• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Simpulan

Fenomenologi adalah salah satu pendekatan sosiologis dalam memahami suatu peristiwa atau fenomena sosial. Dengan pendekatan ini penulis berusahauntuk masuk lebih dalam dengan memahami respon pertama individu (bakul semanggi gendong) dalam memaknai peristiwa yaitu tentang eksistensi, kelembagaan ekonomi dan migrasi sirkuler khasnya ke kota Surabaya.

Kehidupan sosial sangat dipengaruhi oleh struktur-struktur eksternal di sekitar individu seperti keluarga, dan lingkungan, seperti yang dipahami oleh teori struktural. Individu melakukan sesuatu karena mereka bebas untuk melakukan atau membentuk kehidupan sosial mereka atau kebebasan berkehendak atau memilih. Individu itu sendiri yang membangun kontruksi tersebut, sehingga kita memiliki pilihan untuk memilih dan membentuk kontruksi sosial atau kehidupannya sendiri. Namun, teori fenomenologi lebih memusatkan perhatiannya pada individu dan mengesampingkan struktur lain. Individu bebas berkehendak dan memutuskan untuk melakukan suatu kegiatan dan berhak untuk menciptakan kehidupannya sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan dari pihak lain.

Dari perspektif fenomenologi, penelitian ini secara teorotik mampu: (1) memahami makna tindakan individu secara lebih mendalam, sehingga menghasilkan proposisi kualitatif yang lebih handal; (2) memahami makna tindakan melalui proses eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi; (3) tidak sekedar menekankan aksinya, tetapi lebih menekankan makna dibalik tindakan (aksi) tersebut.

Pada sisi lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah temuan-temuan baru, yang khususnya belum banyak tersentuh. Demikian pula dari studi pustaka, menunjukkan terlalu

pedagang yang lain atau bakul yang lain pada realitas sosialnya telah banyak berubah, namun bakul semanggi gendong tidak berubah walaupun jaman telah banyak berubah.

Berkaitan dengan penelitian bakul semanggi gendong yang dilakukan dengan menggunakan metode fenomenologi, dapat disimpulkan seperti berikut.

1.1. Simpulan berkait dengan eksistensi bakul semanggi gendong.

Bakul semanggi gendong merupakan satu kesatuan yang lahir dengan identitas budaya tersendiri yang menjadi ciri khas masyarakat Kendung. Eksistensinya didukung oleh banyak faktor, yakni: faktor pendidikan yang rendah, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki terbatas, pengalaman, faktor lingkungan alam sekitar yang mendukung, serta pelanggan yang setia di kota Surabaya.

Pemahaman bakul semanggi gendong khususnya tentang eksistensinya, dilihat dari because motives (motif sebab) adalah:

Pertama: Selama belasan tahun para bakul gendong sudah berpengalaman menjadi bakul gendong semanggi. Selain faktor turun- temurun, telah banyak pengalaman yang didapatkan seperti interaksi sesama bakul gendong terjalin baik, demikian juga interaksi bakul gendong semanggi dengan pelanggannya.

Kedua: Eksisnya bakul gendong semanggi juga didukung oleh mudahnya para bakul gendong mendapatkan bahan baku, yaitu dengan menanam sendiri, atau mendapatkannya dari juragan.

Ketiga: Eksisnya bakul gendong semanggi didukung dengan semangat yang kuat untuk melanjutkan tradisi krluarga.

Keempat: Eksisnya bakul gendong semanggi juga didukung oleh pelanggan yang setia di Kota Surabaya untuk tetap menjajakan semanggi karena penghasilan yang diperolehnya cukup banyak.

Kelima: Eksisnya bakul semanggi gendong juga dodorong oleh motivasi.

Secara in order to motives (motif supaya), bakul semanggi gendong tetap eksis, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya, serta mempertahankan tradisi keluarganya. Dengan demikian, secara in order to motives, eksistensi bakul gendong semanggi Surabaya disebabkan oleh faktor ekonomi dan ekonomi tradisi.

Selama ini harus diakui bahwa masih sedikit dan terbatasnya penelitian yang mendalam dan komprehensif tentang bakul gendong semanggi. Kajian mendalam yang dimaksud adalah melihat bagaimana perilaku dan aktivitas para bakul gendong yang lebih didominasi oleh aspek ekonomi yang ternyata menyimpan potensi dan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut sesungguhnya merupakan suatu bentuk nilai yang muncul dari tatanan kedaerahan yang berbentuk ikatan- ikatan budaya, persaudaraan. Sehingga nilai-nilai inilah yang menjadi symbol kearifan lokal (local wisdom).

