BAB III: PERANAN MOHAMMAD HATTA DALAM MENGEMBANGKAN
A. Mohammad Hatta Peletak Sendi-sendi Dasar Perkoperasian
Ide tentang perekonomian Indonesia yang berasaskan kekeluargaan dengan membentuk koperasi ini tidak lahir dengan sendirinya, tetapi melalui proses sejarah yang panjang. Jauh dari sebelum Mohammad Hatta mendapatkan pengetahuan tentang ilmu ekonomi dari pendidikan Barat, koperasi sudah dipandang sebagai jalan yang terbaik untuk membangun perekonomian rakyat yang lemah. Pada waktu belajar di negeri Belanda, ia banyak mendapatkan pengetahuan tentang sejarah perkembangan ekonomi yang terjadi di benua Eropa. Ia mengetahui perjuangan kaum buruh di Inggris dan perjuangan kaum tani di Denmark. Para kaum buruh dan tani dalam menghadapi kekuasaan dan pengaruh kapitalisme yang begitu hebat hanya dihadapi dengan mendirikan sebuah organisasi rakyat. Organisasi ini didirikan dengan atas sikap solidaritas dan rasa setia kawan dalam rangka untuk memperbaiki nasibnya. Organisasi yang tepat bagi kaum buruh dan tani hanyalah koperasi.
Kapitalisme yang berkembang dengan semangat individualisme, konkurensi merdeka dan modal yang kuat, sedangkan koperasi dasarnya kerjasama, tolong menolong antara orang-orang kecil yang ekonominya lemah. Perkembangan ekonomi di Eropa telah memperlihatkan bahwa orang-orang kecil yang lemah ekonominya dapat bertahan dan meningkatkan derajat hidupnya dengan cara bekerjasama dan bantu membantu dalam tolong menolong sesama mereka. Mereka berusaha untuk meningkatkan kemakmuran kehidupannya dengan melalui usaha koperasi. Mohammad Hatta merasa tertarik melihat
52
kenyataan tentang peranan koperasi di Eropa. Kemudian ia mengarahkan perhatiannya kepada gerakan koperasi yang dapat berjalan efektif. Ia menyadari sepenuhnya bahwa mayoritas rakyat di tanah air hidupnya amat miskin. Bukanlah hal yang mustahil bila koperasi diterapkan di Indonesia akan mengalami suatu perkembangan yang pesat.76
Mohammad Hatta mengetahui bahwa perekonomian bangsanya yang dikuasai oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang dalam struktur ekonominya terbagi atas tiga lapisan ekonomi yang tersusun bertingkat. Lapisan paling atas ialah perekonomian kaum penjajah, kaum kulit putih terutama bangsa Belanda. Kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan dunia luar hampir semuanya dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Mereka menguasai sektor-sektor ekonomi yang cukup vital dan mendatangkan keuntungan yang cukup besar, diantaranya: produksi perkebunan, produksi industri, jalur perhubungan laut, sebagian di udara dan darat, exspor dan impor, perbankan serta asuransi. Lapisan perekonomian yang kedua, yang menjadi perantara dan komunikasi dengan masyarakat Indonesia kurang lebih 90 persen dikuasai oleh orang-orang Tionghoa dan Asia lainya seperti Arab dan India.77
Sedangkan orang-orang Indonesia yang dapat dimasukkan dalam masyarakat lapisan kedua hanyalah kaum ningrat dan saudagar yang kaya. Lapisan ketiga ialah perekonomian taraf kecil, yang terdiri dari: pertanian kecil,
76
I. Wangsa Widjaja, MengenangBungHatta, Jakarta, Haji Masagung, 1988, hlm. 118.
53
pertukangan kecil, perdagangan kecil dan lain-lainnya. Inilah realitas perekonomian bangsa Indonesia. Rakyat kecil hidupnya tertekan dengan adanya hutang dan kredit dengan orang-orang Tionghoa, belum lagi pajak yang harus dibayarkan kepada pihak pemerintah. Orang-orang Tionghoa banyak menjalankan bisnis ekonomi dengan merentenirkan uang atas dasar sepuluh-duabelas. Apabila seorang pribumi berhutang f 10,-, hutang itu harus dikembalikan sesudah seminggu dengan f 12,-, cukup ia bayar rentenya saja f 2,-. Tetapi yang f 2,-, itu hanya rente, tidak lain dari pada rente. Hutangnya yang f 12,-, tidak berkurang dengan pembayaran rente f 2,-, setiap minggu, betapa juga lamanya. Hutangnya baru lunas apabila ia dapat membayar hutangnya sekaligus dengan f 12,-, itupun akan sangat sulit terbayar olehnya. Demikianlah dengan membayar setiap minggunya f 2,-, ia tetap akan terlilit hutang seumur hidup.
