POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN)
BAHASA JEPANG : SUATU TINJAUAN
MORFOLOGI STRUKTURAL
TESIS
OLEH
KHAIRA SEANTY DARLAN
117009038/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN)
BAHASA JEPANG: SUATU TINJAUAN
MORFOLOGI STRUKTURAL
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
KHAIRA SEANTY DARLAN
117009038/LNG
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN) BAHASA JEPANG: SUATU TINJAUAN
MORFOLOGI STRUKTURAL Nama Mahasiswa : Khaira Seanty Darlan
Nomor Pokok : 117009038 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Bahasa Jepang
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof.Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D) (Dra.Siti Muharami Malayu,M.Hum) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur,
Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D. Prof.Dr.Erman Munir, M.sc
Telah diuji
pada tanggal 26 Agustus2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Hamzon Situmorang,M.S.Ph.D. Anggota : 1. Dra.Siti Muharami Malayu,M.Hum 2. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si
PERNYATAAN
TESIS
POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN) BAHASA JEPANG: SUATU TINJAUAN
MORFOLOGI STRUKTURAL
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.
Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, 26 Agustus 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT., karena atas rahmat dan
hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pola Pembentukan
Ryakugo (Pemendekan) Bahasa Jepang: Suatu Tinjauan Morfologi Struktural”. Tesis
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat magister pada Program Studi
Magister (S2) Linguistik, Konsentrasi Bahasa Jepang, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Penulis juga tidak lupa mengucapkan salawat dan salam
pada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Selama proses perngerjaan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, selayaknya penulis mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D. sebagai Pembimbing I dan Dra. Siti
Muharami Malayu, M. Hum. selaku pembimbing II. Selama penulis menjadi
mahasiswa di Program Studi Magister, Program Studi Linguistik beliau telah banyak
memberikan pelajaran yang berharga. Beliau dengan penuh ketelitian dan perhatian
memberikan bimbingan, masukan dan motivasi yang sangat berharga demi perbaikan
tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu sangat diharapkan saran dan masukan yang konstruksi sehingga tulisan ini
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Khaira Seanty Darlan
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 27 Agustus 1977
Alamat : Jl.STM 54 Medan
Agama : Islam
Telepon : (061) 7861951
Telepon Selular : 0819642708
E-mail : heramanis@gmail.com
Nomor KTP : 1271036708770001
PENDIDIKAN FORMAL
2011-2013 : Program Pasca Sarjana Prodi Linguistik S2
Universitas Sumatera Utara
2000-2003 : Fakultas Sastra Program Ekstension S1 Sastra
Jepang, Universitas Sumatera Utara Medan
1995-1998 : Fakultas Sastra Program Bahasa Jepang D3,
Universitas Sumatera Utara Medan
1992-1995 : SMA Negeri 1 Medan
1989-1992 : Madrasah Tsanawiyah Negeri Padang Panjang
PENGALAMAN KERJA
2013-sekarang : Tenaga Pengajar Sekolah Nahyang School Medan
2013-sekarang : Tenaga Pengajar Yayasan Graha Kirana Medan
2011-sekarang : Tenaga Pengajar di SMA Negeri 01 Medan
2010-sekarang : Tenaga Pengajar Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
2009-sekarang : Tenaga Pengajar di Sekolah Tinggi Bahasa Asing
(STBA) Harapan Medan
1999-2003 : PT.Indonesia Asahi Denki, sebagai Supervisor
1998-1999 : Tenaga Pendamping dalam Program Aksi
Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaian tesis ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala doa, perhatian, bimbingan, arahan, serta dorongan yang telah diberikan kepada
penulis oleh pihak-pihak berikut ini.
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K). selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Erman Munir, M.sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara beserta Staff Akademik dan Administrasinya
3. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara dan sebagai penguji, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela,
M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Linguistik Univesitas Sumatera Utara
beserta Dosen dan Staf Administrasinya.
4. Prof. Dr. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Utama dan
Dra. Siti Muharami Malayu,M.Hum. selaku Pembimbing II yang telah
membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan dorongan
5. Prof.Dr.Robert Sibarani,M.S.selaku Dosen dan Penguji yang telah memberikan
kebaikan dan dorongan serta motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan serta
membangun logika berfikir penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Drs. Yuddi Andrian Mulyadi,M.A. selaku Dosen dan Penguji yang telah
menyalurkan ilmu dan bertukar pikiran dalam berdiskusi dalam perkuliahan dan
penyelesaian tesis ini.
7. Kedua Orang tua penulis Bapak Dr.H.Darlan Djali Chan dan ibu Roswita Yeti
yang telah membesarkan dan membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih
sayang.
8. Ananda Orvalia Nurhadeni Nst, Orvandika Roslan Anwar Nst serta Orvan
Muhammad Rizki Nst yang telah menjadi inspirasi penulis untuk menyelesaikan
tesis ini.
9. Angkatan 2011 Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU.
Terutama Nazaya dan Lisa serta teman-teman lain yang tidak disebutkan.
10.Hermawan Agus Riyanto yang telah banyak memberi semangat dari awal
perkuliahan hingga akhir penulisan tesis ini.
11.Dan ucapan terima kasih special penulis ucapkan kepada Syarizal Nizam yang
hadir sebagai pelengkap dalam penyelesaian penulisan tesis ini.
Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa dan
tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam kajian Linguistik Bahasa Jepang.
Terima kasih.
Medan, Agustus 2013
Penulis,
POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN)
BAHASA JEPANG : SUATU TINJAUAN MORFOLOGI
STRUKTURAL
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan kata yang berasal dari pemendekan kata, yang disebut abreviasi (shouryakugo). Di dalam kajian abreviasi mengkaji tentang akronim, penggalan dan singkatan yang di dalam bahasa Jepang disebut dengan ryakugo. Ryakugo yang merupakan kata yang dipendekkan dari bentuk yang panjang menjadi bentuk yang pendek dan sederhana. Data pemendekan bahasa Jepang (ryakugo) akan dianalisis jenisnya dan dirumuskan pola pembentukannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis isi, serta menggunakan studi pustaka. Penelitian yang berdasarkan metode morfologi struktural ini mengambil sumber data dari koran, buku teks pelajaran, komik dan data yang ada di internet. Data dalam penelitian ini berupa kata yang disingkat dari bentuknya yang panjang sehingga membentuk kata baru dengan mengekalkan bagian huruf atau suku kata dalam tiap komponennya. Analisis data yang dilakukan, yaitu data kata, kaidah pembentukan kata dan analisis kontruksi pembentukan kata. Dari hasil temuan menunjukkan bahwa proses pembentukan kata dari ryakugo bahasa Jepang terdapat 8 jenis ryakugo dan terbagi pada 3 pola pembentukan ryakugo yang berupa akronim, penggalan dan singkatan. Ketiga pola tersebut diteliti berdasarkan bentuk huruf kanji, hiragana, katakana dan romaji. Karakter huruf yang berbeda antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang mempengaruhi perbedaan kontruksi pola pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang dan akronim dalam bahasa Indonesia.
