Verponding 1928
4. Ordonansi Pajak Kekayaan 1923 5. OrdonansiPajak Jalanan 1932
6. Pasal 14 huruf j, k dan l UU Darurat No. 11 tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah.
7. Peraturan Pemerintah pengganti UU No. 11 tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi (IPEDA) dan Peraturan perundang-undangan lain sepanjang mengenai tanah dan bangunan, dinyatakan tidak berlaku lagi & diganti dengan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
B. OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Yang menjadi objek PBB adalah Bumi dan Bangunan. Yang dimaksud dengan Bumi adalah Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman laut wilayah Indonesai. Sedangkan yang dimaksud dengan Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan, sehingga yang termasuk dalam pengertian bangunan disini yaitu :
1. Jalan lingkungan yang terletak 2. Jalan tol.
3. Kolam renang.
5. Tempat olah raga.
6. Galangan kapal/dermaga.
7. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
8. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Sedangkan yang tidak tergolong objek PBB antara lain :
1. Yang semata-mata digunakan untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksud untuk memperoleh keuntungan.
2. Untuk kuburan, peninggalan purbakala atau sejenisnya.
3. Hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum dibebani suatu pajak.
4. Untuk perwakilan diplomatik, konsulat, berdasarkan azas perlakuan timbal balik.
5. Untuk bafan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan RI.
6. Nilai Jual Pajak Tidak kena Pajak (NJO-PTKP) sebesar 8 juta. (Th.2000 = Rp 12 juta).
Sebelum ditetapkan sebagai objek PBB, terlebih dahulu dilakukan penelitian oleh pejabat yang berwenang menurut Undang-undang, Penelitian Objek PBB dibagi 2 kategori, yaitu :
1. Penelitian tanah :
d. Penelitian objek tanah dilakukan dengan cara menentukan/menilai harga tanah berdasarkan transaksi jual beli tanah yang terjadi di wilayah tersebut dengan mengambil harga jual rata-rata.
e. Untuk memudahkan penentuan harga tanah untuk kepentingan penetapan PBB, maka sedikitnya setiap tahun DitjenPajak cq. Kakanwil yang bersangkutan menerbitkan Nilai Jual Objek Pajak sebagai pedoman.
f. Berdasarkan pennilaian/penentuan klasifikasi tanah tersebut, petugas panilai mencatumkan kelas tanah pada Surat Pemberitahuan Objek pajak tersebut.
2. Penelitian bangunan :
a. Penilaian objek bangunan dilakukan dengan cara menilai konstruksi bangunan meliputi antara lain konstruksi landasan, konstruksi atap, disamping juga memperhatikan segi kualitas material bangunan dan luas bangunan.
b. Masing-masing konstruksi bangunan mempunyai cara-cara penilaian tersendiri, dimana akhir penilaian tersebut merupakan klasifikasi suatu bangunan yang akan dicantumkan pada SPOP sebagai bahan penetapan Pajak Bumi & Bangunan (PBB).
C. PENETAPAN NILAI PAJAK
Berdasarkan data objek PBB yang dihimpun dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan telah diadakan penilaian serta penentuan klasifikasi tanah dan bangunan, maka diadakan perhitungan/ penetapan sebagai berikut ;
1. Besarnya tarif adalah 0,5% (lima per-seribu).
2. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). 3. Dasar perhitungan pajak adalah 20 % dari nilai NJOP.
4. Batas Nilai Jual Bangunan Tidak Kena Pajak (NJP-TKP) adalah Rp.8juta (Rp.10.000.000,- apabila seorang WP mempunyai beberapa objek pajak, yang diberi NJOP-TKP).
Contoh, seperti dikutip dari Penjelasan UU. No 12 tahun 1994 ayat 3, sebagai berikut :
Seorang WP mempunyai 2 objek pajak berupa bumi dan bangunan masing-masing di desa A dan desa B dengan nilai sebagai berikut :
Desa A :
Nilai jual Objek Pajak Bumi (NJOPB) Rp. 8.000.000 Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 5.000.000
Nilai Jual Objek Pajak untuk Perhitungan pajak :
Nilai Jual Objek Bumi Rp. 8.000.000
Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 5.000.000 + NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Rp. 13.000.000 NJOP untuk Perhitungan pajak Rp. 8.000.000 _
NJOP-TKP Rp. 5.000.000
Desa B :
Nilai jual Objek Pajak Bumi (NJO PB) Rp. 5.000.000 Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 3.000.000
Nilai Jual Objek Pajak untuk Perhitungan Pajak :
Nilai Jual Objek Bumi Rp. 5.000.000
Nilai Jual Objek Pajak Bangunan Rp. 3.000.000 + NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Rp. 8.000.000 NJOP untuk Perhitungan pajak Rp. - _
NJOP-TKP Rp. 8.000.000
Selanjutnya penetapan besarnya pajak yang terutang harus diperhitungkan dengan cara, yaitu :
- Untuk bangunan = 0,5% x 20% x (NJ bangunan – NJB-TKP) Atau
- Untuk tanah dan bangunan = 0,5% x 20% x NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
D. SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Yang menjadi subjaek/WP PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, antara lain pemilik, penghuni, pengontrak, penggarap, pemakai dan penyewa.
Contoh Perhitungan :
Batara sebagai WP memiliki tanah seluas 1000 m2 persegi dengan nilai jual Rp. 300.000/m2. dari tanah seluas 1000 m2 tersebut bediri sebuah bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp. 350.000/ m2. Jika ternyata diketahui dalam lampiran klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bumi dan bangunan termasuk dalam kategori NJOP Bumi kelas 24 (dimana NJOP/ m2 antara 262.000 sampai dengan 308.000 atau menurut ketentuan NJOP bumi adalah Rp. 285.000/ m2 dan NJOP bangunan kelas. 8, sebesar Rp. 365.000/m2, maka besar perhitungan pajak terutang sebagai berikut :
Nilai Jual Tanah = 1000 m2 x Rp. 285.000 = Rp. 285.000.000 Nilai jual bangunan = 400 m2 x Rp. 265.000 = Rp. 146.000.000 +
Jumlah NJOP = Rp. 431.000.000
Nilai jual bangunan tidak kena pajak = Rp. 8.000.000 _
Jumlah NJOP = Rp. 423.000.000
423.000,-Referensi : UU.No.12 tahun
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAl ”VETERAN” JAKARTA
POKOK BAHASAN
KEBIJAKAN UMUM MENGENAI BEA METERAI