• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sri Mulyanah, Munir Satiar, Hadi Arifin Dosen Fakultas Agama UNMA Banten

Dalam dokumen Journal of Ethics and Character (Halaman 109-119)

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui kepribadian guru Pendidikan Agama Islam (PAI) terhadap akhlak siswa Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Miftahul Hidayah Carita Pandeglang; (2) untuk menge-tahui upaya guru PAI dalam membentuk akhlak siswa Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Miftahul Hidayah Carita Pandeglang; untuk mengetahui pengaruh kompetensi guru PAI terhadap prestasi belajar siswa Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Miftahul Hidayah Carita Pandeglang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 2 Maret 2013 sampai dengan 27 Mei 2013. Waktu tersebut penulis gunakan untuk survei pendahuluan, mengambil data, melakukan analisis, dan menyusun laporan. Penulis menguji kedua variabel penelitian dengan uji statistik, kemudian hasil dari analisis statistik tersebut dideskripsikan dengan menggunakan deskriptif korelasional. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur kadar pengaruh kepribadian guru (variabel x) terhadap akhlak siswa MDA Miftahul Hidayah Carita (variabel y).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata realitas akhlak siswa Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Miftahul Hidayah Carita Pandeglang berada pada kategori sedang. Hasil perhitungan korelasional ada pengaruh signifikan antara kepribadian guru terhadap kepribadian siswa MDA Miftahul Hidayah Carita. Dan berdasarkan perhitungan diperoleh angka koefisien determinasi (cd) sebesar 94.09. Dari angka tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 94.09% korelasi antara pengaruh kepribadian guru terhadap kepribadian siswa MDA Miftahul Hidayah Carita, dan siswanya sebesar 5.91% ditentukan oleh faktor lain.

Kata Kunci:

Kepribadian Guru PAI, Akhlak Siswa PENDAHULUAN

Guru merupakan faktor pendidikan yang menempati posisi utama dalam dalam kes-eluruhan Proses Pembelajaran di Sekolah. Hal itu berdasarkan dari tugas dan tanggung jawab guru dalam membina potensi anak didik. Ide-alnya, seorang guru harus memiliki integritas, ilmu, berbudi pekerti, beriman dan bertakwa serta kompetensi untuk menjalankan tugasn-ya. Dengan kepribadian seperti itu, maka tidak sulit untuk menjadikan anak didiknya menca-pai kompetensi yang paripurna dalam men-jalankan kehidupannya di masyarakat.

Tugas guru yang utama adalah mendidik akhlak para peserta didiknya. Jika dihubung-kan dengan mata pelajaran Pendididihubung-kan

Agama Islam, maka tugas guru itu adalah menanamkan akhlak mulia di dalam jiwa anak sehingga akhlak itu menjadi jiwa (inti) dari kompetensi yang dimiliki anak. Guru mendapatkan tugas berat untuk membentuk anak didiknya menjadi manusia yang beri-man dan bertakwa, berbudi luhur, ber-akh-lakul karimah.

Pendidikan di Indonesia, dimediasi oleh banyak institusi/lembaga. Salah satu lemba-ga endidikan yang mempunyai tujuan seperti di atas, adalah Madrasah Diniyah, yaitu lem-baga pendidikan Islam yang membina dan membangun insan manusia yang sempurna, sesuai dengan ajaran dan tujuan Agama Is-lam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Madrasah Diniyah Awaliyah adalah satu-an pendidiksatu-an keagamasatu-an jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan Agama Islam tingkat dasar dengan masa belajar em-pat tahun, dan jumlah jam belajar 18 jam pe-lajaran/minggu. Madrasah Diniyah Awaliyah berada di dalam pembinaan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Departemen Ag-ama Kabupaten/Kota, dalam hal ini Kepala Seksi Perguruan Agama Islam, atau tata kerja organisasi yang sejenis.

Pendidikan Madrasah Diniyah Awali-yah dimaksudkan untuk membantu orang tua mengenalkan pendidikan dan pembe-lajaran Agama Islam. Ada banyak orang tua yang “tidak sempat” mendidik anak-anak-nya secara optimal karena harus berkubang dengan urusan dunia. MDA memberikan ke-sempatan kepada anak-anak yang tidak sem-pat mendasem-patkan pengetahuan dan didikan di keluarganya, untuk tetap mendapatkan bimbingan ilmu pengetahuan, termasuk pen-getahuan agama.