ABSTRACT
The purpose of this research is to figure out the process of word formation which is derived from word shortening namely abbrevation (shouryakugo in Japanese Language). The study of abbreviation analyzes acronym, clipping and word abbreviation which is called ryakugo in Japanese language. Ryakugo is a word which is shortened from the long form to become a short and simple word. The research will identity the types of ryakugo and to formulate the formation patter of the data of ryakkugo.The research usee descriptive qualitative methodological research with contentanalysis, and library research. The research which is based on struktural morphology method takes data sourch from newspapers, textbooks, comics and existing data on the internet, The data in this research are shortened form from the long form of the word, which configurates a new word while perpetuating parts of letters or syllables in each component of the word. The data analysis uses the word data, the rules of word form ation and the analysis of word formation and the analysis of word formation construction. The research findings indicate that the process of word formation of ryakugo in japanese consist of 8 types of ryakugo and divided in to 3 formation patterns of ryakugo in the form of acronyms, clipping and word abbreviation. All these three patterns are examined based on the form of kanji, hiragana, katakana, and romaji. The difference of letter character between Indonesian and Japanese influence the different construction of ryakugo formation pattern in Japanese and the acronym in Indonesian.
DAFTAR ISI
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15
1.4.1.Tujuan Penelitian ... 15
2.2.1.1.Pola Pembentukan Ryakugo... 40
4.1.1.Jenis Ryakugo... 54
4.1.2.Kaidah Pembentukan Ryakugo.... 58
PERNYATAAN
TESIS
POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN) BAHASA JEPANG: SUATU TINJAUAN
MORFOLOGI STRUKTURAL
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.
Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, 26 Agustus 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bahasa memegang peranan yang sangat penting untuk berkomunikasi di dalam
kehidupan manusia. Penggunaan bahasa merupakan salah satu kelebihan yang
dimiliki manusia karena melalui bahasa tersebut, maka dapat berinteraksi dengan baik
secara lisan maupun tulisan, seperti pendapat Keraf (1980 : 53) yang menyebutkan
bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan
gagasan, pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain. Bahasa adalah alat
komunikasi untuk berinteraksi antar manusia. Tanpa bahasa kita tidak mungkin dapat
berinteraksi, karena bahasa adalah sumber untuk terciptanya interaksi antara manusia
dengan manusia lainnya.
Mempelajari bahasa pada hakikatnya sama dengan belajar berkomunikasi.
Seperti halnya mempelajari bahasa asing termasuk bahasa Jepang mempunyai tujuan
untuk mencapai kemampuan berkomunikasi lisan dan tulisan untuk menyampaikan
ide dan pikiran kepada orang lain. Dalam berkomunikasi dengan orang lain
diperlukan pengetahuan mengenai aturan atau kaidah pemakaian yang berlaku pada
bahasa asing tersebut, seperti yang disampaikan Samsuri (1994:10) bahwa bahasa
adalah kumpulan aturan-aturan, kumpulan pola-pola dan kumpulan kaidah-kaidah
Kimura (1988:27) menyebutkan, kajian kebahasaan dapat difokuskan kedalam
dua aspek yaitu kaidah-kaidah bahasa (speech of code) dan cara pemakaiannya
(speech of act). Kaidah bahasa meliputi kajian fonetik, fonologi, aksen,
perbendaharaan kata, tata bahasa, cara penulisan, huruf, dan sebagainya, sedangkan
cara pemakaian bahasa meliputi aspek berbicara, menulis, menyimak dan lain-lain.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kaidah bahasa dan
penggunaannya merupakan aspek kajian kebahasaan yang sangat penting yang tidak
bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Salah satu yang menjadi kaidah bahasa adalah huruf. Situmorang (2007:3)
mengatakan bahwa huruf yang digunakan di dunia ada tiga jenis. Yaitu:
1. 単音文字 tanonmonji , yaitu huruf yang mengutarakan potongan bunyi yang terkecil, huruf ini dapat menuliskan muatan sebuah bunyi vokal maupun konsonan
secara berdiri sendiri. Atau sebuah huruf sebagai gambaran sebuah konsonan atau
vokal tertentu. Yang termasuk ke dalam jenis huruf ini misalnya adalah huruf
romawi.
2. 音節文字 onsetsumonji , yaitu huruf yang menggambarkan potongan bunyi suara, huruf ini dapat menuliskan muatan bunyi vokal, tetapi untuk bunyi
konsonan biasanya diucapkan bersamaan dengan bunyi vokal. Huruf ini tidak
menggambarkan bunyi konsonan berdiri sendiri. Contoh huruf yang termasuk ke
dalam jenis ini adalah huruf hiragana dan katakana dan juga huruf-huruf dalam
3. 表意文字 hyouimonji , yaitu huruf yang menggambarkan sebuah arti, dalam huruf ini lebih dipentingkan mengutarakan muatan arti atau makna dari pada bunyi
bacaannya. Dalam jenis huruf ini, sebuah huruf mempunyai satu arti atau makna,
tetapi kadang-kadang sebuah huruf mempunyai cara baca yang lebih dari satu.
Yang termasuk dalam jenis huruf ini adalah huruf kanji. Huruf kanji tidak sama
bacaannya menurut orang Jepang dan menurut China.
Sutedi (2003 : 7) menjelaskan tentang huruf yang ada di Jepang, bahwa bahasa
Jepang dikenal sebagai bahasa yang kaya dengan huruf, tetapi miskin dengan bunyi.
Bunyi dalam bahasa Jepang terdiri dari lima vokal dan beberapa konsonan yang
diikuti oleh vokal tersebut dalam bentuk suku kata terbuka kecuali kata yang diakhiri
dengan konsonan [N]. Untuk menyampaikan bunyi tersebut, digunakan empat
macam huruf, yaitu huruf hiragana, katakana, kanji dan romaji. Hiragana dan
katakana disebut juga dengan huruf kana. Hiragana digunakan untuk menulis
kosakata bahasa Jepang asli, baik secara utuh maupun digabungkan dengan huruf
kanji. Katakana digunakan untuk menulis kata serapan dari bahasa asing selain
bahasa Cina. Jumlah huruf hiragana dan katakana yang sekarang digunakan
masing-masing 46 huruf, kedua huruf ini digunakan untuk melambangkan bunyi yang sama
dari huruf tersebut, ada yang dikembangkan dengan menambahkan tanda tertentu
untuk membentuk bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing mencapai 56 bunyi.
Huruf-huruf tersebut berbentuk suku kata, sehingga bunyi dalam bahasa Jepang
Sutedi (2003:8) menambahkan bahwa huruf Kanji yaitu huruf yang merupakan
lambang, ada yang berdiri sendiri, ada juga yang harus digabung dengan huruf kanji
yang lainnya atau diikuti dengan hiragana ketika digunakan untuk menunjukkan satu
kata. Kanji berasal dari Cina yang memiliki jumlah yang banyak dan terdiri dari dua
cara baca, yaitu cara baca Jepang (kun-yomi) dan cara baca Cina (on-yomi). Seperti
pada kanji 中memiliki kunyomi (naka) dan onyomi (chuu).
Terakhir, yaitu huruf Romaji atau disebut juga huruf latin, digunakan pada buku
pelajaran bahasa Jepang tingkat dasar yang diperuntukkan bagi pembelajar yang ingin
mempelajari bahasa Jepang tanpa mempelajari tulisan huruf Jepang.
