• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motif Penyalahgunaan Napza

Motif penyalahgunaan Napza merupakan dorongan atau rangsangan penyalahguna Napza dalam pengonsumsian zat-zat adiktif berbahaya tersebut. Di dalam penelitian ini, motif penyalahguna Napza dibagi dalam dua jenis. Jenis motif penyalagunaan Napza terbagi atas motif organismis dan motif sosial. Motif organismis terdiri atas motif ingin tahu (curiosity), motif kompetensi (competence), dan motif prestasi (achievement). Sementara motif sosial terdiri dari motif kasih sayang (affiliation), motif kekuasaan (power), dan motif kebebasan (independence). Motif penyalahgunaan Napza diukur berdasarkan dorongan-dorongan yang membuat penyalahguna Napza memilih menggunakan zat adiktif berbahaya tersebut, baik itu termasuk motif organismis maupun motif sosial. Motif penyalahgunaan Napza ini diukur berdasarkan waktu mereka pertama kali menggunakan zat adiktif ini. Terdapat sepuluh pertanyaan yang diajukan kepada penyalahguna Napza responden berkaitan dengan motif penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif berbahaya yang dikonsumsinya.

Motif Organismis Penyalahgunaan Napza

Motif organismis diukur melalui pemberian pertanyaan tertutup di dalam kuisioner. Motif organismis kemudian diukur dengan memberikan skor terhadap jawaban responden dan menghitung jumlah skor tersebut. Skor yang diperoleh kemudian dibbagi ke dalam tiga kategori, yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Motif organismis yang terbentuk pada responden penyalahguna Napza dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Jumlah dan persentase responden menurut motif organismis Penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013

Motif Organismis Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 4 8.0

Sedang 15 30.0

Tinggi 31 62.0

Jumlah 50 100.0

Tabel 26 menunjukkan bahwa motif organismis responden penyalahgunaan Napza mayoritas berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 62 persen. Sebesar 30 persen responden memiliki motif organismis yang sedang dalam penyalahgunaan Napza dan hanya sebagian kecil responden yang memiliki motif organismis yang rendah pada penyalahgunaan zat adiktif berbahaya ini, yaitu sebesar 8 persen.

Berdasarkan hasil pengisian kuisioner sebagian besar responden merasa bahwa dorongan pertama mereka dalam mengonsumsi Napza adalah rasa ingin tau yang tinggi. Hampir semua responden mengaku mencoba-coba saja saat pertama kali mengonsumsinya. Selain itu, motif kompetensi pun muncul sebagai dorongan penyalahgunaan Napza yang menyebabkan adiksi tersebut. Sebagian besar responden mengungkapkan alasan mereka pertama kali mengonsumsi zat adiktif adalah sebagai pelarian dari masalah-masalah yang dialami. Berdasarkan hasil wawancara mendalam pada responden didapatkan bahwa pada awal penggunaan zat adiktif mereka merasa dapat melupakan sejenak permasalahan yang dihadapinya. Untuk motif prestasi hanya sebagian kecil responden penyalahguna Napza yang menyetujui motif jenis ini menjadi pendorong mereka mengonsumsi narkotika, psikotropika atau zat zat adiktif berbahaya lainnya. Beberapa responden yang mengakui adanya motif prestasi dalam penyalahgunaan Napza yang mereka lakukan merasa bahwa pengkonsumsian Napza merupakan salah satu bentuk prestasi yang dapat mereka tunjukkan kepada teman-teman sepermainannya.

“waktu itu sih mikirnya biar lupa sama masalah yang lagi

ganggu banget makanya akhirnya nyoba make ganja yang didapetnya juga nggak sesulit naroba lain.” (SR, Laki- laki, 39)

“ya ikut-ikutan pake waktu itu soalnya biar dianggap hebat sama temen-temen yang make juga. Kan malu juga kalau kita sendiri yang nggak berani pake.” (LD, Laki- laki, 28)

Motif Sosial Penyalahgunaan Napza

Motif sosial diukur melalui pemberian pertanyaan tertutup di dalam kuisioner. Motif sosial kemudian diukur dengan memberikan skor terhadap jawaban responden dan menghitung jumlah skor tersebut. Skor yang diperoleh kemudian dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Motif sosial yang terbentuk pada responden penyalahguna Napza dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Jumlah dan persentase responden menurut motif sosial, Penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013

Motif Sosial Jumlah (orang) Persentase (%)

Rendah 11 22.0

Sedang 15 30.0

Tinggi 24 48.0

Jumlah 50 100.0

Tabel 27 menunjukkan bahwa motif sosial responden penyalahgunaan Napza mayoritas berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 48 persen. Sebesar 30 persen responden memiliki motif sosial yang sedang dalam penyalahgunaan Napza. Dan dengan persentase paling rendah sebesar 22 persen

dimiliki oleh motif sosial yang rendah dalam penyalahgunaan narkoba psikotropika dan zat-zat adiktif berbahaya.

