• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi

2.1.2 Morfem Bahasa Jepang (Keitaisou)

Salah satu objek yang dipelajari dalam morfologi yaitu morfem. Menurut Akmajian dkk (1984:58) dalam Ba’dulu dan Herman (2005:7) menyatakan bahwa morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna atau yang dapat dikenal.

Istilah morfem dalam bahasa Jepang disebut keitaisou ( 形態素 ). Menurut Sutedi (2003:41) bahwa morfem ( keitaisou) adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipisahkan lagi dalam satuan makna yang lebih kecil lagi dan juga menegaskan akan morfem bahasa Jepang dengan mengatakan bahwa salah satu keistimewaan morfem bahasa Jepang, yaitu lebih banyak morfem terikatnya dibanding dengan morfem bebasnya.

Koizumi (1993:90) juga mengungkapkan pengertian dari morfem adalah satuan bahasa terkecil yang masih mempunyai makna. Satuan bahasa terkecil disini

merupakan adanya pelekatan makna khusus dengan ujar yang dihasilkan melalui proses fonemis).

Pengertian morfem dinyatakan oleh Cahyono (1995:140) bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan maknanya tidak dapat dibagi atas bagian bernakna yang lebih kecil. Dalam bahasa Jepang juga demikian. Misalnya kata ’daigaku’ (universitas) yang terdiri dari dua satuan yaitu ’dai’ dan ’gaku’. Kedua satuan tersebut tidak dapat dipecahkan lagi menjadi satuan yang lebih kecil yang mengandung makna dan arti. Satuan terkecil dari ’dai’ yang secara leksikal bermakna’besar’ dan kata ’gaku’ yang secara leksikal bermakna ’belajar atau ilmu’ yang masing-masing merupakan satu morfem, sehingga kata ’daigaku’ terdiri atas dua morfem.

Klasifikasi Morfem

Morfem dapat diklasifikasikan atau digolongkan. Akmajian dkk (1984:58) mengemukakan klasifikasi morfem sebagai berikut :

1. Morfem Bebas, yang terdiri dari kata penuh dan kata fungsi.

2. Morfem Terikat, yang terdiri atas afiks (pengimubahan) dan pangkal terkat, Afiks terbagi atas : prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran)

Perhatikan contoh berikut ini :

(1) Tanya : kore wa nan desuka? 『これはなんですか。』 (Apakah ini?)

Jawab : hako  ( 箱) atau「ハコ」 (kotak)

Jawab : haribako  (針箱)atau『ハリバコ』 (kotak jarum)

Pada contoh (1) diatas terdapat kata “hako” (kotak) yang merupakan kata yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Sedangkan pada contoh (2) terdapat kata “haribako” (kotak jarum) yang merupakan kata yang berasal dari penggabungan kata “hari” (jarum) yang merupakan morfem bebas yang juga dapat berdiri sendiri serta mempunyai arti sendiri, dan kata “hako” (kotak). Kata “hako” 『ハコ 』 berubah menjadi bako『バコ』karena perubahan alomorf pada bentuk pengucapan katanya. Itu mengenai morfem perubahan (alomorf) pada “hako”『ハコ』 berubah menjadi bako『バコ』, kata “hako”『ハコ』dapat digunakan berdiri sendiri, seperti dalam pembentukan ucapan. Ucapan adalah merupakan kesinambungan dari suara yang mengalir keluar dari dan setelah mulut terbuka sampai tertutup lagi. Tetapi pada bagian (bako) 『バコ』harus ada morfem lain sebelumnya, dan itu dimunculkan dalam bentuk morfem terikat pada kata haribako『ハリバコ』. Contoh lainnya seperti boorubaku(ボール箱)yang artinya “kotak bola” yang merupakan bagian dari bentuk “hako” (箱) atau 「ハコ」.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika pengucapannya dapat berdiri sendiri, dan tidak dapat dikacaukan, morfem terbagi atas 2 bentuk bahagian yang besar yaitu : (1) Morfem bebas (Jiyuukeitai, 自由形 態): morfem yang pengucapannya dapat berdiri sendiri. Dan (2) Morfem terikat

(Ketsugoukeitai, 結合形態) : morfem yang pengucapannya tidak dapat berdiri sendiri, dan morfem ini selalu terikat dengan morfem yang lain.

Hal ini juga dikemukakan oleh Koizumi (1993:93) yang membagi morfem bahasa Jepang berdasarkan bentuknya menjadi dua bahagian :

1. Bentuk bebas (Jiyuukei, 自由形) : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara

tunggal(berdiri sendiri).

