PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN BENTUK ADJEKTIVA
BAHASA JEPANG : SUATU KAJIAN MORFOLOGI
GENERATIF
TESIS
OLEH
SARI ANGGRAINI SILALAHI
097009016/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN BENTUK ADJEKTIVA
BAHASA JEPANG : SUATU KAJIAN MORFOLOGI
GENERATIF
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SARI ANGGRAINI SILALAHI
097009016/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN BENTUK ADJEKTIVA BAHASA JEPANG :
SUATU KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF Nama Mahasiswa : Sari Anggaraini Silalahi
Nomor Pokok : 097009016 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Bahasa Jepang
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof.Dr. Robert Sibarani, M.Si) (Drs.Yuddi Adrian Muliadi, M.A
Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji
pada tanggal 20 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si Anggota : 1. Drs. Yuddi Adrian Muliadi, MA
PERNYATAAN
TESIS
PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN BENTUK ADJEKTIVA BAHASA JEPANG : SUATU KAJIAN MORFOLOGI GENERATIF
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.
Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juli 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT., karena atas rahmat dan
hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pembentukan dan
Perubahan Adjektiva Bahasa Jepang : Suatu Kajian Morfologi Generatif”. Tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapat magister pada Program Studi Magister
(S2) Linguistik, Konsentrasi Bahasa Jepang, Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara. Penulis juga tidak lupa mengucapkan salawat dan salam pada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Selama proses, perngerjaan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena, selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si sebagai Pembimbing I dan Pak Drs. Yuddi Adrian
Muliadi, MA selaku pembimbing II. Selama penulis menjadi mahasiswa di Program
Studi Magister, Program Studi Linguistik beliau telah banyak memberikan pelajaran
yang berharga. Beliau dengan penuh ketelitian dan perhatian memberikan bimbingan,
masukan dan motivasi yang sangat berharga demi perbaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu sangat diharapkan saran dan masukan yang konstruksi sehingga tulisan ini
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaian tesis ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala doa, perhatian, bimbingan, arahan, serta dorongan yang telah diberikan kepada
penulis oleh pihak-pihak berikut ini.
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K). selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara beserta Staff Akademik dan Administrasinya.
3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Manager Linguistik Sekolah Pascasarjana USU beserta
Dosen dan Staf Administrasinya.
4. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Drs.
Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembimbing II yang telah membimbing
penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan dorongan dan motivasi.
5. Dr. Dwi Widayati, M.Hum.selaku Dosen dan Penguji yang telah memberikan
kebaikan dan dorongan serta motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan serta
6. Dr. Eddy Setia,M.Ed. TESP selaku Dosen dan Penguji yang telah menyalurkan
ilmu dan bertukar pikiran dalam berdiskusi dalam perkuliahan dan penyelesaian
tesis ini.
7. Kedua Orang tua penulis Bapak S.Silalahi dan ibu Nuzuliani yang telah
membesarkan dan membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih saying.
8. Keluraga Besar Silalahi dan Haloho, serta H. Rahmad dan Hj. Aisyah, serta
paman dan tante yang selalu memberi dukungan lahir dan batin.
9. Angkatan 2009 Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU.
Terutama Rizky “Keni” Kanya Lubis, Riko Pohan, Anggi Cito Sartika dan
Veryani Guniesti (sahabat perjuangan), Kak Lia, Kak Yuna, Kak Mutia, Dian
Nst , dan teman-teman lain yang tidak sempat disebut. Thank You All...
10.Dan ucapan spesial penulis tujukan kepada Teta Farisna yang telah banyak
membantu.
Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa dan
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga
tesis ini dapat meberikan kontribusi dalam kajian sastra, khususnya yang
berhubungan dengan sastra komparatif dan unsur kepahlawanan. Terima kasih.
Medan, Juli 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI ………...……… i
ABSTRAK ABSTRACT………. BAB I PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang …………...……….. 1
1.2 BatasanMasalah ……… 14
1.3 Rumusan Masalah …..……….. 14
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian …..……….. 15
1.4.1 Tujuan Penelitian ………..………. 15
1.4.2 Manfaat Penelitian ……….……… 16
1.4.2.1 Manfaat Teoritis ……….. 16
1.4.2.2 Manfaat Praktis ……… 16
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 17
2.1 Morfologi ……….. 17
2.1.1 Pengertian Morfologi ……… 17
2.1.2 Morfem Bahasa Jepang (Keitaisou) ……….. 18
2.1.3 Kata Bahasa Jepang (Tango) ……… 24
2.1.4 Teori Morfologi Generatif ……… 32
2.2 Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Jepang (Gokeisei) …... 43
2.2.1 Afiksasi (Setsuji) ………... 45
2.2.2 Reduplikasi (Juufuku) ……… 54
2.2.3 Pemajemukan/Kata Majemuk (Fukugo) ……… 57
2.3 Perubahan Bentuk Kata Dalam Bahasa Jepang (Katsuyoukei) … 61 2.4 Adjektiva Bahasa jepang (Keiyoushi) ………...… 65
2.4.1 Pengertian Adjektiva Bahasa Jepang (Keiyoushi)……... 65
2.4.2 Fungsi Adjektiva Bahasa Jepang (Keiyoushi) ………... 68
2.4.3 Jenis-jenis Adjektiva Bahasa Jepang (Keiyoushi) …………. 70
2.4.3.1 Adjektiva Golongan I/Adjektiva-I (i-keiyoushi) ……. 70
2.4.3.2 Adjektiva Golongan II/Adjektiva-na/-da (na-keiyoushi) ……….. 73
2.5 Penelitian Terdahulu ………. 76
BAB III METODE PENELITIAN ……….. 78
3.1 Metode Penelitian ……….. 78
3.2 Data dan Sumber Data ………... 78
3.3 Instrumen Penelitian ……….. 79
3.4 Tahap Penelitian ……… 80
3.5 Tekhnik Analisis Data ………... 80
4.1 Pembentukan Kata (Gokeisei) Pada Adjektiva (Keiyoushi) ……. 84
4.1.1 Proses Afiksasi (Setsuji) ……… 84
4.1.1.1 Prefiks/Awalan (Settouji) ……… 84
4.1.1.1.1 Proses Pembentukan Adjektiva (Keiyoushi) dengan Pelekatan Prefiks …………...……… 85
4.1.1.2 Sufiks/Akhiran (Setsubiji) ………. 133
4.1.1.2.1 Proses Pembentukan Adjektiva (Keiyoushi) dengan Pelekatan Sufiks ………..…………. 134
4.1.1.3 Sisipan (Secchuuji) ……….. 162
4.1.2 Reduplikasi (Juufuku) ……… 163
4.1.2.1 Reduplikasi Kata Dasar dengan Penanda Akhiran Adjektiva-na(na-Keiyoushi) ………...………. 4.1.2.2 Reduplikasi Afiksasi Dengan Penanda Akhiran 163 Adjektiva-I (i-keiyoushi) ………. 180
4.1.3 Pemajemukan/Kata Majemuk (Fukugo) ……… 185
4.1.3.1 Adjektiva-I (i-keiyoushi) ……….. 186
4.1.3.2 Adjektiva-na (na-keiyoushi) ……… 197
4.2 Perubahan Bentuk (Katsuyoukei) Pada Adjektiva (Keiyoushi) … 202 4.2.1 Proses Perubahan Bentuk (Katsuyoukei) Pada Adjektiva (Keiyoushi) ………. 203
4.3. Hasil Temuan Penelitian ………..220
4.3.1 Hasil Temuan Penelitian pembentukan Kata pada Adjetiva Bahasa Jepang……….……….. 220
4.3.1.1 Afiksasi (Setsuji) ………. 220
4.3.1.1.1 Prefiks (Settouji) ………. 220
4.3.1.1.2 Sufiks (Setsubiji) ……… 224
4.3.1.2. Reduplikasi (Juufuku) ……… 226
4.3.1.2.1 Reduplikasi dengan Penanda Akhiran –i (i-keiyoushi) ……… 226
4.3.1.2.2 Reduplikasi dengan Penanda Akhiran –na (na-keiyoushi) ………. 227
4.3.1.3. Pemajemukan (Fukugo) ………. 228
4.3.2. Hasil Temuan Penelitian Perubahan Bentuk Kata pada Adjektiva Bahasa Jepang ………. 231
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……….. 234
5.1 Simpulan ………. 234
5.2 Saran ……….. 237
DAFTAR LAMPIRAN ……….. 238
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang serta untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis isi, serta menggunakan studi pustaka. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku Minna no Nihonggo I & II dan Advanced Vocabulary Book for Levels 1 & 2, 500 Essential Japanese Expression A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns. Data dalam penelitian ini berupa morfem, kata, atau kalimat yang memiliki bentuk adjektiva atau yang sebelum dan sesudahnya berasal dari adjektiva bahasa Jepang.