Berdasarkan hasil pengisian kuisioner, sebagian besar responden merasa bahwa dorongan pertama mereka dalam mengonsumsi Napza adalah rasa ingin disayangi dan dicintai. Mereka mengaku menggunakan Napza untuk menarik perhatian orang-orang disekitarnya agar memperhatikannya. Selain itu, motif kekuasaan pun muncul sebagai dorongan penyalahguna Napza terjerumus dalam penggunaannya yang menyebabkan adiksi tersebut. Beberapa responden mengungkapkan alasan mereka pertama kali mengonsumsi zat adiktif adalah akibat keinginan mereka menguasai orang-orang disekitarnya. Mereka beranggapan dengan menggunakan Napza orang-orang disekitarnya akan takut dan segan kepadanya. Untuk motif kebebasan hampir setengah dari responden penyalahguna Napza yang menyetujui motif jenis ini menjadi pendorong mereka mengonsumsi narkotika, psikotropika atau zat zat adiktif berbahaya lainnya. Beberapa responden yang mengakui adanya motif kebebasan dalam penyalahgunaan Napza yang mereka lakukan akibat keinginannya untuk bebas dari peraturan-peraturan yang menentangnya, atau dapat dikatan setagai bentuk protes dan penentangan terhadap peraturan yang tidak mereka setujui.

“Temen-temen waktu itu udah ‘make’ duluan, ya udah ikutan aja biar diperhatiin juga, terus supaya diajak main bareng terus sama mereka..” (SD, Perempuan,24)

“Kalau udah make tuh kayanya keren gitu terus orang- orang yang deket sama kita jadi segan, dulu sih mikirnya

gitu waktu baru ‘make’.” (AR, Laki-laki, 38)

“Dulu mikirnya kalau ‘make’ ganja kayanya orang-orang bebas dari apa aja yang lagi kejadian, makanya jadi pengen nyoba.” (TR, Laki-laki, 30)

Hubungan Pola Interaksi dengan Motif Penyalahgunaan Napza

Pada subbab ini dijelaskan hubungan antara pola interaksi keluarga dan pertemanan responden dengan motif penyalagunaan Napza, baik itu motif organismis maupun sosial. Pola interaksi keluarga dilihat dari komunikasi yang khas terjadi di dalam lingkungannya, begitu pula untuk pola interkasi pertemanan yang dilihat berdasarkan pola-pola khas dan hubungan yang terjalin di dalam lingkungan pertemanannya. Subbab ini pun akan menunjukkan seberapa jauh pola interaksi yang terbentuk pada diri penyalahguna Napza mempengaruhi motif penyalahgunaan narkotika psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya.

Hubungan pola interaksi keluarga dan pola interaksi pertemanan dengan motif penyalahgunaan Napza (organismis dan sosial) akan diuji dengan menggunakan Uji Rank Spearman. Hasil pengujian korelasi antara antara motif organismis dan motif sosial penyalahgunaan Napza dengan pola interaksi keluarga dan pertemanan disajikan secara lebih rinci dalam Tabel 28.

Tabel 28 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi korelasi berdasarkan hasil pengujian korelasi antara pola interaksi penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013

Pola Interaksi

(Spearman’s rho) Motif Organismis Penyalahgunaan Napza Motif Sosial Penyalahgunaan Napza Correlation Coefficient Sig. Correlation Coefficient Sig.

Pola interaksi Keluarga -.240 .094* -.345 .014* Pola interaksi pertemanan -.352 .012* -.396 .004*

Keterangan: *berhubungan signifikan pada α<0.1

Pengujian hubungan antara variabel pola interaksi keluarga dan pola interkasi pertemanan dengan motif organismis dan sosial penyalahgunaan Napza pada responden penyalahguna Napza dilakukan dengan uji Rank Spearman. Uji hipotesis hubungan antara variabel pola interaksi keluarga dan pola interkasi pertemanan dengan motif organismis dan sosial penyalahgunaan Napza dapat dijabarkan sebagai berikut:

H0 = Tidak terdapat hubungan antara pola interkasi (Keluarga/

Pertemanan) dengan motif penyalahgunaan Napza (Organismis/Sosial)

H1 = Terdapat hubungan antara pola interkasi (Keluarga/ Pertemanan)

dengan motif penyalahgunaan Napza (Organismis/Sosial)

Hipotesis di atas akan diuji dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian Rank Spearman. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji statistik Rank Spearman adalah jika nilai signifikansi >0.1, maka H0 diterima dan jika nilai

signifikansi <0.1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sementara itu, jika nilai

koefisien korelasi positif, maka hubungan antar variabel yang diukur adalah searah dan jika nilai koefisien korelasi negatif, maka hubungan antar variabel yang diukur adalah tidak searah.

Hubungan Pola Interaksi Keluarga dengan Motif Organismis Penyalahgunaan Napza

Tujuan dihubungkannya variabel pola interaksi keluarga dengan motif organismis penyalahgunaan Napza adalah untuk melihat apakah pola interaksi keluarga berpengaruh terhadap motif organismis yang terbentuk dalam penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif berbahaya. Hubungan antara pola interaksi kelurga dengan motif organismis responden dianalisis dengan menggunakan uji Rank Spearman. Tabel 29 menyajikan data tabulasi silang hubungan antara pola interaksi keluarga responden dengan motif organismis penyalahgunaan Napza.

Tabel 29 menunjukkan bahwa kategori responden dengan pola interaksi motif organismis tinggi didominasi oleh responden dengan pola interaksi keluarga rendah dengan persentase sebesar 71.4 persen. Sementara kategori responden dengan pola interaksi motif organismis rendah didominasi oleh responden dengan pola interaksi keluarga rtinggi dengan persentase sebesar 12.5 persen.

Tabel 29 Jumlah dan persentase motif organismis menurut pola interaksi keluarga penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013 Pola Interaksi

Keluarga

Motif Organismis

Total Rendah Sedang Tinggi

n % N % N % N % Rendah 3 10.7 5 17.9 20 71.4 28 100.0 Sedang 0 0.0 5 35.7 9 64.3 14 100.0 Tinggi 1 12.5 5 62.5 2 25.0 8 100.0 Total 4 8.0 15 30.0 31 62.0 50 100.0 Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 28 dapat dilihat bahwa variabel motif organismis memiliki nilai signifikansi Rank Spearman

sebesar 0.094. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data <0.1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola interaksi keluarga dengan motif organismis penyalahguna Napza. Terdapat hubungan antara pola interaksi keluarga dengan motif organismis penyalahgunaan Napza ini berarti penyalahguna Napza memberikan perbedaan dalam motif organismis pada pola interaksi keluarga yang berbeda. Nilai koefisien korelasi yang negatif antara pola interaksi keluarga dengan motif organismis pada penyalahguna Napza menunjukkan hubungan yang tidak searah. Nilai koefisien korelasi tersebut menyatakan bahwa semakin rendah pola interaksi keluarga penyalahguna Napza maka semakin tinggi motif organismis penyalahgunaan Napza, dan semakin tinggi pola interaksi keluarga maka semakin rendah motif organismis penyalahgunaan Napza.

Hasil yang menunjukkan hubungan tidak searah tersebut diperkuat oleh hasil wawancara mendalam dengan berbagai pola interaksi keluarga responden penyalahguna Napza. Hasil wawancara mengungkapkan bahwa motif organismis yang paling sering terjadi yaitu motif ingin tahu sehingga mereka mencoba-coba mengonsumsi zat adiktif berbahaya tersebut. Selain itu akibat pola interaksi keluarga yang rendah dan berasal dari pola interaksi keluarga dengan tipe laissez faire atau dapat dikatakan anggota keluarga satu sama lain tidak peduli menyebabkan rendahnya pengawasan dari keluarga sehingga membuat dorongan rasa ingin tahu terhadap zat adiktif tersebut tidak tertahan.

“Waktu itu nemuin ganja dibawah kasur kaka, awalnya sih diem aja tapi beberapa kali nemuin itu jadi penasaran deh pingin coba.” (BJ, Laki-laki, 35)

Motif yang sering muncul berikutnya dalam motif organismis penyalahgunaan Napza adalah motif kompetensi. Motif kompetensi ini muncul dalam bentuk dorongan menggunakan Napza agar lupa dengan permasalahan- permasalahan yang mereka alami. Dorongan ini didukung pula oleh pola interaksi keluarga yang rendah, sehingga kebanyakan responden merasa memiliki masalah dan semakin membuat motif ini semakin besar dan kuat. Sementara untuk motif prestasi hanya sebagian kecil responden yang menyetujui motif ini sebagai motif penyalahgunaan Napza yang mereka lakukan.

“Liat orang kalau make kaya ga punya masalah bisa ketawa-ketawa, ya udah jadi pingin ikutan biar lupa

masalah juga” (SH, Laki-laki, 39)

Hubungan Pola Interaksi Keluarga dengan Motif Sosial Penyalahgunaan Napza

Hubungan antara pola interaksi keluarga dengan motif penyalahgunaan Napza dapat diketahui melalui uji Rank-Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden dengan pola interaksi keluarga yang berbeda memiliki motif sosial yang berbeda pula. Hasil analisis tabulasi silang hubungan pola interaksi keluarga dengan motif sosial penyalahgunaan Napza ini dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Jumlah dan persentase motif sosial menurut pola interaksi keluarga penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013

Pola Interaksi Keluarga

Motif Sosial

Total Rendah Sedang Tinggi

n % N % N % N % Rendah 6 21.4 3 10.7 19 67.9 28 100.0 Sedang 3 21.4 7 50.0 4 28.6 14 100.0 Tinggi 2 25.0 5 62.5 1 12.5 8 100.0 Total 11 22.0 15 30.0 24 48.0 50 100.0 Tabel 30 menunjukkan bahwa kategori responden dengan motif sosial tinggi didominasi oleh pola interaksi keluarga rendah dengan persentase sebesar 67.9 persen. Sementara kategori responden dengan motif sosial rendah memiliki persentase paling tinggi pada kategori pola interaksi tinggi sebesar 25 persen.

Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 28 dapat dilihat bahwa variabel motif sosial memiliki nilai signifikansi Rank Spearman sebesar 0.014. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data <0.1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola interaksi keluarga dengan motif sosial penyalahguna Napza. Terdapat hubungan antara pola interaksi keluarga dengan motif sosial penyalahgunaan Napza ini berarti penyalahguna Napza memberikan perbedaan dalam motif sosial pada pola interaksi keluarga yang berbeda. Nilai koefisien korelasi yang negatif antara pola interaksi keluarga dengan motif sosial pada penyalahguna Napza menunjukkan hubungan yang tidak searah. Nilai koefisien korelasi tersebut menyatakan bahwa semakin rendah pola interaksi keluarga penyalahguna Napza maka semakin tinggi motif sosial penyalahgunaan Napza, dan semakin tinggi pola interaksi keluarga maka semakin rendah motif sosial penyalahgunaan Napza.

Hasil yang menunjukkan hubungan tidak searah tersebut diperkuat oleh hasil wawancara mendalam dengan berbagai pola interaksi keluarga responden penyalahguna Napza. Hasil pengisian kuisioner mengungkapkan motif sosial yang paling sering terjadi yaitu motif kasih sayang. Namun hanya terdapat beberapa

responden dari wawancara yang menyatakan mereka menggunakan Napza karena ingin menarik perhatian keluarganya.

“Orang tua sibuk sama masalahnya masing-masing. Waktu itu mikirnya kalau jadi pemakai ya kali aja jadi

inget punya anak.” (BJ, Laki-laki, 35)

Motif yang sering muncul berikutnya dalam motif sosial yang berhubungan dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza adalah motif kebebasan. Kebanyakan responden mengaku merasa tidak nyaman di dalam keluarganya, sering merasa tertindas dan terkekang. Rasa tertekan dan tidak nyaman tersebut mayoritas disebabkan penyalahguna Napza berasal dari tipe pola interaksi keluarga otoriter. Hal tersebut menyebabkan munculnya dorongan untuk bebas dan lepas dari segala bentuk pengekangan tersebut dengan mengonsumsi zat-zat adiktif yang mereka yakini dapat membantu mereka dalam merasakan kebebasan yang diidam-idamkannya. Sementara untuk motif kekuasaan hamper semua responden menyatakan bahwa bukan pola interaksi keluarga yang mempengaruhi munculnya dorongan jenis ini.

“Di rumah peraturannya ribet banget suka bikin pusing,

jadi pingin ‘make’ biar bisa terbebas aja dari aturan-

aturan itu” (KK, Laki-laki, 24)

Hubungan Pola Interaksi Pertemanan dengan Motif Organismis Penyalahgunaan Napza

Tujuan dihubungkannya variabel pola interaksi pertemanan dengan motif organismis penyalahgunaan Napza adalah untuk melihat apakah pola interaksi pertemanan berpengaruh terhadap motif organismis yang terbentuk dalam penyalahgunaan narkoba psikotropika dan zat-zat adiktif berbahaya. Hubungan antara pola interaksi pertemanan dengan motif organismis responden dianalisis dengan menggunakan uji Rank Spearman. Tabel 31 menyajikan data hubungan antara pola interaksi pertemanan responden dengan motif organismis penyalahgunaan Napza.

Tabel 31 Jumlah dan persentase motif organismis menurut pola interaksi pertemanan penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013 Pola Interaksi

Pertemanan

Motif Organismis

Total Rendah Sedang Tinggi

n % N % N % N % Rendah 0 0.0 2 16.7 10 83.3 12 100.0 Sedang 0 0.0 6 33.3 12 66.7 18 100.0 Tinggi 4 20.0 7 35.0 9 45.0 10 100.0 Tabel 31 menunjukkan bahwa kategori responden dengan motif organismis tinggi didominasi oleh pola interaksi pertemanan rendah dengan persentase sebesar 83.3 persen. Sementara untuk kategori responden dengan motif

organismis rendah memiliki persentase tertinggi pada kategori pola interaksi perteman tinggi sebesar 20 persen.

Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 28 dapat dilihat bahwa variabel motif organismis memiliki nilai signifikansi Rank Spearman

sebesar 0.012. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data <0.1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola interaksi pertemanan dengan motif organismis penyalahguna Napza. Terdapat hubungan antara pola interaksi pertemanan dengan motif organismis penyalahgunaan Napza pertemanan ini berarti penyalahguna Napza memberikan perbedaan dalam motif organismis pada pola interaksi pertemanan yang berbeda. Nilai koefisien korelasi yang negatif antara pola interaksi pertemanan dengan motif organismis pada penyalahguna Napza menunjukkan hubungan yang tidak searah. Nilai koefisien korelasi tersebut menyatakan bahwa semakin rendah pola interaksi pertemanan penyalahguna Napza maka semakin tinggi motif organismis penyalahgunaan Napza, dan semakin tinggi pola interaksi pertemanan maka semakin rendah motif organismis penyalahgunaan Napza.

Hasil yang menunjukkan hubungan tidak searah tersebut diperkuat oleh hasil wawancara mendalam. Hasil wawancara mengungkapkan bahwa motif organismis yang paling sering muncul akibat pola interaksi di lingkungan pertemanannya adalah motif ingin tahu. Sebagian besar dari mereka mengaku memilik teman yang sebelumnya menggunakan zat-zat adiktif berbahaya terlebih dahulu sehingga memicu rasa ingin tahu mereka untuk mencobanya. Pola interaksi pertemanan rendah yang menyababkan tingginya ego diantara masing- masing teman sepermainan menimbulkan munculnya motif prestasi. Akibat sebagian dari teman sepermainannya menggunakan Napza maka mereka pun ingin turut menggunakan zat adiktif tersebut agar diakui keberaniannya dan mereka menganggap hal itu sebagai sebuah prestasi.

“Waktu itu pertama kali tahu narkoba ya dari temen, terus temen ‘make’ jadi penasaran juga pengen tau

gimana rasanya.” (RH, Laki-laki, 29)

“Liat temen pada ‘make’ terus ada yang nantangin berani

nyoba apa nggak, kan jadi tertantang iseng nyoba. Eh

nggak tahunya malah ketagihan.” (BR, Laki-laki, 34)

Motif organismis lainnya yaitu motif kompetensi dinyatakan sebagian kecil responden sebagai dorongan mereka mengonsumsi zat-zat adiktif berbahaya tersebut. Rendahnya pola interaksi di dalam lingkungan pertemanan menyebabkan mereka merasa dikucilkan dan tidak dianggap dalam lingkungannya sehingga mereka menjadikan narkoba sebagai bentuk pelarian agar melupakan permasalahan yang mereka hadapi.

“kalau nggak ‘make’ juga takut dipojok-pojokin sama temen-temen terus, akhirnya ikutan deh. Habis kalau ga

ngikutin saya mau main sama siapa lagi.” (KK, Laki-laki, 24)

Hubungan Pola Interaksi Pertemanan dengan Motif Sosial Penyalahgunaan Napza

Hubungan antara pola interaksi pertemanan dengan motif penyalahgunaan Napza dapat diketahui melalui uji Rank-Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden dengan pola interaksi pertemanan yang berbeda memiliki motif sosial yang berbeda pula. Hasil analisis hubungan pola interaksi pertemanan dengan motif penyalahgunaan Napza ini dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Jumlah dan persentase motif sosial menurut pola interaksi pertemanan penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013

Pola Interaksi Pertemanan

Motif Sosial

Total Rendah Sedang Tinggi

n % N % N % N % Rendah 0 0.0 3 25.0 9 75.0 12 100.0 Sedang 2 11.2 8 44.4 8 44.4 18 100.0 Tinggi 9 45.0 4 20.0 7 35.0 20 100.0 Total 11 22.0 15 30.0 24 48.0 50 100.0 Tabel 32 menunjukkan bahwa kategori responden dengan motif sosial tinggi didominasi oleh pola interaksi pertemanan rendah dengan persentase sebesar 75 persen. Sementara itu, untuk kategori responden dengan motif sosial rendah memiliki persentase tertinggi pada kategori pola interaksi perteman tinggi sebesar 45 persen.

Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 28 dapat dilihat bahwa variabel motif sosial memiliki nilai signifikansi Rank Spearman

sebesar 0.004. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data <0.1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola interaksi pertemanan dengan motif sosial penyalahguna Napza. Terdapat hubungan antara pola interaksi pertemanan dengan motif sosial penyalahgunaan Napza ini berarti penyalahguna Napza memberikan perbedaan dalam motif sosial pada pola interaksi pertemanan yang berbeda. Nilai koefisien korelasi yang negatif antara pola interaksi pertemanan dengan motif sosial pada penyalahguna Napza menunjukkan hubungan yang tidak searah. Nilai koefisien korelasi tersebut menyatakan bahwa semakin rendah pola interaksi pertemanan penyalahguna Napza maka semakin tinggi motif sosial penyalahgunaan Napza, dan semakin tinggi pola interaksi pertemanan maka semakin rendah motif sosial penyalahgunaan Napza.

Hasil yang menunjukkan hubungan tidak searah tersebut diperkuat oleh hasil wawancara mendalam. Hasil pengisian kuisioner mengungkapkan motif sosial yang paling sering terjadi yaitu motif kasih sayang. Mereka mengungkapkan solidaritas yang tinggi menyebabkan mereka merasa disayangi sehingga ingin terus berada di lingkungan pertemanan tersebut, salah satunya adalah dengan ikut menggunakan Napza.

“udah enak temenan sama temen-temen saya, baik semua

peduli juga. Cuma karena mereka ‘make’ ya saya juga

ikut-ikutan aja biar bisa tetep ikut di dalam situ. Mereka udah kaya keluarga buat saya.” (NS, Perempuan, 27)

Motif yang sering muncul berikutnya dalam motif sosial yang berhubungan dengan pola interaksi pertemanan penyalahguna Napza adalah motif kekuasaan. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa dengan menjadi pengguna zat-zat adiktif berbahaya, mereka dapat memegang alih kekuasaan atas teman-teman mereka yang lain. Motif berikutnya adalah motif kebebasan. Pada awal penggunaan Napza tersebut mereka beranggapan dengan mengonsumsi zat adiktif tersebut maka mereka bisa bebas dari segala bentuk tekanan yang mereka rasakan. Tekanan yang mereka rasakan salah satunya akibat pola interaksi di dalam lingkungan pertemanannya yang rendah.

“Ya biar dianggap hebat terus orang-orang jadi segan sama saya. Daripada saya tertekan terus diantara temen- temen jadilah mutusin buat ‘make’. Dulu sih mikir

PENUTUP

Simpulan

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Penyalahguna Napza mayoritas memulai mengonsumsi Napza pada i usia remaja awal, yaitu kurang dari 15 tahun dan lebih banyak berjenis kelamin laki-laki. Penyalahguna Napza juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah,

Dokumen terkait