Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)
Oleh:
ATIK NURDIANA NIM : 10705002285
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Juni 2011
i ABSTRAK
Atik Nurdiana (107053002285)
“Pemberdayaan Dana Zakat baitul Qiradh Baznas Melalui Program Usaha
Kecil Menengah.”
Di bawah bimbingan Drs. Sunandar, M. Ag
Pemberadayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Dana zakat mempunyai peranan yang besar bagi usaha kecil menengah, karena peranannya yang besar ini menempatkan posisi begitu pentingnya dan di butuhkan usahawan untuk membuka usaha.
Usaha kecil menengah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang dominan dalam dunia usaha, yang memiliki kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting. Usaha kecil menengah mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat. Dalam proses bisnisnya, usaha kecil menengah memiliki beberapa faktor penghambat yaitu keterbatasan skills (ketrampilan) dan pengetahuan serta serta susahnya mendapatkan akses modal. Jawaban akan faktor penghambat pada perkembangan proses bisnis usaha kecil menengah yaitu dengan menerapkan metode pemberdayaan dana zakat Baitul Qiradh Baznas.
Tujuan: dalam rangka memberdayakan potensi zakat sebagai sebuah kekuatan ekonomi masyarakat maka keberadaan institusi zakat sebagai lembaga public yang ada di masyarakat menjadi sangat penting. Metodologi Penelitian : Pada penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan Kualitatif Deskriptif yaitu jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai ( diperoleh) dengan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Dan menurut Bogdan dan Taylor, penelitian Kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian Kualitatif dalam buku Lexy J. Moleong diartikan : penelitian yang bermaksud untuk memang memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai model alamiah.
ii
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad bin Abdullah
Shallallhu Alaihi wa Sallam, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya hingga
akhir zaman.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa jasa dari berbagai pihak, maka penulis
ingin menghanturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Dr. H. Arief Subhan, MA, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
2. Drs. Cecep Castrawijaya, MA, sebagai Kepala Jurusan Manajemen Dakwah.
3. Drs. H. Mulkannasir , MA, sebagai Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah.
4. Drs. Sunandar, M.Ag, sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama proses skripsi ini berjalan.
5. Drs. Sihabuddin Noor, sebagai pembimbing akademik MD B.
6. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan selama mengikuti perkuliahan.
7. Almarhumah ibunda dan Ayahanda yang selalu mendo’akan, mendukung,
memberikan semangat dan mengizinkan penulis ketika akan mencari data dan
menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Kedua kakakku Rifdah Silfiah, Risda yanti, dan adikku Ahmad Zaki Arfan,
kedua kakak iparku, terima kasih selama ini kalian telah memberikan
ii
9. Bpk. Mujibburrohman dan Ibu Yanah Baitul Qiradh Baznas, sebagai
narasumber yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai.
10.Teman-teman jurusan Manajaemen Dakwah B, penulis ucapkan terima kasih
kepada kalian semua yang telah memberi semangat kepada penulis, dan untuk
Iin Irnawati, Rohayati Khosidah, Eem Huzaimah, dll yang tidak dapat penulis
sebutkan satiu persatu terima kasih atas komentar, dukungan, saran, koreksian
dan semangat yang kalian berikan kepada penulis, semoga kita akan selalu
menjadi sahabat sampai kapan pun.
11.Bagian perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Umum yang telah membantu penulis
menyediakan berbagai referensi yang di butuhkan dalam penulisan skripsi.
Jakarta, 21 Juni 2011
KATA PENGANTAR……….ii
DAFTAR ISI………...iii
BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..……… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Penelitian……… 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian……….…. 6
D. Metode Penelitian………...7
E. Subyek dan Objek ………..………... 7
F. Lokasi dan Jadwal Penelitian……... 7
G. Metode Pengumpulan Data……….………... 8
H. Teknik Analisis Data………..9
I. Tinjauan Pustaka………10
J. Sistematika Penulisan……….………….. 11
BAB II. LANDASAN TEORITIS A. Pemberdayaan. 1. Pengertian Pemberdayaan………..….. 13
2. Pola-pola Pemberdayaan………..……… 17
B. Dana Zakat. 1. Pengertian Dana Zakat……… 18
3. Subjek Zakat……… 35
C. Pengertian Usaha Kecil Menengah. 1. Pengertian Usaha Kecil Menengah……….…… 39
BAB III. GAMBARAN UMUM BAITUL QIRADH BAZNAS 1. Sejarah Berdirinya Baitul Qiradh Baznas………..…… 41
2. Visi dan Misi Baitul Qiradh Baznas………..……… 43
3. Struktur Organisasi Baitul Qiradh Baznas………..….. 44
4. Produk-produk yang dikelola Baitul Qiradh Baznas…………..….. 47
BAB IV. ANALISIS “PEMBERDAYAAN DANA ZAKAT MELALUI PROGRAM USAHA KECIL MENENGAH BAITUL QIRADH BAZNAS”. 1. Pemberdayaan Dana Zakat Baitul Qiradh Baznas Melalui Program Usaha Kecil Menegah……….……….. 49
2. Analisis Pemberdayaan Dana Zakat Melalui Program Usaha Kecil Menengah……….. 56
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberdayaan Dana Zakat Melalui Program Usaha Kecil Menengah……….. 60
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……….………. 62
B. Saran-saran………. 63
DAFTAR PUSTAKA……….………… 65
1
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan sosial manusia memiliki bermacam-macam
keanekaragaman, seperti masyarakat dengan kebutuhan yang cukup dan
terpenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi ada juga masyarakat yang kehidupannya
serba kekurangan dalam materi, sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Salah satu ciri dari kemiskinan adalah kondisi masyarakat yang tidak
mempunyai tempat tinggal, masih berpendapatan rendah, berada dibawah
garis kemiskinan, sehingga mereka mencari nafkah dengan cara mengamen,
dan meminta-minta, mereka juga meminjam uang kepada rentenir untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Peristiwa kejadian ini disebabkan karena banyaknya angka
pengangguran, anak-anak yang putus sekolah karena orang tua mereka yang
tidak mampu untuk membiayai sekolah anaknya, sehingga para orang tua
mereka menjadi putus asa. Maka dari itu, kenyataannya umat Islam dikondisi
ideal seperti saat ini, belum optimal dalam pengelolaan sumber alam dengan
kondisi yang ada. Bila seluruh potensi sumber daya manusia dan ekonomi
yang melimpah dikembangkan secara baik, dan dipadukan dengan potensi
2
Kemiskinan seolah menjadi penyakit yang tak dapat disembuhkan.