Analisis data yang dilakukan, yaitu data morfem, kaidah penguraian pembentukan kata, kaidah penguraian perubahan kata, dan analisis fungsi.
Dari hasil temuan menunjukkan bahwa proses pembentukan kata (gokeisei) dalam adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang terbagi atas 3 yaitu afiksasi (setsuji), reduplikasi (juufuku), dan komposisi (fukugo). Dalam afiksasi adjektiva bahasa Jepang terbagi atas 2 bagian yaitu prefiks (settouji) dan sufiks (setsubiji). Prefiks adjektiva bahasa Jepang terdiri atas prefiks KO-, FU-, MA-, KA-, OO-, DAI-, USU-, ASA-, URA-, TE-, DO-, DOSU-, WARU-, TA-, SORA-, NAMA-, MONO-, dan sufiks pada adjektiva bahasa Jepang terdiri atas sufiks –PPOI, -RASHII, dan –SHII. Komposisi pada adjektiva bahasa Jepang terdiri atas reduplikasi kata dasar dengan penanda akhiran adjektiva-na (na-keiyoushi) dan reduplikasi afiksasi dengan penanda akhiran adjektiva-I (i-keiyoushi). Komposisi pada adjektiva bahasa Jepang yaitu terjadi dengan penggabungan dengan jenis kata lain seperti nomina (meishi) dan verba (doushi). Perubahan bentuk kata (katsuyoukei) terdiri atas mizenkei (bentuk kemungkinan atau aktivitas yang belum selesai), renyoukei (bentuk sambung), shuushikei (bentuk dasar), rentaikei (bentuk yang diikuti taigen) kateikei (bentuk pengandaian).
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the process of word formation (gokeisei) and change formation (katsuyoukei) on the Japanese adjective (keiyoushi) and also to find the cause of the process of word formation (gokeisei) and the change formation (katsuyokei) in adjective (keiyoushi) in Japanese language.
This research using a descriptive qualitative methodological research, content analysis, and library research. The data sources that was use in this research are Minna no Nihonggo I & II dan Advanced Vocabulary Book for Levels 1 & 2, 500 Essential Japanese Expression A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns books. The data from this research are morpheme, words, or a sentences in a form of adjective before or after adjective that was found in Japanese language.
The analysis data that was used, there are the collecting data of morphemes, the rules of decomposition of word formation, the rules of change formation, and analysis functions. The findings indicate that the process of word formation and changes formation on
From the result shown that word formation (gokesei) in Japanese adjective (keiyoushi) consist of 3 parts which are affixation (setsuji), reduplication (juufuku), and composition (fukugo), in Japanese adjective affixation consist of 2 parts, which are prefix (settouji) and suffix (setsubiji). Japanese adjective prefix consist of prefix KO-, FU-, MA-, KA-, OO-, DAI-, USU-, ASA-, URA-, TE-, DO-, DOSU-, WARU-, TA, SORA, NAMA, MONO, and Japanese adjective of suffix consist of PPOI, -RASHII, and –SHII. Meanwhile the composition of Japanese adjective consist of basic word reduplication with a adjective suffix sign –na (na-keiyoushi) and reduplication of suffixation with a suffix sign –I (i-keiyoushi). the composition of Japanese adjective happened with a uniting with other word formation like noun (meishi) and verb (doushi). Change formation (katsuyoukei) consist mizenkei (form of possibility or activity that yet has not been done), renyoukei (conjunction form), shuushikei (basic form), rentaikei (form that are followed by taigen) kateikei (subjunctive form).
the Japanese adjective.
Keywords: Word formation, change
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang serta untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis isi, serta menggunakan studi pustaka. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku Minna no Nihonggo I & II dan Advanced Vocabulary Book for Levels 1 & 2, 500 Essential Japanese Expression A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns. Data dalam penelitian ini berupa morfem, kata, atau kalimat yang memiliki bentuk adjektiva atau yang sebelum dan sesudahnya berasal dari adjektiva bahasa Jepang.
Analisis data yang dilakukan, yaitu data morfem, kaidah penguraian pembentukan kata, kaidah penguraian perubahan kata, dan analisis fungsi.
Dari hasil temuan menunjukkan bahwa proses pembentukan kata (gokeisei) dalam adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang terbagi atas 3 yaitu afiksasi (setsuji), reduplikasi (juufuku), dan komposisi (fukugo). Dalam afiksasi adjektiva bahasa Jepang terbagi atas 2 bagian yaitu prefiks (settouji) dan sufiks (setsubiji). Prefiks adjektiva bahasa Jepang terdiri atas prefiks KO-, FU-, MA-, KA-, OO-, DAI-, USU-, ASA-, URA-, TE-, DO-, DOSU-, WARU-, TA-, SORA-, NAMA-, MONO-, dan sufiks pada adjektiva bahasa Jepang terdiri atas sufiks –PPOI, -RASHII, dan –SHII. Komposisi pada adjektiva bahasa Jepang terdiri atas reduplikasi kata dasar dengan penanda akhiran adjektiva-na (na-keiyoushi) dan reduplikasi afiksasi dengan penanda akhiran adjektiva-I (i-keiyoushi). Komposisi pada adjektiva bahasa Jepang yaitu terjadi dengan penggabungan dengan jenis kata lain seperti nomina (meishi) dan verba (doushi). Perubahan bentuk kata (katsuyoukei) terdiri atas mizenkei (bentuk kemungkinan atau aktivitas yang belum selesai), renyoukei (bentuk sambung), shuushikei (bentuk dasar), rentaikei (bentuk yang diikuti taigen) kateikei (bentuk pengandaian).
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the process of word formation (gokeisei) and change formation (katsuyoukei) on the Japanese adjective (keiyoushi) and also to find the cause of the process of word formation (gokeisei) and the change formation (katsuyokei) in adjective (keiyoushi) in Japanese language.
This research using a descriptive qualitative methodological research, content analysis, and library research. The data sources that was use in this research are Minna no Nihonggo I & II dan Advanced Vocabulary Book for Levels 1 & 2, 500 Essential Japanese Expression A Guide to Correct Usage of Key Sentence Patterns books. The data from this research are morpheme, words, or a sentences in a form of adjective before or after adjective that was found in Japanese language.
The analysis data that was used, there are the collecting data of morphemes, the rules of decomposition of word formation, the rules of change formation, and analysis functions. The findings indicate that the process of word formation and changes formation on
From the result shown that word formation (gokesei) in Japanese adjective (keiyoushi) consist of 3 parts which are affixation (setsuji), reduplication (juufuku), and composition (fukugo), in Japanese adjective affixation consist of 2 parts, which are prefix (settouji) and suffix (setsubiji). Japanese adjective prefix consist of prefix KO-, FU-, MA-, KA-, OO-, DAI-, USU-, ASA-, URA-, TE-, DO-, DOSU-, WARU-, TA, SORA, NAMA, MONO, and Japanese adjective of suffix consist of PPOI, -RASHII, and –SHII. Meanwhile the composition of Japanese adjective consist of basic word reduplication with a adjective suffix sign –na (na-keiyoushi) and reduplication of suffixation with a suffix sign –I (i-keiyoushi). the composition of Japanese adjective happened with a uniting with other word formation like noun (meishi) and verb (doushi). Change formation (katsuyoukei) consist mizenkei (form of possibility or activity that yet has not been done), renyoukei (conjunction form), shuushikei (basic form), rentaikei (form that are followed by taigen) kateikei (subjunctive form).
the Japanese adjective.