Pendidikan di MDA adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga yang sekaligus merupakan lanjutan dari pendidikan keluar-ga. Dengan masuknya anak ke sekolah, maka terbentuklah hubungan antara rumah dan sekolah karena antara kedua lingkungan itu terdapat objek dan tujuan yang sama, yakni mendidik anak-anak. Ada pesan yang tidak boleh dilanggar, bahwa orang tua harus takut jika anak-anaknya menjadi generasi yang ti-dak terdidik.

Pendidikan di MDA sangat dijiwai oleh tugas kekhalifahan manusia dalam mengisi kehidupan. Artinya, agama menjadi pijakan utama seluruh manusia dalam menjalani proses kesempurnaan. Bahkan, agama telah memberikan panduan bagi manusia untuk mengelola hidup sesuai dengan arah dan pola yang telah diberikan, baik dalam hubungann-ya dengan Allah maupun dalam berinteraksi dengan sesamanya.

Sri Mulyanah, Munir Satiar, Hadi Arifin

Agama adalah benteng pertahanan diri anak didik dalam menghadapi berbagai tan-tangan. Demikian pentingnya agama, kiranya orang tua sadar untuk menanamkan pendi-dikan agama secara serius sejak dini. Melalui pendidikan agama, pola hidup anak akan terkontrol oleh rambu-rambu yang telah di-gariskan agama dan dapat menyelematkan anak agar tidak terjerumus dalam jurang ket-erbelakangan mental.

Pendidikan agama merupakan suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh umat manusia dalam rangka meningkatkan penghayatan dan pengalaman agama da-lam kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Menurut Ah-mad D Marimba, Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hu-kum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

Dengan pengertianyang lain seringka-li beseringka-liau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah kepribadian mus-lim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutus-kan serta berbuat berdasarmemutus-kan nilai-nilai Islam,danbertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Pendidikan Islam sebagai usaha mem-bina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek kerohanian dan jasmanin-ya juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena suatu pematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bila mana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau per-tumbuhannya.

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan ag-ama Islam adalah bimbingan jasmani dan ro-hani berdasarkan Al-Qur’an terhadap anak-anak agar terbentuk kepribadian muslim yang sempurna.

Pengaruh Kepribadian Guru

Agar anak mempunyai akhlak yang mulia, anak didik diharapkan dapat memperhatikan pelajaran berbasis agama sebagai kontrol dalam kehidupan anak didik. Dalam sejar-ah perkembangan Islam, pada periode per-mulaan dakwah Nabi Muhammad saw. ti-dak langsung menuntut sahabat-sahabatnya mengamalkan syariat Islam secara sempurna sebagai yang dijabarkan dalam lima rukun Is-lam, akan tetapi selama 10 tahun di Makkah beliau mengajarkan Islam lebih dahulu meni-tikberatkan pada pembinaan landasan funda-mental yang berupa keimanan dankeyakinan kepada Allah SWT. Karena dari landasan inilah manusia akan berakhlak baik. Hal ini merupakan implementasi dari akidah.

Seorang guru yang berhasil dalam melak-sanakan tugasnya adalah yang bukan seke-dar menumpahkan semua ilmu pengetahuan tetapi juga dapat menanamkan nilai-nilai yang luhur dalam diri siswanya, sehing-ga akan menjadi Warsehing-ga Nesehing-gara yang baik, berkepribadian yang mulia, berilmu dan bermoral, yang hal ini akan dapat terealisa-si manakala seorang guru terlebih dahulu memiliki kepribadian yang mulia yang nan-tinya dapat digugu dan ditiru yang diharap-kan dapat menjadi sugesti bagi siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar yang dilaksanakannya.

Tugas dan kewajiban guru bukan hanya sebagai pengajar yang transfer of knowledge, tetapi juga pendidik yang transfer of val-ues, dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar untuk mengaplikasikan tugas-tugas pokok tersebut, sehingga tujuan atau sasaran yang diharapkan dalam pros-es belajar dapat tercapai dengan baik, maka seorang guru terlebih dahulu harus dapat menempatkan kedudukannya sebagai tenaga Profesional.

