• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL PERTEMUAN XVI

Dalam dokumen Modul Perpajakan (Halaman 102-110)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAl ”VETERAN” JAKARTA

POKOK BAHASAN

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

MODUL PERTEMUAN XVI

Perpajakan (3 SKS)

ADIYAS, SE, MM. A. PENDAHULUAN

Sesuai dengan Pasal 33 (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi,air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, maka sudah sewajarnya jika pemilik atau yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan (yang merupakan bagian dari bumi) menyerahkan sebagian nilai ekonomis dari perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pemungutan BPHTB tetap memperhatikan azas keadilan bagi masyarakat dengan golongan ekonomi lemah dan berpenghasilan rendah melalui nilai bangunan yang tidak dikenakan perolehan hak atas tanah dan bangunan pajak.

B, PENGERTIAN BPHTB

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas dan atau (BPHTB) adalah

bangunan,yang selanjutnya disebut pajak. Dengan demikian ,objek pajak (BPHTB) adalah tanah ,bangunan serta tanah dan bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi pemindahan hak atas tanah dan bangunan karena jual beli,tukar menukar,hibah,hibah wasiat,penyertaan modal dari orang pr\ibadi atau badan usaha kepada perseroan terbatas atau badan hukum lain yang berupa tanah atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama. Selain itu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan juga bisa berasal dari pemindahan hak atas tanah dan bangunan,karena penunjukkan pembeli dalam lelang,pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap serta hadiah. Perolehan hak atas tanah dan bangunan selain beasal dari pemindahan bisa juga beasal dari pemberian hak baru

Hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik,hak guna usaha,hak guna bangunan,hak pakai,hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.

Sedangkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dikekecualikan dari BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh perwakilan diplomatik,konsulat berdasarkan azas

perlakuan timabal balik,negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau perwakilan organisasi internasioal yang ditetapkan olleh Menteri serta orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama yang dikarenakan adanya wakaf,warisan dan untuk digunakan kepentingan ibadah.

Untuk menentukan besarnya BPHTB adalah :

(Nilai Perolehan- Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak) x Tarif Pajak. Nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan cara dimilikinya hak atas tanah dan bangunan. Jika hak atas tanah dan bangunan diperileh dari :

- jual beli maka nilai perolehannya adalah harga transaksi.

- tukar menukar maka nilai perolehannya adalah nilai pasar objek pajak. - Hibah,nilai perolehannya adalah nilai pasar objek pajak.

- pemasukkan dalam pereroan atau badan hukum lainnya nilai perolehan nya adalah nilai pasar objek pajak.

- pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan maka nilai perolehan nya adalah nilai pasar objek pajak.

- penunjukkan pembeli dalam lelang,nilai perolehannya adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

- peralihan hak kareana pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai Kekuatan hukum tetap,nilai perolehannya adalah nilai pasar objek Pajak.

- pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, nilai perolehannya adalah nilai pasar objek pajak.

- pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak,nilai perolehan nya adalah nilai pasar objek pajak.

Nilai perolehan Objek Pajak diatas dapat diringkas sbb : Tabel 12.1 Nilai Perolehan Objek Pajak.

Nilai Perolehan Transaksi

Harga Transaksi Jual beli

Lelang

--- Nilai Pasar Tukar Menukar

Hibah

Pemasukan ke Perseroan Pemisahan Hak

Pemberian hak baru

Nilai perolehan objek pajak diatas harus disesuaikan dengan NJOP. Jika nilai jual objek pajak ternyata lebih besar dari nilai transaks maka yang digunakan tetap NJOP. Tetapi jika NJOP lebih rendah daripada nilai perolehan objek pajak maka yang digunakan adalah NJOP.

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Perlu menjadi catatan bahwa NJOPTKP sering mengalami penyesuaian. Tarif Pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

Sebagai contoh,pada tgl 1 Maret 2003, Sdr Ahmad membeli sebidang tanah dengan bangunan yang memiliki nilai Rp 100.000.000,-.

Maka besarnya BPHTB adalah :

Nilai Perolehan Objek Pajak = Rp 100.000.000,Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp 60.000.000, -Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp 40.000.000,-Pajak terutang = 5% x Rp 40.000.000,- = Rp

Perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar Rp 100.000.000,-Akan dikenakan BPHTB sebesar Rp 2.000.000,-.