Dari rangkaian beberapa huruf maka akan terbentuk suatu kata. Berdasarkan asal
usul kata, dalam bahasa Jepang terdapat 4 jenis kosakata yaitu wago, kango, gairaigo,
dan konshuugo. Wago yaitu kosakata asli bahasa Jepang, kango yaitu kosakata yang
berasal dari China yang ditulis dengan huruf kanji yang dibaca secara onyomi,
gairaigo yaitu bahasa serapan/pinjaman atau merupakan kosakata
selain wago dan kango, termasuk didalamnya kosakata yang masuk sejak abad
pertengahan yang dibaca dengan cara baca China modern, dan konshugo yaitu
kosakata yang terbentuk dari dua lebih jenis kosakata yang pada dasarnya terdiri atas
tiga macam gabungan, yaitu wago dengan kango, kango dengan gairaigo dan wago
dengan gairaigo (Sudjianto dan Dahidi, 2007:99).
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan bahasa, maka perpaduan
huruf dan pembentukan kata juga berkembang. Hal ini diketahui dari munculnya kata
dibentuk dari satu kata atau lebih. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang dapat
menyingkat kata dengan satu fonem saja, bahasa Jepang berangkat dari dua fonem
yang terdiri dari vokal dan konsonan, sehingga dalam menyingkat kata, singkatan
tersebut terdiri dari suku kata yang dapat dibentuk dari gabungan onyomi dan
gabungan kunyomi serta menyingkat kata dari kata yang berasal dari bahasa asing,
namun terdapat juga singkatan yang ditulis dengan huruf alfabet, seperti NHK(Nihon
Housou Kyoukai) yang artinya radio TV Jepang.
Penyingkatan kalimat bahasa Jepang banyak ditemukan pada bahasa yang
digunakan oleh anak muda, karena kecenderungan anak muda yang ingin praktis
sehingga menyingkat kalimat menjadi pendek. Bahasa anak muda ini disebut dengan
wakamono kotoba. Tanaka (1997:85-86) menyebutkan bahwa wakamono kotoba
dimulai sejak zaman Edo yang digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu, seperti
kelompok para pedagang, kelompok satuan militer, petani dan antar kelompok yang
memiliki profesi atau lingkungan yang sejenis. Akan tetapi, bahasa ini lebih banyak
digunakan oleh penjahat sehingga ada anggapan pada awalnya bahasa ini merupakan
bahasa para pelaku kriminalitas. Hingga pada akhir zaman Restorasi Meiji
keberadaan bahasa ini masih terdapat di tengah masyarakat, tetapi sering digunakan
oleh kaum mafia Jepang (yakuza).
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, penggunaan bahasa anak
muda (wakamono kotoba) di Jepang memiliki bahasa yang digunakan untuk
perasaan-perasaan lainnya. Kosakata yang digunakan dapat berupa pemendekan kata
maupun kosakata baru.
Tanaka (1997:85-86) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik bahasa anak
muda dewasa ini adalah menyingkat unsur-unsur kata/kalimat yang disebut dengan
shouryaku.
Katou (1994 : 1) mengatakan lebih lanjut karakteristik dan fungsi wakamono
kotoba ini yaitu:
1. Untuk membuat hubungan pertemanan lebih intim atau akrab, dan lebih santai.
2. Untuk mengungkapkan atau mengekspresikan segala sesuatu yang kurang
berkenan di hati.
3. Sebagian besar kosakata pada wakamono kotoba biasanya ditambahkan
dengan perasaan yang baru atau sedang dirasakan oleh si pembaca pada saat
itu.
4. Bentuk kosakata yang menjadisingkat.
5. Merupakan permainan kata.
Nakao dkk dalam Varda (2004 : 28) menyebutkan ciri-ciri wakamono kotoba
sebagai berikut :
1. Penyingkatan satu bagian kata atau kalimat.
Kata-kata yang panjang, dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang, biasa
disingkat agar mudah diingat dan dipakai. Namun penyingkatan kata atau
kalimat oleh para remaja di Jepang terkesan seenaknya, dan berbeda dengan
- ー ン(geesen)
Adalah singkatan dari ー ン ー(geemu senta) yang artinya’ game center’.
- 見 (getsudora miru)
Adalah singkatan dari 曜日 見 (getsu youbi nodorama wo miru) yang artinya ‘menonton drama yang dipertunjukkan pada hari senin’.
- (makudo)
Adalah singkatan dari (makudonarudo) yang artinya
‘McDonald’.
2. Adanya pembalikan urutan kata
Contoh :
- ン(mono hon)
Adalah pembalikan urutan kata dari ン (hon mono) yang artinya
‘barang asli’.
- (derumo)
Adalah pembalikan urutan kata dari (moderu) yang artinya ‘model’.
3. Pada kata benda diberi akhiran ru dan tta sehingga menjadi kata kerja.
Contoh :
- (chariru)
Berasal dari kata + (chari + ru) yang artinya ‘bersepeda’
Berasal dari kata 行 食べ (makudonarudo e itte taberu) yang artinya ‘pergi makan ke Mc’Donal’
4. Membuat ungkapan dari ciri khas yang dimiliki seseorang
Contoh :
- (gyaba)
Berasal dari kata い 格 好 い 中 年 以 女 性
(gyaru mitaina kakkoi wo shite iru chuunen ijou no josei ) yang artinya siswi
SMP yang ‘’genit
5. Menggunakan katakana go
Dikatakan bahwa anak muda Jepang sangat suka menggunakan kata yang
diambil dari bahasa asing yang ditulis dengan huruf katakana.
Contoh di atas merupakan sebagian dari wakamono kotoba yang terdapat di
Jepang. Wakamono kotoba yang merupakan singkatan atau gabungan dua kosakata
atau lebih memiliki jumlah terbanyak diantara wakamono kotoba lain. Dapat dilihat
pula bahwa kosakata tersebut biasanya merupakan gabungan antara bahasa asing
(gairaigo) dengan bahasa Jepang asli. Wakamono kotoba juga banyak terdapat di
komik yang merupakan salah satu manifestasi perkembangan kehidupan masyarakat
pada masanya. Hal ini disebabkan oleh perkembagan komik yang sejalan dengan
unsur-unsur budaya masyarakat yang melatarbelakanginya serta termasuk didalamnya
adalah perkembangan bahasa. Penulis komik menangkap fenomena yang terjadi di
tersebut untuk menghidupkan suasana atau atmosfer remaja dalam komik. Dengan
kata lain, komik mampu menjadi salah satu sarana untuk mensosialisasikan
wakamono kotoba yang kini banyak digunakan oleh remaja Jepang. Pemakaian
wakamono kotoba dalam komik, disamping untuk menghidupkan suasana/atmosfir
remaja, juga sebagai publikasi dari komik tersebut sehingga komik dapat menjadi
sumber pendistribusian wakamono kotoba dikalangan remaja, khususnya di kalangan
remaja Jepang.
Proses pemendekan kata dalam bahasa Jepang disebut dengan shouryakugo.
shouryakugo didalam bahasa Indonesia disebut dengan abreviasi. Hasil dari proses
pemendekan kata tersebut disebut dengan ryakugo. Ryakugo terdapat pada komik,
koran, buku-buku pelajaran tentang tata bahasa Jepang, kamus serta dapat ditemui
pada istilah bahasa asing yang sering disebut dengan kata serapan.