2. Bentuk terikat (Ketsugoukei, 結合形) : morfem yang biasanya digunakan dengan

cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal (berdiri sendiri).

Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi dua yaitu :

1. Akar kata (gokan, 語幹) : morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per

satu) dan kongkrit.

2. Afiksasi (setsuji, 接辞) : morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal.

Sutedi (2003:44 - 45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua, yaitu morfem isi dan morfem fungsi. Morfem isi (naiyoukeitaiso,内容形態素) adalah

morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia dan akar kata (gokan) dari verba atau adjektiva, sedangkan morfem fungsi (kinoukeitaiso, 機能形

態素) adalah morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi

dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala (jiseikeitiso, 時制形 態素).

Dari kedua tipe diatas, selanjutnya dapat dibagi jenisnya menurut konsfigurasi bahasa Jepang :

(a) hanya morfem bebas : yama (山) = gunung

(b) morfem bebas + morfem terikat : shiroi (白い) = putih  shiro -- i  [ シ

ロ .イ]

(c) morfem terikat + morfem terikat : kaite (書いて) = menulis  (kai – te) [カイ.テ]

(d) morfem bebas + morfem bebas : yamamichi ( 山道) = jalan gunung  (yama – michi)  [ヤマ.ミチ]  merupakan kata majemuk (fukugo, 複合) Pada bagian (a) pada kata “yama” (ヤマ) yang berarti ‘gunung’ merupakan penjelasan mengenai morfem bebas. Morfem ini dapat berdiri sendiri dan memiliki arti sendiri. Pada bagian (b) pada kata “shiro”『 白 』dari shiroi「 白 い 」yaitu merupakan morfem bebas karena dapat digunakan berdiri sendiri, Pada kata shiro 「 白 yaitu /i/ (イ ) pada akhiran yang mengikutinya adalah akhiran yang menunjukkan suatu pekerjaan dari adjektiva-i (i-keiyoushi), dan selalu memerlukan morfem yang mendahuluinya. Jadi /i/ (イ) ini disebut morfem terikat.

Pada bagian (c) pada kata kaite 「書いて」 pada /kai/「カイ」dari yaitu seperti pada kaite「カイテ」dan kaita「カイタ」, muncul bentuk terikat pada kata kerja bantu kata sambung /te/「 テ 」dan /ta/「 タ 」 dan tidak pernah muncul pengucapan yang pemisahannya hanya dengan kata /kai/「カイ」, serta tidak ada pada bagian akar kata, dan /kai/「カイ」 ini merupakan morfem terikat. Pada kata 「 テ 」/te/ dan「 タ 」/ta/ adalah elemen yang ditambahkan pada bentuk kata sambung dari partikel, ini juga merupakan morfem terikat.

Pada bagian (d) morfem bebas dari kata dan disebut kata majemuk yang mengikat morfem bebas yang setara. Masing-masing morfem bebas itu berdiri sendiri dan memiliki arti tersendiri bergabung dan membentuk kata dan arti yang baru. Pada kata yama「ヤマ」yang memiliki arti ‘gunung’ jika ditambahkan kata michi「ミ チ」yang memiliki arti ‘jalan’ jika digabungkan menjadi yamamichi (山道)atau 「ヤマミチ」yang artinya menjadi ’jalan pegunungan’. Dalam bahasa Jepang kata majemuk kebanyakan dibentuk akibat dari penggabungan dari dua atau lebih dari huruf kanji. Huruf kanji juga dapat dikatakan satu morfem bebas yang berdiri sendiri dan memiliki arti sendiri.

Tsujimura (1996:141-142), dalam tulisannya yang berjudul An Introduction to Japanese Linguistics, Morfem derivasional adalah morfem terikat yang dapat mengubah makna dan atau kategori kata yang dilekatinya. Misalnya, morfem [す-, su- (telanjang)] dilekatkan pada kata benda (nomina) [あし, ashi (kaki)] menjadi [す

あし, suashi (kaki telanjang]. Morfem [す-, su-] tidak mengubah identitas kata yang dibentuknya, namun mengubah makna kata tersebut. Sementara itu, morfem infleksional tidak membuat suatu kata baru yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh morfem derivasional. Misalnya dalam bahasa Jepang terdapat morfem yang menunjukkan kalimat bukan lampau biasanya ditandai dengan morfem [-る, -ru] dan kalimat lampau ditandai dengan morfem [-た, -ta].

Dokumen terkait