Keywords: Word formation, change
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi dan juga makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi satu sama lain, dan untuk dapat
saling berinterkasi diperlukan alat yang bernama ”bahasa” untuk menyampaikan
maksud dan tujuannya. Menurut Sutedi (2003:2), bahasa digunakan untuk
menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain.
Bahasa memiliki satuan-satuan dan aturan dalam penggunaannya. Misalnya
dalam setiap kata dari sebuah bahasa mempunyai makna dan arti tersendiri. Apabila
suatu kata ditambah dengan bentuk satuan bahasa lain seperti morfem, kata, dan
kalimat lain akan membentuk makna dan arti lainnya. Aturan-aturan dalam
penggunaan bahasa perlu dipelajari dan dipahami, sehingga dikatakan bahwa bahasa
dapat menjadi sebuah ilmu.
Ilmu yang mempelajari bahasa disebut dengan ilmu lingusitik. Linguistik
sebagai ilmu yang spesifik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara lisan atau
tulisan dan termasuk dalam kebudayaan berdasarkan struktur dan bahasa yang dikaji
secara metode ilmiah. Dalam linguistik, yang dikaji bisa berupa kalimat, kosakata,
atau bunyi ujaran bahkan sampai pada bagaimana bahasa diperoleh, serta bagaimana
Bahasa Jepang memiliki banyak perbedaan jika dibandingkan dengan bahasa
Indonesia dalam hal keragaman tata bahasanya yaitu dimana kalimat dalam bahasa
Jepang memiliki pola S-O-P. Bahasa Jepang memiliki bentuk MD (Menerangkan
Diterangkan) seperti dalam bahasa Inggris, sedangkan Bahasa Indonesia memiliki
pola S-P-O dan DM (Diterangkan Menerangkan). Misalnya pada contoh di bawah
ini :
Dalam pola S-O-P :
Watashi wa nihonggo o
私 は 日本語 を 勉強しています。
benkyoushiteimasu.
watashi wa = 私は= saya) S
nihonggo = 日本語 = bahasa Jepang) O
benkyoushiteimasu = 勉強しています= sedang belajar) P Watashi wa nihonggo o
S O P
benkyoushiteimasu
I am studying Japanese
S V O
Saya sedang belajar bahasa Jepang
S P O
.
Kuroi neko = 黒い猫 = kucing hitam ( kuroi = 黒い= hitam) dan ( neko
= 猫= kucing)
Contoh dalam pola MD
neko = 猫 = kucing) D
黒い 猫 kuroi neko A black cat kucing M D M D M D D M
hitam
Guna mempermudah pemahaman tentang bahasa Jepang, perlu mengetahui
tata bahasanya dengan mempelajari ilmu linguistik bahasa Jepang. Lingusitik dalam
bahasa Jepang disebut dengan istilah genggogaku (言語学) atau disebut juga dengan istilah ’nihonggo-gaku' (日本語学) yang artinya ilmu bahasa Jepang.
Menurut Sutedi (2003:6) bahwa dalam linguistik bahasa Jepang Nihongo no genggogaku (日本語の言語学) mempunyai berbagai cabang linguistik (genggogaku, 言 語 学 ), yaitu Fonetik (onseigaku, 音 声 学 ), fonologi (on-in-ron, '音 韻 論),
morfologi (keitairon, 形态論), sintaksis (tougoron, 統語論), semantik (imiron, 意味 論), pragmatik (goyouron, 御用論), sosio-linguistik (shakai gengogaku, 社会言語 学 ) dan lain-lain. Selain itu, ada juga yang disebut dengan morfofonemik.
Morfofonemik adalah gabungan dua cabang linguistik, yaitu morfologi dan fonologi. Kajian morfologi merupakan kajian yang meneliti suatu bahasa dari bagian
terkecilnya yaitu morfem. Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang
mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh
perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan
satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan-satuan gramatikal. Menurut Bauer (1983:33) dalam
Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya
(yang kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha untuk menjelaskan kemunculan secara formatif.
Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon (形 态 論). Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan
proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata (go/tango) dan morfem (keitaiso). Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango), morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei), imbuhan (setsuji),perubahan bentuk kata (katsuyou), dan sebagainya.
Objek utama yang dipelajari dalam kajian morfologi adalah morfem dan kata.
Morfem adalah satuan-satuan bahasa terkecil yang bermakna. Morfem bersifat abriter, yang berarti hubungan antara bunyi dari suatu morfem dengan maknanya sama sekali
bersifat konvensional, bukan berakar pada objek yang mewakilinya. Morfem dapat
membentuk suatu kata. Kata adalah satuan morfermis atau bentuk bebas dalam
tuturan. Bentuk bebas secara morfermis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri,
artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat
dipisahkan dari bentuk-bentuk bebas lainnya. Dalam morfologi, kata itu sebagai
satuan yang dianalisis sebagai satu morfen atau lebih. Menurut O’Grady dan
Dobrovolsky (1989:91) bahwa kata bukanlah satuan bahasa terkecil yang bermakna,
Teori dalam kajian morfologi yang sering dipakai adalah teori morfologi
struktural dan teori morfologi generatif. Menurut O’Grady dan Dobrovolsky
(1989:90), morfologi adalah komponen Tata bahasa Generatif Transformasional
(TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks.
Dalam teori morfologi generatif secara umum terdapat dua pandangan. Kelompok
pertama dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi bahwa yang menjadi dasar dari semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); kelompok yang kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan bukan morfem sebagai dasar (word-based approach) yangdikutip oleh
Dalam suatu pembentukan kata, teori yang dipergunakan adalah teori morfologi
generatif. Adapun pembentukan kata menurut morfologi generatif terdiri dari empat
komponen, yaitu (1) Daftar Morfem (2) kaidah pembentukan kata (3) saringan
(filter) dan (4) kamus.
Dardjowijojo (1988:33).
Kajian morfologi dalam bidang pembentukan kata merupakan subsistem
dalam sistem bahasa. Pembentukan kata lazimnya diuraikan daripada sudut prosesnya.
Dalam pembicaraaan pembentukan suatu kata itu melalui proses-proses pengimbuhan,
penggandaan, atau pemajemukan.
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata.
Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi perlu memahami zat apa yang
dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; Proses pembentukan kata menyangkut masalah
morfem yaitu perubahan morfem dasar menjadi bentuk turunan melalui proses
sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Jepang perlu memahami imbuhan apa
yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar.
Misalnya, akhiran –SA (–さ) yang dapat direkatkan dengan kata sifat. Contohnya kata : yasashii (優しい= ramah) untuk membentuk kata benda yasashisa (優しさ= keramahan) dilekatkan akhiran -SA (–さ). Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata
tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui
oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat
flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.
Pembentukan kata dapat dikatakan juga suatu proses morfermis atau proses
pengimbuhan. Dalam bahasa jepang pembentukan kata disebut dengan istilah
gokeisei. Dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta
berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya.
Pembentukan kata bahasa Jepang memiliki 3 pokok bahasan utama yaitu pada
afiksasi (setsuji), reduplikasi (jufuku), dan komposisi (fukugo).
Hasil pembentukan kata (gokeisei) dalam bahasa jepang sekurang-kurangnya ada empat macam yaitu: 1. haseigo, 2. fukugougo/ goseigo 3. karikomi/ shouryaku
MA-, KA- bisa digolongkan ke dalam settouji, sedangkan akhiran -SA, -MI, -TEKI, -SURU termasuk ke dalam setsubiji.