Bakul semanggi gendong terinstitusi dalam keluarga dan lingkungan, bahkan lingkungan yang lebih luas, yaitu dusun. Ini merupakan institusi yang kompleks dari norma-norma dan tingkah laku yang terus bertahan seiring dengan waktu juga terkait dengan pelembagaan ekonomi dalam keluarga, dimana produksi yang menghidupkan rumah tangga sebagai kegiatan ekonomi dan kekuatan serta aktivitas yang menggerakkan kehidupannya. Ketergantungan ini merupakan yang eksis antara rasionalitas pemikiran ekonomi dan hubungan moral (hubungan

Bakul semanggi gendong mewakili masyarakat Kendung, Benowo, tentang bagaimana cara dan sifat lokal untuk tetap dapat bertahan hidup (survive). Hal ini merupakan realitas, tetapi juga sebuah proses ekonomi yang dilatar-belakangi oleh dukungan relasi sosial budaya secara kekeluargaan yang turun-temurun. Realitas itu bukan sesuatu yang dibuat-buat, tetapi ditetapkan menurut kejadian yang mengandung kreativitas, saling ketergantungan dan dialektika.

Bakul semanggi gendong juga mampu menciptakan pasar sendiri, tanpa tergantung pada pasar yang ada. Ketika pasar tersegmentasi maka muncul kemudian relasi dan jejaring yang dibangun antar bakul (konsumen) dan juragan (pemasok). Jaringan ini dibangun dengan bermodalkan kepercayaan satu sama lain untuk tujuan bersama, dengan harapan tidak saling merugikan. Kepercayaan (trust) yang dibangun untuk kepentingan bersama antara kepemtingan ekonomi, sosial dan budaya agar tetap eksis.

Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang semakin memoles diri dan menjelma membentuksebuah peradaban yang semakin modern dan sarat sentuhan science dan teknologi, tidak kemudian menggerus dan menghilangkan nilai-nilai social capital yang telah dianut oleh masyarakat Kendung, terutama kaum perempuan.

Perubahan kondisi sosial masyarakat secara universal tidaklah menjadi “bumerang” yang akan meredam eksistensi budaya kuliner lokal masyarakat Kendung, Benowo, Kota Surabaya. Hal tersebut terbukti dengan langgengnya bakul semanggi gendong yang sampai saat ini masih eksis. Salah satu faktor yang mendorong adalah budaya genetik atau budaya turun-temurun.

1.2. Simpulan berkait dengan migrasi khas bakul semanggi gendong dan maknanya.

Pada dasarnya, migrasi adalah pergerakan penduduk secara geografis, atau perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain. Hugo (1986:59--83) membedakan migrasi dalam dua kategori, yaitu migrasi permanen dan non permanen. Perbedaannya terletak pada tujuan pergerakan tersebut. Jika seorang migran bertujuan untuk pindah tempat tinggal secara tetap, migran tersebut dikategorikan sebagai migran permanen, sebaliknya bila tidak ada niat menetap di tempat tujuan dikategorikan sebagai migran sirkuler. Mantra menambahkan satu lagi bentuk yang disebut komutasi (nglaju), yaitu pergerakan penduduk yang dilakukan dengan cara pergi ke tempat kerja dan pulang ke rumah pada hari yang sama.

Dari hasil penelitian tentang makna migrasi sirkuler bagi bakul semanggi gendongdisimpulkan,bahwa migrasi sirkuler khas yang dilakukan bakul semanggi gendong memiliki banyak makna (meaningfull), tidak hanya makna ekonomi (materi) tetapi juga makna non-ekonomi, seperti makna; (1) relegiusitas, (2) kesadaran solidaritas, (3) kesadaran akan ilmu pengetahuan, dan (5) tradisi.

Migrasi sirkuler khas bakul semanggi gendongyang dilakukan dengan maksud mengubah kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan menjadi lebih baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan anak, kesehatan dan lain sebagainya menunjukkan makna ekonomi.

Migrasi sirkuler, harus tetap mempertahankan kesadaran akan kewajiban beribadah,baiksholat wajib yang harus dilakukan maupun ibadah yang lainnya seperti menjual dengan keuntungan yang sewajarnya, tidak pelit, bahkan menyediakan kuliner khas yang langka seperti semanggi ini adalah merupakan sebuah ibadah. Selain untuk memenuhi tambahan kebutuhan keluarga, dengan migrasi sirkuler bakul semanggi gendong akan bermanfaat bagi orang lain atau

budaya kulinernya, itu adalah wujud ibadah, dengan demikian migrasi sirkuler bakul semanggi gendong menunjukkan makna religius.

Makna yang lain dari migrasi sirkuler adalah makna solidaritas, tidak hanya pada saat melakukan migrasi saja, tetapi akibat dari perjalanan migrasi sirkuler tersebut hubungan antar bakul semanggi gendong menjadi lebih dekat antara satu dengan yanglain, apalagi mereka merupakan tetangga, baik tetangga dekat maupun tetangga satu dusun, sehingga bila ada kesulitan akan saling membantu.