Dengan ukuran yang berbeda, dapat dikatakan bahwa kemiskinan berlangsung
selama berabad-abad lamanya. Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat
60 yang berbunyi :
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang
dibujuk hatinya untuk ( memerdekakan ) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ( QS. At-Taubah : 60).
Ayat al-Qur’an di atas menjelaskan tentang orang yang berhak
menerima zakat yaitu delapan golongan. Yang pertama dan yang kedua, fakir
dan miskin. Mereka itulah yang pertama diberi saham harta zakat oleh Allah.
Ini menunjukkan, bahwa sasaran pertama zakat ialah hendak menghapuskan
kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam. Yang di maksud
dengan fakir, yaitu orang yang dalam memenuhi kebutuhan, tapi dapat
menjaga diri tidak minta-minta. Sedangkan yang dimaksud miskin, yaitu
orang yang dalam kebutuhan.
Salah satu ajaran Islam yang harus ditangani serius adalah
penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan,
pemberdayaan dan pendayagunaan dana zakat. Salah satu instrument
Islam memiliki persepsi bahwa ajaran zakat tidak lebih dari sekedar ibadah
ritual yang terpisah dari konteks sosial. 1
Konsep dasar pemberdayaan dana zakat dapat memberi peluang bagi
para wirausahawan kecil untuk mendapat pelayanan dan mengembangkan
potensi ekonomi yang mereka miliki dari pemberdayaan dana zakat.
Oleh karena itu, dalam rangka memberdayakan dana zakat sebagai
sebuah kekuatan ekonomi masyarakat, maka keberadaan institusi zakat
sebagai lembaga public yang ada di masyarakat menjadi penting.
Allah telah memberikan kelebihan yaitu akal pikiran kepada manusia,
dengan akal yang dapat mereka gunakan adalah untuk mengelola alam,
sehingga manusia mendapatkan manfaat, baik bagi dirinya maupun
masyarakat. Di bumi, manusia diberi tugas untuk mengelola alam dan
meningkatkan kehidupan di dalamnya yaitu dengan cara saling
tolong-menolong, seperti yang kaya memberi bantuan kepada yang miskin, yang kuat
memberi pertolongan kepada yang lemah, yang kuat, maka dari itu dengan
keseimbangan dunia ini dapat tercapai. Zakat adalah salah satu cara untuk
mewujudkan prinsip tolong-menolong dan salah satu cara untuk mewujudkan
keadilan sosial.2
1
Abdul Majid, Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2002 ), h. 213
2
4
Usaha kecil menengah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang
dominan dalam dunia usaha, yang memiliki kedudukan, potensi dan peranan
yang sangat penting. Oleh karena itu kegiatan usaha kecil seharusnya mampu
memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi, meningkatkan
pendapatan masyarakat. Namun kenyataannya belum sesuai dengan yang
diharapkan. Memang Usaha Kecil Menengah telah mampu banyak membuka
lapangan pekerjaan, namun sayangnya belum memberikan kesejahteraan pada
para pelakunya. Karena keterbatasan skills dan pengetahuan serta serta
susahnya mendapatkan akses modal, usaha mereka sulit berkembang.
Berkaitan dengan itu, dana zakat yang didalamnya terdapat amanat
umat yang harus diatur dan di salurkan kepada yang berhak sesuai dengan
tuntunan agama, maka dari itu dengan adanya pemberdayaan dan pengelolaan
yang dapat mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Maka
dari itu dengan melalui pemberdayaan dana zakat yang dilakukan secara
professional dan handal dapat di harapkan tujuan dari kehadirannya dapat
dirasakan oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadikan ketertarikan penulis
untuk mengangkat masalah tersebut dengan sebuah judul “Pemberdayaan
Dana Zakat Baitul Qiradh Baznas Melalui Program Usaha Kecil
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang ada dalam pemberdayaan dana zakat sangat
beragam diantaranya pemberdayaan dana zakat melalui pendidikan, sosial,
kesehatan, ekonomi dan pemberdayaan perempuan. Dalam permasalahan yang
sering terjadi adalah dalam pemberdayaan zakat melalui dana zakat, maka
penulis membatasi masalah pada pemberdayaan zakat melalui UKM dalam
pemberdayaan di sektor ekonomi produktif di Baitul Qiradh Baznas.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah
pokok yang diangkat mengenai:
a. Usaha Kecil dan Menengah apa saja yang di berdayakan pada Baitul
Qiradh Baznas melalui dana zakat?
b. Bagaimana pemberdayaan dana zakat pada Baitul Qiradh Baznas
untuk usaha kecil menengah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui usaha kecil dan menengah apa saja yang
diberdayakan pada Baitul Qiradh Baznas melalui dana zakat?
b. Untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan dana zakat Baitul Qiradh
Baznas untuk usaha kecil menengah?
6
Adapun Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Akademis : penelitian ini diharapkan menambah referensi dan
menambah sejumlah studi mengenai lembaga amil zakat dalam
pemberdayaan dana zakat dalam programnya.
b. Manfaat Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan mengenai zakat
dan program UKM, khususnya pada pemberdayaan dana zakat melalui
program kesuksesan UKM
c. Manfaat Praktis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian
yang menarik dan dapat menambah wawasan serta cakrawala keilmuan
khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca.