Pembahasan mengenai pembentukan kata dalam bahasa Jepang khususnya pada
kelas kata adjektiva (keiyoushi) memiliki suatu fenomena kebahasaan dalam proses pembentukan katanya. Hal ini dapat dilihat dari contoh pembentukan kelas kata
adjektiva melalui proses morfologis atau proses pengimbuhan (setsuji). Misalnya kelas kata nomina (meishi) yang jika ditambahkan sufiks/akhiran –PPOI yang memiliki makna ’menjadi seperti’ yang berfungsi sebagai sufiks pembentuk kata sifat
akan mengubah kelas kata nomina (meishi) menjadi pembentukan kelas kelas kata adjektiva (keiyoushi). Contohnya :
onna = 女 = perempuan (kelas kata nomina)
jika ditambahkan sufiks –PPOI (っぽい) (sufiks pembentuk adjektiva)
onnappoi = 女っぽい = keperempuanan, feminim (kelas kata adjektiva) Berikut penguraian pembentukan katanya akibat proses morfologi atau
pengimbuhan :
(onna = perempuan ) (onna + ppoi) (onnappoi = keperempuan)
Uraian diatas sebagai salah satu contoh dari suatu masalah fenomena kebahasan
pada proses pembentukan kata bahasa Jepang (gokeisei) khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi). Bagaimana dalam suatu proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang memiliki suatu aturan tertentu. Masalah pembentukan kata yang kompleks
mengingat pembentukan katanya berbeda dengan bahasa Indonesia. Hal ini sangat
menarik untuk dibahas sebagai suatu kajian mendasar dalam kajian linguistik
khususnya morfologi bahasa jepang. Selain itu, juga sebagai suatu ilmu pengantar
dalam mempelajari morfologi adjektiva bahasa jepang bagi para pelajar bahasa
jepang khususnya dari Indonesia. Untuk lebih jelasnya mengenai aturan dalam proses
pembentukan kata dalam bahas Jepang (gokesei) dan akibat yang ditimbulkan dalam proses pembentukan katanya akan dibahas dalam bab selanjutnya.
Morfem dan Kata merupakan satuan bahasa yang dapat mengalami perubahan
bentuk atau mengalami konjugasi. Perubahan suatu bentuk kata dalam bahasa Jepang
disebut dengan katsuyoukei. Dalam bahasa Jepang, terdapat kelas kata yang dapat mengalami perubahan bentuk kata (katsuyoukei) yang disebut dengan istilah yougen.
Yougen terdiri dari verba (doushi), kopula (jodoushi), dan adjektiva (keiyoushi). Makna dari yougen tersebut ditentukan pula oleh bentuknya, apakah bentuk lampau, atau bentuk akan dan sebagainya. Karena ada kata tertentu yang tidak atau hanya digunakan dalam bentuk tertentu, misalnya verba suru dalam frase : shiroi hada o shite iru (memutihkan kulit), dimana selalu digunakan dalam bentuk TE IRU. Sedangkan kata yang tidak mengalami perubahan bentuk kata disebut taigen.
Dalam bahasa Jepang perubahan bentuk kata yaitu terjadi pada kelas kata
(katsuyoukei) terdapat enam macam perubahan yaitu sebagai berikut : Mizenkei, Renyoukei, Shuushikei, Rentaikei, Kateikei dan Meireikei.
Kelas kata yang akan diteliti yaitu kelas kata sifat/adjektiva bahasa Jepang
(keiyoushi). Adjektiva (keiyoushi) adalah kata-kata yang mengutarakan perasaan, keadaan, sifat sesuatu yang berkaitan dengan orang, benda atau suatu hal. Dalam
bentuk prenomina (sebagai pewatas) berakhiran dengan suara /i/ (い) dan /na/ (な) atau /da/ (だ). Adjektiva (Keiyoushi) dalam bahasa Jepang berdasarkan silabel yang mengakhiri katanya terbagi atas yang berakhiran huruf /-i/ disebut dengan adjektiva-i
(i-keiyoushi) dan adjektiva (keiyoushi) yang berakhiran /-na/ disebut adejktiva-na
(na-keiyoushi) atau yang berakhiran /-da/ (だ) yang disebut dengan keiyoudoushi). Adjektiva-i (i-keiyoushi) sering disebut juga keiyoushi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan
dapat mengalami perubahan bentuk. Contoh adjektiva-i (i-keiyoushi) : takai (tinggi),
nagai (panjang), hayai (cepat), omoi (berat), akai (merah) dan sebagainya. Kanjou keiyoushi, yaitu kelompok i-keiyoushi yang menyatakan perasaan atau emosi secara subjektif. Misalnya : ureshii (senang), kanashii (sedih), kowai (takut) dan sebagainya.
Inggris seperti contoh berikut anohito wa wakai = “orang itu muda”, fujisan wa takai
= “gunung Fuji tinggi”, sono mura wa sabishii = “kampung itu sepi”.
Seperti halnya adjektiva-i (i-keiyoushi), dalam bahasa Jepang ada yang disebut dengan adjektiva-na (na-keiyoushi). Adjektiva ini mengutarakan perasaan, keadaan, dan sifat orang, benda atau suatu hal. Na-keiyoushi sering disebut juga
keiyoudoushi (yang termasuk jenis jiritsugo) yaitu kelas kata yang dengan sendirinya dapat membentuk sebuah kalimat (bunsetsu), dapat berubah bentuknya (termasuk jenis yougen), dan bentuk shuushikei-nya berakhir dengan (だ) da atau desu (です). Oleh karena perubahannya mirip dengan verba (doushi) sedangkan artinya mirip dengan adjektiva (keiyoushi), maka kelas kata ini diberi nama keiyoudoushi.
Na-keiyoushi atau keiyoudoushi terbagi atas Keiyoudoushi yang menyatakan sifat, misalnya : shizuka da (sepi), kirei da (cantik, indah, bersih), sawayaka da
(segar), akiraka da (jelas) dan sebagainya. Keiyoudoushi yang menyatakan perasaan, misalnya : iya da (tidak senang), zannen da (menyesal), yukai da (senang), fushigi da
(aneh) dan sebagainya.
Secara morfologis adjektiva-na (na-keiyoushi) berbeda dengan adjektiva-i ( i-keiyoushi) ketika ia berfungsi sebagai prenomina (rentaikei) seperti contoh berikut
Keiyoushi merupakan kelas kata yang dapat berubah bentuk. Bagian yang mengalami perubahan bentuk dalam i-keiyoushi yaitu akhiran atau silabel /i/ (い), sedangkan pada na-keiyoushi atau keiyoudoushi yang mengalami perubahan adalah /na/ (な) atau /da/ (だ). Proses perubahan bentuk pada adjektiva bahasa Jepang memiliki aturan tertentu yang sedikit berbeda dengan kelas kata lain seperti kelas kata
verba.
Jenis perubahan adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang hampir sama dengan jenis perubahan verba (doushi), tetapi tidak ada perubahan ke dalam bentuk bentuk keadaan perintah (meireikei). Ini merupakan hal yang wajar, sebab makna adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang, yaitu kata yang berfungsi untuk menunjukkan keadaan, sifat, atau perasaan yang diakhiri dengan silabel /i/ (い) dan silabel /na/ (な) atau /da/ (だ).
Dalam proses perubahan kata bukan hanya makna atau arti dalam kalimat
yang berubah, tetapi juga merubah fungsi, maksud dan tujuan. Aturan dalam proses
perubahan bentuk kata memiliki formula tersendiri dan fenomena kebahasaan dalam
bahasa Jepang sangat kompleks. Dimana terdapat pengecualian-pengecualian pada
kata-kata tertentu. Seperti pada contoh adjektiva-i (i-keiyoushi) pada kata ”ii’ (baik, bagus) yang memiliki pengecualian yang cukup merepotkan. kata ’ii’ dapat berubah bentuk menjadi ”yokute” (baik, bagus) dalam fungsinya sebagai bentuk sambung dalam sebuah kalimat. Perubahan bentuk yang terjadi secara drastis dari ’’ii”
menyulitkan bagi yang baru belajar bahasa Jepang. Contoh pengecualian inilah yang
banyak menjadi permasalahan bagi orang yang sedang belajar bahasa Jepang.