Ryakugo berasal dari kata yang panjang yang disingkat atau dipendekkan agar
lebih praktis. Bentuk ryakugo dapat berupa akronim, singkatan dan pemendekan
dalam bahasa Indonesia. Ini disebabkan karena ryakugo merupakan pemendekan dari
bentuk yang panjang menjadi bentuk yang singkat atau dipendekkan dari kata yang
panjang dan dilafalkan sebagai suatu kata.
Dalam ryakugo, terdapat bermacam bentukan dan memiliki pola yang
berbeda-beda. Pola pembentukan ryakugo tersebut dapat dengan menggabungkan huruf
hiragana pertama pada tiap komponen, atau gabungan huruf kanji pertama pada tiap
komponen, atau dengan menggabungkan huruf kanji pertama dan kedua serta kata
seutuhnya pada komponen kedua dan pola pembentukan lainnya.
- rajikase
ryakugo ini dipendekkan dari kata (rajio kasetto), yang
artinya ‘radio kaset’.
Ini merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris, pada kata tersebut
terjadi pemendekan kata dengan pola pengekalan pada dua huruf pertama
katakana yaitu huruf dan . Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.
-東大 toudai
Ryakugo ini dipendekkan dari kata東京 大学 toukyou daigaku yang artinya
‘Universitas Tokyo’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan pada huruf kanji
dengan pengekalan pada huruf kanji pertama tiap komponen yang merupakan
gabungan onyomi tou (東) dan onyomi dai (大). Ryakugo ini merupakan
akronim.
-能験 nouken
Ryakugo ini dipendekkan dari kata 能力試験 nouryouku shiken , yang artinya
‘ujian kemampuan’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan pada huruf kanji
dengan pengekalan huruf kanji pertama pada komponen pertama dan kanji
terakhir pada komponen kedua dan merupakan gabungan onyominou (能) dan
- イ語 doigo
Ryakugo ini dipendekkan dari kata イ 語 doitsugo yang
artinya ’bahasa Jerman’. Pola pembentukan akronim pada kata doigo dengan
melesapkan huruf yang ditengah (tsu) dan pengekalan dua huruf katakana di
awal dan kata seutuhnya pada komponen kedua. Ryakugo ini merupakan bentuk
akronim.
-折 電 oriden
Ryakugo ini dipendekkan dari kata 折 返 電話 orikaeshi denwa yang
artinya ’telepon balik’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan dengan
pengekalan pada dua huruf pertama (kanji 折dan huruf hiragana ) dari komponen pertama dan huruf kanji pertama pada komponen kedua. Ryakugo ini
merupakan bentuk akronim.
-い (itaden)
Ryakugo ini dipendekkan dari kata い 電話 itazura denwa yang
artinya ’telepon iseng’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan dengan
pengekalan dua huruf hiragana pertama (い ) dan huruf kanji pertama ( 電) pada komponen kedua. Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.
- 飲 ほう(nomihou)
Ryakugo ini dipendekkan dari kata 飲 題 nomimasu houdai
yang artinya ‘minum sesukanya/sepuas-puasnya’. Pada kata tersebut terjadi
pertama ( huruf kanji 飲 dan huruf hiragana ) dan pengekalan huruf kanji
pertama (huruf kanji ) pada komponen kedua. Ryakugo ini merupakan bentuk
akronim.
-あけ (akeome)
Ryakugo ini dipendekkan dari kata あ け う akemashite
omedetou yang artinya ’selamat tahun baru’. Pada kata tersebut terjadi
pemendekan dengan pengekalan pada dua huruf hiragana pertama pada tiap
komponen, yaitu dengan menggabungkan kata あけ dan kata . Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.
- (apo)
Ryakugo ini dipendekkan dari kata イン ン apointomento yang
artinya ‘perjanjian’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan pada kata serapan
dari bahasa asing dengan pengekalan dua huruf katakana pertama dan
melesapkan semua huruf setelahnya. Ryakugo ini merupakan bentuk penggalan.
- (ANA)
Ryakugo ini merupakan pemendekan dari kata ’All Nippon Airlines’. Pada kata
tersebut terjadi penyingkatan pada huruf pertama pada tiap komponen dan
- (OL)
Ryakugo ini merupakan singkatan dari kata ‘Office Lady’ yang artinya
‘karyawati wanita’. Bentuk ryakugo ini mengekalkan huruf pertama pada tiap
kata dan merupakan bentuk singkatan.
Pada contoh ryakugo di atas, terdapat berbagai bentuk ryakugo dan pola
pemendekan ryakugo yang berbeda. Ryakugo tersebut didalam bahasa Indonesia
merupakan bentuk abreviasi yang berupa akronim, penggalan dan singkatan. Penulis
mengumpulkan data ryakugo dan mengelompokan berdasarkan jenisnya berdasarkan
pola pembentukannya yang terbentuk dari berbagai gabungan huruf kanji, hiragana
dan katakana serta romaji sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu rumusan atau
kaidah pola pembentukan ryakugo. Hal ini tentunya menarik untuk diteliti karena
jenis dan rumusan kaidah ryakugo dapat dengan mudah difahami.
Pola pembentukan ryakugo ini dikaji dalam kajian morfologi, karena morfologi
merupakan bidang linguistik yang mengkaji tentang pembentukan kata. Sutedi
(2003:41) mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang
mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Dalam bahasa Jepang morfologi
disebut dengan keitairon (形態論)、keitai 形態 = bentuk, ron (論) = ilmu.
Maka objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata (go (語) atau tango (単語)) dan
morfem yang disebut dengan ketaiso (形態素). Koizumi (1993: 89) mengatakan “形
態論 語形 分析 中心 ”(ketairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru).
Dalam morfologi, terdapat morfem yang menjadi bagian yang dikaji karena
kata merupakan satuan yang dianalisis sebagai satu morfem atau lebih. Morfem
adalah satuan-satuan bahasa terkecil yang bermakna. Morfem dapat membentuk suatu
kata. Kata adalah satuan morfemis atau bentuk bebas dalam tuturan. Bentuk bebas
secara morfemis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan
bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk
bebas lainnya.
Penulisan ini secara umum menggunakan teori morfologi struktural. Chaer
(1994:346) mengatakan bahwa teori morfologi struktural mendeskripsikan suatu
bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki suatu bahasa. Aliran ini
menjelaskan seluk-beluk bahasa berdasarkan strukturnya. Aliran strukturalis yang
dikembangkan oleh Bloomfield ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur-unsur
bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya dan level kegramatikalannya yang rapi
mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Oleh karena itu, dalam
menganalisis ryakugo, penulis menggunakan teori morfologi struktural dengan
mengumpulkan data ryakugo dan menganalisis proses morfologis pada daftar
ryakugo tersebut yang pada akhirnya akan membentuk suatu kaidah atau rumusan.