Guru merupakan figur sentral terhadap anak didiknya, Semua tingkah laku guru di da-lam maupun di luar sekolah akan menjadi soro-tan anak didik dan masyarakat secara umum,

hal ini yang harus diperhatikan seorang guru dalam melangkah dan melaksanakan aktifit-as sehari-hari.

Sebagai seorang pendidik guru harus senantiasa menjadi suri tauladan (uswatun hasanah) terhadap dirinya, anak didik dan masyarakat. Sangat beratmemang menjadi seorang guru tetapi begitu amat mulia di mata anak didik, masyarakat secara luas, jika dapat menjadikan Suri tauladan terhapat mereka.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, guru menghadapi anak didik (siswa) yang masih labil dalam kondisi Psikologisnya, dengan kondisi yang Labil tersebut, Maka anak didik akan meniru Sedikit demi sedikit Kepribadian yang ditimbulkan guru.

Kedudukan guru di mata Anak didik mer-upakan “tokoh tunggal” bagi penerimaan Pendidikan kearah yang lebih baik, Teruta-ma dengan Kepribadian mereka, oleh sebab itu Kepribadian yang ditimbulkan oleh guru akan diikuti oleh Siswa.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis merumuskan: “Bagaimana Kepribadian Guru MDA Carita, Akhlak Siswa, dan Bagaimana kedua variable itu saling mempengaruhi”. KERANGKA PEMIKIRAN

Manusia yang beriman dan bertakwa merupakan tujuan dari pendidikan Nasional sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Un-dang Sistem Pendidikan Nasional. SeUndang-Un-dangkan manusia bertakwa dan beriman kepada Allah SWT hanya akan terwujud melalui Pendidikan Agama, sebab kualitas Iman dan Takwa ses-eorang dapat dapat terwujud atas dasar atau fondasi Agama yang kuat.

Kepribadian manusia sangat ditentukan oleh interaksi komponen-komponen nafsik. Dalam interaksi itu, qalbu memiliki posisi dom-inan dalam mengendalikan suatu kepribadian. Posisi dominan disebabkan oleh daya dan

nature-nya yang luas yang mencakup semua daya dan nature komponen Nafsani lainnya. Prinsip kerjanya selalu cenderung pada fitrah asal Manusia, yaitu rindu akan kehadiran Tuhan (hanifiyah) dan kesucian jiwa.

Prinsip kerja seperti ini disebabkan oleh kedudukannya sebagai pengendali, dari semua sistem kepribadian. Sebagai pengen-dali, qalbu di akhirat kelak yang di minta pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.

Kepribadian dalam Psikologis islam ada-lah integrasi sistem qalbu, akal, dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku. Dengan konsep di atas memang cukup se-derhana tetapi memiliki konsep yang sangat mendalam.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, kepribadian merupakan cerminan dari da-lam jiwa seseorang yang ditimbulkan lewat perbuatan, perbuatan tersebut sejalan den-gan tuntutan agama dan norma-norma yang berlaku.

Terkait dengan kepribadian guru, maka gerak langkah dan tingkah laku yang ditim-bulkan merupakan tingkah laku yang mencerminkan kesucian dan kesalehan dari manusia (guru) tersebut tingkah laku setiap guru akan dilihat melalui cara berbicara, ber-tindak, melakukan pekerjaan yang didasari oleh aturan serta norma-norma agama.

LANDASAN TEORI

Kepribadian Guru Agama

Mempelajari tentang kepribadian seseo-rang dalam hal ini siswa, berarti kita mem-pelajari tentang kejiwaan. Kepribadian yang ditimbulkan siswa di sekolah merupakan hasil dari belajar, hal ini sejalan dengan pendapat Muhibbin Syah mengatakan bah-wa perilaku mengandung pengertian sebagai prinsip-prinsip belajar yang ditimbulkan aki-bat dari hasil belajar, dengan ciri-ciri yang terpenting adalah perubahan tingkah laku, perubahan itu positip dan aktif, serta peruba-han itu efektif fungsional (Syah, 2006).

Bertolak dari pendapat diatas tersebut di-atas, penulis berkesimpulan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh siswa berkat adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam di-rinya yang bersifat keseluruhan sikap. Artin-ya, perubahan yang ditimbulkan merupakan perubahan yang disadari dan disengaja (Pur-wanto, 2007: 154).

