• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Makna Bakul Semanggi Gendong Bagi Bakul Semanggi Sendiri Dan Pelanggan.

3. Momen Internalisasi.

Bakul semanggi gendong memaknai dirinya sendiri sebagai seorang perempuan yang hidupnya sengsara, karena sebagai tulang punggung keluarga. Menjadi bakul semanggi gendong harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh karenanya, menjadi bakul semanggi gendong harus bisa memasak daun semanggi menjadi kuliner yang lezat,

Tindakan seperti ini sudah menjadi satu tindakan yang rutin dilakukan setiap hari, bersaing dengan merebaknya variasi kuliner tradisional yang lain dan modern, seperti yang dituturkan subyek bakul gendong berikut ini:

“Masio jaman sakniki angel sadean semanggi, soale pun kathah jajanan lintu sing sae-sae, tapi kulo tetep mawon dados bakul semanggi gendong sing pun bertahun-tahun suwene saget nyukupi kebutuhan ekonomi keluarga”.(Ibu Ati, 2012).

“Meskipun pada zaman sekarang lebih sulit untuk menjual semanggi karena harus bersaing dengan makanan-makanan modern yang lain tetapi saya tetap berusaha konsisten untuk menjadi bakul semanggi gendong yang sudah bertahun-tahun lamanya untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga” (Ibu Ati, 2012)

Faktor ekonomi dan tradisi adalah faktor utama penyebab tetap bertahannya bakul semanggi gendong menjajakan dagangannya di kota Metropolis Surabaya. Tidak dipungkiri lagi bahwasannya mereka melakukan aktivitas sebagai bakul semanggi gendong agar mampu tetap bertahan menjaga kelangsungan hidupnya, karena ini merupakan satu-satunya sumber mata pencaharian mereka.

Ditinjau dari segi makna kesejahteraan mereka, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam kehidupan ekonomi yang utamanya yaitu pemenuhan kebutuhan individu dan juga keluarga mereka. Bakul semanggi gendong yang mayoritas hanya mengandalkan hasil berjualan semanggi sebagai pemenuhan kebutuhan tiap harinya, membiayai sekolah anak, hal ini dikarenakan mayoritas mereka memiliki suami yang berprofesi sebagai petani penggarap atau kuli serabutan yang penghasilannya tidak menentu, seperti yang dituturkan subyek bakul gendong, berikut:

“Saya menjajakan semanggi ini agar dapat memberi nafkah dan kebutuhan anak sekolah. Suami saya hanya seorang petani dan kuli, kami mendapat penghasilan tidak menentu. Dari hasil menjajakan semanggi di kota Surabaya, kami bisa memenuhi kebutuhan setiap hari, terutama umtuk makan dan kebutuhan sekolah anak dan cucu” (Ibu Patemi, 2012).

Ungkapan senada juga disampaikan subjek bakul semanggi gendong yang lainnya:

“Saya menjajakan semanggi di kota Surabayadan punya keluarga, meski sudah menikah tapi saya tetap bekerja, jadi hasilnya bisa saya pakai keperluan belanja setiap hari,

suami saya kerja sebagai buruh bangunan, ya tidak tentu hasilnya, bahkan kadang mengangur. Kalau saya tidak berjualam semanggi, terus anak saya mau makan apa?”, (Ibu Sumi, 2012).

Dari ungkapan tersebut tampak bahwa menjadi bakul gendong semanggi merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. B aku l ge ndo ng yang semuanya kaum perempuan, sesungguhnya mereka memiliki ketegaran hati dan kuat. Umumnya mereka tidak bergantung kepada hasil dari suami, mereka tetap mau berusaha untuk membantu perekonomian keluarga sehingga mampu memenuhi kebutuhan anak-anak bahkan keluarga besarnya.

Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa dari menjajakan semanggi, bakul gendong mampu menamatkan anak mereka sampai menjadi seorang sarjana, seperti yang dituturkan subyek bakul gendong berikut.

“Kulo bersyukur kale sing gawe urip, masio kilo soro, mugi-mugi anak-anak kulo saget urip sing enak. Mangkane kulo sekolahaken ngantos kuliah, dados sarjana, sakniki pun nyambut damel dados guru, terus adike dados pegawai kelurahan” (Ibu Mu’ripah, 2012).

“Saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, meskipun kita sengsara, mudah- mudahan anak-anak saya kelak bisa hidup enak. Maka saya sekolahkan sampai sarjana, sekarang sudah bekerja jadi guru, terus adiknya jadi pegawai kelurahan” (Ibu Mu’ripah, 2012).

Dari penuturan subjek bakul semanggi tersebut dapat terlihat bahwasannya menjadi bakul gendong sekalipun, juga mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan juga bisa merubah hidup ke tingkat yang lebih baik. Kemauan yang tinggi, kerja keras, dan motivasi dari keluarga, ternyata mampu membuat seorang bakul semanggi gendong membiayai dan menamatkan pendidikan anaknya hingga menjadi seorang sarjana dan secara tidak langsung telah mampu menaikan tingkat kesejahteraan keluarga.

Selain subjek bakul semanggi tersebut, seorang bakul semanggi gendong lainnya mengaku bahwa dari hasil menjajakan semanggi,mereka bisa membiayai pendidikan anaknya

masiopanas, udan, tetep keliling kampung, lumayan saget kangge nambah kebutuhan sakbendinane, kulo saget nyekolahaken anak kulo sampek STM kale SMA, mbejeng kersane mboten soro kados kulo” ( Ibu Rukana, 2012).

“Saya sudah lama berjualan semanggi ke Surabaya, sudah 25 tahun lamanya, meskipun kepanasan, kehujanan, tetap keliling kampung, lumayan bisa untuk menambah kebutuhan setiap hari, saya bisa menyekolahkan anak saya sampai STM dan SMA, kelak hidupnya tidak sengsara seperti saya” (Ibu Rukana,2012).

Subjek bakul semanggi gendong yang lainnya juga berpendapat sama, seperti berikut “Dengan menjadi bakul semanggi gendong,saya setiap hari bisa membawa uang sehingga tidak khawatir keluarganya tidak makan atau mencukupi kebutuhan yang lain, misalnya membiayai anak sekolah, untuk menyumbang keluarga atau tetangga yang punya hajadan” (Ibu Munawaroh, 2012).

Bahwasannya bakul semanggi gendong tetap bertahan berjualan untuk melangsungkan kehidupan mereka tanpa harus bergantung kepada pihak manapun dan tidak menjadi beban bagi pihak lain. Mereka tetap mampu memenuhi kebutuhan ekonominya, selain itu mereka juga mampu membiayai pendidikan anaknya.

Bakul semanggi gendong juga mampu menciptakan pasar sendiri, tanpa tergantung pada pasar yang ada. Ketika pasar tersegmentasi maka muncul kemudian relasi dan jejaring yang dibangun antar pembeli (konsumen) dan penjual (pemasok).Jaringan ini dibangun dengan bermodalkan kepercayaan satu sama lain untuk tujuan bersama, dengan harapan tidak saling merugikan. Kepercayaan (trust) yang dibangun terlihat dari pemaparan ibu Mu’ripah (bakul gendong) dan ibu Maning (juragan/pemasok bahan semanggi), sebagai berikut:

”Saya setiap hari membeli bahan-bahan untuk keperluan semanggi kepada juragan yaitu bu Darsining dengan cara pinjam dulu dan besoknya dibayar, kenudian ambil lagi, begitu setiap hari, tapi kalau ada uang untuk beli langsung ya tidak pinjam” (Ibu Muni,2012). Demikian juga yang disampaikan juragan ibu Darsining seperti berikut ini:

“Saya menyediakan bahan-bahan untuk keperluan bakul gendong semanggi dengan tujuan untuk memudahkan mereka mendapatkan bahan, karena sekarang ini sudah sulit untuk mendapatkan tanaman semanggi di Kendung ini, kalau itu ada tidak banyak, karena lahan semakin menyempit. Untuk mendapatkan semanggi setiap hari, saya bekerja sama dengan beberapa petani di Kabupaten Lamongan dan Sidoarjo, bahkan sampai Mojokerto untuk memasok tanaman semanggi, karena di daerah tersebut masih banyak persawahan’.(Ibu Darsining,2012).

Dari penjelasan subjek bakul semanggi gendong dan informan tersebut dapat ditarik

proposisi tentang proses pelembagaan bakul semanggi gendong pada momen internalisasi adalah sebagai berikut:

Bakul semanggi gendong adalah pedagang kecil yang mandiri, dapat menciptakan pasar sendiri, tidak membebani pemerintah di bidang permodalan, menjalin jaringan kepercayaan antara bakul semanggi, pelanggan, dan juragan.

Proposisi:

Meningkatnya penghasilan bakul semanggi gendong, meningkat pula kebutuhan untuk mensejahterakan keluarganya dan membuat mereka tetap eksis dalam lingkungan tradisinya.

Menurut Sinamo (2005:71), setiap manusia memiliki spirit atau roh keberhasilan, yaitu motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Roh inilah yang menjelma menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional, bertanggung jawab dan sebagainya melalui keyakinan, komitmen, dan penghayatan atas paradigma kerja tertentu. Dengan ini maka orang berproses menjadi manusia kerja yang positif, kreatif dan produktif. Sinamo (2005: 81), menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama.

Keempat pilar inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat elemen itu kemudiandikonstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnyasebagai Catur Dharma Mahardika (bahasa Sanskerta) yang berarti empat keberhasilan utama, yaitu:

1) Mencetak prestasi dengan motivasi superior,

4) Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani.

Keempat dharma ini kemudian dirumuskan pada delapan aspek etos kerja sebagai berikut:

1. Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha Kuasa, maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur.

2. Kerja adalah amanah; kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab.

3. Kerja adalah panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas.

4. Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat 5. Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang

Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian.

6. Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif.

7. Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan.

8. Kerja adalah pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan sempurna dan penuh kerendahan hati.

Dari pemaparan tersebut dapat diungkapkan bahwa bakul semanggi gendong sebagai bagian dari masyarakat juga berhak menikmati keberhasilan. Sebagai bentuk sektor nonformal, dapat digolongkan sebagai sosok pekerja yang keras yang tidak mengenal lelah

dan rintangan. Tekad keras dan perjuangan yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong tentunya merupakan bagian dari sebuah usaha yang dimotivasi oleh kebutuhan yang mendesak. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama mereka tetap bertahan dan memilih untuk tetap menjajakan semanggi di kota Surabaya.

Bakul semanggi gendong sebagai sebuah bagian dari sektor nonformal tentunya tidak menuntut banyak keahlian. Sebagai bagian dari ekonomi kerakyatan, ada dampak positif yang bisa digali yaitu memupuk daya kerja keras, jujur dan belajar hidup tidak menggantungkan orang lain atau mandiri.

Makna bakul semanggi gendong bagi dirinya sendiri berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dan merujuk pada konsep fenomenologi Alfred Schutz, secara because motives penulis mendiskripsikan tentang keterlekatan kelembagaan yang mendukung eksistensi bakul semanggi gendong tetap menjajakan kuliner semanggi ke Kota Surabaya, yaitu, karena adanya keterlekatan internal. Maksudnya adalah faktor-faktor yang menjadi motivasi bagi bakul semanggi gendong untuk menjajakan kuliner semanggi di kota Surabaya.

Motivasi internal tersebut antara lain: ada keterlekatan internal sebagai motivasi internal dan keterlekatan eksternal yang telah terjalin lama. Motivasi internal yang dimaksud di sini adalah timbulnya rasa suka, senang, dan ingin mendapatkan hasil sendiri untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan mempertahankan tradisi turun temurun dari keluarga bakul semanggi gendong sendiri.

Selain itu rasa suka bakul semanggi gendong tetap eksis karena setiap hari mempunyai pengasilan sendiri dari hasil jerih payahnya menjajakan semanggi di Kota Surabaya. Dengan penghasilan tersebut, maka bakul semanggi gendong dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, baik kebutuhan pokok, seperti: makan, minum, rumah dan sekolah anak-anak nya, maupun kebutuhan sosial, seperti: kumpulan pengajian, menghadiri

Rasa senang dan suka dari bakul semanggi gendong juga ditunjukkan ketika ada acara baik di tingkat Kelurahan yaitu Kelurahan Sememi, maupun di tingkat Kecamatan Benowo, sering kali diminta untuk menyuguhkan (diborong) kuliner khas semanggi Surabaya. Demikian juga pada acara peringatan HUT Kota Surabaya setiap tahunnya, tepatnya setiap tanggal 31 Mei, kuliner semanggi Surabaya selalu diikutsertakan dalam ajang makan gratis bagi warga Kota Surabaya sekaligus memopulerkan kuliner tersebut kepada masyarakat.

Disamping rasa suka atau senang, ada rasa sengsara karena sebagai bakul semanggi gendong harus bekerja keras dengan melakukan migrasi sirkuler ke kota Surabaya untuk menjajakan kuliner semanggi dari pagi hingga sore hari untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Motivasi eksternal yang mengkonstruksikan makna bakul semanggi gendong adalah lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, teman-teman, dan masyarakat, khususnya pelanggannya. Tujuannya, secara in order to motives adalah ingin memasyarakatkan kuliner semanggi dan membuktikan bahwa stigma yang melekat pada bakul semanggi gendong bergantung dari konteks dan sudut pandang tertentu.

Keterampilan yang dimiliki bakul semanggi memberi kontribusi terhadap pemaknaan bakul semanggi itu sendiri. Satu dari subyek penelitian (Ibu Mu’ripah) yang penulis wawancarai mengatakan bahwa keterlibatannya menjadi bakul semanggi gendong adalah juga melestarikan budaya kuliner tradisional daerah yaitu kuliner Surabaya yang langka. Sedangkan subyek penelitian lainnya mengatakan bahwa keterampilannya dalam memasak dan menjajakan semanggi diperolehnya secara turun temurun dari orang tuanya (ibu) dan neneknya atau keluarganya.Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa pembentukan dunia dan realitas sosial melalui tahapan yang simultan, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Dalam tahapan tersebut, terdapat realitas yang dipandang secara subjektif,

objektif, dan simbolik. Masyarakat menurut Berger dan Luckmann dapat dipandang sebagai realitas subjektif maupun realitas objektif.

Bakul semanggi gendong melaksanakan aktivitas komunikasi internal dalam bentuk saling bertukar informasi mengenai hal-hal yang menyangkut ketersediaan bahan baku kelengkapan semanggi, harga, maupun transportasi yang membawa mereka ke Kota Surabaya, sebelum menjajakannya dengan berjalan kaki sesuai rute yang sehari-hari dilakukan.

Dari uraian mengenai realitas bakul semanggi gendong dan eksistensinya, penulis menggambarkan konstruksi makna bakul semanggi gendong pada bakul semanggi gendong sendiri dan pelanggannya ke dalam sebuah diagram yang bertujuan untuk lebih menjelaskan dan memvisualisasikan uraian di muka.

Gambar 7: Konstruksi Makna Bakul Semanggi Gendong Pada Bakul Semanggi Dan Pelanggan

Melalui gambar di atas, penulis memvisualisasikan bagaimana proses konstruksi makna bakul semanggi gendong bagi dirinya sendiri dan juga bagi pelanggannya. Makna bakul semanggi gendong dihasilkan melalui konstruksi dalam ranah kognitif individu dan ranah kelembagaan bakul semanggi gendong, serta pelanggannya. Dalam ranah individu, konstruksi makna bakul gendong melibatkan faktor internal, faktor eksternal, keterampilan, dan tujuan. Faktor internal yang dimaksud penulis adalah perasaan senang dan sengsara terhadap eksistensinya menjadi bakul semanggi gendong.

Perasaan senang dan sengsara terhadap suatu hal merupakan bentuk dari kesadaran individu dalam melakukan kesengajaan. Sama dengan perasaan senang yang dimiliki oleh masyarakat pelanggan semanggi gendong di Kota Surabaya terhadap kuliner semanggi, dengan kesadaran dan kesengajaan sebagai salah satu bentuk memenuhi selera makan. Perasaan senang juga dapat menimbulkan romantisme masa lalu yang tetap dikenang.

Keterlekatan mereka terhadap kuliner semanggi disebabkan pula oleh pengaruh dari lingkungan. Di antaranya adalah anggota keluarga yang sering membeli semanggi memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada individu untuk melakukan hal yang sama. Selain keluarga, lingkungan pergaulan pun mempengaruhi ketertarikan individu terhadap kuliner tradisional semanggi. Kategori pertama adalah orientasi terdahulu, yaitu pemahaman dan pengalaman yang pelanggan miliki terkait dengan kuliner semanggi yang merupakan kuliner khas Surabaya. Kategori waktu berikutnya adalah orientasi terhadap masa sekarang, artinya pelanggan memahami akan romantisme masa lalu terhadap kuliner semanggi yang unik dan semakin langka. Orientasi masa yang akan datang memiliki arti bahwa pelanggan berharap dapat memberi kontribusi untuk memasyarakatkan kuliner semanggi Surabaya agar tidak cepat hilang.

Dari uraian di atas penulis menuangkan analisis konstruksi makna dan realitas sosial bakul semanggi gendong dan kuliner semanggi yang dijajakannya ke dalam model konstruksi makna ( seperti ke dua gambar di muka). Penulis menggunakan konsep fenomenologi

transedental Husserl untuk melakukan analisis terhadap pembentukan makna secara mental pada ranah individu. Penulis menggunakan fenomenologi Alfred Schutz untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mendukung eksistensi bakul semanggi gendong. Sedangkan untuk proses konstruksi makna dan realitas bakul semanggi gendong, serta keterlekatan kelembagaan, penulis menggunakan konsep Berger dan Luckmann tentang konstruksi realitas secara sosial.

Selain semua faktor yang mendukung eksis dan konsistennya bakul semanggi tetap menjadi bakul semanggi gendong dan tidak mau beralih ke usaha yang lain, disebabkan ada keterlekatan antara bakul semanggi gendong sebagai penjual semanggi dengan pelanggan sebagai pembeli yang setia. Di sinilah penulis berpendapat bahwa antara pelanggan dan bakul

karena berkaitan dengan selera, dan bersifat saling membutuhkan satu dengan yang lain. Dalam kaitan itulah maka akan didiskripsikan bagaimana pelanggan memaknai bakul semanggi gendong yang menjadi langganannya.

Membahas tentang bagaimana pelanggan memaknai bakul semanggi gendong, Berdasarkan tabel 7 pada Bab 4 di muka, dapat dilihat bahwa pelanggan kuliner semanggi terdiri atas berbagai tingkatan umur, pendidikan, dan status pekerjaan.Untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana pelanggan semanggi dalam memaknai bakul gendong semanggi tidak akan terlepas dari loyalitas mereka akan berlangganan kuliner semanggi tersebut.

Konsep loyalitas pelanggan lebih banyak dikaitkan dengan perilaku daripada sikap. Bila seseorang merupakan pelanggan loyal, ia menunjukkan perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu (Griffin, 2003:5). Satu hal yang pasti adalah usaha dapat berhasil hanya bila produk dan jasa yang ditawarkan benar-benar menyampaikan apa yang dikomunikasikan.

Berkaitan dengan loyalitas pelanggan bakul semanggi gendong, subyek-subyek pelanggan dalam penelitian ini menguraikan makna masing-masing tentang bakul gendong semanggi Surabaya, sebagai berikut:

Subyek Pelanggan 1

Subjek ini bernama Ibu Lia, usia 47 tahun, asal Surabaya. “Saya adalah seorang PNS, berlangganan semanggi sejak masih muda, kenal kuliner semanggi karena orang tua saya juga senang dengan semanggi”.

Menurut saya, cita rasa kuliner semanggi ini enak, khas bumbunya karena dicampur ubi, serta rasa daun semangginya krenyes-krenyes, apalagi ditambah krupuk puli yang gurih dan lebar, sehingga dapat untuk menyendok semanggi sekaligus dimakan.

Menurut saya pula, bakul semanggi gendong merupakan pedagang yang “unik dan khas” di jaman modern sekarang ini, baik dari cara berjualannya, pakaiannya seperti jaman

nenek saya, sangat tradisional. Namun keberadaan bakul semanggi gendong tersebut dibutuhkan karena ikut menghargai tradisi maupun budaya lokal masyarakat Kota Surabaya, supaya generasi muda Surabaya khususnya, mengetahui dan mencintai budayanya, terutama kuliner semanggi ini yang sekarang semakin langka, sehingga berupaya untuk melestarikannya.

Dilihat dari segi “kearifan lokal”, bakul semanggi gendong ini sangat menjunjung “kearifan lokal”, karena terbukti mereka tetap menjaga tradisi dan budayanya dalam menjajakan semanggi, dari jaman saya masih muda sampai sekarang bakul gendong semanggi itu ya seperti ini, tidak berubah, walau jaman telah berubah.

Saya tahu bahwa bakul gendong semanggi itu dari Benowo, jauh dari Kota Surabaya, dan bakul gendong semanggi berkeliling itupun saya merasa kagum, betapa gigihnya mereka (bakul gendong semanggi) untuk melestarikan budaya kuliner Surabaya, makanya saya suka ingat itu dan berusaha membelinya sembari memperkenalkan kepada anak- anak serta suami saya yang berasal dari daerah lain.

Dengan begitu kulner semanggi ini agar tidak hanya dinikmati oleh orang Surabaya saja, tetapi masyarakat lain juga mengenal dan dapat merasakan kekhasan kuliner semanggi Surabaya agar tidak punah.

Subyek Pelanggan 2

Berbeda lagi dengan subyek pelanggan yang berikut ini yaitu bapak Herman, usia 53 tahun asal Surabaya. “Saya adalah seorang wirausahawan, sudah mengenal semanggi sejak masih anak-anak. Keluarga saya sejak dulu memang berlangganan semanggi sehingga rasa kuliner yang satu ini bagi saya sudah tidak asing lagi di lidah. Menurut saya cita rasa kuliner semanggi itu enak, bumbunya terasa manis gurih, pokoknya lezat apalagi dicampur krupuk puli menambah nikmat rasa semanggi Surabaya ini.

Menurut saya, keberadaan bakul semanggi gendong Surabaya ini menjadi suatu budaya kuliner sekaligus bakul gendongnya yang unik, karena jaman modern seperti sekarang ini sudah sangat langka ditemukan orang berjualan seperti bakul gendong semanggi. Yang membuat unik itu adalah dari cara memasarkan, cara berpakaian serta cara penyajiannya masih tetap seperti jaman saya masih kecil dulu, tidak ada perubahan.

Bagi saya, keberadaan bakul semanggi gendong itu perlu dipertahankan dan dilestarikan agar generasi muda Surabaya mengetahui bagaimana budaya kuliner lokal yang unik tersebut masih bisa bertahan di jaman sekarang ini dimana jenis makanan semakin beragam dan semakin mengilanya masyarakat akan makanan cepat saji ala Amerika seperi

Mac Donald, Kentacky Fried Chikken, Dunkin Donat, Pitzza Hutt, dan yang lainnya. Oleh karena itu, kuliner semanggi Surabaya akan terasa asing bagi anak-anak muda, padahal yang mereka makan sehari-hari itu justru makanan budaya asing. Jadi, sangatlah penting bakul semanggi gendong tetap dipertahankan keberadaannya.

Melihat bakul gendong semanggi yang tetap mempertahankan tradisinya tersebut, berarti bakul semanggi gendong sangat menjaga kearifan lokal yang menjadi ciri khasnya dan semoga masyarakat Kota Surabaya mendukungnya.

Subyek Pelanggan 3

Subjek yang berikutnya adalah pelanggan semanggi yang bernama ibu Ratna, usia 43 tahun. “Saya adalah seorang ibu rumah tangga, asal Surabaya yang sekarang menetap di Sidoarjo. Saya ini sudah mengenal semanggi sejak kecil atau karena orang tua saya dan keluarga juga menggemari kuliner yang satu ini. Rasanya yang nikmat dan lezat membuat

Dokumen terkait