Kajian morfologi dalam bidang pembentukan kata merupakan subsistem dalam
sistem bahasa. Pembentukan kata lazimnya diuraikan dari sudut prosesnya. Dalam
pembicaraaan pembentukan suatu kata itu melalui proses-proses pengimbuhan,
penggandaan, atau pemajemukan. Pembentukan kata yang terbentuk dari
memendekkan kata yang panjang menjadi kata yang lebih singkat merupakan bagian
pembentukan kata yang bervariasi. Terdapatnya variasi dan perbedaan dalam
pembentukan ryakugo tersebut membuat para pembelajar bahasa Jepang menjadi sulit
untuk memahami pola pembentukannya. Ditambah lagi banyaknya ryakugo yang
jarang dipakai atau dipakai dalam bidang yang khusus seperti di bagian kepolisian
dan bagian pemerintahan. Melihat permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk
menganalisis bentuk dan proses pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang. Penulis
akan menganalisis ryakugo yang terdapat pada bahasa Jepang berdasarkan proses
morfologis. Penelitian ini mengambil data dari ryakugo yang ada di koran, komik,
buku pelajaran, kamus dan internet. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut akan
dianalisis secara lebih rinci dalam bab selanjutnya.
1.2. Batasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar penelitian
lebih fokus, perlu dibuat batasan masalah. Dalam penelitian ini, penulis akan
membatasi ruang lingkup pembahasan pada bentuk ryakugo yang berupa akronim dan
pola pembentukannya yang ada pada bahasa Jepang. Penulis mendeskripsikan
bagaimana bentuk dan pola pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang. Ryakugo
yang telah ada tersebut akan dianalisis pola pembentukannya sehingga dapat
ditemukan rumusan bentuk dan pola ryakugo yang ada pada bahasa Jepang
berdasarkan pola pembentukan akronim menurut Kridalaksana.
1.3. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pola pembentukan ryakugo
menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah jenis ryakugo dalam bahasa Jepang?
2. Bagaimanakah kaidah pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang ?
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan seluk beluk akronim dalam
bahasa Jepang dan menemukan pola pembentukan akronim bahasa Jepang. Fokus
penelitian berada pada :
1. Untuk mendeskripsikan jenis-jenis ryakugo dalam bahasa Jepang.
2. Untuk merumuskan kaidah pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini antara lain :
1.4.2.1. Manfaat Teoritis :
Secara teoritis. hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan mengenai bahasa Jepang dan dapat menjadi acuan penelitian
selanjutnya mengenai fenomena akronim bahasa jepang.
1.4.2.2. Manfaat Praktis
1. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kelancaran
masyarakat dan peneliti khususnya.
2. Dapat menjadi suatu sumber pengetahuan bagi pembelajar bahasa Jepang mengenai ilmu bahasa Jepang.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1.Morfologi
2.1.1.Pengertian Morfologi
Morfologi sebagai cabang ilmu bahasa yang khusus mengkaji proses
pembentukan kata dalam suatu bahasa. Kajian morfologi merupakan kajian yang
meneliti suatu bahasa dari bagian terkecilnya yaitu morfem. Morfologi merupakan
cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya,
bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata, serta
mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Menurut
Bauer dalam Ba’dulu dan Herman (2005:2), morfologi membahas struktur internal
bentuk kata. Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon
dan morfem disebut keitaiso. Morfem ( keitaiso ) merupakan satuan bahasa terkecil
yang memiliki makna dan tidak dapat dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang
lebih kecil lagi. Koizumi (1993:89) menyatakan keitairon wa gokei no bunseki ga
chuusin to naru (morfologi adalah satu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata).
Karena itu, tentu saja selalu terkait dengan kata, terutama dengan morfem. Koizumi
(1993:91) mengatakan morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang
mempunyai arti. Koizumi (1993:93) membagi morfem berdasarkan bentuk menjadi
1.自 由 形 (jiyuukei) yang artinya bentuk bebas, yaitu morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara tunggal atau berdiri sendiri.
2. 結合形 (ketsugoukei) yang artinya bentuk terikat, yaitu morfem yang biasanya digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan
secara tunggal atau berdiri sendiri.
Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango).
Morfem (keitaiso), alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei), imbuhan (setsuji),
perubahan bentuk kata (katsuyoukei) dan sebagainya.
2.1.2.Morfologi Struktural
Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori linguistik struktural yang
memandang bahasa sebagai suatu kesatuan sistem yang memiliki strukur tersendiri.
Struktur itu menandai kehadiran suatu bahasa yang membedakan dengan bahasa lain.
Setiap struktur bahasa mencakup bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Teori
struktural memandang bahwa setiap bahasa memiliki strukturnya sendiri, berbeda
dengan teori tradisional yang menganggap bahwa semua bahasa harus berciri seperti
bahasa Latin dan Yunani kuno seperti yang dikatakan Chaer (1994:346).
Teori ini dipelopori oleh seorang linguis ternama yang bernama Ferdinand de
Saussure. Teori yang menyatakan bahasa sebagai sistem komunikasi mempunyai
struktur yang dibangun oleh komponen atau perangkat. Perangkat yang dimaksud
dimulai dari tata urutan yang paling kecil, yaitu bunyi bahasa sampai pada tata tingkat
ilmu masing-masing, yaitu fonologi (ilmu bunyi), morfologi (tata bentuk kata),
sintaksis (tata kalimat), semantik (makna), dan wacana (teks). Tiap-tiap perangkat ini
walaupun dibidangi oleh ilmu yang berbeda, tetap mempunyai hubungan antara satu
bidang dan bidang yang lain. Hubungan inilah yang sering disebut dengan struktur.
Jadi, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana merupakan bidang struktur
bahasa. Selanjutnya, kajian bahasa yang dilakukan dengan pandangan Saussure
disebut dengan kajian secara struktural.
Chaer (1994:346) menjelaskan bahwa Saussure dianggap sebagai bapak
linguistik modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya
Course the linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charless Bally
dan Albert Schehay tahun 1915 berdasarkan catatan kuliah selama dia memberi
kuliah di Universitas Jenewa tahun 1906-1911. Buku tersebut sudah diterjemahkan
kedalam berbagai bahasa, kedalam bahasa inggis diterjemahkan oleh Wade Baskin
(1966) dan kedalam Bahasa Indonesia di terjemahkan oleh Rahayu Hidayat(1988).
Chaer (1994:346-349) menambahkan bahwa Saussure mengungkapkan
pandangannya mengenai konsep: (1) telaah sinkronik dan diakronik, (2) perbedaan
langue dan Parole, (3) perbedaan signifiant dan signifie dan (4) hubungan
sintagmatik dan paradigmatik banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik
dikemudian hari. Saussure membedakan telaah bahasa secara sinkronik dan telaah
bahasa secara diakronik. Yang dimaksud dengan telaah bahasa secara sinkronik
adalah mempelajari suatu bahasa pada sutu kurun waktu tertentu saja. Misalnya,
mempelajari bahasa Indonesia yang digunakan pada zaman Jepang atau pada masa
sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh para penuturnya.
Jadi, kalau mempelajari bahasa Indonesia secara diakronik, maka harus dimulai sejak
jaman Sriwijaya sampai zaman sekarang ini. Dengan demikian bisa dikatakan telaah
bahasa secara diakronik jauh lebih sulit dari pada telaah bahasa secara sinkronik.