Mohammad Hatta menyaksikan realitas kehidupan ekonomi rakyat Indonesia yang memprihatinkan seperti ini tidak bisa dibiarkan dengan begitu saja. Ia sebagai mahasiswa yang sedang mendalami studi ilmu ekonomi di negeri Belanda, dapat menyaksikan perkembangan koperasi yang ada di negara-negara Eropa. Ia mempelajari letak kekuatan koperasi. Dengan koperasi yang menitikberatkan pada usaha bersama, orang belajar mengenal diri sendiri, percaya pada diri sendiri, setia kawan dan tolong menolong. Antar koperasi-koperasi diutamakan kerjasama dan tolong menolong serta dijauhkan dari persaingan dalam bidang yang sama. Dengan pengetahuannya yang ia dapat dari belajarnya di luar negeri itulah yang mendorong dirinya dikemudian hari untuk menyusun
54
landasan perekonomian Indonesia yang berasaskan kekeluargaan. Dengan kenyakinannya, bahwa taraf hidup bangsa Indonesia akan dapat dinaikkan bila dalam alam kemerdekaan nantinya perekonomian rakyat disusun atas usaha bersama dalam bentuk koperasi. Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Kuniaki Kaiso menjanjikan kemerdekaan Indonesia dikemudian hari. Untuk mempersiapkannya maka pada tanggal 29 April 1945 dibentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia). Dengan adanya pembentukan badan ini benar-benar bangsa Indonesia bagaikan terlepas dari pertautannya dengan Perang Pasifik di bawah Jepang.78
Dalam BPUPKI ini Mohammad Hatta duduk sebagai anggota. Badan ini dipimpin oleh Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 10-16 Juli 1945 BPUPKI menyelenggarakan sidang yang kedua untuk menyusun rancangan Undang-Undang Dasar. Sidang BPUPKI ini benar-benar membicarakan arah pembentukan sebuah negara yang merdeka. Pada sidang BPUPKI ini Mohammad Hatta mempunyai peranan yang cukup penting di antaranya menyangkut tentang persoalan masalah ekonomi bangsa Indonesia. Ia diberi kesempatan untuk mengajukan pemikirannya tentang konsep ekonomi Indonesia.79
“Perekonomian Indonesia merdeka diatur dengan usaha bersama. Dengan ini tidak dimaksud untuk mematikan perusahaan yang kecil-kecil
Mengenai bentuk perekonomian Indonesia jika telah meraih kemerdekaan, ia mengatakan:
78
P.J. Suwarno, Tatanegara Indonesia Dari Sriwijaya Sampai Indonesia Modern, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2003, hlm. 94.
79
Rancangan Undang-Undang Dasar tentang perekonomian Indonesia merdeka yang disampaikan oleh Mohammad Hatta ini diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 juli 1945.
55
yang hanya dapat dikerjakan oleh orang seorang saja dan tidak menyinggung keperluan umum. Usaha bersama dilakukan terhadap kepada penghasilan yang besar-besar yang mengenai keperluan umum dan perluan rakyat semuanya. Desentralisasi ekonomi dilakukan memakai koperasi sebagai dasar perekonomian. Jadi Indonesia ibarat satu taman berisi pohon-pohon koperasi, yang buahnya dipungut oleh rakyat yang banyak. Jadi, bukan koperasi yang bersaingan satu sama lain mencari untung besar, melainkan yang bekerja sama untuk membela kebutuhan-kebutuhan rakyat semuanya dan keperluan umum seperti pelajaran seni dan lain-lainnya.”80
Dalam sidang BPUPKI yang membahas tentang masalah ekonomi bagi bangsa Indonesia yang merdeka telah terjadi perdebatan yang cukup sengit. Mohammad Hatta yang mempunyai wawasan yang luas dalam bidang ekonomi menguraikan tentang kedudukan rakyat yang lemah menghendaki perekonomian harus disusun atas dasar koperasi yang mengedepankan prinsip kekeluargaan. Kekeluargaan dalam koperasi diartikan sebagai rasa solidaritas yang kuat, bukan untuk menyebabkan pribadi seseorang tenggelam dalam kebersamaan. Mohammad Hatta menggunakan kata pribadi ini dengan kata individualita yang sangat berbeda dengan kata individualisme. Individualisme lebih mengutamakan pada kepentingan diri sendiri. Sedangkan individualita seseorang menjadi pembela dan pejuang bagi koperasi. Ia percaya pada diri sendiri, dan bersikap melaksanakan self-help.
Inilah yang menjadi latarbelakang ide dasarnya untuk merumuskan tentang perekonomian Indonesia yang kemudian dituangkan dalam pasal 33 UUD 1945.
81 80
Mohammad Hatta, KumpulanKaranganI, Djakarta, Balai Buku Indonesia, 1953, hlm. 79.
81
56
Mohammad Hatta juga menekankan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Dalam hal ini Negara kemudian harus mempergunakannya untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyatnya.
Negara melakukan penanganan langsung, termasuk dalam public utilities seperti tenaga listrik, persediaan air minum, irigasi, jalan raya, dan juga produksi yang sebesar-besarnya yang menguasai hidup orang banyak.