Migrasi sirkuler juga bermakna pengetahuan, artinya bahwa:“Dengan melakukan migrasi sirkuler bakul semanggi gendong memikili kesadaran yang baik tentang pengetahuan, terutama diri sendiri tentang anak-anak mereka akan pentingnyapendidikan, sehingga terdorong untuk memberikan pendidikan terhadap anak-anak lebih baik seperti orang-orang Surabaya, dan terbukti dari beberapa bakul semanggi gendong ada yang bisa menjadikan anak mereka sampai sarjana. Selain itu pula, migrasi sirkuler bakul semanggi gendong bermakna tradisi, artinya adalah bahwa migrasi yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong sudah merupakan tradisi yang turun temurun dari para pendahulu keluarga bakul semanggi gendong sendiri.

Pekerjaan perempuan sebagai bakul semanggi gendong telah

mengakibatkan selain memiliki peran ganda juga beban ganda. Sejak malam hingga sore hari, perempuan bakul semanggi gendong mempersiapkan diri dan menjajakan semanggi dengan bermigrasi sirkuler ke Kota Surabaya. Ketika kembali di sore hari, ia harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan kadang kala turut membantu pekerjaan kebun. Padatnya kegiatan yang dilakukan itu membuat perempuan bakul semanggi gendong mengorbankan waktu untuk kegiatan individual dan istirahat, mereka mengabaikan kesehatannya, tidak mempunyai waktu untuk meningkatkan

kemampuan dirinya, dengan kata lain mereka memaksakan diri demi ekonomi dan kebutuhan keluarga, serta budaya.

Budaya gorong royong dan bekerja sama masih diterapkan oleh bakul semanggi gendong. Walaupun dalam bentuk solidaritas ke sesama bakul semanggi gendong, tetapi hal ini sudah menjadi bukti bahwa keberadaan mereka sebagai bentuk yang tidak terorganisir, namun mereka memiliki rasa kekerabatan antar sesama bakul semanggi gendong yang sangat kuat.

Berbagai penelitian terdahulu yang sudah diungkapkan di muka membuktikan bahwa, mayoritas perempuan dalam melakukan aksi perdagangan selalu didominasi oleh alasan ekonomi. Hal tersebut ternyata tidak terjadi pada aksi perdagangan yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong. Ada dua alasan yang mendasari, yaitu: 1) tidak dapat dipungkiri mereka menjajakan kuliner semanggi, namun ternyata bukan semat-mata karena alasan ekonomi saja yang menjadi faktor penyebabnya, tetapi ada makna subyektif dari mereka bahwa dengan menjadi bakul semanggi gendong, mereka akan tetap eksis dalam ekonomi keluarganya dan sekaligus tetap mempertahankan tradisi keluarganya; 2)Dengan hasil penelitian ini, penulis sekaligus ingin memodifikasi, menambahkan tentang hasil penelitian oleh Lee tentang migrasi, khususnya migrasi sirkuler, yaitu dengan menambahkan kata khas (studi kasus bakul semanggi gendong) dalam migrasi sirkuler sehingga menjadi migrasi sirkuler khas, seperti yang dilakukan bakul semanggi gendong.

1.3. Simpulan berkait dengan makna bakul semanggi gendong bagi diri sendiri. Teori fenomenologi Berger dan Luckman digunakan untuk mengkonstruksi pemahaman bakul gendong semanggi tentang diri sendiri ini dibedakan dalam tiga momen, yaitu momen ekternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Proses eksternalisasi pada hakekatnya adalah proses penyesuaian dengan struktur sosial yang ada. Dalam hal ini adalah struktur sosial masyarakat sekitar bakul semanggi gendong yang didominasi oleh struktur masyarakat pedagang dan buruh.

Bakul semanggi gendong dimaknai di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar sebagai seorang perempuan yang bekerja sebagai bakul gendong di kota Surabaya, mempertahankan tradisi keluarga yang turun- temurun, dan menjadi tulang punggung bagi keluarga.

Bakul semanggi gendong adalah sebuah fenomena sosial yang nyata, ada di dalam masyarakat dan merupakan bagian dari masyarakat Kendung yang bergerak pada sektor nonformal. Sebagai bagian dari ekonomi kerakyatan, tentu ada dampak positif yang bisa digali yaitu memupuk daya kerja keras, jujur dan belajar hidup tidak menggantungkan orang lain atau mandiri. Dengan keahlian memasak daun semanggi menjadi suatu kuliner yang khas dan menjadi ikon kuliner kota Surabaya serta digemari oleh masyarakat (terutama pelanggan), tentu akan menjadi beban tersendiri bagi bakul semanggi gendong untuk menjaga dan melestarikannya.