Saussure juga membedakan adanya apa yang disebut la langue dan la parole. Yang
dimaksud dengan la langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai
alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa yang bersifat
abstrak. Sedangkan yang dimaksud dengan la parole adalah pemakaian atau realisasi
langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa yang bersifat konkret karena
parole itu tidak lain dari pada relitasi yang bebeda dari orang yang satu dengan orang
yang lain. Dalam hal ini yang menjadi obyek telaah linguistik adalah langue, yang
tentu saja dilakukan melalui parole, karena parole itulah wujud bahasa yang konkret
yang dapat diamati dan diteliti. Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda
atau tanda linguistik (signe atau signe lingustique) dibentuk oleh dua buah komponen
yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant dan komponen signifie. Yang di
maksud signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis yang timbul dalam pikiran
kita. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran
kita. Untuk lebih jelas, ada yang menyamakan signe itu sama dengan ‘kata’; signifie
sama dengan ’makna’; dan signifiant sama dengan ‘bunyi bahasa dalam bentuk
urutan fonem-fonem tertentu’. Hubungan antara signifiant dengan signifie sangat erat
karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Signifie (makna),
signe linguistique (kata), significant (Bentuk). Sebagai tanda linguistik, signifiant dan
nyata, sebagai sesuatu yang ditandai oleh signe linguistique itu. Sebagai contoh kita
ambil kata bahasa Arab kitab dan dalam bahasa Inggris book yang berarti ’buku’ dan
mengacu pada sebuah acuan, yaitu buku. Saussure membedakan adanya dua macam
hubungan, yaitu hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Yang dimaksud
dengan hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat
dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan dan bersifat linear. Hubungan
sintagmatik ini terdapat dalam tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis.
Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan fonem-fonem
dengan urutan /k, i, t, a, b/. Apabila urutannya diubah, maka maknanya akan berubah,
atau tidak bermakna sama sekali. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi
tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak dapat diubah
tanpa merusak makna dari kata tersebut. Ada kemungkinan maknanya berubah, tetapi
ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Umpamanya kata ‘segiempat’ tidak
sama dengan ‘empatsegi;, kata ‘barangkali’ tidak sama dengan ‘kalibarang’, dan kata
‘tertua’ tidak sama dengan ‘tuater’. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis
tampak pada urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi mungkin juga tidak
dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut, atau menyebabkan tidak
bermakna sama sekali. Yang dimaksud dengan hubungan paradigmatik adalah
hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur
yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat
dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik dapat dilihat dengan cara
subtitusi, baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksis.
/k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data.
Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi tampak pada prefiks me-, di-, pe-,
dan te-. Yang terdapat dalam kata merawat, dirawat, perawat, dan terawat.
Sedangkan hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis dapat dilihat pada hubungan
kata-kata yang menduduki fungsi subjek, predikat, objek.
2.1.2.1. Organisasi Morfologi Struktural
Ba’dulu (2005:16) menjelaskan bahwa organisasi atau model morfologi
struktural sebagai berikut:
Model tersebut terdiri atas empat komponen, yaitu, (1) Daftar morfem, (2)
Pembentukan kata, (3) Proses Morfofonologis, dan (4) Kamus. Jika melihat bagan
tersebut, tugas pertama seorang analis adalah mengidentifikasikan semua morfem,
baik morfem bebas maupun morfem terikat dari data morfem yang telah dikumpulkan. Daftar Morfem
Pembentukan Kata
Proses Morfofonologis
Kemudian morfem-morfem tersebut dimasukkan ke dalam daftar morfem sebagai
komponen pertama.
Komponen kedua adalah pembentukan kata, yang menjelaskan bagaimana
morfem-morfem suatu bahasa disusun dalam gugus-gugus untuk membentuk kata
yang sesungguhnya dalam bahasa itu. Jadi, pembentukan kata harus mampu
menghasilkan semua kata yang berterima dalam bahasa itu dan mengeluarkan semua
kata yang tidak berterima.
Komponen ketiga adalah proses morfofonologis, yang merupakan suatu
mekanisme mengenai proses-proses morfofonologis, yaitu perubahan-perubahan yang
terjadi dalam penggabungan morfem, seperti asimilasi, pelesapan, penambahan,
penggantian, dan permutasi. Tidak semua kata dapat diturunkan melalui pembentukan
kata, Proses ini dapat membentuk kata-kata secara fonologis, morfologis, sintaksis,
dan semantis berterima, tetapi tidak pernah muncul dalam pemakaian bahasa.
Komponen terakhir adalah kamus. Semua kata yang telah melalui komponen
ketiga, yaitu proses morfofonologis, membentuk kamus dari bahasa yang
bersangkutan.
Sehubungan dengan penelitian ini, teori linguistik struktural digunakan sebagai
acuan dalam menentukan bentuk pola akronim dalam bahasa Jepang. Bentuk yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah satuan gramatikal bahasa yang bisa berupa
morfem, kata, frase, klausa dan kalimat. Ryakugo terbentuk dari penyingkatan
kalimat atau kata yang panjang menjadi kata baru yang lebih pendek sehingga
morfologi yang membahas proses morfologis yang didalamnya terdapat abreviasi
yang merupakan proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau
kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Dari
pemendekan kata tersebut akan terbentuk bentuk ryakugo yang merupakan proses
menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan
sebagai sebuah kata. Penulis mengumpulkan data ryakugo yang berupa akronim,
singkatan dan penggalan serta mengidentifikasikan berdasarkan jenisnya dan
menganalisis proses morfologisnya sehingga membentuk suatu rumusan.
2.1.3.Proses Morfologis
Chaer (2008:25) mengatakan bahwa proses morfologis pada dasarnya adalah
proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam
proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam
proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status
(dalam proses konversi). Proses morfologis mencoba menyusun dari
komponen-komponen kecil menjadi sebuah bentuk yang lebih besar yang berupa kata kompleks.
Proses morfologis melibatkan komponen (1) bentuk dasar, (2) alat pembentuk
(afiksasi, reduflikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi), (3) makna gramatikal,
dan (4) hasil proses pembentukan.
Dalam bahasa Jepang, Koizumi (1993:104-109) membagi proses morfologi
menjadi enam bagian, yaitu :
1. Penambahan
Koizumi (1993: 105) memberikan contoh penambahan huruf dalam kata kerja.
付 (tsuku) menjadi 付け (tsukeru) 2. Pengurangan
Koizumi (1993:105-106) mengatakan ada juga kata kerja dalam bahasa jepang yang
apabila berubah dari intransitif ke transitif akan kehilangan vokal pada kata dasar.
Contoh:
け (sakeru) menjadi (saku) 3. Penggantian
Terdapat juga perubahan bentuk kata dalam kata kerja bahasa Jepang antara kata
kerja intransitif dengan kata kerja transitifnya yaitu penggantian ujung dari kata
dasar kata kerja tersebut.