D. Metodologi Penelitian
Pada penyusunan proposal skripsi ini, penulis menggunakan metode
Kualitatif Deskriptif yaitu jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan prosedur-prosedur
statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Dan
menurut Bogdan dan Taylor, penelitian Kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian Kualitatif dalam buku Lexy J. Moleong diartikan :
penelitian yang bermaksud untuk memang memahami fenomena tentang apa
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai model alamiah.3
E. Subyek dan Obyek Penelitian
a. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah Baitul Qiradh Baznas, dalam hal ini unsur
pelaksana yang terlibat dalam pelaksanaan program pertumbuhan UKM,
yaitu; Bagian Penelitian, Pengambilan data dilakukan kepada orang atau
informasi yang dianggap paling mengetahui dan terlibat secara langsung
dalam pelaksanaan Pemberdayaan Dana Zakat Baitul Qiradh Baznas melalui
program Usaha Kecil Menengah.
b. Objek Penelitian
Objek sasaran dalam penelitian ini adalah tentang Pemberdayaan Dana
Zakat Baitul Qiradh Baznas Melalui Program Usaha Kecil Menengah.
F. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi Baitul Qiradh Baznas adapun alasan
pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh pertimbangan – pertimbangan
yaitu:
1. Baitul Qiradh Baznas adalah salah satu lembaga yang berorientasi
untuk pemberdayaan dana zakat melalui program Usaha Kecil
Menengah.
3
8
2. Jadwal penelitian di laksanakan pada tanggal 21 Januari 2011, pada
pukul : 11.00 WIB
G. Tekhnik Pengumpulan Data
Penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa :
a. Observasi adalah usaha memperoleh dan mengumpulkan data dengan
melakukan pengamatan terhadap suatu kegiatan secara akurat serta
mencatat fenomena yang muncul suatu teknis mencari atau
mengumpulkan data dengan mengamati dan melihat secara nyata
keadaan dan Pemberdayaan dana zakat pada Baitul Qiradh Baznas.
Observasi dari penelitian ini adalah dengan mengadakan pengamatan
langsung ke bagian-bagian yang berhubungan dengan pemberdayaan
dana zakat pada Baitul Qiradh Bazns. Adapun dalam observasi penulis
datang langsung ke Baitul Qiradh Baznas dengan tujuan melihat usaha
kecil dan menengah apa saja yang diberdayakan oleh Baitul Qiradh
Baznas dari dana zakat dan melihat langsung para mustahik yang
ingin meminjam dana zakat kepada Baitul Qiradh Baznas.
b. Wawancara (Interview) adalah penulis memperoleh keterangan dengan
tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya dan penjawab,
atau responden dengan menggunakan alat yang dinamika interview
guide (panduan wawancara). Atau Teknik Tanya jawab secara lisan
yang selengkapnya tanpa unsur paksaan kepada informan yang
berkecimpung langsung pada Baitul Qiradh Baznas.
c. Dokumentasi berupa data tertulis yang mendukung keterangan dan
penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang actual.
Dokumentasi dalam penelitian ini berupa profil-profil dan program
kesuksesan UKM.4 Atau data – data yang mengenai hal- hal atau
variable yang berupa catatan, pengumpulan data.5 seperti sejarah
Baitul Qiradh Baznas, Struktur Organisasi dan Macam-macam
Program yang ada padaBaitul Qiradh Baznas.
d. Teknik Pengolahan Data adalah analisis yang baik memerlukan
pengelolaan data yang dilakukan secara efisien. Karena itu penulis
mencatat data dalam format yang memudahkan analisisnya. Kegiatan
yang mempelajari berkas-berkas yang terkumpul, sehingga
keseluruhan berkas dapat diketahui dan data dapat di olah dengan baik.
H. Tekhnik Analisis Data
Tekhnik analisis data dalam penelitian deskriptif analisis ini, terhadap
data berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa, kemudian dikaitkan
[image:19.595.143.524.79.485.2]dengan data sehingga memperoleh gambaran atau menguatkan suatu
gambaran yang sudah ada dan sebaiknya bila dibandingkan dengan teori yang
ada. Adapun pedoman yang dijadikan sandaran penulis dalam penulisan
proposal skripsi ini adalah Buku Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertai UIN
4
Wardi Bakhtiar, Metodologi Penelitian Dakwah ( Jakarta : Logos, 1997 ), h 2
5
10
Syarif Hidayatullah Jakarta, terbitan UIN Jakarta Press, 2002, dan buku
pegangan Metodologi Penelitian Kualitatif Deskriptif.
I. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan penelitian
lebih lanjut, kemudian penyusunannya menjadi 2 point, sebagai berikut :
1. Judul Skripsi: Pemberdayaan Ekonomi Pedagang Sembako Di Kelurahan
Cipare Kebon Jahr Serang Melalui Pinjaman Modal Bergulir BAZDA
Kabupaten Serang. Oleh: Subahri NIM : 103053028276. Jurusan
Manajemen Dakwah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007
2. Judul Skripsi : Pendistribusian Dana Zakat Untuk Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pada Badan Amil Zakat Daerah ( BAZDA ) Kab. Karawang.
Oleh : Mukhlisin NIM : 104053002059. Jurusan Manajemen Dakwah,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2009.
Kedua skripsi di atas, berbeda dengan skripsi yang penulis tulis, skripsi
yang penulis tulis adalah tentang pemberdayaan dana zakat Baitul Qiradh
Bazanas dana zakat tersebut di pinjamkan kepada para mustahik tanpa bunga
dan sistem pinjaman dana zakat tersebut seperti peminjaman , yaitu uangnya
di pinjamkan, lalu para mustahik yang sudah pinjam dana zakat itu harus
kembalikan setiap bulannya seratus ribu rupiah ( Rp.100.000) sampai 10
J. Sistematika Penulisan
Dalam rangka melakukan pembahasan yang sistematika dan terarah,
penulis menyusun skripsi ini kedalam lima bab dengan sub-sub judul
masing-masing adapun sistematikanya sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan : Berisi Latar Belakang Masalah, Batasan dan
Perumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Subyek dan obyek, Lokasi dan Jadwal Penelitian, Metodologi
Penelitian,Metode Pengumpulan Data.
Bab II Tinjauan Teoritis : Pengertian Pemberdayaan, Pola-pola
Pemberdayaan, Pengertian Dana Zaakt, Pengertian Usaha Kecil Menengah,
Program dan Kegiatan UKM
Bab III Gambaran Umum Baitul Qiradh Baznas : Sejarah
Berdirinya, Visi dan Misi Serta Tujuan, Struktur Organisasi Baitul Qiradh
Baznas, Produk- produk yang dikelola Baitul Qiradh Baznas,
Program-program Baitul Qiradh Baznas.
Bab IV Analisis Pemberdayaan Dana Zakat Baitul Qiradh Baznas
Melalui Program Usaha Kecil Menengah : Pemberdayaan Dana Zakat
Baitul Qiradh Baznas Melalui Program Usaha Kecil Menengah, Analisis
Pemberdayaan Dana Zakat Melalui Program Usaha Kecil Menengah, Faktor
Pendukung dan Penghambat Dari Pemberdayan Dana Zakat Melalui Program
Usaha Kecil Menengah.
12 BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Kata pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah bahasa inggris yaitu
empowerment. Pemberdayaan berasal dari kata dasar power yang berarti
kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan. Awalan em
berasal dari bahasa latin atau yunani, yang berarti di dalamnya, karena itu
pemberdayaan dapat berarti kekuatana dalam diri manusia, suatu sumber
kreatifitas.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pemberdayaan
diterjemahkan sebagai upaya pendayagunaan, pemanfaatan yang sebaik-baiknya
dengan hasil yang memuaskan.1 Istilah pemberdayaan diartikan sebagai upaya
memperluas horizon pilihan bagi masyarakat, dalam upaya pendayagunaan
potensi, pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan hasil yang memuaskan. Ini
berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah
1
yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan
pilihan-pilihan.2
Selain itu pemberdayaan atau pengembangan juga berarti menciptakan
kondisi semua orang yang lemah dapat menyumbang kemampuannya secara
maksimal untuk mencapai tujuannya. Pemberdayaan dalam konteks masyarakat
adalah kemampuan individu bersenyawa dalam masyarakat dan membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan, dengan kata lain memberdayakan
adalah memampuhkan dan memandirikan masyarakat.3
Pemberdayaan merupakan modal empiris pengembangan prilaku
individual dan kolekitf dalam dimensi karya terbaik, baik sisi ekonomi, sosial dan
cultural dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat,
dengan demikian istilah pemberdayaan adalah suatu sistem pembangunan yang
berorientasi pada peningkatan sumber daya manusia dengan mengedepankan atas
partisipasi, musyawarah, keadilan dan berkesinambungan.4
Pemberdayaan pun sebagai perubahan kepada arah yang lebih baik dari
tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan upaya
meningkatkan tarap hidup ke tingkat yang lebih baik lagi. Pemberdayaan adalah
2
Nanih Mahendrawati dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam ( Bandung : Rosda Karya, 2001), cet ke-1, h 42
3
Bambang Rudito (ed), Akses Peran serta Masyarakat : Lebih Jauh Memahami Community Development ( Jakarta : ICDS, 2003), h 153
4
14
meningkatkan kemampuan dan rasa diri untuk menggunakan daya yang memiliki
dalam menentukan tindakan kea rah yang lebih baik lagi.5
Pemberdayaan mengandung dua elemen pokok yaitu kemandirian dan
partisipasi. Dengan kemampuan berpartisipasi diharapkan kelompok fakir miskin
dapat mencapai kemadirian, yang dapat dikategorikan sebagai kemandirian
material, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen.
Kemandirian material adalah kemapuan produktif guna memenuhi
kebutuhan hidup dasar , serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan
dalam kondisi krisis. Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus
menerus untuk meningkatkan kemampuan kemandirian masyarakat dalam
meningkatkan taraf hidupnya.
Proses tersebut mayarakat bersama-sama mengidentifikasi dan mengkaji
permasalahan dan potensinya, mengembangkan rencana kegiatan kelompok
berdasarkan hasil kajian, menerapkan rencana tersebut, serta secara terus-menerus
memantau dan mengkaji proses serta hasil kegiatannya.6
Dalam membuat program pemberdayaan, amil harus menyadari penuh
bahwa posisinya adalah menjadi pengelola. Sebagai mediator, amil harus paham
bahwa mengemas program sesungguhnya menahan hak mustahik untuk segera
sampai. Artinya tanpa program pun, mustahilk sudah berhak mengambil dana
5
Dian, Perencanaan Sosial Negara Berkembang ( Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1999), h. 15
6
zakat yang menjadi haknya. Hak-hak mustahik inilah yang harus dijadikan
landasan. Agar dalam bekerja amil tak pernah lepas dari semangat khidmat.7
Pemberdayaan dalam kaitannya dengan penyampaian kepemilikan harta
zakat kepada mereka yang berhak terbagi ke empat bagian, yaitu :
a. Pemberdayaan sebagian dari kelompok yang berhak akan harta zakat,
misalnya fakir miskin, yaitu dengan memberikan harta zakat kepada
mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan mereka.
b. Pemberdayaan sebagian kelompok yang berhak atas harta zakat, adalah
para fakir. Dengan memberikan sejumlah harta untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka dan memberdayakn mereka yang memang tidak
memiliki keahlian apapun, baik kerajinan maupun perdagangan.
c. Pemberdayaan sebagian kelompok yang berhak akan harta zakat, yang
memiliki penghasilan baru dengan ketidakmampuan mereka. Mereka
adalah pegawai zakat dan para muallaf. Pemberdayaan sebagian kelompok
yang berhak akan harta zakat untuk mewujudkan arti dan maksud
sebenarnya dari zakat selain mereka yang disebutkan diatas.
Diantaranya adalah hamba sahaya, mereka yang di jalan Allah, ibnussabil,
dan mereka yang mempunyai banyak hutang.8
7
Eri Sudewo, Manajemen Zakat Tinggalkan 15 tradisi 8 Terapkan 4 Prinsip Dasar, ( Jakarta : Institut Manajemen Zakat, 2004 ), cet, ke-1, h 222
8
Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’iy, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter Dan Keuangan
16
2. Pola-pola Pemberdayaan
Pola-pola pemberdayaan ekonomi masyarakat mempunyai ciri-ciri atau
unsur pokok sebagai berikut :
1. Mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
2. Mempunyai wadah kegiatan yang terorganisir
3. Aktivitas yang dilakukan terencana, berlanjut, serta harus sesuai dengan
kebutuhan dan sumber daya setempat.
4. Ada tindakan bersama dan keterpaduan dari berbagai aspek yang terkait.
5. Ada perubahan sikap pada masyarakat sasaran selama tahap-tahap
pemberdayaan.
6. Menekankan pada peningkatan partisipasi masyarakat dalam ekonomi
terutama dalam wirausaha.9
Dengan demikian pola-pola pemberdayaan ekonomi masyarakat bukan
sekedar di artikan sebagai keharusan masyarakat untuk mengikuti suatu kegiatan,
melainkan dipahami sebagai kontribusi mereka dalam setiap tahapan yang mesti
di lalui oleh suatu program kerja pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, kita saksikan bahwasannya
Indonesia sudah tertinggal jauh dalam kemajuan dan penguasaan teknologi, untuk
itu diperlukan berbagai upaya pemberdayaan ekonomi dan intelektual.
9
Pemberdayaan ekonomi telah kita ketahui permasalahan kemiskinan
menjadi demikian identik dengan masyarakat Islam, dan ini bukanlah untuk
diratapi, melainkan berupaya mencari jalan keluarnya.
Dengan demikian diperlukan Pemberdayaan Dana Zakat yang dapat
mencapai berbagi aspek dengan memparhatikan hak, nilai dan keyakinan yang
harus dihormati dan harus disertai kesadaran bahwa tujuan akhir dan perubahan
yang dilakukan adalah untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan seluruh
masyarakat.
B. Dana Zakat
1. Pengertian Dana Zakat
Pengertian Dana Zakat merupakan sumber zakat yang salah satu potensi
umat Islam dalam upaya pemberdayaan ekonomi umat. Dana zakat mempunyai
peranan yang besar bagi zakat dan usaha kecil menengah, karena peranannya
yang besar ini menempatkan posisi begitu pentingnya dan di butuhkan usahawan
untuk membuka usaha. Jenis-jenis harta yang menjadi sumber zakat yang
dikemukakan secara terperinci dalam Al-qur’an dan hadis, pada dasarnya ada
empat jenis yaitu : tanaman, buahan, hewan, ternak, emas dan perak, serta harta
perdagangan. Adapun Syarat harta menjadi objek zakat. Ajaran Islam selalu
menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada
18
terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang muslim
tidak memenuhi salah satu ketentuan, misalnya belum mencapai nishab, maka
harta tersebut belum menjadi sumber atau objek yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau objek zakat adalah sebagai berikut
: Pertama, harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal.
Kedua, harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan, seperti
melalui kegiatan usaha, perdagangan melalui pembelian saham, atau ditabungkan,
baik dilakukan sendiri maupun bersama orang atau pihak lain. Ketiga, milik
penuh, yaitu harta tersebut berada dibawah control dan di dalam kekuasaan
pemiliknya, atau seperti menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada ditangan
pemiliknya, didalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain, dan ia dapat
menikmatinya. Keempat, harta tersebut, menurut pendapat jumhur ulama, harus
mencapai nishab, yaitu junlah minimal yang menyebabkan harta terkena
kewajiban zakat. Contohnya nishab zakat emas adalah 85 gram, nishab zakat
hewan ternak kambing adalah 40 ekor, dan sebagainya. Kelima, sumber-sumber
zakat tertentu, seperti perdagangan, peternakan, harus sudah berada atau dimiliki
ataupun diusahakan oleh muzakki dalam tenggang waktu 1 tahun.10
Perkembangan zakat kontemporer dapat dicermati melalui :
a. Sektor-sektor perekonomian modern yang sangat potensial
1)Sektor pertanian ( 5 arti penting dari pertanian )
a. Sumber pokok mata pencaharian
10
b. Sumber persediaan pangan
c. Pasar pokok industry
d. Sumber daya bagi sector-sektor ekonomi lainnya.
2) Sektor industri
3) Sektor jasa
b. Sektor-sektor ekonomi modern
1) Zakat profesi
2) Zakat perusahaan
3) Zakat surat-surat berharga dan obligasi
4) Zakat perdagangan mata uang
5) Zakat hawan ternak yang diperdagangkan
6) Zakat madu dan produk hewani
7) Zakat investasi
8) Zakat asuransi
9) Zakat usaha modern seperti tanaman anggrek, ikan hias dan
sebagainya.
2. Zakat sektor rumah tangga modern.11
Menurut Yusuf Qardhawi secara sistematis mengelompokkan dan
menguraikan sembilan zakat diluar zakat fitrah, yaitu :
a. Binatang ternak
b. Emas dan perak kekayaan dagang
11
20
c. Pertanian
d. Madu dan produksi hewani
e. Barang tambang dan hasil laut
f. Investasi pabrik
g. Pencarian dan profesi
h. Saham dan obligasi
Begitu pula Didin Hafiduddin menguraikan sumber-sumber zakat :
i. Profesi
j. Perusahaan
k. Surat- surat berharga seperti saham dan obligasi
l. Perdagangan mata uang
m.Hewan ternak yang diperdagangkan
n. Madu dan produk hewani
o. Investasi property
p. Asuransi takaful
Objek zakat menurut Yususf Qardhawi dan Didin Hafidhuddin ini
menampakkan ditentang keras oleh Abdul Rahman Al-Jazair, bahwa
objek zakat yang boleh hanyalah ternak, emas dan perak, perdagangan,
barang tambang dan rikaz dan pertanian.12
12
2. Mustahik Zakat (Re-Interpretasi 8 asnaf )
Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan
zakat, Islam mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat.
Manajemen zakat yang ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian
keberhasilan dana zakat sebagai dana abadi umat Islam. Hal itu dapat terkihat
dalam surat Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk
memungut zakat ( Qs. At-Taubah : 103 ). Di samping itu, QS. At-Taubah ayat 60
dengan tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dan
hasil zakat yang dikenal dengan kelompok delapan asnaf.
Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari
memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zaakt berada dibawah
wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah.
Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan
menunjuk amil zakat.
Dalam Al-Qur’an, ada delapan asnaf penerima zakat yang menggunakan
istilah dapat dipahami secara kontekstual dan umum sesuai dengan tujuan zakat
itu sendiri. Oleh sebaba itu, ketentuan Islam tentang penerima zakat tersebut perlu
dipahami sesuai dengan konteks dan tujuan kewajiban zakat itu sendiri.13
13Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju
22
Berdasarkan uraian sebelumnya, agar harta zakat dapat berdaya guna secar
maksimal maka pemaknaan kontekstual terhadap delapan asnaf yang dapat
didanai dengan zakat adalah sebagai berikut :
a. Hak Allah, Hak manusia dan Hak fakir Miskin
1. Hak Allah
Di dalam Islam, pada harta yang dimiliki seseorang terdapat hak Allah
di sana. Hak ini dikenal dengan istilah zakat yang diperuntukkan bagi delapan
golongan sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat
60. Zakat sejatinya bukan merupakan hak mustahik tetapi merupakan hak
Allah sehingga menjadi kewajiban mutlak bagi manusia yang telah
melampaui batas minimal kekayaan wajib zakat (nisab) untuk
menunaikannya. Seseorang yang tidak menunaikan kewajiban zakat berarti
tidak menunaikan hak Allah sehingga Allah SWT berhak memberi mereka
balasan. Tidak pernah ada dalam sejarah Islam fakir miskin menyerang orang
kaya demi memperoleh bagian dana zakat.
2. Hak Masyarakat
Dengan berzakat, berarti hal-hak fakir miskin, hak-hak masyarakat
yang belum sejahtera bisa terpenuhi. "Jadi kalau zakat dikelola secara efektif
akan bisa mengentaskan kemiskinan
Sasaran zakat tidak sekadar mewujudkan keadilan sosial dalam bentuk
mengangkat umat dhuafa (lemah) dari lembah kemiskinan ke taraf kehidupan
yang layak, makmur dan berkeadilan.
3. Hak Fakir Miskin
Kesadaran yang lebih tinggi harus ditumbuhkan dalam jiwa kita,
bahwa dalam harta benda yang kini berada dalam kekuasaan kita
sesungguhnya terdapat hak bagi fakir miskin.
Artinya, jika tidak disisihkan dan dikeluarkan sebagai zakat dan infak,
maka para fakir miskin berhak untuk menuntutnya. Jika di dunia tidak
dipenuhi, mereka akan menuntutnya di hari kemudian. Bagi pelanggarnya,
mereka bisa dikenai sanksi dunia, dan lebih berat lagi sanksi si akhirat. Orang
miskin di samping tidak mampu dibidang financial, mereka juga tidak
memiliki pengetahuan dan akses. Untuk mencapai tujuan tujuan zakat sebagai
upaya membantu masyarakat miskin keluar dari krisis yang menghimpit
mereka, maka disamping dana zakat yang diberikan bersifat konsumtif, dan
produktif, juga dapat dipergunakan untuk program yang mengarah pada upaya
mendapatkan hak kaum miskin, seperti pendampingan kaum miskin (
advokasi ), HAM, dan sejenisnya. Bantuan financial saja mungkin tidak akan
meningkatkan taraf hidup mereka, apabila penyebab dari ketidakmampuan
dan ketidakberdayaan mereka tidak diatasi. Oleh sebab itu, semua upaya atau
kegiatan untuk membantu orang miskin dapat masuk dalam jatah fuqara’, dan
24
dinikmati secara langsung oleh mereka.14 Jadi golongan mustahik zakat dalam
arti fakir atau miskin menurut mereka ialah :
a. yang tidak punya apa-apa
b. yang mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebihan
c. yang memiliki mata uang kurang dari nishab
d. yang memiliki kurang dari nishab selain mata uang15
b. Amil (Para Pengurus) Zakat
Muhammad Rasid Rida mengungkapkan maksud dari amil adalah mereka
yang ditugaskan oleh imam/ pemerintah atau yang mewakilinya untuk
melaksanakan pengumpulan zakat, menyimpan atau memeliharanya, termasuk
para pengelola, dan petugas andministrasi. Dari kedua pengertian amil tersebut
dapt diketahui bahwa amil tersebut dapat diketahui bahwa amil bertugas mulai
dari penentuan wajib zakat, penghitungan, dan pemungutan zakat. Mereka juga
bertugas mendistribusikan dana zakat tersebut kepada orang yang berhak
menerimanya. Namun, Ibn Rasyd memahami bahwa amil bukan hanya terbatas
pada amil zakat, tetapi termasuk juga para hakim dan orang yang termasuk dalam
pengertian mereka yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan umum umat
Islam. Lebih jauh dunyatakan bahwa amil meliputi amil zakat dan yang semakna
14Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas
Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 20
15
seperti hakim, wali, mufti, dan lain-lain yang mengadikan dirinya untuk
kepentingan umat.16 Adapun syarat-syarat seorang amil zakat sebagai berikut :
a) Muslim
Zakat merupakan urusan kaum muslimin. Jadi, Islam syarat utama bagi
segala urusan mereka. Meskipun demikian, Imam Ahmad dalam salah satu
pendapatnya membolehkan seorang amil bukan muslim.
b) Mukallaf
Pengurus zakat harus orang dewasa yang sehat, akal pikirannya, dan
lain-lain.
c) Orang yang jujur
Pengurus zakat seharusnya bukan orang yang fasik dan tidak dapat
dipercaya. Misalnya, ia akan berbuat zalim kepada para pemilik harta atau berbuat
sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin karena mengikuti keinginan hawa
nafsunya atau untuk mencari keuntungan.
d) Orang yang memahami hukum-hukum zakat
Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu harus paham terhadap hukum
zakat, jika orang yang diserahi zakat tidak mengetahui hukum, ia tidak mungkin
mampu melaksanakan pekerjaannya dan akan lebih banyak berbuat kesalahan.
Masalah zakat memberikan pengetahuan tentang harta yang wajib dizakati dan
yang tidak wajib dizakati.
16Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju
26
e) Memiliki kemapuan untuk melaksanakan tugas.
Pengurus zakat hendaklah mampu melaksanakan tugasnya dan sanggup
memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi jika tidak disertai kekuatan
dan kemampuan untuk bekerja17
Tugas-tugas amil sebagai berikut :
1. Melakukan pendataan muzaki dan mustahik, melakukan pembinaan,
menagih, mengumpulkan, dan menerima zakat.
2. Memanfaatkan data terkumpul mengenai peta mustahik dan muzaki
zakat, menentukan kiat distribusinya.18
c. Muallaf
Muallaf pada umumnya dipahami dengan orang kaya yang baru masuk
Islam. Namun, dilihat dari sejarahnya, pada masa awal Islam, muallaf yang
diberikan dana zakat dibagai kepada dua kelompok. 1. orang kafir, yang
diharapkan dapat masuk Islam seperti Safwan bin Umayyah dan yang
dikhawatirkan menjahati orang Islam seperti Ibn Sufyan bin Harb. ( 2 ) orang
Islam, terdiri dari pemuka Muslim yang disegani oleh orang kafir, muslim yang
masih lemah imannya agar dapat konsisten pada keimanannya, Muslim yang
berada di daerah musuh.
Menurut Syafi’iyyah, muallaf adalah : ( 1 ) Muslim yang lemah imannya,
agar imannya menjadi kuat, ( 2 ) Pemuka masyarakat yang masuk Islam,
17
Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, hal 163 s/d 167
18
diharapkan dapat mengajak kelompoknya masuk Islam, ( 3 ) Muslim yang kuat
imannya, yang dapat mengamankan dari kejahatan orang kafir serta, ( 4 ) Orang
yang dapat menghambat tindakan jahat orang yang tidak mau berzakat.
Pemberian zakat kepada muallaf kelihatannya dengan tujuan agar umat
Islam merasa nyaman dan terjauh dari tindakan anarkis kelompok agama lain.
Meskipun ada perbedaan muallaf yang diberi tetapi tujuannya sama yaitu untuk
menjaga umat Islam tetap dalam keyakinannya dan menjauhkannya dari tindakan
kelompok lain yang dapat mengganggu dan merusak. At-Thabari menyatakan
bahwa hakikat pemberian zakat kepada muallaf adalah untuk mengantisipaasi
hancurnya umat Islam dan mengokohkan serta menguatkan Islam. Karena itu
Rasul masih memberikan zakat pada muallaf pada saat fath Mekkah dan umat
Islam sudah banyak. Dengan demikian, untuk saat sekarang dapat dipahami
bahwa semua kegiatan yang dilakukan untuk membuat umat Islam yang lemah
imannya tetap dalam keyakinannya dan tidak tergoda untuk berpindah ke agama
selain Islam, dapat didanai dengan dana zakat. Karena esensi dari kegiatan
tersebut dapat dikategorikan pada pemberian dana untuk kelompok muallaf ini.19
Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah mereka yang
diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap
Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan
19Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju
28
akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum Muslimin
dari musuh.
Alasan golongan sebagai sasaran zakat dengan menempatkan golongan ini
sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi kita, sebagaimana telah di kemukakan
diatas, bahwa zakat dalam pandangan Islam bukan sekedar ibadah yang dilakukan
secara pribadi, tetapi juga merupakan tugas penguasa atau mereka yang
berwewenang untuk mengurus zakat, terutama permasalahan sasaran zakat untuk
golongan muallaf ini, yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan
secara seseorang.20
Dalam tafsir al-Maraghi di sebutkan, bahwa yang termasuk muallaf
adalah:
a) Orang kafir yang diperkirakan atau diharapkan mau beriman dan memeluk
agam Islam.
b) Orang yang baru masuk Islam yang dengan harapan imannya kuat tidak
goyah lagi sesuadah memeluk Islam.
Pembagian muallaf seperti di kemukakan di atas, dapat dipahami dalam
kondisi dan dengan situasi tertentu. Sebab, disinyalir dalam masyarakat ada orang
yang ingin memeluk Islam karena alasan ekonomi ( mendapat bagian dari zakat )
dan tentu saja secara lahiriah dapat diterima, asal jangan sampai seumur hidup
20
menjadi muallaf. Sekiranya para muallaf memang ditakdirkan fakir dan miskin.
Maka dia berhak menerima zakat atas nama fakir dan miskin.21
d. Budak Belian (Riqab)
Dalam sejarahnya, jauh sebelum Islam datang, Riqab terjadi karena sebab
tawanan perang. Oleh sebab itu, ada beberapa cara yang digunakan untuk
membantu memerdekakan budak, seperti sebagai sanksi dari beberapa
pelanggaran terhadap aturan Islam.
Dana zakat pun diperuntukkan bagi budak yang masuk Islam untuk
mendapatkan hak kemerdekaannya sebagai manusia.22 Para budak yang
dimaksudkan disini, menurut jumhur ulama, ialah para budak Muslim yang telah
membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memiliki uang
untuk membayar tebusan atas diri mereka, meskipun mereka telah bekerja keras
membanting tulang mati-matian. Mereka tidak mungkin melepaskan diri dari
orang yang tidak menginginkan kemerdekaannya kecuali telah membuat
perjanjian. Jika ada seorang hamba yang dibeli, uangnya tidak akan diberikan
kepadanya melainkan kepada tuannya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk
memberikan zakat kepada para budak itu agar dapat memerdekakan diri mereka.
e. Orang Yang Berhutang
21
M. Ali Hasan, Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mnegatasi Problema Sosial di Indonesia, hal 97-98
22Masdar F. Mas’
30
Pemahaman terhadap gharimin dalam sebagian besar literatur tafsir atau
fikih dibatasi pada orang yang punya hutang untuk keperluannya sendiri dan dana
dari zakat diberikan untuk membebaskannya dari hutang23. Menurut Mazhab Abu
Hanifah, gharim adalah orang yang mempunyai utang, dan dia tidak memiliki
bagian lebih dari utangnya. Menurut Imam Malik, Syafi’I dan Ahmad, bahwa
orang yang mempunyai utang terbagi kepada 2 golongan, masing-masing
mempunyai hukumnya tersendiri. Pertama, orang yang mempunyai utang untuk
kemaslahatan dirinya sendiri dan tidak punya aset dan pendapatan yang cukup
untuk terlepas dari hutang, sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar
mereka. Syafi’iyyah menyatakan bahwa gharim meliputi : 1) hutang karena
mendamaikan dua orang yang bersengketa.