Walaupun negara memegang kendali perekonomiannya, namun bukan berarti pihak swasta tidak boleh berperan. Ia juga menegaskan perlunya diadakan peraturan yang menunjukan usaha swasta pada kepentingan orang banyak. Menurutnya tempat yang terluang bagi pihak-pihak swasta ini masih cukup banyak, yang tidak ditangani baik oleh pihak koperasi maupun oleh pemerintah. Namun motivasi mencari keuntungan dari pihak swasta harus dijaga dan pemerintah harus melakukan pengawasan yang ketat agar tidak menghancurkan tujuan negara dalam menciptakan kemakmuran rakyat. Konsep ekonomi Indonesia merdeka yang dipaparkan oleh Mohammad Hatta dalam sidang BPUPKI dapat diterima oleh anggota yang lainnya.82
Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945, pemikiran Mohammad Hatta tentang perekonomian Indonesia yang merdeka disetujui dan dirumuskan oleh
82Idem.
57
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 33 yang isinya sebagai berikut:83
Pemikiran Mohammad Hatta yang dirumuskan dalam pasal 33 UUD 1945 bahwa perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, yang dimaksudnya adalah koperasi. Dengan mengambil bentuk koperasi ini akan dapat memberikan manfaat bagi perekonomian rakyat kecil yang mengutamakan kerjasama dan tolong menolong. Mohammad Hatta mengibaratkan koperasi yang dikelola oleh rakyat kecil seperti sapu lidi, satu persatu akan mudah dipatahkan, akan tetapi kalau disatukan menjadi satu ikat, ia akan semakin kuat dan sulit untuk dipatahkan. Dari bentuk koperasi yang kecil-kecil yang dikelola dengan aktiva yang teratur, maka berangsur-angsur akan mengalami peningkatan ke atas dan sanggup melaksanakan perekonomian medan pertengahan. Kemudian pada akhinya perekonomian rakyat yang teratur itu dengan organisasi koperasi dapat
Ayat 1: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
Ayat 2: “Cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Ayat 3: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
83
Taufik Abdullah, Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 28 Mei-22 Agustus 1945, Jakarta, Sekertariat Negara Republik Indonesia, 1998, hlm. 557.
58
memasuki medan perekonomian besar. Koperasi Indonesia yang berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945, bertujuan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang kolektif, berakar pada adat istiadat orang Indonesia yang asli, tetapi ditumbuhkan pada tingkat yang lebih tinggi sesuai dengan tuntutan zaman modern. Semangat kolektivitas Indonesia dalam koperasi yang mengutamakan kerjasama dalam suasana kekeluargaan antara manusia pribadi, yang bebas dari penindasan dan paksaan. Dengan menghargai pribadi manusia sebagai makhluk Allah yang bertanggungjawab atas keselamatan keluarga dan masyarakat seluruhnya, tetapi menolak pertentangan dan persaingan yang tidak sehat. Dengan koperasi yang mendidik seperti ini akan memeperkuat demokrasi sebagai cita-cita bangsa.84
“Dalam kasus Indonesia, bagian lain harus ditambahkan yaitu sejarahnya sebagai suatu koloni. Karena Indonesia dijajah di bawah kolonialisme Belanda selama tiga abad, situasinya secara keseluruhan tidak seperti yang disebutkan di atas. Tanah Indonesia kaya, menghasilkan ratusan ribu produk setiap tahun bagi dunia luar, tetapi rakyat Indonesia sendiri menderita kemiskinan dan kesengsaraan di tengah-tengah kaum kaya yang hidup berlebihan, landasan ekonomi yang akan datang akan menghindari
Pada bulan Desember 1945, dalam konperensi ekonomi di Yogyakarta, Mohammad Hatta menjelaskan bahwa perekonomian suatu negara pada umumnya ditentukan oleh tiga hal utama yaitu: 1). Kekayaan tanahnya, 2). Kedudukannya terhadap negara-negara lain dalam lingkungan internasional, 3). Kemampauan dan tujuan rakyatnya. Dalam konperensi ini ia menambahkan:
84
Djarot Siwijatmo, Koperasi di Indonesia, Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1982, hlm. 39.
59
individualisme sedapat mungkin dan sedekat mungkin dengan kolektivisme, yaitu mempertahankan tingkat kemakmuran yang merata”.
Mohammad Hatta mengetahui bahwa sebagian besar rakyat Indonesia hidup dari sektor agraris sebagai petani dan ada yang berprofesi sebagai pedagang. Kehidupan mereka jauh dari kemakmuran dan rentan terhadap konsorsium internasional dan sistem pasar dunia. Meskipun menentang individualisme, ia tidak pernah menyarankan supaya individu tidak boleh memiliki kekayaan pribadi. Penekanan yang dilakukan Mohammad Hatta lebih menitikberatkan pada kebijakan ekonomi kerakyatan untuk melindungi anggota masyarakat yang lemah. Dalam roda perekonomian yang paling cocok dengan realitas bangsa kita adalah koperasi. Dengan dimasukkan nama koperasi dalam UUD 1945 pasal 33, ini telah membuktikan bahwa Mohammad Hatta telah berhasil meletakan dasar pembangunan ekonomi nasional.85