Contoh:
集 (atsumaru) menjadi 集 (atsumeru)
4. Morfem Zero
Dari tiga perubahan bentuk kata kerja dari intransitif ke transitif, Koizumi (1993:
107) menambahkan satu lagi variasi morfemis dalam hubungannya dengan kata kerja
transitif dan intransitif, yaitu morfem zero, perubahannya dapat dilihat sebagai
berikut:
吹 (fuku) menjadi 吹 (fuku) 5. Reduplikasi
Kozumi (1993: 108-109) membaginya menjadi dua, yaitu
- Reduplikasi kata dasar
Dalam bahasa Jepang, komposisi menurut koizumi (1993:109) adalah merupakan
Contoh dari penggabungan dua buah morfem bebas:
- hondana (rak buku), berasal dari kata :
hon (buku) dan tana (rak)
Contoh dari penggabungan morfem terikat dengan morfem bebas:
- okuruma (mobil) , berasal dari kata :
o (morfem terikat) dan kuruma (mobil)
- kagurai (hitam pekat), berasal dari kata :
ka (morfem terikat) dan kuroi (hitam)
2.1.4. Kata
Konsep morfem tidak dikenal oleh para tata bahasawan tradisional, yang selalu
ada dalam tata bahasa tradisional adalah satuan lingual yang disebut kata. Penelitian
dalam bidang kebahasaan atau linguistik akan selalu membahas mengenai kata.
Banyak ahli linguistik meneliti mengenai kata dan didefenisikan menurut bentuknya,
jenisnya dan sebagainya. Verhaar (2001:97) mengatakan bahwa kata adalah satuan
atau bentuk bebas dalam tuturan yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak
membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari
bentuk-bentuk bebas lainnya di depannya dan dibelakangnya dalam tuturan. Selain itu
Keraf (1980:53) menyatakan adanya perubahan pemakaian kata makna untuk
pengertian dari kata dan menggantinya dengan ide. Dia mengatakan bahwa
kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas
Ramlan (1985:33) memberi definisi kata merupakan dua macam satuan, yaitu
satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu
atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata
belajar terdiri dari tiga suku yaitu be, la, dan jar. Suku /be/ terdiri dan dua fonem,
suku /la/ terdiri dari dua fonem. Dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar
terdiri dari tujuh fonem yaitu / b,e,l,a,j,a,r /. Jadi yang dimaksud dengan kata adalah
satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain setiap satuan bebas merupakan
kata.
Kata dalam bahasa Jepang disebut dengan go atau tango. Iwabuchi Tadasu dalam
Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2007:136-137) menyebut tango dengan istilah go. Dia
menyebutkan bahwa tsuki, hashira, omoshiroi, rippada, sono, mettani, shikashi,
rareru, dan sebagainya disebut go 語 atau tango ( 単語). Go merupakan satuan terkecil di dalam kalimat. Misalnya pada kalimat ‘Hana ga saku’ (bunga
berkembang) dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil akan menjadi hana
-ga-saku, bagian-bagian kalimat ini tidak dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil lagi. Kalaupun dibagi-bagi lagi akan menjadi ha-na-ga-sa-ku yang hanya
merupakan deretan silabel (onsetsu) yang tidak mempunyai arti apapun. Go memiliki
arti tertentu, diucapkan sekaligus, dan memiliki arti tertentu. Di dalam sebuah kalimat
2.1.5.Proses Pembentukan Kata
Istilah kata sering kita dengar dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari karena
selalu ada di dalam segala kesempatan dan keperluan. Bukan begitu saja tercipta, tapi
melalui proses pembentukan kata. Proses pembentukan yang ada pada suatu bahasa
ada bermacam-macam jenisnya, begitupun halnya dengan bahasa Jepang. Proses
pembentukan kata dalam bahasa Jepang, seperti dalam pendapat Tsujimura (1996:
153) menyatakan bahwa ada beberapa cara pembentukan kata di dalam bahasa Jepang.
Seperti berikut:
1. Pemberian imbuhan atau afiksasi
Afiksasi merupakan proses yang sangat umum dalam pembentukan sebuah kata.
Proses ini terdiri dari pemberian awalan maupun akhiran.
2. Penggabungan kata atau komposisi
Penggabungan kata merupakan proses penggabungan dua morfem atau lebih. Pada
umumnya, proses ini menggabungkan morfem bebas. Akan tetapi, terdapat juga
proses penggabungan morfem bebas dengan morfem terikat. Ada berbagai cara
penggabungan kata di dalam bahasa Jepang. Penggabungan kata di dalam bahasa
Jepang asli, tulisan kanji, atau gabungan kata dari asal yang berbeda.
3. Reduplikasi Kata
Reduplikasi merupakan proses pengulangan kata atau suatu bagian dari sebuah
kata dengan tujuan menciptakan kosa kata yang baru. Dalam bahasa Jepang, hasil
4. Pelesapan Kata
Proses pembentukan kata yang lain adalah pelesapan kata. Dengan proses ini,
salah satu bagian dari sebuah kata dilesapkan.
5. Peminjaman Kata
Proses terakhir di dalam pembentukan kata adalah peminjaman kata. Semua kata
pinjaman termasuk gabungan tulisan kanji merupakan bagian dari proses ini. Pada
saat terjadi proses peminjaman kata dari bahasa asing lainnya, kata yang dipinjam
akan mengalami perubahan fonetik sehingga sesuai dengan sitem fonetik yang
berlaku dalam bahasa Jepang.
Berbagai ahli juga berpendapat tentang proses pembentukan kata (word
formation). Sibarani (2006:65-100) membagi proses pembentukan kata menjadi 14
bagian: 1) compounding, 2) affixation, 3) reduplication, 4) internal modification, 5)
suppletion, 6) acronyms, 7) back formation, 8) blending, 9) clipping, 10) coinage, 11)
conversion, 12) morphological misanalysis (false etymology), 13) proper names, dan
14) deviating.
Kridalaksana (2010: 12), membagi tipe pembentukan kata ke dalam enam
bagian: 1) afiksasi, 2) reduplikasi, 3) komposisi, 4) abreviasi, 5) derivasi balik, 6)
metaanalisis.
Bahasa yang dibentuk oleh proses morfologis akan membentuk kata-kata yang
secara normal menjadi kata yang beraturan. Pembentukan kata-kata secara produktif
tersebut menggunakan satu atau beberapa proses morfologis. O’Grady dan
Dobrovolsky dalam Ba’dulu dan Herman (2005:30) menyatakan bahwa ada dua jenis
Keduanya menciptakan kata dari morfem-morfem yang ada. Derivasi adalah suatu
proses, pembentukan suatu kata baru dari suatu pangkal, biasanya melalui
penambahan suatu afiks. Derivasi juga merupakan suatu proses pembentukan kata
yang menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata-kata yang berbeda dari
paradigma yang berbeda), dalam pembentukan derivasi bersifat tidak dapat
diramalkan (unpredictable). Pemajemukan adalah suatu proses yang mencakup
penggabungan dua kata (dengan atau tanpa afiks) untuk menghasilkan suatu kata baru.
Koizumi (1993:160) mengemukakan bahwa ada beberapa tipe pembentukan kata
dalam bahasa Jepang. Hal ini tergantung pada bentuk katanya, ada juga yang dapat
dilihat dengan memegang strukturnya, dan ada juga yang tidak terlalu rumit yaitu
dapat dengan menebak susunannya saja. Penentuan struktur secara sintaksis lebih
mudah bagi bahasa yang memiliki banyak perubahan bentuk kata, tetapi bagi bahasa
yang miskin akan perubahan kata, maka harus dilihat dari awal sampai akhir urutan
pembentukan kata. Jadi pembentukan kata tergantung juga sifat dari sebuah bahasa.