Kajian penelitian terdahulu yang sudah pernah membahas mengenai proses
perubahan bentuk kata bahasa Jepang (katsuyoukei) telah dilakukan oleh Masao (1989:152) yang membahas berbagai bentuk proses perubahan untuk kedua jenis ini
( i-keiyoushi dan na-keiyoushi ) dan kemudian membuat tabel contoh bentuk konjugasi (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi).
Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Hirai Masao (1989:152) yaitu, dalam
bentuk kamus (jishokei) contohnya dalam i-keiyoushi yaitu pada kata chisai (kecil) tidak akan mengalami perubahan bentuk dasar, dan contohnya dalam na-keiyoushi
seperti shizuka na (tenang). Dalam perubahan bentuk (katsuyoukei) pada bentuk kemungkinan (mizenkei) pada i-keiyoushi misalnya dalam kata chisai (kecil) akan menjadi chisa karou (kemungkinan kecil), yaitu terdapat perubahan bentuk (katsuyoukei) dengan penambahan morfem karou yang mengubah makna kata chisai
menjadi chisa karou (kemungkinan kecil) dan hal ini juga terdapat dalam perubahan bentuk (katsuyoukei) lainnya seperti shuushikei (peletakan adjektiva di akhir kalimat),
rentaikei (yang diikuti oleh nomina), kateikei ( bentuk pengandaian ), dan renyoukei
yang dapat dibagi lagi atas bentuk waktu lampau, diikuti oleh kata lain, bentuk
menyangkal atau bentuk negatif, bentuk alasan atau sebab-akibat, dan dalam bentuk
halus atau bentuk sopan. Maka dengan demikian, seperti halnya dalam kelas kata lain
Namun dalam penelitian Hirai Masao tersebut tidak dibahas secara jelas
mengenai akibat yang ditimbulkan dari proses perubahan bentuk katanya dan
perubahan fungsi yang terjadi pada adjektiva (keiyoushi), maupun posisi adjektiva dalam kalimat. Orang yang baru belajar bahasa Jepang akan sedikit kesulitan dalam
memahami secara jelas proses perubahan bentuk kata dan fungsi serta akibat yang
ditimbulkan dari perubahan bentuk kata tersebut. Hal ini dapat menjadi suatu ide
pemecahan masalah bagi para pelajar bahasa Jepang yang kesulitan dalam memahami
secara keseluruhan kajian proses perubahan bentuk kata, maupun kajian linguistik
pada bidang morfologi bahasa Jepang.
Melihat dari uraian mengenai masalah pembentukan kata dan perubahan
bentuk (katsuyoukei) yang dialami oleh adjektiva (keiyoushi) dan permasalahan yang timbul dalam proses pembentukan dari suatu kelas kata adjektiva dan perubahan
bentuk yang terjadi pada adjektiva tersebut yang akan sangat mempengaruhi setiap isi
dari makna dan kandungan kata atau kalimat tersebut, serta perubahan fungsi akibat
yang ditimbulkan dari proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk kata (katsuyoukei) tersebut.
Melihat permasalahan tersebut, maka penulis menjadi tertarik untuk
menganalisis dan penulis menilai perlunya bahasan khusus mengenai proses
pembentukan kata dan perubahan bentuk katanya serta akibat yang ditimbulkan
akibat perubahan yang terjadi khususnya pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut akan penulis analisis secara lebih
1.2. Batasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar
penelitian lebih fokus, perlu dibuat batasan masalah. Dalam analisis ini, penulis
hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk /konjugasi (katsuyoukei) pada kelas kata sifat/adjektiva (keiyoushi). Kelas kata sifat/ adjektiva (keiyoushi) ini diambil sebagai bahasan penelitian karena kata sifat yang merupakan jenis kata yang dapat berdiri sendiri
sebagai sebuah kata dan memiliki pembentukan kata maupun dapat terjadi perubahan
bentuk katanya sehingga sangat menarik untuk diteliti dalam hal fenomena
kebahasaan khususnya dalam kajian morfologi.
Penulis mendeskripsikan bagaimana proses pembentukan kata (gokeisei) atau pemberian suatu morfem (proses morfologis) dan juga perubahan bentuk
(katsuyoukei) pada kata sifat atau adjektiva bahasa Jepang (keiyoushi) tersebut baik itu adjektiva-i (i-keiyoushi) maupun adjektiva-na (na-keiyoushi) yang ditinjau dari kajian morfologi. Bagaimanakah proses pembentukan kata, perubahan bentuk kata,
akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata maupun perubahan bentuk katanya
yang terjadi. Hal ini menjadi pokok bahasan yang diteliti dalam penelitian ini.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab
(katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang?
2. Bagaimanakah akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-i/kata sifat-i (i-keiyoushi) dalam sebuah kata bahasa Jepang?
3. Bagaimanakah akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-na/kata sifat-na (na-keiyoushi) dalam sebuah kata bahasa Jepang?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini antara lain :
1. Mendeskripsikan dan memperoleh hasil penelitian dari proses pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang.
2. Mendeskripsikan dan memperoleh hasil penelitian dari akibat yang ditimbulkan dari pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva-i/kata sifat-i (i-keiyoushi) dalam sebuah kata bahasa Jepang.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang sudah dicapai dalam penelitian ini antara lain :
1.4.2.1. Manfaat Teoritis :
1. Dapat menambah pengetahuan mengenai pembentukan kata (gokeisei) dan perubahan bentuk (katsuyoukei) pada adjektiva/kata sifat (keiyoushi) dalam kajian morfologi bahasa Jepang.
2. Dapat menjadi sumber data bagi penelitian yang berhubungan dengan bidang
kajian linguistik bahasa Jepang.
1.4.2.2. Manfaat Praktis
1. Dapat menjadi suatu sumber pengetahuan bagi masyarakat mengenai ilmu
bahasa Jepang.
2. Dapat menjadi sumber data dan pengetahuan khususnya bagi para pembelajar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi
2.1.1. Pengertian Morfologi
Kajian morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang
kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk
bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan satuan-satuan dasar
bahasa sebagai satuan gramatikal.
Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon dan morfem disebut keitaiso. Morfem ( keitaiso ) merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak dapat dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih Dalam konsep ini morfologi dilihat sebagai studi yang mempermasalahkan
struktur kata. Dengan berkembangnya aliran strukturalis dan generatif doktrin
pemisahan tataran dalam analisis memudar dan selanjutnya berkembang ke arah
doktrin keterkaitan tataran pada suatu fokus analisis yang dinyatakan oleh Katamba
(1993: 3-16). Dengan demikian analisis morfologis yang dikaitkan dengan
aspek-aspek linguistik lain seperti fonologi, sintaksis dan semantik akan memungkinkan
kajian fenomena morfologis yang lebih komprehensip. Tambahan lagi menurut
Katamba (1993:19) menyatakan bahwa Morfologi adalah suatu "study of word
kecil lagi. Koizumi (1993:89) menyatakan’keitairon wa gokei no bunseki ga chuusin to naru’ (morfologi adalah satu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata). Karena itu tentu saja selalu terkait dengan kata dan terutama sekali dengan morfem).
Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango), morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei), imbuhan(setsuji),perubahan bentuk kata (katsuyoukei), dan sebagainya.
2.1.2. Morfem Bahasa Jepang (Keitaisou)
Salah satu objek yang dipelajari dalam morfologi yaitu morfem. Menurut
Akmajian dkk (1984:58) dalam Ba’dulu dan Herman (2005:7) menyatakan bahwa
morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna atau yang dapat
dikenal.
