• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mustahik Zakat (Re-Interpretasi 8 asnaf )

Bab IV Analisis Pemberdayaan Dana Zakat Baitul Qiradh Baznas

LANDASAN TEORITIS

2. Mustahik Zakat (Re-Interpretasi 8 asnaf )

Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana abadi umat Islam. Hal itu dapat terkihat dalam surat Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk memungut zakat ( Qs. At-Taubah : 103 ). Di samping itu, QS. At-Taubah ayat 60 dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dan hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan asnaf.

Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zaakt berada dibawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat.

Dalam Al-Qur’an, ada delapan asnaf penerima zakat yang menggunakan

istilah dapat dipahami secara kontekstual dan umum sesuai dengan tujuan zakat itu sendiri. Oleh sebaba itu, ketentuan Islam tentang penerima zakat tersebut perlu dipahami sesuai dengan konteks dan tujuan kewajiban zakat itu sendiri.13

13Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

22

Berdasarkan uraian sebelumnya, agar harta zakat dapat berdaya guna secar maksimal maka pemaknaan kontekstual terhadap delapan asnaf yang dapat didanai dengan zakat adalah sebagai berikut :

a. Hak Allah, Hak manusia dan Hak fakir Miskin 1. Hak Allah

Di dalam Islam, pada harta yang dimiliki seseorang terdapat hak Allah di sana. Hak ini dikenal dengan istilah zakat yang diperuntukkan bagi delapan golongan sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60. Zakat sejatinya bukan merupakan hak mustahik tetapi merupakan hak Allah sehingga menjadi kewajiban mutlak bagi manusia yang telah melampaui batas minimal kekayaan wajib zakat (nisab) untuk menunaikannya. Seseorang yang tidak menunaikan kewajiban zakat berarti tidak menunaikan hak Allah sehingga Allah SWT berhak memberi mereka balasan. Tidak pernah ada dalam sejarah Islam fakir miskin menyerang orang kaya demi memperoleh bagian dana zakat.

2. Hak Masyarakat

Dengan berzakat, berarti hal-hak fakir miskin, hak-hak masyarakat yang belum sejahtera bisa terpenuhi. "Jadi kalau zakat dikelola secara efektif akan bisa mengentaskan kemiskinan

Sasaran zakat tidak sekadar mewujudkan keadilan sosial dalam bentuk santunan material, tetapi mempunyai tujuan yang lebih luas, yaitu

mengangkat umat dhuafa (lemah) dari lembah kemiskinan ke taraf kehidupan yang layak, makmur dan berkeadilan.

3. Hak Fakir Miskin

Kesadaran yang lebih tinggi harus ditumbuhkan dalam jiwa kita, bahwa dalam harta benda yang kini berada dalam kekuasaan kita sesungguhnya terdapat hak bagi fakir miskin.

Artinya, jika tidak disisihkan dan dikeluarkan sebagai zakat dan infak, maka para fakir miskin berhak untuk menuntutnya. Jika di dunia tidak dipenuhi, mereka akan menuntutnya di hari kemudian. Bagi pelanggarnya, mereka bisa dikenai sanksi dunia, dan lebih berat lagi sanksi si akhirat. Orang miskin di samping tidak mampu dibidang financial, mereka juga tidak memiliki pengetahuan dan akses. Untuk mencapai tujuan tujuan zakat sebagai upaya membantu masyarakat miskin keluar dari krisis yang menghimpit mereka, maka disamping dana zakat yang diberikan bersifat konsumtif, dan produktif, juga dapat dipergunakan untuk program yang mengarah pada upaya mendapatkan hak kaum miskin, seperti pendampingan kaum miskin ( advokasi ), HAM, dan sejenisnya. Bantuan financial saja mungkin tidak akan meningkatkan taraf hidup mereka, apabila penyebab dari ketidakmampuan dan ketidakberdayaan mereka tidak diatasi. Oleh sebab itu, semua upaya atau

kegiatan untuk membantu orang miskin dapat masuk dalam jatah fuqara’, dan

24

dinikmati secara langsung oleh mereka.14 Jadi golongan mustahik zakat dalam arti fakir atau miskin menurut mereka ialah :

a. yang tidak punya apa-apa

b. yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebihan c. yang memiliki mata uang kurang dari nishab

d. yang memiliki kurang dari nishab selain mata uang15 b. Amil (Para Pengurus) Zakat