Samsuri (1994: 190) menyatakan bahwa proses pembentukan kata (derivasi) dapat
dikatakan juga dengan proses morfemis. Proses morfermis adalah cara pembentukan
kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain.
Proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah gokeisei.
Sutedi (2003:45) menyebutkan pembentukan bahasa Jepang dibagi atas empat
bagian dan hasil dari pembentukan kata dalam bahasa Jepang tersebut, salah satunya
(1) Haseigo, yaitu kata yang sudah mengalami perubahan bentuk, penambahan
imbuhan dan proses perubahan ucap.
Contoh :
- benkyou (pelajaran)+ suru (melakukan) = benkyousuru (belajar)
- supotsu (olahraga) + suru (melakukan)= supotsusuru (olahraga)
(2) Fukugougo/goseigo, yang disebut juga dengan kata majemuk dalam bahasa
Jepang. Kata majemuk (fukugo) yaitu penggabungan dua buah kata yang
membentuk satu kata baru.
Contoh :
- ame (hujan) + kasa (payung) = amegasa (payung hujan)
-tabe (makanan)+ mono (barang)= tebemono (makanan)
(3) Karikomi/shouryaku, merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari
kosakata aslinya.
Contoh :
- テレヒ (terebi)
Merupakan pemendekan dari kata テレヒ シ ョ (terebishon) yang artinya
‘TV’.
- パソコン (pasokon)
Merupakan pemendekan dari kata ー . ン ー ー
( paasonaru konpyuuta yang artinya ‘komputer pribadi’.
Merupakan pemendekan dari kata 東京大学 (toukyou daigaku) yang artinya ‘Universitas Tokyo’.
(4) Toujigo,merupakan singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf alfabet
(romaji).
Contoh :
-NHK Nippon Housou Kyoukai
Adalah singkatan dari 日本 送協会 Nippon Housou Kyoukai yang artinya ’siaran TV Jepang’.
-WC
Adalah singkatan dari Water Closet yang artinya’ kamar kecil’.
Dalam pembentukan kata ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh
Sutedi yang membagi pembentukan kata ke dalam empat bagian. Sutedi
mengemukakan bahwa salah satu pembentukan kata dapat dibentuk dari proses
shouryakugo. Shouryakugo merupakan proses memendekkan kata yang panjang
menjadi pendek, hasil pemendekan kata tersebut dalam bahasa Jepang disebut dengan
ryakugo.
2.2.Abreviasi
Kridalaksana (2008:1), menjelaskan bahwa abreviasi merupakan proses
morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi
Kridalaksana (2010:159) menjelaskan bahwa abreviasi adalah proses
penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga
jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Istilah lain untukabreviasi ialah pemendekan,
sedang hasil prosesnya disebut kependekan. Kridalaksana (2010:162) juga
menambahkan bahwa abreviasimemiliki bentuk sebagai berikut:
(1)Singkatan, yaitu salah satu proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan
huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti:
FSUI (Fakultas Sastra Universitas Indonesia)
(2)Penggalan, yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari
leksem, seperti :
Prof (profesor)
Bu (ibu)
Pak (bapak)
(3)Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata
atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit
banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti:
FKIP dibaca /efkip/ dan bukan /ef/,/ka/,/i/,/pe/
AMPI /ampi/ dan bukan /a/, /em/, /pe/. /i/
(4)Kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau
gabungan leksem seperti:
Tak dari tidak
Takkan dari tidak akan
Sendratari dari seni drama dan tari
Berdikari dari berdiri di atas kaki sendiri
Rudal dari peluru kendali
(5)Lambang huruf, yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih
yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur, seperti:
g (gram)
cm (sentimeter)
Au (aurum)
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayan (1996: 391-392) dalam buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan membagi abreviasi
sebagai berikut :
1) Singkatan, adalah bentuk yang dipendekan yang terdiri dari satu huruf atau lebih
2) Akronim, adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret yang diperlukan sebagai kata.
seperti ‘mayjen yang dipendekkan dari kata ‘mayor jenderal’, ‘rudal yang
dipendekan dari ‘peluru kendali’, dan ‘sidak singkatan dari kata ‘inspeksi
Senada dengan Chaer (2012:191) yang mengatakan bahwa abreviasi adalah
proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi
sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.
Hasil proses pemendekan ini disebut dengan kependekan. Chaer juga menambahkan
bahwa proses pemendekan ini dibagi menjadi :
1) Penggalan.
Yaitu kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku kata pertama dari bentuk
yang dipendekkan itu. Misalnya, kata ‘lab’ yang dipendekkan dari kata
laboratorium, kata ‘perpus’ yang dipendekkan dari kata ‘perpustakaan’.
2) Singkatan.
Yaitu hasil proses pemendekan. Misalnya, DPR yang merupakan singkatan dari
kata ‘Dewan Perwakilan Rakyat’.
3) Akronim.
Yaitu hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata.
Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama, pengekalan
suku-suku kata dari gabungan leksem, maupun secara tak beraturan. Misalnya,
kata ‘ABRI’ yang merupakan singkatan dari ‘Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia’, kata ‘juklak’ yang merupakan singkatan dari kata ‘petunjuk
pelaksanaan’, kata ‘inpres’ yang merupakan singkatan dari kata’ instruksi
presiden’, kata ‘wagub’ yang merupakan singkatan dari kata ‘wakil gubernur’,
Dalam bahasa Jepang, abreviasi disebut dengan shouryakugo. Menurut Nomoto
(1988:950) shouryakugo adalah penyingkatan, yaitu proses menyingkat suatu
kalimat supaya menjadi lebih pendek dan sederhana.
Apabila dilihat dari pengertianabreviasi dalam kamus linguistik bahasa Jepang
Gendai Gengogaku Jiten menurut Harumi (1987:1) pengertian abreviasi adalah
shouryakugo, yaitu kakikotoba toshite, go ya gogun no bunsho o shouryakusurukoto
yang berarti ‘ kata yang ditulis dengan menyingkatkan kata atau kalimat’.
Hal ini juga senada pada pengertian shouryaku menurut Haruhiko (1978:950)
menyebutkan ‘kantan ni suru tameni, aru monogoto. bunshou nado no Ichibu o ryaku
koto’,yaitu ’hal yang menyingkatkan satu kalimat atau hal yang ada supaya menjadi
bentuk yang lebih gampang’. Maka dapat disimpulkan bahwa shouryakugo adalah
proses pemenggalan kata dengan memotong kemudian membuangnya sehingga
menjadi kata baru yang dalam bahasa Jepang disebut dengan ryakugo.
Ryakugo dapat berbentuk akronim, penggalan dan singkatan. Menurut Sutedi
(2003:45), akronim merupakan bagian dari shouryakugo. Shouryakugo adalah
akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan batasan akronim sebagai
kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis
dan dilafalkan sebagai kata yang wajar (Moeliono dkk., 1990: 4). Menurut
Kridalaksana (2010:162), Akronim yaitu proses pemendekan yang menggabungkan
huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata