Pola Interaksi
Pola interaksi penyalahguna Napza diukur berdasarkan hubungan sehari- hari mereka di dalam keluarga dan di dalam lingkungan bermainnya yang khas. Pola interaksi yang ingin diketahui mencakup pola interaksi penyalahguna Napza dengan keluarga dan teman bermainnya. Pola interaksi diukur menurut waktu saat responden pertama kali menggunakan Napza. Terdapat 20 pertanyaan yang diajukan kepada responden penyalahguna Napza berkaitan dengan pola interaksi yang terbentuk di dalam keluarganya. Pada pola interaksi keluarga, hubungan diukur berdasarkan sistem keluarga yang khas terjadi di dalam hubungan di dalamnya, yaitu seperti frekuensi dan intensitas responden berkumpul bersama keluarga, cara orangtua memperlakukan responden di setiap interaksi, seberapa nyaman responden berkumpul dan bercerita bersama keluarga, dan juga persepsi responden terhadap kepedulian anggota keluarga lain kepadanya.
Pengukuran variabel pola interaksi di dalam lingkungan pertemanan dilakukan dengan pemberian 18 pertanyaan kepada responden penyalahguna Napza terkait hal tersebut. Sama halnya dengan pola iteraksi keluarga, untuk pola interaksi di dalam lingkungan pertemanan hubungan diukur berdasarkan sistem pertemanan yang khas terjadi di dalam hubungan di dalamnya, yaitu seperti frekuensi dan intensitas responden berkumpul bersama teman bermainnya, seberapa banyak waktu yang dihabiskan responden bersama teman bermainnya, bagaimana persepsi responden terhadap penerimaan dirinya di dalam lingkungan bermain tersebut, seberapa terbuka dan solidnya hubungan pertemanan tersebut, dan kegiatan apa saja yang dilakukan responden bersama teman bermainnya.
Pola Interaksi Keluarga
Pola interaksi keluarga diukur melalui pemberian 20 pertanyaan tertutup di dalam kuisioner. Pola interaksi keluarga kemudian diukur dengan memberikan skor terhadap jawaban responden dan menghitung jumlah skor tersebut. Skor yang diperoleh kemudian dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Pola interaksi keluarga yang terbentuk pada responden penyalahguna Napza disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut pola interaksi keluarga penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013
Pola Interaksi Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)
Rendah 28 56.0
Sedang 14 28.0
Tinggi 8 16.0
Hasil pengolahan data responden penyalahguna Napza menunjukkan bahwa pola interaksi keluarga reponden mayoritas berada pada kategori rendah dengan persentase sebesar 56 persen. Hanya sebagian kecil responden yang memiliki pola interaksi keluarga tinggi yaitu sebesar 16 persen.
Berdasarkan hasil pengisian kuisioner sebagian besar responden merasa bahwa orangtua mereka kerap kali membuat peraturan yang tidak berkenan bagi mereka, kemudian orangtua mereka pun sering berkata kasar dan melakukan tindak kekerasan. Selain itu, kebanyakan responden mengungkapkan bahwa mereka tidak merasa bebas mengeluarkan suara atau pendapat di dalam keluarganya, sehingga mereka merasa kurang dihargai keberadaannya dan juga tidak dapat menjadi diri sendiri. Wawancara mendalam yang dilakukan kepada responden juga mengungkapkan pola interaksi yang rendah di dalam lingkungan keluarganya.
“Saya sih males di rumah lama-lama, saya salah melulu kalau di rumah mending pergi aja. Kalau pergi kan jadi bebas dari omelan yan nggak jelas itu” (RD, Laki-laki,27)
Berdasarkan hasil pengisian kuisioner mengenai pola interaksi keluarga, sebanyak 22 persen penyalahguna Napza cenderung memiliki pola interaksi keluarga tipe demokratis, 4 persen cenderung memiliki pola interaksi keluarga tipe protektif, 34 persen cenderung memiliki pola interaksi keluarga tipe otoriter,
dan 40 persen cenderung memiliki pola interaksi keluarga tipe laissez faire. Hal ini menunjukkan bahwa penyalahguna Napza cenderung berasal dari tipe keluarga
otoriter dan laissez faire. Kebanyakan penyalahguna Napza merasa orangtua atau anggota keluarga yang dituakan kurang peduli terhadap diri mereka dan mereka juga merasa anggota keluarga kerap kali bersikap kasar. Hal tersebut membuat penyalahguna Napza merasa tidak nyaman berada di lingkungan keluarganya, hal ini pula yang menyebabkan pola interaksi keluarga pada penyalahguna Napza dominan rendah.
Hubungan Karakteristik Individu dan Karakteristik Keluarga dengan Pola Interaksi Keluarga
Subbab ini menjelaskan hubungan antara karakreristik individu dan karakteristik keluarga responden penyalahguna Napza dengan pola interaksi keluarga. Karakteristik individu dan karakteristik keluarga responden yang dihubungkan dengan pola interaksi keluarga yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat penerimaan, status pernikahan orangtua, tingkat pendidikan orangtua, dan tingkat penerimaan orangtua. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi dengan menggunakan Uji Rank Spearman dan Uji Chi- square. Hasil pengujian korelasi antara karakteristik individu dan karakteristik keluarga responden penyalahguna Napza dengan pola interaksi keluarga disajikan secara lebih rici dalam Tabel 5.
Tabel 5 Nilai koefisien korelasi dan signifikansi korelasi berdasarkan hasil pengujian korelasi antara karakteristik internal dengan pola interaksi keluarga responden penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013
Karakteristik Individu dan Keluarga (Spearman’s rho)
Pola Interaksi Keluarga
Value Asymp. Sig.
Usia .422 .002*
Jenis Kelamin .453 .797 Tingkat Pendidikan - .041 .776 Status Pekerjaan - .026 .860 Tingkat Penerimaan .317 .025* Status Pernikahan Orangtua .409 .003* Tingkat Pendidikan Ayah .025 .865 Tingkat Pendidikan Ibu .257 .071* Tingkat Penerimaan Orangtua .360 .010*
Keterangan: *berhubungan signifikan pada α<0.1
Pengujian hubungan antara variabel usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat penerimaan, status pernikahan orangtua, tingkat pendidikan orangtua, dan tingkat penerimaan orangtua dengan pola interaksi keluarga pada responden penyalahguna Napza dilakukan dengan uji Rank Spearman. Sementara itu, untuk pengujian hubungan antara variabel jenis kelamin dengan pola interaksi keluarga pada responden penyalahgunaan Napza dilakukan dengan uji Chi-square. Uji hipotesis hubungan antara variabel tersebut dengan pola interaksi yang terjadi di dalam lingkungan keluarga penyalahguna Napza dapat dijabarkan sebagai berikut:
H0 = Tidak terdapat hubungan antara (variabel yang diukur) dengan pola
interaksi keluarga penyalahguna Napza
H1 = Terdapat hubungan antara (variabel yang diukur) dengan pola
interaksi keluarga penyalahguna Napza
Hipotesis di atas akan diuji dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian Rank Spearman dan pengujian Chi-square. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji statistik Rank Spearman dan uji Chi-square adalah jika nilai signifikansi >0.1, maka H0 diterima dan jika nilai signifikansi <0.1 maka H0
ditolak dan H1 diterima. Sementara itu, jika nilai koefisien korelasi positif, maka
hubungan antar variabel yang diukur adalah searah dan jika nilai koefisien korelasi negatif, maka hubungan antar variabel yang diukur adalah tidak searah.
Hubungan Usia dengan Pola Interaksi Keluarga
Variabel usia dihubungkan dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza bertujuan untuk melihat apakah usia berpengaruh terhadap pola interaksi yang terbentuk di dalam keluarga. Hubungan antara usia responden penyalahguna Napza dengan pola interaksi keluarga dianalisis dengan menggunakan uji Rank Spearman. Tabel 6 menyajikan data tabulasi silang antara usia dan pola interaksi responden penyalahguna Napza.
Tabel 6 Jumlah dan persentase pola interaksi keluarga menurut usia responden penyalahguna Napza di di Rumah Singgah PEKA tahun 2013
Usia
Pola Interaksi Keluarga
Total Rendah Sedang Tinggi
N % N % N % N % Remaja Awal 18 81.8 3 13.6 1 4.5 22 100.0 Remaja 5 27.8 11 61.1 2 11.1 18 100.0 Remaja Akhir 5 50.0 0 00.0 5 50.0 10 100.0 Total 28 56.0 14 28.0 8 16.0 50 100.0
Tabel 6 menunjukkan kategori responden yang berusia di bawah 15 tahun (remaja awal) mayoritas memiliki pola interaksi keluarga rendah dengan persentase sebesar 81.8 persen. Sementara itu, pada kategori usia 15 sampai 19 tahun (remaja) diperoleh hasil pada variabel pola interaksi keluarga mayoritas berada pada kategori sedang, yaitu sebesar 61.1 persen. Pada kategori responden berusia 20 sampai 24 tahun (remaja akhir) didapatkan hasil yang sama pada nilai persentase pola interaksi keluarga rendah dan tinggi, yaitu sebesar 50 persen Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyalahguna Napza yang berusia remaja awal memiliki pola interaksi keluarga yang lebih rendah dibandingkan dengan penyalahguna Napza yang berusia remaja dan remaja akhir.
Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 5 dapat dilihat bahwa variabel usia memiliki nilai signifikansi Rank Spearman sebesar 0.002. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data <0.1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara usia dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza. Terdapat hubungan antara usia dengan pola interaksi keluarga ini berarti penyalahguna Napza memberikan perbedaan dalam pola interaksi keluarga pada usia yang berbeda. Nilai koefisien korelasi yang positif antara usia dengan pola interaksi keluarga pada penyalahguna Napza menunjukkan hubungan yang searah. Nilai koefisien korelasi tersebut menyatakan bahwa semakin muda usia penyalahguna Napza maka semakin rendah pula pola interaksi keluarga yang dimiliki, dan sebaliknya.
Usia penyalahguna Napza berpengaruh terhadap pola interaksi keluarga. Hal ini disebabkan karena hasil yang menunjukkan hubungan yang searah tersebut didominasi oleh responden penelitian kategori usia remaja awal (<15 tahun) yaitu sebanyak 44 persen dengan keadaan pola interaksi keluarga yang mayoritas rendah pula. Hasil wawancara mengungkapkan sebagian besar dari mereka merasa sangat dikekang pada usia muda, sehingga mereka tidak nyaman berada dalam lingkungan keluarganya.
“jaman masih muda dulu apa-apa ga boleh sama orang tua, jadi ya makin ga betah aja di rumah. Mending main aja pergi terus. Apalagi kalau liat kakak yang udah gede
Hubungan Jenis Kelamin dengan Pola Interaksi Keluarga
Hubungan antara jenis kelamin dengan pola interaksi keluarga responden penyalahguna Napza dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Chi-Square. Jenis kelamin dibedakan menjadi perempuan dan laki-laki. Hasil analisis tabulasi silang hubungan antara jenis kelamin dengan pola interaksi keluarga responden penyalahguna Napza dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa kategori responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase paling tinggi pada pola interaksi keluarga rendah sebesar 54.5 persen. Sementara itu, kategori responden yang berjenis kelamin perempuan juga memiliki persentase paling tinggi pada pola interaksi keluarga rendah sebesar 66.7 persen. Hal ini mengindikasikan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza.
Tabel 7 Jumlah dan persentase pola interaksi keluarga menurut jenis kelamin penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013
Jenis Kelamin
Pola Interaksi Keluarga
Total Rendah Sedang Tinggi
N % N % N % N % Laki-laki 24 54.5 13 29.5 7 15.9 44 100.0 Perempuan 4 66.7 1 16.7 1 16.7 6 100.0 Total 28 56.0 14 28.0 8 16.0 50 100.0
Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square dalam Tabel 5 dapat dilihat bahwa variabel jenis kelamin memiliki nilai signifikansi Pearson Chi-Square sebesar 0.797. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data >0.1 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pola interaksi keluarga ini berarti penyalahguna Napza tidak memberikan perbedaan dalam pola interaksi keluarga pada jenis kelamin yang berbeda.
Jenis kelamin penyalahguna Napza tidak berpengaruh terhadap pola interaksi keluarga. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 7 yang menunjukkan baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki persentase terbesar untuk pola interaksi keluarga yang berada pada kategori rendah. Hal ini kemungkinan juga disebabkan jumlah responden laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang.
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pola Interaksi Keluarga
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pola interaksi keluarga dapat diketahui melalui uji Rank-Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden dengan tingkat pendidikan yang berbeda memiliki pola interaksi keluarga yang berbeda pula. Hasil analisis hubungan tingat pendidikan dengan pola interaksi keluarga ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah dan persentase responden didominasi pada kategori pola interaksi keluarga yang rendah di setiap kategori tingkat pendidikan. Terlihat bahwa baik kategori tingkat pendidikan tamat SD, tamat SMP, maupun tamat Universitas memiliki persentase paling tinggi pada
pola interaksi keluarga rendah, yaitu masing-masing sebesar 80 persen, 83.3 persen, dan 100 persen. Sementara pada kategori tingkat pendidikan tidak tamat SD kategori pola interaksi keluarga sedang memiliki persentase paling tinggi sebesar 80 persen. Data hasil tabulasi silang ini mengindikasikan tidak adanya hubungan nyata antara tingkat pendidikan dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza.
Tabel 8 Jumlah dan persentase pola interaksi keluarga menurut tingkat pendidikan penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013 Tingkat Pendidikan
Pola Interaksi Keluarga
Total Rendah Sedang Tinggi
N % N % N % N % Tidak tamat SD 1 10.0 8 80.0 1 10.0 10 100.0 Tamat SD 12 80.0 1 6.7 2 13.3 15 100.0 Tamat SMP 10 83.3 2 16.7 0 0.0 12 100.0 Tamat SMA 4 33.3 3 25.0 5 41.7 12 100.0 Tamat Perguruan Tinggi 1 100.0 0 0.0 0 0.0 1 100.0 Total 28 56.0 14 28.0 8 16.0 50 100.0 Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 5 dapat dilihat bahwa variabel jenis kelamin memiliki nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data >0.1 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pola interaksi keluarga ini berarti penyalahguna Napza belum tentu memberikan perbedaan dalam pola interaksi keluarga pada tingkat pendidikan yang berbeda.
Tingkat pendidikan penyalahguna Napza tidak berpengaruh terhadap pola interaksi keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan penyalahguna Napza saat pertama kali mengonsumsi Napza belum tentu memiliki pola interaksi keluarga yang tinggi pula begitu pun sebaliknya. Hal ini disebabkan sebagian besar responden penyalahguna Napza merasa pendidikan formal tidak mengajarkan bagaimana pola interaksi keluarga seharusnya terbentuk dengan baik, terlebih lagi interaksi yang terjadi di dalam keluarganya mayoritas bersifat kaku dan kurang menghargai keberadaan responden. Sehingga pendidikan berdasarkan hasil penelitian tidak berhubungan dengan pola interaksi keluarga yang terbentuk.
“sekolah mah belajar pelajaran sekolah aja sibuk gimana
caranya bisa naik kelas, di rumah juga ga diterapin. Di rumah kaku sih mau ngomong atau ngapain jadi males deh.” (SH, Perempuan,28)
Hubungan Status Pekerjaan dengan Pola Interaksi Keluarga
Hubungan antara status pekerjaan dengan pola interaksi keluarga dapat diketahui melalui uji Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden penyalahguna Napza dengan status pekerjaan yang berbeda memiliki pola interaksi keluaarga yang berbeda pula.. Hasil analisis hubungan status pekerjaan dengan pola interaksi keluarga dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 menunjukkan baik responden yang memiliki status pekerjaan tidak bekerja maupun bekerja cenderung memiliki pola interaksi keluarga yang rendah, yaitu masing-masing sebesar 54.8 persen dan 57.9 persen. Hal ini mengindikasikan tidak adanya hubungan nyata antara variabel status pekerjaan dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza.
Tabel 9 Jumlah dan persentase pola interaksi keluarga menurut status pekerjaan penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013
Status Pekerjaan
Pola Interaksi Keluarga
Total Rendah Sedang Tinggi
N % N % N % N % Tidak Bekerja 17 54.8 9 29.0 5 16.1 31 100.0 Bekerja 11 57.9 5 26.3 3 15.8 19 100.0 Total 28 56.0 14 28.0 8 16.0 50 100.0
Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 5 dapat dilihat bahwa variabel status pekerjaan memiliki nilai signifikansi Rank Spearman
sebesar 0.860. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data >0.1 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza. Tidak terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan pola interaksi keluarga ini berarti penyalahguna Napza belum tentu memberikan perbedaan dalam pola interaksi keluarga pada status pekerjan yang berbeda.
Status pekerjaan penyalahguna Napza tidak berpengaruh terhadap pola interaksi keluarga. Hal ini disebabkan sebagian besar responden penyalahguna Napza tidak memiliki pekerjaan dan juga belum memasuki usia produktif untuk bekerja. Wawancara mendalam mengungkapkan bahwa pada saat pertama kali mengunakan Napza dengan usia yang relatif masih sangat muda, keluarga belum terlalu mementingkan status pekerjaan sehingga tidak menimbulkan masalah dalam pola interaksi keluarga yang terbentuk.
“Waktu dulu sih ngggak kerja juga ngggak jadi masalah soalnya kewajibannya masih sekolah. Umurnya juga masih kecil, mau kerja apa juga bingung jadi ya memang nggak apa-apa kalau nggak kerja.” (SH, Perempuan,28)
Hubungan tingkat penerimaan dengan pola interaksi keluarga
Variabel tingkat penerimaan dihubungkan dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza bertujuan untuk melihat apakah tingkat penerimaan
berpengaruh terhadap pola interaksi yang terbentuk di dalam keluarga. Hubungan antara tingkat penerimaan responden penyalahguna Napza dengan pola interaksi keluarga dianalisis dengan menggunakan uji Rank Spearman. Tabel 10 menyajikan tabulasi silang yang menunjukkan hubungan antara tingkat penerimaan responden dengan pola interaksi keluarga.
Tabel 10 Jumlah dan persentase pola interaksi keluarga menurut tingkat penerimaan penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013 Tingkat Penerimaan
Pola Interaksi Keluarga
Total Rendah Sedang Tinggi
N % N % N % N % Rendah 17 70.8 5 20.8 2 8.3 24 100.0 Sedang 5 55.6 2 22.2 2 22.2 9 100.0 Tinggi 6 35.3 7 41.2 4 23.5 17 100.0 Total 28 56.0 14 28.0 8 16.0 50 100.0
Tabel 10 menunjukkan bahwa responden dengan tingkat penerimaan rendah cenderung memiliki pola interaksi keluarga yang rendah pula dengan persentase sebesar 70.8 persen. Untuk responden penyalahguna Napza dengan kategori tingkat penerimaan sedang memiliki dominasi pola interaksi keluarga yang rendah pula, yaitu dengan persentase sebesar 55.6 persen. Selain itu, diketahui pula bahwa pola interaksi keluarga paling tinggi berasal dari responden dengan tingkat penerimaan yang tinggi pula yaitu dengan persentase sebesar 23.5 persen.
Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 5 dapat dilihat bahwa variabel tingkat penerimaan memiliki nilai signifikansi Rank Spearman
sebesar 0.025. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data <0.1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat penerimaan dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza. Terdapat hubungan antara tingkat penerimaan dengan pola interaksi keluarga ini berarti penyalahguna Napza memberikan perbedaan dalam pola interaksi keluarga pada tingkat penerimaan yang berbeda. Nilai koefisien korelasi yang positif antara tingkat penerimaan dengan pola interaksi keluarga pada penyalahguna Napza menunjukkan hubungan yang searah. Nilai koefisien korelasi tersebut menyatakan bahwa semakin rendah tingkat penerimaan penyalahguna Napza maka semakin rendah pula pola interaksi keluarga yang dimiliki, dan semakin tinggi tingkat penerimaannya maka semakin tinggi pula pola interaksi keluarga yang dimiliki.
Hasil yang menunjukkan hubungan searah tersebut diperkuat oleh pengakuan responden penelitian dengan tingkat penerimaan rendah. Responden dengan tingkat penerimaan rendah menyatakan bahwa merasa tidak dihargi sebagai anggota keluarga dan kemudian menyebabkan pola interaksi keluarga yang rendah. Selain usia yang masih berada pada fase produktif sebagai seorang pelajar dan tanpa tuntutan bekerja, namun kebanyakan responden merasa tidak diberikan porsi yang adil di dalam keluarganya. Berbeda halnya dengan responden yang sudah bekerja dan memiliki tingkat penerimaan yang tinggi maka pola interaksi keluarga mereka menjadi tinggi pula. Menurut beberapa responden
penelitian, disaat mereka memiliki uang yang cukup banyak di dalam anggota keluarganya mereka merasa lebih dihargai, didengar suaranya, atau dengan kata lain secara tidak langsung mendapat kepercayaan untuk memegang kontrol di dalam keluarga tersebut.
“kalau udah kerja punya penghasilan sendiri enak, di
rumah jadi diperhatiin. Jadi boleh ngapain aja juga. Kalau nggak sih diomelin terus.” (IK, Laki-laki,30)
Hubungan Status Pernikahan Orangtua dengan Pola Interaksi Keluarga
Hubungan antara status pernikahan orangtua dengan pola interaksi keluarga dapat diketahui melalui uji Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah responden penyalahguna Napza dengan status pernikahan orangtua yang berbeda memiliki pola interaksi keluarga yang berbeda pula. Pengukuran status pernikahan orangtua ini diukur pada saat respoden pertama kali menggunakan Napza. Hasil analisis hubungan status pernikahan orangtua dengan pola interaksi keluarga dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 menunjukkan bahwa kategori responden yang status pernikahan orangtuanya menikah memiliki persentase tertinggi pada pola interaksi keluarrga sedang sebesar 40 persen dan berbeda tipis pada kategori pola interaksi keluarga tinggi sebesar 33.3 persen. Sementara itu kategori responden yang status pernikahan orangtuanya bercerai didominasi dengan pola interaksi keluarga rendah sebesar 68.6 persen. Data tersebut mengindikasikan adanya hubungan nyata antara status pernikahan orangtua dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza.
Tabel 11 Jumlah dan persentase pola interaksi keluarga menurut status pernikahan orangtua penyalahguna Napza di Rumah Singgah PEKA tahun 2013
Status Pernikahan Orangtua
Pola Interaksi Keluarga
Total Rendah Sedang Tinggi
N % N % N % N % Menikah 4 26.7 6 40.0 5 33.3 15 100.0 Bercerai/duda/janda 24 68.6 8 22.9 3 8.5 35 100.0 Total 28 56.0 14 28.0 8 16.0 50 100.0
Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman dalam Tabel 5 dapat dilihat bahwa variabel status pernikahan orangtua memiliki nilai signifikansi Rank Spearman sebesar 0.003. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh dari pengolahan data <0.1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara status pernikahan orangtua dengan pola interaksi keluarga penyalahguna Napza. Terdapat hubungan antara status pernikahan orangtua dengan pola interaksi keluarga ini berarti penyalahguna Napza memberikan perbedaan dalam pola interaksi keluarga pada status pernikahan orangtua yang berbeda. Nilai koefisien korelasi yang positif antara status pernikahan orangtua dengan pola interaksi keluarga pada penyalahguna Napza menunjukkan hubungan yang searah. Nilai koefisien
korelasi tersebut menyatakan dengan status pernikahan orangtua yang bercerai/duda/janda atau dalam kata lain termasuk dalam keluarga yang tingkat keharmonisannya rendah membuat pula pola interaksi keluarga yang terbentuk di dalamnya rendah, dan begitu pula sebaliknya.
Hasil yang menunjukkan hubungan searah tersebut diperkuat oleh pengakuan responden penelitian dengan status pernikahan orangtua yang menyatakan bahwa orangtuanya menjadi lebih tempramental setelah bercerai. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pola interaksi yang terbentuk di dalam keluarga. Pola interaksi keluarga yang muncul menjadi rendah akibat hal tersebut. Responden lainnya juga mengungkapkan fakta mengenai status pernikahan orangtuanya yang sebenarnya tidak bercerai namun Ibunya telah ditinggal bertahun-tahun oleh Ayahnya dengan alasan pergi merantau untuk bekerja. Ia