D. PENGENAAN BPHTB ATAS PEROLEHAN HAK KARENA HIBAH WASIAT

Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan atas dasar hibah wasiat dan hibah wasiat ini diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dan garis keturunan lurus satu derajat keatas dan kebawah termasuk suami/isteri dikenakan 0% dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang seharusnya terutang. Misalnya,tgl 1 Oktober 2003 Sdr Adrian memperoleh tanah dan bangunan yang berasal dari hibah wasiat. Nilai dari tanah dan bangunan adalah sebesar Rp

75.000.000,-Maka besarnya BPHTB adalah :

Nilai Perolehan Objek Pajak = Rp 75.000.000,-Nilai Perolehan Objek Pajak

Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) = Rp 60.000.000, -Nilai Perolehan Objek Pajak

Kena Pajak (NJOP-KP) = Rp 15.000.000,-Pajak terutang = 5% x Rp 15.000.000 = Rp

Jika tanah dan bangunan yangdiperoleh Sdr Adrian berasal dari satu keturunan lurus atau berasal dari istrinya maka atas perolehan tanah dan bamgunan tidak kena pajak.

Sedangkan jika Sdr Adrian menerima hibah wasiat bukan berasal dari keturunan lurus maka besarnya BPHTB yang harus dibayarkan adalah : Rp 375.000(50%x Rp 750.000).

E. PENGENAAN BPHTB PEROLEHAN HAK KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN

Perolehan hak atas tanah dan bangunan atas dasar pemberian hak pengelolaan akan dikenakan tarif pajak sebesar 0% (nol persen) dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah atau bangunan yang

seharusnya terutang, apabila penerima hak pengelolaan adalah departemen, Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II, Lembaga Pemerintah lainnya dan Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas). Tetapi hal diatas dinyatakan berlaku jika dinyatakan dengan surat Keterengan Bebas BPHTB yang diterbitkan oleh Kepala BPHTB yang wilayah kerjanya meliputo letak tanah yang diberikan Hak Pengelolaan.

Sedangkan jika hak perolehan diberikan kepada selain

Departemen, Pemda Tingkat I,Pemda Timgkat II.Lembaga Pemerintah lainnya dan Perumnas akan dikenakan tarif 25% (dua puluh lima persen) Dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah atau pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang seharusnya terutang.

F. SAAT TERUTANG BPHTB

Saat terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

dibedakan atas dasar cara dimilikinya hak atas tanah dan bangunan jika hak atas tanah dan bangunan diperoleh dari :

- jual beli, maka sat terutang BPHTB adalah sejak tgl dibuat dan di tanda tangani akta

- tukar menukar, maka saat terutang BPHTB adalah sejak tgl dibuat dan ditandatangani akta.

- hibah, maka saat terutangBPHTG adalah sejak tgl dibuat dan ditanda tangani akta.

Utang BPHTB adalah sejak tgl dibuat dan ditandatangani akta. - pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, maka saat teutang BPHTB adalah sejak tgl dibuat dan ditandatangani akta.

- Lelang, maka saat terutang BPHTB adalah sejak tgl penunjukkan. pemenang lelang.

- putusan hakim,maka saat terutang BPHTB adalah sejak tgl putusan Ngadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

- hibah wasiat, maka saat terutang BPHTB adaah sejak tgl yang sangkutan mendatarkan peraliham haknya kekantor pertanahan.

- Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, maka saat terutang BPHTB adalah sejak tgl diterbitkan surat keputus- an pemberian hak.

- pemberian hak baru diluar pelepasan hak,maka saat terutang BPHTB adalah sejak tgl diterbitkannya surat keputusanpemberian hak.

- hadiah,maka saat terutang BPHTB adalah sejak tgl dibuat dan tanganinya akta.

Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak. Pajak yang terutang ini selanjutnya harus dilunasi di Bank Persepsi atau Kantor Pos atau tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan Surat Setoran BPHTB sebelim akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris,risalah lelang untuk pembeli

ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang,dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dalam hal pemberian hak baru dan pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim atau hibah wasiat.

G. PERMOHONAN KEBERATAN,BANDING,PENGURANGAN DAN PENGEMBALIAN BPHTB

Wajib pajak (WP) dapat mengajukan keberatan hanya kepada direktur Jenderal Pajak atas Suatu Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB),Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar (SKBLB). Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil (SKBN).