Menurut kata asalnya, kepribadian (per-sonality) berasal dari bahasa Latin Peronare, yang berarti mengeluarkan, suara (to sound through). Manusia adalah makhluk memiliki potensi kognitif dan potensi akhlak. Akhlak merupakan perilaku yang dapat menjadikan citra dan nama baik seseorang menjadi ter-jaga,tumbuh dan berkembangnya perilaku manusia disebabkan karena faktor; belajar, lingkungan, pendidikan, dan mengarahkan manusia tersebut kepada perbuatan positif.

Muhibbin Syah (2006: 23) mengatakan bahwa perilaku mengandung pengertian se-bagai prinsip-prinsip belajar yang ditimbul-kan akibat dari hasil belajar, dengan ciri-ciri yang terpenting adalah perubahan tingkah laku, perubahan itu positif dan aktif, serta pe-rubahan itu efektif fungsional.

Bertolak dari pendapat tersebut di atas, Penulis berkesimpulan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh siswa merupakan bentuk manifestasi hasil belajar yang dilakukan oleh siswa, berkat adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya yang bersifat ke-seluruhan sikap. Artinya, perubahan yang ditimbulkan merupakan perubahan yang disadari dan disengaja.

Kepribadian atau perbuatan yang dilaku-kan siswa merupadilaku-kan perilaku, etika dan moral yang dihasilkan berkat interaksinya antara in-dividu dan lingkungannya, baik perilaku yang bersifat positif maupun perilaku yang bersi-fat negatif. berkenaan dengan etika kata ini penting digunakan, etika yang terbesar yang dapat dipelajari seseorang dalam hidup ada-lah keramah-tamahan, yang berujung pada kedermawanan (Khan, 2002: 11).

Dalam psikologi Islam sendiri telah dibuat dua pendekatan, yaitu pendekatan konten dan pendekatan rentang kehidupan. Dua buah pendekatan yang berupaya mem-berikan solusi pada setiap orang yang me- ngalami gangguan kepribadian (personality disorder) dan juga berupaya mengembang-kan setiap pribadi yang normal (sehat fisik dan psikis) agar menjadi manusia yang lebih tangguh dan sesuai dengan tuntunan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist.

Al-Qur’an menyatakan dengan tegas bah-wa manusia yang unggul adalah manusia yang mampu mengembangkan potensi fisik dan psikis, serta mencegahnya dari hal-hal yang merusak dan mampu menyembuhkan-nya jika sudah terlanjur sakit. Untuk menjadi sehat, syariat Islam memberikan tuntunan melalui tahapan mujâhadah. Seseorang yang bersih dari sifat tercela dan maksiat, dalam dirinya menyatu sifat-sifat mukmin, muslim dan muhsin.

Berikut adalah metode yang harus ditem-puh untuk menjadi seorang mujahid:

1. Musyârathah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada jiwa agar ia dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi larangan.

2. Murâqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan segenap kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat, agar ia selalu dekat kepada Allah.

3. Muhâsabah, yaitu introspeksi, membuat perhitungan atau melihat kembali tingkah laku yang diperbuat, apakah sesuai dengan apa yang disyaratkan sebelumnya atau ti-dak.

4. Mu’âqabah, yaitu menghukum diri karena dalam perniagaan rabbani selalu mengala-mi kerugian. Dalam aktifitasnya, perilaku buruk individu lebih dominan daripada yang baik.

5. Mujâhadah, yaitu berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh, sehingga tidak ada waktu, tempat dan keadaan untuk main-main, apalagi melakukan perilaku yang buruk.

6. Mu’âtabah, yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosanya dengan cara: berjanji untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi, dan (b) melakukan perilaku positif untuk menutup perilaku negatif.

7. Mukâsyafah,yaitu membuka penghalang (hijab) atau tabir agar tersingkap ayat-ayat dan rahasia-rahasia Allah. Mukâsyafah juga diartikan jalinan dua jiwa yang jatuh cinta dan penuh kasih sayang, sehingga masing- masing rahasia diketahui satu dengan yang lain (Sapuri, 2009: 116).