Muhammad Rasid Rida mengungkapkan maksud dari amil adalah mereka yang ditugaskan oleh imam/ pemerintah atau yang mewakilinya untuk melaksanakan pengumpulan zakat, menyimpan atau memeliharanya, termasuk para pengelola, dan petugas andministrasi. Dari kedua pengertian amil tersebut dapt diketahui bahwa amil tersebut dapat diketahui bahwa amil bertugas mulai dari penentuan wajib zakat, penghitungan, dan pemungutan zakat. Mereka juga bertugas mendistribusikan dana zakat tersebut kepada orang yang berhak menerimanya. Namun, Ibn Rasyd memahami bahwa amil bukan hanya terbatas pada amil zakat, tetapi termasuk juga para hakim dan orang yang termasuk dalam pengertian mereka yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan umum umat Islam. Lebih jauh dunyatakan bahwa amil meliputi amil zakat dan yang semakna

14Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas

Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 20

15

seperti hakim, wali, mufti, dan lain-lain yang mengadikan dirinya untuk kepentingan umat.16 Adapun syarat-syarat seorang amil zakat sebagai berikut :

a) Muslim

Zakat merupakan urusan kaum muslimin. Jadi, Islam syarat utama bagi segala urusan mereka. Meskipun demikian, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya membolehkan seorang amil bukan muslim.

b) Mukallaf

Pengurus zakat harus orang dewasa yang sehat, akal pikirannya, dan lain-lain.

c) Orang yang jujur

Pengurus zakat seharusnya bukan orang yang fasik dan tidak dapat dipercaya. Misalnya, ia akan berbuat zalim kepada para pemilik harta atau berbuat sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin karena mengikuti keinginan hawa nafsunya atau untuk mencari keuntungan.

d) Orang yang memahami hukum-hukum zakat

Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu harus paham terhadap hukum zakat, jika orang yang diserahi zakat tidak mengetahui hukum, ia tidak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya dan akan lebih banyak berbuat kesalahan. Masalah zakat memberikan pengetahuan tentang harta yang wajib dizakati dan yang tidak wajib dizakati.

16Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

26

e) Memiliki kemapuan untuk melaksanakan tugas.

Pengurus zakat hendaklah mampu melaksanakan tugasnya dan sanggup memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi jika tidak disertai kekuatan dan kemampuan untuk bekerja17

Tugas-tugas amil sebagai berikut :

1. Melakukan pendataan muzaki dan mustahik, melakukan pembinaan, menagih, mengumpulkan, dan menerima zakat.

2. Memanfaatkan data terkumpul mengenai peta mustahik dan muzaki zakat, menentukan kiat distribusinya.18

c. Muallaf

Muallaf pada umumnya dipahami dengan orang kaya yang baru masuk Islam. Namun, dilihat dari sejarahnya, pada masa awal Islam, muallaf yang diberikan dana zakat dibagai kepada dua kelompok. 1. orang kafir, yang diharapkan dapat masuk Islam seperti Safwan bin Umayyah dan yang dikhawatirkan menjahati orang Islam seperti Ibn Sufyan bin Harb. ( 2 ) orang Islam, terdiri dari pemuka Muslim yang disegani oleh orang kafir, muslim yang masih lemah imannya agar dapat konsisten pada keimanannya, Muslim yang berada di daerah musuh.

Menurut Syafi’iyyah, muallaf adalah : ( 1 ) Muslim yang lemah imannya, agar imannya menjadi kuat, ( 2 ) Pemuka masyarakat yang masuk Islam,

17

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, hal 163 s/d 167

18

M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat mengomunikasikan kesadaran dan membangun jaringan, hal186-188

diharapkan dapat mengajak kelompoknya masuk Islam, ( 3 ) Muslim yang kuat imannya, yang dapat mengamankan dari kejahatan orang kafir serta, ( 4 ) Orang yang dapat menghambat tindakan jahat orang yang tidak mau berzakat.

Pemberian zakat kepada muallaf kelihatannya dengan tujuan agar umat Islam merasa nyaman dan terjauh dari tindakan anarkis kelompok agama lain. Meskipun ada perbedaan muallaf yang diberi tetapi tujuannya sama yaitu untuk menjaga umat Islam tetap dalam keyakinannya dan menjauhkannya dari tindakan kelompok lain yang dapat mengganggu dan merusak. At-Thabari menyatakan bahwa hakikat pemberian zakat kepada muallaf adalah untuk mengantisipaasi hancurnya umat Islam dan mengokohkan serta menguatkan Islam. Karena itu Rasul masih memberikan zakat pada muallaf pada saat fath Mekkah dan umat Islam sudah banyak. Dengan demikian, untuk saat sekarang dapat dipahami bahwa semua kegiatan yang dilakukan untuk membuat umat Islam yang lemah imannya tetap dalam keyakinannya dan tidak tergoda untuk berpindah ke agama selain Islam, dapat didanai dengan dana zakat. Karena esensi dari kegiatan tersebut dapat dikategorikan pada pemberian dana untuk kelompok muallaf ini.19 Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan

19Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

28

akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum Muslimin dari musuh.

Alasan golongan sebagai sasaran zakat dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi kita, sebagaimana telah di kemukakan diatas, bahwa zakat dalam pandangan Islam bukan sekedar ibadah yang dilakukan secara pribadi, tetapi juga merupakan tugas penguasa atau mereka yang berwewenang untuk mengurus zakat, terutama permasalahan sasaran zakat untuk golongan muallaf ini, yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan secara seseorang.20

Dalam tafsir al-Maraghi di sebutkan, bahwa yang termasuk muallaf adalah:

a) Orang kafir yang diperkirakan atau diharapkan mau beriman dan memeluk agam Islam.

b) Orang yang baru masuk Islam yang dengan harapan imannya kuat tidak goyah lagi sesuadah memeluk Islam.

Pembagian muallaf seperti di kemukakan di atas, dapat dipahami dalam kondisi dan dengan situasi tertentu. Sebab, disinyalir dalam masyarakat ada orang yang ingin memeluk Islam karena alasan ekonomi ( mendapat bagian dari zakat ) dan tentu saja secara lahiriah dapat diterima, asal jangan sampai seumur hidup

20

menjadi muallaf. Sekiranya para muallaf memang ditakdirkan fakir dan miskin. Maka dia berhak menerima zakat atas nama fakir dan miskin.21

d. Budak Belian (Riqab)

Dalam sejarahnya, jauh sebelum Islam datang, Riqab terjadi karena sebab tawanan perang. Oleh sebab itu, ada beberapa cara yang digunakan untuk membantu memerdekakan budak, seperti sebagai sanksi dari beberapa pelanggaran terhadap aturan Islam.

Dana zakat pun diperuntukkan bagi budak yang masuk Islam untuk mendapatkan hak kemerdekaannya sebagai manusia.22 Para budak yang dimaksudkan disini, menurut jumhur ulama, ialah para budak Muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memiliki uang untuk membayar tebusan atas diri mereka, meskipun mereka telah bekerja keras membanting tulang mati-matian. Mereka tidak mungkin melepaskan diri dari orang yang tidak menginginkan kemerdekaannya kecuali telah membuat perjanjian. Jika ada seorang hamba yang dibeli, uangnya tidak akan diberikan kepadanya melainkan kepada tuannya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada para budak itu agar dapat memerdekakan diri mereka. e. Orang Yang Berhutang

21

M. Ali Hasan, Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mnegatasi Problema Sosial di Indonesia, hal 97-98

22Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

30

Pemahaman terhadap gharimin dalam sebagian besar literatur tafsir atau fikih dibatasi pada orang yang punya hutang untuk keperluannya sendiri dan dana dari zakat diberikan untuk membebaskannya dari hutang23. Menurut Mazhab Abu Hanifah, gharim adalah orang yang mempunyai utang, dan dia tidak memiliki

bagian lebih dari utangnya. Menurut Imam Malik, Syafi’I dan Ahmad, bahwa

orang yang mempunyai utang terbagi kepada 2 golongan, masing-masing mempunyai hukumnya tersendiri. Pertama, orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan tidak punya aset dan pendapatan yang cukup untuk terlepas dari hutang, sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar

mereka. Syafi’iyyah menyatakan bahwa gharim meliputi : 1) hutang karena

mendamaikan dua orang yang bersengketa.

Dana zakat dapat diberikan untuk pengganti pengeluaran tersebut, meskipun orangnya secara pribadi mampu, 2). Hutang untuk kepentingan pribadi, dan 3) Hutang karena menjamin orang lain. Untuk dua yang terakhir, dana zakat diberikan kepada yang berhutang kalau dia tidak mampu membayarnya24. Dan

kedua, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat atau yang

memiliki aktivitas dan tanggung jawab yang besar dalam urusan public.25 Seperti upaya mendamaikan dua orang yang bersengketa, ia berhak mendapatkan

23Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21

24Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21

25

Mustofa Edwin Nasution, Zakat dan pembangunan : Era Baru Zakat Menuju Kesejahteraan Ummat, hal 71

distribusi dana zakat untuk mengganti dana yang dikeluarkannya meskipun yang berhutang secara pribadi kaya.

Begitu juga hutang yang diakibatkan karena program atau kegiatan untuk kepentingan social, seperti dana yayasan anak yatim, atau rumah sakit untuk pengobatan masyarakat miskin atau sekolah untuk kaum Muslimin. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa hutang yang timbul akibat dari operasional mengurusi masalah umat Islam, atau upaya penyelesaian sengketa dalam bentuk apa pun dapat didanai oleh dana zakat. Seperti Advokasi, penegak HAM, perlindungan anak dan bantuan hukum, terutama bagi umat Islam yang tidak mampu untuk mendapatkan haknya. Biaya operasional program dimaksud tentu saja dapat didanai dengan dana zakat. Hal itu disebabkan kegiatan tersebut termasuk pada upaya untuk menyelesaikan sengketa dan biasanya dialami oleh masyarakat tidak mampu baik akses atau pun ekonomi.26

Ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam mendistribusikan dana zakat untuk pengertian dari gharimin : Pertama, adanya kebutuhan kepada materi yang mendesak untuk membayar hutang, kedua, motivasi berhutang adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan.27

f. Orang yang berjalan di jalan Allah ( Sabilillah )

26Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21 s/d 22

27

M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat mengomunikasikan kesadaran dan membangun jaringan, hal 220

32

Sasaran dana zakat yang ketujuh adalah sabilillah. Pada masa awal dipahami dengan jihad fi sabilillah, namun dalam perkembangannya sabilillah tidak hanya sebatas pada jihad, akan tetapi mencakup semua program dan kegiatan yang memberikan kemaslahatan pada umat Islam. Namun dalam perkembangannya sabilillah tidak hanya terbatas pada jihad, akan tetapi mencakup semua program dan kegiatan yang memberikan kemaslahatan pada umat Islam. Dalam beberapa literature secara eksplisit ditegaskan bahwa sabilillah tidak tepat hanya dipahami jihad, karena katanya umum, jadi termasuk semua kegiatan yang bermuara pada kebaikan seperti mendirikan benteng, memakmurkan masjid, termasuk mengurus mayat. Bahkan termasuk di dalamnya para ilmuwan yang melakukan tugas untuk kepentingan umat Islam, meskipun secara pribadi ia kaya.

Dapat dipahami bahwa dana zakat untuk sabilillah, dapat diberikan kepada pribadi yang mencurahkan perhatiannya untuk kepentingan umum umat Islam, sebagai kompensasi dari tugas yang mereka lakukan. Di samping itu juga diberikan untuk pelaksanaan program atau kegiatan untuk mewujudkan kemaslahatan umum umat Islam, seperti benteng, mendirikan rumah sakit, dan pemberian layanan kesehatan. Bahkan termasuk dalam kategori ini semua upaya pemberantasan kejahatan.28

28Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju

Sesungguhnya arti kalimat ini menurut bahasa aslinya sudah jelas. Sabil adalah thariq/jalan. Jadi sabilillah artinya jalan yang menyampaikan pada ridha Allah. Al-Allamah Ibnu Atsir menyatakan, bahwa sabil makna aslinya adalah at-thariq/jalan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang dipergunakan untuk bertakarrub kepada Allah azza wa jalla, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunnah. Apabila kalimat ini bersifat mutlak, maka biasanya dipergunakan untuk pengertian jihad ( berperang ), sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu, seolah-olah sabilillah itu artinya hanya khusus untuk jihad.29

Diantara ahli ilmu ada yang menetukan fisabilillah di sini dengan ghazwah (perang). Yakni mereka menentukan hak ini untuk orang yang berperang saja, baik mereka itu bala tentara penyerang ataupun bala tentara yang mempertahankan negeri. Oleh karena itu, terhapuslah bagian sabilillah ini dari daftar pembagian zakat. Telah lama sekali bagian ini dilupakan orang, tidak diadakan lagi, dari daftar pembagian, lantaran mereka menanamkan atau memaksudkan dengan sabilillah, ghazwa. Satu bagian yang amat penting telah dilupakan lantaran kefanatikan belaka.30

Zakat dan infak, dapat dimanfaatkan untuk mengatasi sebagian dana yang diperlukan untuk kepentingan pendidikan yang disebutkan di atas yang diambil

dari “fisabilillah”.

29

DR. Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Hal 610-611

30

34

a. Ibn Sabil

Ibn Sabil sebagai penerima zakat dipahami dengan orang yang kehabisan biaya di perjalanan ke suatu tempat bukan untuk makssiat. Tujuan pemberian zakat untuk mengatasi keterlantaran, meskipun di kampong halamannya ia termasuk mampu.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa dana zakat dapat diberdayakan kepada orang yang tidak mampu untuk meringankan himpitan ekonomi, membantu mereka untuk mendapatkan haknya, dan untuk kegiatan yang bertujuan untuk kemaslahatan umum umat Islam.

Penerima zakat dilihat dari dari penyebabnya dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu :

b. Ketidakmampuan

Kelompok atau orang yang masuk dalam kategori ini dapat dibedakan pada hal, yaitu: ketidakmampuan dibidang ekonomi. Ke dalam kelompok ini termasuk fakir, miskin, gharim, dan ibn sabil. Harta zakat diberikana kepada mereka selain riqab untuk mengatasi kesulitan ekonomi.

c. Kemaslahatan umum umat Islam

Mustahik bagian kedua ini mendapatkan dana zakat bukan karena ketidakmampuan finansial, tapi karena jasa dan tujuannya untuk kepentingan umum umat Islam. Yang masuk dalam kelompok ini adalahamil, muallaf, dan fi sabilillah.

Dari kedua uraian tersebut, dana zakat dapat di berdayakan bagi fakir dan miskin untuk mencapai tujuan zakat sebagai upaya membantu masyarakat fakir dan miskin dari keterpurukan krisis yang menghimpit mereka, maka dari itu dana zakat dapat dipergunakan untuk bantuan finansial untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

3. Subjek Zakat

subjek zakat disebut muzakki, yaitu orang yang berdasrkan ketentuan hukum Islam diwajibkan mengeluarkan zakat atas harta yang dimilikinya. Para ulama sepakat bahwa zakat yang diwajibakn kepada orang muslim dewasa yang sehat akal, merdeka dan memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Maka zakat tidak diwajibkan kepada orang kafir.31

a. Syarat-syarat wajib zakat

Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan para harta yang dipunyai seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah :

1. Pemilik yang pasti 2. Berkembang

3. Melebihi kebutuhan pokok 4. Bersih dari hutang

5. Mencapai nishab 6. Berlalu setahun

31

36

b. Zakat Perusahaan 1. Landasan hukum

Sebagaimana dimaklumi, pada saat ini hamper sebagian besar perusahaan dkelola tidak secara individual, melainkan secara bersama-sama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi dengan manajemen yang modern. Misalnya dalam bentuk PT. CV, atau koperasi. Perusahaan tersebut harus mencakup tiga hal yang besar. Pertama, perusahaan yang menghasilkan produk-produk tertentu. Jika dikaitkan dengan kewajiban zakat, makaproduk yang dihasilkannya harus halal dan dimiliki oleh orang-orang yang beragama Islam, atau jika pemiliknya bermacam-macam agamanya, maka berdasarkan kepemilikan saham dari yang beragama Islam. Kedua,perusahaan yang bergerak dibidang jasa, seperti perusahaan akuntansi. Ketiga, perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, seperti lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank.

2. Nishab, Waktu, Kadar, dan Cara Mengeluarkan Zakat Perusahaan. Para ulama peserta Muktamar Internasional pertama tentang zakat, mengenalogikan zakat perusahaan ini kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya terpijak kepda kegiatan perdagangan. Demikian pula nishabnya adalah senilai 85 gram emas, sama dengan nishab zakat perdagangan dan sama dengan nishab zakat emas dan perak. Sebuah perusahaan biasanya memiliki harata yang tidak

akan terlepas dari tiga bentuk. Pertama,harata adalah bentuk barang. Kedua, harta dalam bentuk uang tunai. Ketiga, harta dalam bentuk piutang.32

c. Zakat Saham dan Obligasi

Saham adalah surat tanda penyertaan dalam perusahaan baik yang berbentuk persekutuan maupun perseroan terbatas. Sedangkan obligasi adalah surat tanda pengakuan utang yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pemerintah, yang akan dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dan pendapatan bunga yang biasanya tercantum dalam surat obliasi yang bersangkutan. Nishab zakat atas saham dan obligasi adalah sebesar 85 gram emas, dan tarifnya boleh sebesar 2,5% dari nilai saham dan obligasi ditambah keuntungannya atau 10% dari keuntungan bersih investasi dalam saham dan obligasi tersebut.33

d. Pemberdayaan Muzakki

Bentuk dan sifat pendayagunaan, Ada dua bentuk penyaluran dana zakat

Dokumen terkait