Istilah morfem dalam bahasa Jepang disebut keitaisou ( 形態素 ). Menurut Sutedi (2003:41) bahwa morfem ( keitaisou) adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipisahkan lagi dalam satuan makna yang lebih kecil
lagi dan juga menegaskan akan morfem bahasa Jepang dengan mengatakan bahwa
salah satu keistimewaan morfem bahasa Jepang, yaitu lebih banyak morfem
terikatnya dibanding dengan morfem bebasnya.
Koizumi (1993:90) juga mengungkapkan pengertian dari morfem adalah
merupakan adanya pelekatan makna khusus dengan ujar yang dihasilkan melalui
proses fonemis).
Pengertian morfem dinyatakan oleh Cahyono (1995:140) bahwa morfem
adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan maknanya tidak dapat
dibagi atas bagian bernakna yang lebih kecil. Dalam bahasa Jepang juga demikian.
Misalnya kata ’daigaku’ (universitas) yang terdiri dari dua satuan yaitu ’dai’ dan ’gaku’. Kedua satuan tersebut tidak dapat dipecahkan lagi menjadi satuan yang lebih kecil yang mengandung makna dan arti. Satuan terkecil dari ’dai’ yang secara leksikal bermakna’besar’ dan kata ’gaku’ yang secara leksikal bermakna ’belajar atau ilmu’ yang masing-masing merupakan satu morfem, sehingga kata ’daigaku’ terdiri atas dua morfem.
Klasifikasi Morfem
Morfem dapat diklasifikasikan atau digolongkan. Akmajian dkk (1984:58)
mengemukakan klasifikasi morfem sebagai berikut :
1. Morfem Bebas, yang terdiri dari kata penuh dan kata fungsi.
2. Morfem Terikat, yang terdiri atas afiks (pengimubahan) dan pangkal terkat,
Afiks terbagi atas : prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran)
Perhatikan contoh berikut ini :
(1) Tanya : kore wa nan desuka? 『これはなんですか。』 (Apakah ini?)
Jawab : hako ( 箱) atau「ハコ」 (kotak)
Jawab : haribako (針箱)atau『ハリバコ』 (kotak jarum)
Pada contoh (1) diatas terdapat kata “hako” (kotak) yang merupakan kata yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Sedangkan pada contoh (2) terdapat
kata “haribako” (kotak jarum) yang merupakan kata yang berasal dari penggabungan kata “hari” (jarum) yang merupakan morfem bebas yang juga dapat berdiri sendiri serta mempunyai arti sendiri, dan kata “hako” (kotak). Kata “hako” 『ハコ 』 berubah menjadi bako『バコ』karena perubahan alomorf pada bentuk pengucapan katanya. Itu mengenai morfem perubahan (alomorf) pada “hako”『ハコ』 berubah menjadi bako『バコ』, kata “hako”『ハコ』dapat digunakan berdiri sendiri, seperti dalam pembentukan ucapan. Ucapan adalah merupakan kesinambungan dari suara
yang mengalir keluar dari dan setelah mulut terbuka sampai tertutup lagi. Tetapi pada
bagian (bako) 『バコ』harus ada morfem lain sebelumnya, dan itu dimunculkan dalam bentuk morfem terikat pada kata haribako『ハリバコ』. Contoh lainnya seperti boorubaku(ボール箱)yang artinya “kotak bola” yang merupakan bagian dari bentuk “hako” (箱) atau 「ハコ」.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika
pengucapannya dapat berdiri sendiri, dan tidak dapat dikacaukan, morfem terbagi
(Ketsugoukeitai, 結合形態) : morfem yang pengucapannya tidak dapat berdiri sendiri, dan morfem ini selalu terikat dengan morfem yang lain.
Hal ini juga dikemukakan oleh Koizumi (1993:93) yang membagi morfem
bahasa Jepang berdasarkan bentuknya menjadi dua bahagian :
1. Bentuk bebas (Jiyuukei, 自由形) : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara
tunggal(berdiri sendiri).
2. Bentuk terikat (Ketsugoukei, 結合形): morfem yang biasanya digunakan dengan
cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal
(berdiri sendiri).
Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi
dua yaitu :
1. Akar kata (gokan, 語幹) : morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per
satu) dan kongkrit.
2. Afiksasi (setsuji, 接辞) : morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal.
Sutedi (2003:44 - 45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat
morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua,
yaitu morfem isi dan morfem fungsi. Morfem isi (naiyoukeitaiso,内容形態素) adalah
morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia dan akar kata
態素) adalah morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi
dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala (jiseikeitiso, 時制形 態素).
Dari kedua tipe diatas, selanjutnya dapat dibagi jenisnya menurut konsfigurasi
bahasa Jepang :
(a) hanya morfem bebas : yama (山) = gunung
(b) morfem bebas + morfem terikat : shiroi (白い) = putih shiro -- i [ シ
ロ .イ]
(c) morfem terikat + morfem terikat : kaite (書いて) = menulis (kai – te)
[カイ.テ]
(d) morfem bebas + morfem bebas : yamamichi ( 山道) = jalan gunung (yama
– michi) [ヤマ.ミチ] merupakan kata majemuk (fukugo, 複合) Pada bagian (a) pada kata “yama” (ヤマ) yang berarti ‘gunung’ merupakan penjelasan mengenai morfem bebas. Morfem ini dapat berdiri sendiri dan memiliki
arti sendiri. Pada bagian (b) pada kata “shiro”『 白 』dari shiroi「 白 い 」yaitu merupakan morfem bebas karena dapat digunakan berdiri sendiri, Pada kata shiro
「 白 yaitu /i/ (イ ) pada akhiran yang mengikutinya adalah akhiran yang
Pada bagian (c) pada kata kaite 「書いて」 pada /kai/「カイ」dari yaitu seperti pada kaite「カイテ」dan kaita「カイタ」, muncul bentuk terikat pada kata kerja bantu kata sambung /te/「 テ 」dan /ta/「 タ 」 dan tidak pernah muncul
pengucapan yang pemisahannya hanya dengan kata /kai/「カイ」, serta tidak ada pada bagian akar kata, dan /kai/「カイ」 ini merupakan morfem terikat. Pada kata
「 テ 」/te/ dan「 タ 」/ta/ adalah elemen yang ditambahkan pada bentuk kata
sambung dari partikel, ini juga merupakan morfem terikat.
Pada bagian (d) morfem bebas dari kata dan disebut kata majemuk yang
mengikat morfem bebas yang setara. Masing-masing morfem bebas itu berdiri sendiri
dan memiliki arti tersendiri bergabung dan membentuk kata dan arti yang baru. Pada
kata yama「ヤマ」yang memiliki arti ‘gunung’ jika ditambahkan kata michi「ミ
チ」yang memiliki arti ‘jalan’ jika digabungkan menjadi yamamichi (山道)atau
「ヤマミチ」yang artinya menjadi ’jalan pegunungan’. Dalam bahasa Jepang kata
majemuk kebanyakan dibentuk akibat dari penggabungan dari dua atau lebih dari
huruf kanji. Huruf kanji juga dapat dikatakan satu morfem bebas yang berdiri sendiri
dan memiliki arti sendiri.
Tsujimura (1996:141-142), dalam tulisannya yang berjudul An Introduction to
Japanese Linguistics, Morfem derivasional adalah morfem terikat yang dapat
mengubah makna dan atau kategori kata yang dilekatinya. Misalnya, morfem [す-,
あし, suashi (kaki telanjang]. Morfem [す-, su-] tidak mengubah identitas kata yang
dibentuknya, namun mengubah makna kata tersebut. Sementara itu, morfem
infleksional tidak membuat suatu kata baru yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh
morfem derivasional. Misalnya dalam bahasa Jepang terdapat morfem yang
menunjukkan kalimat bukan lampau biasanya ditandai dengan morfem [-る, -ru]
dan kalimat lampau ditandai dengan morfem [-た, -ta].
2.1.3. Kata Bahasa Jepang (Tango)
Konsep morfem tidak dikenal oleh para tata bahasawan tradisional, yang
selalu ada dalam tata bahasa tradisional adalah satuan lingual yang disebut kata. Apa
yang disebut kata ini, adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form).
Penelitian dalam bidang kebahasaan atau linguistik akan selalu membahas
mengenai kata. Banyak ahli linguistik meneliti mengenai kata dan didefenisikan
menurut bentuknya, jenisnya dan sebagainya. Verhaar (2001:97) mengatakan bahwa
kata adalah satuan atau bentuk bebas dalam tuturan yang dapat berdiri sendiri, artinya
tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan
dari bentuk - bentuk bebas lainnya di depannya dan dibelakangnya dalam tuturan.
Selain itu Keraf (1984:53) menyatakan adanya perubahan pemakaian kata makna
untuk pengertian dari kata dan menggantinya dengan ide. Dia mengatakan bahwa
kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas
Ramlan (1987:33) memberi definisi kata merupakan dua macam satuan, yaitu
satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu
atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata
belajar terdiri dari tiga suku yaitu be, la, dan jar. Suku /be/ terdiri dan dua fonem, suku /la/ terdiri dari dua fonem. Dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar
terdiri dari tujuh fonem yaitu / b,e,l,a,j,a,r /. Jadi yang dimaksud dengan kata adalah
satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain setiap satuan bebas merupakan
kata.
Kata dalam bahasa Jepang disebut dengan go atau tango. Iwabuchi Tadasu (1989:105-106) dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2004:136-137) menyebut tango
dengan istilah go. Dia menyebutkan bahwa tsuki, hashira, omoshiroi, rippada, sono,
mettani, shikashi, rareru, dan sebagainya disebut go(語) atau tango ( 単語).
Go merupakan satuan terkecil di dalam kalimat. Misalnya pada kalimat ‘Hana ga saku’ (bunga berkembang) dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil akan menjadi hana-ga-saku, bagian-bagian kalimat ini tidak dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Kalaupun dibagi-bagi lagi akan menjadi
Klasifikasi Kata
Kata dapat diklasifikasikan atau dapat dikelompokkan. Menurut Parera
(1994:7) Pengelompokan kelas kata sebuah bahasa pada umumnya dibedakan atas
dua tahap. Pertama klasifikasi primer (pengelompokan pertama) dilakukan berdasarkan distribusi kata secara sintaksis dan frasal. Dalam hal ini kata-kata
tersebut masih berada dalam keadaan sebagai morfem bebas atau kata yang
bermorfem tunggal. Umpamanya dalam pengelompokan kelas kata bahasa Inggris
berdasarkan distribusinya secara sintaksis dan frasal sebagai berikut : father, man,
boy, sick, good, and, or, because, go, sing dan sebagainya. Kedua yaitu klasifikasi sekunder (pengelompokan kedua) dilakukan berdasarkan distribusi sintaksis dan
frasal dalam bentuk kata kompleks. Umpamanya pengelompokan kata bahasa
Inggris : boys, books, better, does, dan sebagainya.
Berdasarkan cara-cara pembentukannya, go dapat dibagi menjadi jiritsugo dan
fuzokugo. Jiritsugo yaitu kata (go) yang dapat berdiri sendiri dan dapat menunjukkan arti tertentu. Yang termasuk ke dalam jiritsugo yaitu kelas kata verba (doushi), adjektiva (keiyoushi, keiyoudoushi), nomina (meishi), prenomina (rentaishi), adverbia (fukushi), konjungsi (setsuzokushi), dan interjeksi (kandoushi). Fuzokugo yaitu kata (go) yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memiliki arti tertentu. Yang termasuk kedalam fuzokugo yaitu partikel (joushi), dan kopula (jodoushi). Perbedaan antara
tidak dapat membentuk kalimat (bunsestsu) kalau tidak dgabungkan dengan
jiritsugo.
Berdasarkan asal usulnya, kata dalam bahasa Jepang terdiri dari wago,
kango, dan gairaigo. Selain itu terdapat juga konshugo yang merupakan kata-kata yang terdiri dari gabungan beberapa kata dari asal yang berbeda. Secara
harfiah, wago adalah kosakata asli Jepang yang telah ada sebelum masuknya pengaruh
bahasa China ke dalam bahasa Jepang, namun dikatakan juga bahwa ada beberapa
kata wago yang merupakan kosakata yang diserap dari bahasa China. Kango adalah
kosakata yang digunakan dalam bahasa Jepang yang berasal dari China.
Walaupun kango memiliki kesamaan dengan gairaigo sebagai kosakata yang diserap
dari bahasa asing, namun karena wago yang diserap dari bahasa China memiliki
karakteristik tertentu, maka tidak digolongkan ke dalam gairaigo. Pengertian Gairaigo
menurut Sudjianto dan Ahmad Dahidi, (2004:104) adalah kata-kata yang berasal dari
bahasa asing (gaikokugo) yang lalu dipakai sebagai bahasa nasional (kokugo).
Tango (kata) dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua macam,
yaitu tanjungo dan gouseigo. Tanjungo adalah kata yang terdiri dari morfem yang
berbentuk kata tunggal, sehingga secara struktural tidak dapat diuraikan lagi,
contohnya yama, inu dan lain-lain. Sedangkan gouseigo adalah kata yang terdiri dari
beberapa unsur sehingga secara struktural masih dapat diuraikan,
contohnya yamamichi (jalan setapak di pegunungan) yang terdiri dari yama (gunung)
1. Fukugougo,
2.
yaitu kata yang terdiri dari beberapa unsur yang masing-masing
unsur mengandung arti dan dapat berdiri sendiri sehingga secara struktural
dapat diuraikan, misalnya seperti yang telah disebutkan di atas.
Haseigo,
Tango dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya dan jenisnya. Pengklasifikasian atau pembagian kelas kata dalam bahasa Jepang disebut hinshi bunrui ( 品詞分類). Hinshi berarti jenis kata (word class, atau part of speech), sedangkan bunrui berarti penggolongan, klasifikasi, kategori atau pembagian. Jadi
hinshi bunrui berarti klasifikasi kelas kata berdasarkan berbagai karakteristinya secara gramatikal Menurut Situmorang (2007:8) pembagian kelas kata bahasa Jepang
adalah sebagai berikut:
adalah kata yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur dasar dan unsur
infiks. Unsur yang menjadi kata dasar dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti,
sedangkan unsur infiks bila berdiri sendiri tidak memiliki arti. Karena itu unsur
infiks tidak dapat berdiri sendiri.
1. Verba (doushi, 動詞) yaitu kata yang bermakna gerakan, dapat berdiri sendiri, mengalami perubahaan bentuk/berkonjugasi, dan dapat menjadi predikat dalam
sebuah kalimat.
2. Adjektiva (keiyoushi, 形 容 詞), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan
3. Adjektiva (keiyoudoushi, 形容動詞), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan
selalu berakhiran dengan akhiran –da.
4. Nomina (meishi, 名詞), yaitu kata nama, tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan menjadi subjek atau objek dalam kalimat.
5. Adverbia (fukushi, 副詞), yaitu merupakan kata tambahan, tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri , tidak menjadi subjek, tidak menjadi
predikat, dan tidak menjadi objek, dan menerangkan keiyoushi, dan menerangkan fukushi.
6. Prenomina (rentaishi, 連 体 詞), yaitu kata yang mengikuti benda ( yang menerangkan benda), tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri,
dan diikuti kata nama tanpa diantarai kata lain.
7. Konjungsi (setsuzokushi, 接 続 詞), yaitu kata sambung, tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, objek, predikat
dalam kalimat. Berfungsi menyanbung dua buah kata, karena untuk
menyambung dua buah kata dalam bahasa Jepang dipergunakan setsuzokujoshi. 8. Kopula (jodoushi, 助 動 詞), yaitu kata bantu sebagai verba, mengalami
perubahan bentuk sama seperti doushi, tidak dapat berdiri sendiri, ada yang mempunyai arti sendiri dan ada yang menambah makna pada kata lain.
dalam kalimat, selalu mengikuti kata lain, dan ada yang mempunyai arti sendiri
dan ada juga yang berfungsi memberikan arti pada kata lain.