Secara sederhana, kepribadian dapat di-artikan sebagai sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yangmembedakan dirinya dari yang lain. Menurut Gordon W. Allport (dalam Hurlock, 1953: 524), kepribadian adalah: “the dynam-ic organization within the individual of those psycophisical sistem that determine the in-dividual’s unique adjusments to his environ-ment”

Kepribadian adalah susunan yang din-amis dari individu yang terdiri dari sistem psiko-pisis yang menentukan penyesuaian individu tersebut secara unik dengan dunia lingkungannya. Maksud pengertian keprib-adian tersebut adalah sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang terdiri dari fisik dan psikis dalam bentuk sistem, membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu menurut caranya sendiri.

Sedangkan M. Utsman Najati “kepribadi-an” adalah organisasi dinamis dari peralatan fisik dan psikis dalam diri individu yang mem-bentuk karakternya yang unik dalam penye-suaiannya dengan lingkungannya.

Berdasarkan beberapa pengertian ten-tang kepribadian sebagaimana dikemuka-kan di atas dapat ditarik sebuah kesimpu-lan tentang pengertian kepribadian adalah suatu kesatuan fungsional antara fisik dan psikis atau jiwa raga dalam diri individu yang membentuk karakter atau ciri khas unik

yang terwujud dalam tingkah laku secara la-hiriah maupun sikap batinnya sebagai bentuk terhadap penyesuaian dengan lingkungannya (Najati, 2000: 240).

Bentuk Kepribadian Guru PAI

Setiap guru mempunyai pribadi mas-ing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mer-eka miliki ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru lainnya. Kepriba-dian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampi-lan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan. (Dara-jat, 1976: 16).

Kepribadian merupakan keseluruhan dari individu yang terdiri unsur fisik dan psikis. Dalam makna demikian seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan gambaran dari kepribadian orang itu. Untuk itu ben-tuk-bentuk kepribadian seorang guru dapat dilihat dari segi penampilan guru, sifat guru (Darajat, 1976: 18) dan interaksi guru agama Islam dengan sesama guru dan Kepala Seko-lah. (Shaleh, 1976: 134).

Pengertian Akhlak Islami

Pengertian Akhlak Secara Etimolo-gi, Menurut pendekatan etimoloEtimolo-gi, per-kataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan “Khaliq” yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan. Baik kata akhlaq atau khu-luq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam Al-Qur’an, sebagai berikut: Dan sesung-guhnya engkau (Muhammad) benar-be-nar berbudi pekerti yang agung... (Q.S. Al-Qalam, 68:4).

Sedangkan menurut pendekatan se-cara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:

Ibn Miskawaih (dalam Zahruddin, , 2004: 4) mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya un-tuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu. Kemudian, Imam Al-Ghazali (dalam Ardani, 2005: 29) berpendapat bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mu-dah dan gampang. Jika sikap itu yang darin-ya lahir perbuatan darin-yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahirdarinya per-buatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.

Sementara Ahmad Amin (dalam Zahrud-din,2004: 4-5) menyebut bahwa yang dise-but akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukan-nya. Masing-masing dari kehendak dan ke-biasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabun-gan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak (Nata, 2003: 147).

Jika diperhatikan dengan seksama, tam-pak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaima-na tersebut diatas tidak ada yang saling ber-tentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nam-pak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.

Jika dikaitkan dengan kata islami, maka akan berbentuk akhlak islami, secara seder-hana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam menempati posisi sifat. Dengan demikian akhlak islami

adalah perbuatan yang dilakukan dengan mu-dah, disengaja, mendarah daging dan sum-bernya berdasarkan pada ajaran Islam. Di-lihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesim-pulan bahwa dalam menjabarkan akhlak uni-versal diperlukan bantuan pemikiran akal ma-nusia dan kesempatan sosial. yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Jadi, akhlak is-lam bersifat mengarahkan, membimbing, men-dorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik un-tuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan demikian akhlak islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan ma-nusia, maka akhlak Islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan bina-tang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk merasakan fung-si dan ekfung-sistenfung-sinya di dunia ini.

Macam-macam Akhlak a. Akhlak Al-Karimah

Al-Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manuisa dengan manusia, Akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Akhlak Terhadap Allah.

Akhlak terhadap Allah adalah penga-kuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan

Dalam dokumen Journal of Ethics and Character (Halaman 109-119)

Dokumen terkait