Pada momen objektivasi diiketahui pula bahwa penjaja semanggi tradisional berjualan semanggi tidak hanya mendapatkan sisi komersial saja, namun mereka juga mendapatkan suatu rasa kebanggaan dan kepuasan dengan melestarikan semanggi dan menjual kepada masyarakat.

Secara objektif, rata-rata bakul semanggi gendong dan pelanggannya adalah orang-orang tua, yang masih mengenal makanan semanggi dan rasa khasnya. Ini berarti sangat langka dan bila tidak segera ditinjaklanjuti, terutama peran pemerintah yang diharapkan, maka bukan tidak mungkin kuliner yang khas dan langka ini akan semakin dikejar waktu kemudian hilang.

Pada momen internalisasi, bakul semanggi gendong memaknai dirinya sendiri sebagai seorang perempuan yang hidupnya sengsara, karena sebagai tulang punggung keluarga. Menjadi bakul semanggi gendong harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, menjadi bakul semanggi gendong harus bisa memasak daun semanggi menjadi kuliner yang lezat, menjajakannya dengan berkeliling di Kota besar Surabaya untuk menemui pelanggannya, bersaing dengan ekonomi metropolis dan bervariasinya kuliner tradisional yang lain.

Demikian juga dengan pelanggan, ketika penulis mengungkapkan mengenai budaya lokal khususnya bakul semanggi gendong, maka hal tersebut dipandang sebagai sebuah fenomena sosial yang sarat akan makna. Makna bakul semanggi gendong menurut pelanggan “menggambarkan ketangguhan seorang perempuan untuk mendukung perekonomian keluarga, keterbatasan, menjaga kearifan lokal, dan mempertahankan tradisi leluhurnya”.

Dengan demikian, makna bakul semanggi gendong, menurut pelanggan adalah: 1) Perempuan tangguh; 2) Keterbatasan(ekonomi, pendidikan, dan ketrampilan); 3) Menjaga kearifan lokal; 4) Mempertahankan tradisi leluhurnya; dan 5) Romantisme masa lalu.

Secara umum, masalah yang diangkat dalam penelitian terdahulu tentang keterlibatan perempuan dalam perdagangan, lebih banyak memfokuskan tentang peran ganda perempuan dan keterlibatannya dalam perdagangan karena untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangganya. Adapun yang secara spesifik meneliti tentang makna dan eksistensinya, khususnya terkait dengan tradisi turun temurun yang dilakukan keluarga masih sangat sedikit dan jarang ditemukan,

(2009) tentang strategi pedagang pasar tradisional menghadapi persaingan dengan pasar modern, penelitian Jamanirrizal (2009) tentang strategi pedagang kaki lima di kota Ranai Kabupaten Natuna agar tetap eksis. Akan tetapi, mereka meneliti pedagang secara umum, bukan secara spesifik pedagang perempuan saja seperti halnya bakul semanggi gendong di Kota Surabaya yang semuanya perempuan dan sudah usia tua.

2. Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan proses migrasi sirkuler dan makna migrasi sirkuler yang dilihat sebagai realitas subjektif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, maka dapat disarankan sebagai berikut:

1. Kepada para peneliti sosial, khususnya peneliti yang ingin berkonsentrasi pada kajian sosial budaya, sosiologi ekonomi dan mobilitas penduduk (migrasi), untuk dapat mempertimbangkan kajiannya pada proses dan makna yang harus dilihat sebagai realitas subjektif, karena pada kenyataannya kebanyakan dari penelitian migrasi khususnya, hanya mengkaji dampak dan sebab migran melakukan migrasi, yang hasilnya sangat kental dengan persoalan-persoalan ekonomi dan kurang menyentuh dimensi sosialnya. Padahal mobilitas penduduk (migrasi) tidak bisa lepas dari persoalan sosial dan budaya. Maka aspek-aspek sosial budaya juga menjadi permasalahan tersendiri dari penelitian tentang bakul semanggi gendong ini.

2. Penelitian terhadap bakul semanggi gendong ini masih jauh dari apa yang seharusnya digali lebih dalam lagi, misalnya tentang bagaimana pola pemasaran yang efektif tetapi tidak menghilangkan ciri khas yang sudah kental dengan bakul semanggi gendong dan kuliner semangginya. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut agar kuliner semanggi Surabaya tersebut lebih dikenal dan digemari oleh masyarakat lebih luas.

3. Kepada Pemkot Surabaya, disarankan agar ada kebijakan untuk menfasilitasi lebih dari sekedar mengadakan acara kuliner hanya satu tahun sekali, namun fasilitas itu bisa membantu bakul semanggi gendongterus eksis dan dapat memenuhi standar hidup layak untuk keluarganya, misalnya; perbankan (koperasi simpan pinjam dengan bunga yang ringan), asuransi jaminan sosial, atau fasilitas lain yang bisa meringankan beban bakul semanggi gendong dan keluarganya.

Dokumen terkait