10. Interjeksi (kandoushi, 感動詞), yaitu kata gerakan perasaan, tidak mengalami perubahan bentuk, dan dapat berdiri sendiri sebagai kalimat, tidak menjadi
keterangan, tidak menjadi subjek, predikat, dan tidak pula menjadi penyambung
kata atau kalimat. Serta berfungsi untuk mengutarakan rasa terkejut, kaget,
heran, marah, dan sebagai kata-kata salam.
Istilah kata (go, 語) atau (tango, 単語) dalam bahasa Jepang terdiri dari
beberapa kelompok yang dilihat menurut pembentukannya yaitu :
1. Kata Dasar (tanjungo, 単純語)
Misalnya kata orang(hito, 人), makan (taberu, 食べる ), tidur (neru, 寝る) dan lain lain. Dengan lain kata dasar adalah kata yang mempunyai satu arti dan dapat
berdiri sendiri, tidak mengalami penambahan imbuhan dan perubahan bentuk.
2. Kata Turunan (haseigo, 派生語)
Kata turunan yaitu kata kata yang sudah mengalami perubahan bentuk,
penambahan imbuhan dan proses perubahan ucap. Kata turunan ini dalam bahasa
Jepang terbagi menjadi 3 bagian yaitu,
a. Gejala perubahan pengucapan (hen on genshou, 変音現象) b. Penamahan imbuhan di awal kata (settouji, 接頭辞 )
3. Kata Majemuk (fukugougo, 複合語)
Kata majemuk yaitu kata kata yang mengalami proses pembentukan kata
majemuk, dalam bahasa jepang kata majemuk ini jumlahnya sangat banyak dan
bervariasi. Kata majemuk dalam bahasa Jepang terbagi menjadi :
3.1.Kata Benda Majemuk (fukugou meishi, 複合名詞)
Kata benda majemuk yaitu kata benda yang terbentuk dari gabungan dua
buah unsur kata yang membentuk satu kata benda majemuk. Kata majemuk ini
terbagi lagi menjadi gabungan unsur unsur seperti di bawah ini :
a. Verba + Verba d. Adjektiva + Noun g. Noun Adjektiva +Noun
b. Noun + Verba e. AD + Noun
c. Noun + Noun f. Verba + Noun
3.2.Kata Kerja Majemuk (fukugoudoushi, 複合動詞)
Kata kerja majemuk atau verba majemuk ini sangat bervariasi , merupakan
gabungan dua buah unsur yang membentuk verba majemuk , secara garis besar verba
majemuk ini terbagi menjadi 5 kelompok yaitu :
a. V + V b. N + V c. A + V d. Adv+V e. Imbuhan +V
3.3.Kata Sifat 1 majemuk (fukugo keiyoushi, 複合形容詞 )
Kata sifat atau adjektiva dalam bahasa Jepang terbagi menjadi dua golongan
yaitu : kata sifat I atau adjektiva-I (i-keiyoushi) yang berakhiran /-i/ seperti
2.1.4. Teori Morfologi Generatif
Dalam analisis penelitian ini, penulis menggunakan teori morfologi generatif
supaya jangkauan pembicaraan tidak terbatas dan tidak hanya bersifat deskriptif
tradisional. Untuk itu perlu suatu model teoretis yang lebih mutakhir (seperti
Morfologi Generatif) dalam pendekatan terhadap analisis penelitian ini sehingga
menghasilkan pemerian yang lebih komprehensip.
Perhatian para linguis terhadap teori morfologi generatif mulai berkat ajakan
Chomsky pada tahun 1970 melalui tulisannya yang berjudul "Remarks on
Nominalisation". Dalam tulisannya itu ia memaparkan betapa pentingnya bidang
morfologi terutama proses pembentukan kata yang ditinjau dari teori transformasi.
Dardjowijojo (1988:32) mencatat bahwa orang yang pertama kali menaruh minat
yang serius terhadap morfologi generatif adalah Morris Halle dalam papernya yang
berjudul "Morphology in a Generative Grammar" yang disajikan pada Congress of
Linguists di Bologna tahun 1972. Tahun berikutnya karya tersebut diterbitkan dengan
judul "Prolegomena to a Theory of Word Formation". Tulisan Halle memberikan
dampak yang sangat kuat dan diikuti oleh ahli-ahli lain seperti Siegel pada tahun
1974, Botha pada tahun 1974, Boas pada tahun 1974, Lipka pada tahun 1975 dalam
bentuk artikel dan oleh Aronoff pada tahun 1976, serta Scalise pada tahun 1984
dalam bentuk buku.
Secara umum dapat diidentifikasi bahwa di kalangan kelompok orang-orang
semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); Asumsi dasar Halle di tahun 1973 adalah bahwa secara normal penutur bahasa di samping memiliki
pengetahuan tentang kata juga paham tentang komposisi dan struktur kata tersebut.
Dengan kata lain penutur asli dari suatu bahasa mempunyai kemampuan untuk
mengenal kata-kata dalam bahasanya, bagaimana kata itu terbentuk dan sekaligus
bisa membedakan bahwa suatu kata tidak ada dalam bahasanya. Misalnya, penutur
asli bahasa Inggris akan secara intuitif mampu memahami
bahwa look dan careful adalah bahasa Inggris sedangkan lihat dan hati-hati bukan bahasa Inggris. Ini segera bisa menunjukkan bahwa careful dibentuk dari penambahan morfem bebas care dengan sufiks –ful.
1.
Tatabahasa merupakan perwujudan formal mengenai apa yang semestinya
dipahami penutur suatu bahasa. Menurut model teoretis Halle morfologi terdiri dari
atas:
List of Morpheme
2.
yakni Daftar Morfem selanjutnya disingkat dengan DM
Word Formation Rules
3.
atau Kaidah Pembentukan Kata yang selanjutnya
disingkat KPK
Filter
4.
atau saringan
Dictionary atau kamus. Ini ditambahkan oleh Halle dua tahun kemudian sebagai tempat menyimpan morfem yang telah lolos dari KPK dan Saringan.
Dalam komponen DM bisa diketemukan dua macam anggota yakni akar kata
disertai dengan rentetan segmen fonetik dengan beberapa keterangan gramatikal yang
relevan.
Komponen KPK menentukan bagaimana bentuk-bentuk yang ada dalam DM
tersebut diatur. Dalam kaitan ini tugas KPK membentuk kata dari morfem-morfem
yang berasal dari DM. KPK bersama-sama dengan DM menentukan kata yang
bena-benar kata atau bentuk potensial dalam bahasa yakni satuan lingual yang belum ada
dalam realitas tetapi mungkin akan ada karena memenuhi persyaratan. Dengan kata
lain KPK bisa menghasilkan bentuk-bentuk yang memang merupakan kata serta
bentuk-bentuk lain yang sebenarnya memenuhi segala persyaratan untuk menjadi kata
tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa tersebut.
Komponen Saringan merupakan wadah untuk menyaring segala ideosinkrasi sehingga kata-kata yang aktual saja boleh lewat saringan. Terdapat tiga jenis
ideosinkrasi, yakni (1) ideosinkrasi semantik berupa keanehan dalam bidang
semantik, misalnya kata recital dalam bahasa Inggris yang tidak merujuk pada apa saja yang di "recite", tetapi hanya merujuk pada suatu pertunjukan konser oleh
seorang pemain tunggal dan transmission hanya merujuk pada proses pemindahan gigi pada mobil, (2) ideosinkrasi fonologis yang berujud ketidaklaziman fonologis
dan (3) ideosinkrasi leksikal yakni keanehan yang menyangkut fakta dalam bahasa di
mana suatu bentuk yang seharusnya ada tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa