• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Makna Bakul Semanggi Gendong Bagi Bakul Semanggi Sendiri Dan Pelanggan.

2. Objektivasi: Momen interaksi diri dengan dunia Sosio-kultural

Objektivasi adalah interaksi sosial dalam dunia inter subjektif yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi. Sebagai bagian dari komunitas sosial (masyarakat), bakul semanggi gendong juga tidak terlepas dari orientasi nilai budaya yang berhubungan dengan kerja, terdapat tiga kriteria masyarakat, yaitu:

1). Masyarakat yang memandang kegiatan kerja sesuatu kegiatan yang hanya berhubungan dengan upaya mencari nafkah semata. Masyarakat seperti ini mempunyai mentalitas sekedar survive. Sejauh hasil kerja itu sudah dapat memenuhi kebutuhan itu, maka berhenti pada titik itu saja;

2). Masyarakat yang memandang kegiatan kerja sebagai alat untuk mencapai status sosial tertentu. Pada masyarakat ini kegiatan kerja hanya dalam rangka tujuan yang berkaitan dengan kepentingan struktur sosial saja, maka kegiatan ini hanya ditekankan pada kepentingan untuk mencapai status sosial saja, seperti kedudukan, gelar akademis, dan sebagainya;

3). Masyarakat yang memandang kegiatan kerja sebagai suatu kegiatan yang lebih luas maknanya, di antaranyamemandang kegiatan itu sebagai upaya untuk mencapai hasil kerja yang baik dan bermutu. Pada masyarakat yang memandang kegiatan kerja itu dengan perspektif yang lebih luas, kegiatan kerja tidak hanya dinilai sebagai upaya untuk mencari nafkah atau dalam rangka kepentingan status sosial semata, tetapi sudah mengarah pada kepentingan kerja itu sendiri, yaitu diorientasikan pada ukuran hasil dan kualitas kerja itu sendiri. Mereka yang

memiliki ciri-ciri ketiga inilah yang dapat disebut sebagai orang yang memiliki etos kerja yang tinggi (Sairin, 2002:322-323, dalam I Made Dian Syahputra, 2010). Menurut penulis, bakul semanggi gendong bila dilihat dari kriteria kerja tersebut, termasuk dalam kreteria yang ke satu, seperti yang dituturkan subyek bakul gendong berikut ini :

“Pengalaman yang saya rasakan, selain setiap hari harus bergulat dengan waktu baik saat memasak semanggi dan kelengkapannya serta harus menjual berkeliling di Kota Surabaya yang sangat melelahkan, semua itu akan menyenangkan saat kembali ke rumah di sore hari dengan membawa uang. Dengan adanya uang, saya dapat berjualan lagi di esok hari dan yang tidak kalah penting dapat memberi uang saku sekolah cucu-cucu saya, itu sudah cukup merasa senang dan bahagia”.(Ibu Mu’ripah,2012).

Meski di era globalisasi ini telah muncul banyak varian makanan modern yang menarik, tetapi tidak mampu mengurangi rasa kerinduan masyarakat kota Surabaya untuk menikmati makanan tradisional yang satu ini yaitu semanggi. Hampir di setiap even kuliner yang diselenggarakan di Surabaya,semanggi merupakan menu wajib untuk ditampilkan dan dihidangkan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk upaya pelestarian budaya-budaya tradisional, sebab jika tidak dilindungi maka budaya tersebut akan hilang atau punah.

Hal itu juga dituturkan oleh subjek bakul gendong, seperti berikut ini:

“Saya menjalani menjadi bakul gendong dengan ikhlas untuk melanjutkan tradisi keluarga dan membantu pemerintah kota dengan menjaga dan melestarikan kuliner tradisional ini sebagai aset budaya lokal Kota Surabaya, agar tidak cepat punah, apalagi bila di Kelurahan Sememi ada kunjungan dari Walikota Surabaya atau ada pertemuan-pertemuan yang bersifat kedinasan, baik di lingkungan Kelurahannya, Kecamatan, Kotamadya, bahkan tingkat Propinsi Jawa Timur, maka saya selalu ikut serta untuk menyuguhkan kuliner semanggi sebagai kuliner khas Surabaya yang sampai saat ini tetap ada dan hanya di sini” ( maksudnya, Surabaya),.(Ibu Mu”ripah,2012).

Selain subjek tersebut terdapat informan, Sekretaris Lurah Sememi, seperti berikut: “Keberadaan semanggi di desa Kendung juga didukung oleh partisipasi pemerintah Kota Surabaya, khususnya Kelurahan Sememi ikut memfasilitasi tempat untuk bakul semanggi gendong dalam memasarkan kuliner semangginya. Salah satu contoh adalah dengan mengikutsertakan bakul semanggi gendong dalam event-evant kegiatan Kelurahan atau Kecamatan bahkan Kotamadya Surabaya” (Bapak Supangat,2012).

“Hampir setiap ada event penting, kuliner semanggi selalu hadir diantara banyaknya kuliner yang lainnya. Apalagi pada saat acara menyambut hari ulang tahun Surabaya setiap

tanggal 31 Mei, pemerintah kota Surabaya selalu mengadakan festival makan gratis untuk warganya”.(Bapak Supangat,2012).

Diketahui pula bahwa penjaja semanggi tradisional berjualan semanggi tidak hanya mendapatkan sisi komersial saja, namun mereka juga mendapatkan suatu rasa kebanggaan dan kepuasan dengan melestarikan semanggi dan menjajakannya kepada masyarakat.