Pengajuan keberatan harus dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan WP dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima SKBKB atau SKBKBT atau SKBLB atau SKBN, kecuali apabila WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Tanda penerimaan surat Keberatan yang diberikan kekuasaannya. Tanda Penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Dirjen Pajak

pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tsb bagi kepentingan wajib pajak.

Dirjen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (duabelas) bulan sejak kebertan diterima,harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Keputusan Dirjen Pajak atas keberatan dapat berupa mengabul kan seluruhnya atau sebagian,menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terutang. Apabila jangka waktu 12 (duabelas)bulan telah lewat dan dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan,keberatan yang diajukan tsb dianggap dikabulkan.

H. PERMOHONAN KEBERATAN, BANDING, PENGURANGAN DAN PENGEMBALIAN BPHTB

WP dapat mengajukan keberatan hanya kepada Dirjen Pajak atas suatu Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil (SKBN).

Pengajuan keberatan harus dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan WP dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan paling lambat 3 (tiga ) bulan sejak tanggal diterimanya SKBKB atau menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Dirjen Pajak yang ditunjuk untuk itu atau bukti pengiriman Surat Keberatan memalui pos tercatat menjadi bukti penerimaan Surat Keberatan tsb bagi kepentingan WP.

Dirjen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima,harus memberi keputusan atas keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Keputusan Dirjen Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian,menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terutang. Apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tsb dianggap dikabulkan.

Jika terhadap keputusan keberatan , WP berhak untuk mengajukan banding. Banding hanya dapat diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan.

WP juga memiliki hak atas pengurangan BPHTB, Pengurangan BPHTB dapat dilakukan atas permohonan WP jika perolehan BPHTB di pergunakan untuk kegiatan sosial dan pendidikan yang semata-mata tidak bertujuan mencari keuntungan. Pengurangan BPHTB atas dua hal diatas diberikan sebesar 50% dari pajak yang seharusnya terutang.

I. RANGKUMAN :

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah da atau bangiunan. Untuk menentukan besarnya BPHTB adalah (Nilai Perplehan-Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak) x Tarif Pajak. Jika perolehan hak atas Tanah dan Bangunan atas dasar hibah wasiat dan hibah wasiat ini diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas dan kebawah termasuk suami/isteri dikenakan 0% dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang seharusnya terutang. Sedangkan jika yang menerima hibah wasiat adalah orang pribadi selain keturunan lurus dan badan hukum tertentu dikenakan sebesar 50% dari bea atau pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan yang seharusnya terutang. Perolehan hak atas tanah dan bangunan atas dasar pemberian hak pengelolaan akan dikenakan tarif pajak sebesat 0% (nol persen) dan 25% (dua puluh lima persen).

Daftar Pustaka

1. Casavera, Mudah Mengisi SPT tahunan PPh WP Orang Pribadi Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008.

2. Dwi Wahyu Siswandi, Panduan Praktis Mengisi SPT Tahunan PPh, Penerbit Sunray Books,Jakarta, 2008.

3. Diana Anastasia,Lilis setiawati, Pedoman Dan Cara Pengisian SPT

PPh Pasal 21, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2009

4. Erly Suardy, Perencanaan Pajak, Penerbit Salemba Empat, PT Salemba Emban Patria, Jakarta, Jakarta, 2001

5. Muhammad Rusydi ,Petunjuk Pelaksanaan

Pemotongan,Penyetoran &PelaporanPPh-21danPPh-26,SehubunganDengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi,Penerbit PT Indeks Kelompok Gramedia,

Jakarta, 2006

6. Meilani S. Yolina, Dasar-Dasar Akuntansi Perpajakan, Disertai

Contoh, Penerbit Tabora Media, Jakarta, 2009.

7. Supramono,SE,MBA,DBA, Theresia Damayanti,SE, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan,Penerbit Andi Yogyakarta, 2005.

8. Waluyo, Perpajakan Indonesia, Buku I dan Buku II, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2002.

9. Yuda Aryanto, Mahir Mengisi SPT PPh Orang Pribadi, Penerbit Salemba Mahir Mengisi Empat, Jakarta, 2009.

10. Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus,Buku I,Edisi 5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2009

Dalam dokumen Modul Perpajakan (Halaman 102-110)

Dokumen terkait