Secara objektif, rata-rata pelanggan semanggi adalah orang-orang tua, yang masih mengenal makanan semanggi dan rasa khasnya. Ini berarti pelanggan sangat langka dan bila tidak segera ditinjaklanjuti, terutama peran pemerintah yang diharapkan, maka bukan tidak mungkin kuliner yang khas dan langka ini akan semakin dikejar waktu kemudian hilang.

Untuk itu mereka berharap pelanggan bertambah banyak, tidak hanya orang tua saja tetapi anak muda juga menggemarinya, seperti yang dituturkan oleh subyek bakul berikut ini: “Menjadi bakul semanggi gendong itu ada enak dan tidak enaknya. Enaknya kalau ketemu pelanggan di Surabaya dan membeli, rata-rata langganan saya adalah orang Surabaya yang sudah berumur, jarang anak-anak muda yang membeli. Apabila ada anak-anak muda yang membeli semanggi saya, saya ikut senang karena makanan tradisional ini untuk ke depannya ada yang masih menggemari, sehingga tidak cepat hilang” (Ibu Warsini, 2012).

Hal senada juga disampaikan oleh bakul semanggi gendong yang lain, seperti berikut:

”Harapan saya semoga semanggi akan lebih banyak digemari, terutama anak-anak muda, makanya saya setiap hari selalu mampir ke tempat-tempat yang banyak anak mudanya, misalnya di kampus-kampus” (Ibu Rukana, 2012 ).

Sangat sedikit orang muda yang mengenal apa itu semanggi ( menurut subyek Ibu Rukana, Ibu Mu’ripah). Atas dasar hasil penjelasan para subjek bakul semanggi gendong tersebut, bagaimana proses pelembagaan ekonomi sosial bakul semanggi gendong bagi diri mereka sendiri, pada momen objektivasi, dirumuskan proposisisebagai berikut:

Bakul semanggi gendong dan kuliner semanggi adalah sebuah tradisi khas yang langka, dilakukan oleh perempuan, namun ketidakmampuan nya menembus pasar rakyat, dipastikan rentan untuk segera hilang.

Teori pemasaran yang amat sederhana pun selalu menekankan bahwa dalam kegiatan pemasaran harus jelas, siapa dan menjual apa, dimana, bagaimana, bilamana, dalam jumlah berapa dan kepada siapa. Adanya strategi yang tepat akan sangat mendukung kegiatan pemasaran secara keseluruhan.

Definisi menurut Harper W (2000:4) bahwa pemasaran adalah “Suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan indidvidu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran”. Definisi ini menjelaskan bahwa pemasaran merupakan proses kegiatan usaha untuk melaksanakan rencana strategis yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan konsumen melalui pertukaran dengan pihak lain.

Sebaik apapun mutu sebuah produk, semenarik apapun bentuk rupanya atau sebesar apa pun manfaatnya, jika tidak ada orang yang mengetahui tentang keberadaannya, maka mustahil produk tersebut dibeli. Produk yang sudah bagus dengan harga yang sudah bagus itu tidak dapat dikenal oleh konsumen maka produk tersebut tidak akan berhasil di pasar.

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan secara efektif agar informasi mengenai hadirnya sebuah produk, dapat sampai kepada masyarakat atau konsumen. Upaya untuk mengenalkan produk itu kepada konsumen merupakan awal dari kegiatan promosi.

Definisi menurut Gitosudarmo (2000:237) “Promosi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar mereka dapat menjadi kenal akan produk yang ditawarkan oleh perusahaan kepada mereka dan kemudian mereka menjadi senang lalu membeli produk tersebut”.

Perkembangan perekonomian dan teknologi pada masa modern sangat berpengaruh pada persaingan perdagangan dalam merebut pasar, seperti halnya bakul gendong semanggi yang hanya memasarkan sendiri dan didukung kurang gencarnya promosi, terutama dari para pelaku aksi bakul gendong sendiri. Hal seperti itu terjadi karena ketidakberdayaan para bakul

gendong semanggi dalam memenuhi kebutuhan yang lebih dari sekedar kebutuhan ekonomi, yaitu konsumsi dan kebutuhan sosial saja. Padahal di balik apa yang telah dilakukan oleh para bakul itu tidak sekedar untuk kebutuhan ekonomi mereka semata, namun ada misi yang lebih besar yaitu mempertahankan aset budaya kuliner Surabaya. Semestinya para bakul gendong semanggi tersebut tidak semakin terpinggirkan, selama ada campur tangan yang memberi manfaat dari pemerintah, baik di tingkat Kelurahan, Kecamatan bahkan Kota Surabaya.

Selama ini peran pemerintah terhadap keberadaan mereka masih kurang, kecuali hanya mengadakan festival jajanan gratis di saat hari ulang tahun Kota Surabaya. Itupun tidak melibatkan semua bakul semanggi gendong untuk bisa berunjuk gigi di acara tersebut. Dengan demikian, masih terjadi diskriminasi terhadap para bakul semanggi gendong, karena ketidakberdayaannya dalam menembus pasar rakyat, dan itu amat memprihatinkan. Di lain pihak, berbagai kuliner modern yang ada sekarang ini, dapat merebut pasardengan menggunakan strategi yang didukung oleh modal yang besar, sehingga bisa melakukan promosi dengan berbagai cara untuk merebut peminat sekaligus pelanggannya. Contoh;

MacDonald, KFC, Pitzahutt, Hokben, dan yang lainnya.

Kegiatan promosi yang baik akan menumbuhkan perhatian dan keinginan konsumen untuk menggunakan produk tertentu sehingga permintaan akan produk tersebut meningkat. Di samping itu kegiatan promosi yang baik akan meningkatkan popularitas produk, sekaligus memelihara hubungan dengan konsumen.

Dokumen terkait