Dana zakat dapat diberikan untuk pengganti pengeluaran tersebut,
meskipun orangnya secara pribadi mampu, 2). Hutang untuk kepentingan pribadi,
dan 3) Hutang karena menjamin orang lain. Untuk dua yang terakhir, dana zakat
diberikan kepada yang berhutang kalau dia tidak mampu membayarnya24. Dan
kedua, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat atau yang
memiliki aktivitas dan tanggung jawab yang besar dalam urusan public.25 Seperti
upaya mendamaikan dua orang yang bersengketa, ia berhak mendapatkan
23Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pend
ayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21
24Masdar F. Mas’
udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21
25
distribusi dana zakat untuk mengganti dana yang dikeluarkannya meskipun yang
berhutang secara pribadi kaya.
Begitu juga hutang yang diakibatkan karena program atau kegiatan untuk
kepentingan social, seperti dana yayasan anak yatim, atau rumah sakit untuk
pengobatan masyarakat miskin atau sekolah untuk kaum Muslimin. Dalam
konteks ini dapat dipahami bahwa hutang yang timbul akibat dari operasional
mengurusi masalah umat Islam, atau upaya penyelesaian sengketa dalam bentuk
apa pun dapat didanai oleh dana zakat. Seperti Advokasi, penegak HAM,
perlindungan anak dan bantuan hukum, terutama bagi umat Islam yang tidak
mampu untuk mendapatkan haknya. Biaya operasional program dimaksud tentu
saja dapat didanai dengan dana zakat. Hal itu disebabkan kegiatan tersebut
termasuk pada upaya untuk menyelesaikan sengketa dan biasanya dialami oleh
masyarakat tidak mampu baik akses atau pun ekonomi.26
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam mendistribusikan dana
zakat untuk pengertian dari gharimin : Pertama, adanya kebutuhan kepada materi
yang mendesak untuk membayar hutang, kedua, motivasi berhutang adalah untuk
kebaikan dan kemaslahatan.27
f. Orang yang berjalan di jalan Allah ( Sabilillah )
26Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju
Efektivitas Pemanfaatan zakat, Infak dan sedekah, hal 21 s/d 22
27
32
Sasaran dana zakat yang ketujuh adalah sabilillah. Pada masa awal
dipahami dengan jihad fi sabilillah, namun dalam perkembangannya sabilillah
tidak hanya sebatas pada jihad, akan tetapi mencakup semua program dan
kegiatan yang memberikan kemaslahatan pada umat Islam. Namun dalam
perkembangannya sabilillah tidak hanya terbatas pada jihad, akan tetapi
mencakup semua program dan kegiatan yang memberikan kemaslahatan pada
umat Islam. Dalam beberapa literature secara eksplisit ditegaskan bahwa
sabilillah tidak tepat hanya dipahami jihad, karena katanya umum, jadi termasuk
semua kegiatan yang bermuara pada kebaikan seperti mendirikan benteng,
memakmurkan masjid, termasuk mengurus mayat. Bahkan termasuk di dalamnya
para ilmuwan yang melakukan tugas untuk kepentingan umat Islam, meskipun
secara pribadi ia kaya.
Dapat dipahami bahwa dana zakat untuk sabilillah, dapat diberikan kepada
pribadi yang mencurahkan perhatiannya untuk kepentingan umum umat Islam,
sebagai kompensasi dari tugas yang mereka lakukan. Di samping itu juga
diberikan untuk pelaksanaan program atau kegiatan untuk mewujudkan
kemaslahatan umum umat Islam, seperti benteng, mendirikan rumah sakit, dan
pemberian layanan kesehatan. Bahkan termasuk dalam kategori ini semua upaya
pemberantasan kejahatan.28
28Masdar F. Mas’udi, Didin Hafiuddin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju
Sesungguhnya arti kalimat ini menurut bahasa aslinya sudah jelas. Sabil
adalah thariq/jalan. Jadi sabilillah artinya jalan yang menyampaikan pada ridha
Allah. Al-Allamah Ibnu Atsir menyatakan, bahwa sabil makna aslinya adalah
at-thariq/jalan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal
perbuatan ikhlas, yang dipergunakan untuk bertakarrub kepada Allah azza wa
jalla, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunnah. Apabila kalimat ini
bersifat mutlak, maka biasanya dipergunakan untuk pengertian jihad ( berperang
), sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu, seolah-olah sabilillah itu
artinya hanya khusus untuk jihad.29
Diantara ahli ilmu ada yang menetukan fisabilillah di sini dengan ghazwah
(perang). Yakni mereka menentukan hak ini untuk orang yang berperang saja,
baik mereka itu bala tentara penyerang ataupun bala tentara yang
mempertahankan negeri. Oleh karena itu, terhapuslah bagian sabilillah ini dari
daftar pembagian zakat. Telah lama sekali bagian ini dilupakan orang, tidak
diadakan lagi, dari daftar pembagian, lantaran mereka menanamkan atau
memaksudkan dengan sabilillah, ghazwa. Satu bagian yang amat penting telah
dilupakan lantaran kefanatikan belaka.30
Zakat dan infak, dapat dimanfaatkan untuk mengatasi sebagian dana yang
diperlukan untuk kepentingan pendidikan yang disebutkan di atas yang diambil
dari “fisabilillah”.
29
DR. Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Hal 610-611
30
34
a. Ibn Sabil
Ibn Sabil sebagai penerima zakat dipahami dengan orang yang kehabisan
biaya di perjalanan ke suatu tempat bukan untuk makssiat. Tujuan pemberian
zakat untuk mengatasi keterlantaran, meskipun di kampong halamannya ia
termasuk mampu.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa dana zakat dapat diberdayakan
kepada orang yang tidak mampu untuk meringankan himpitan ekonomi,
membantu mereka untuk mendapatkan haknya, dan untuk kegiatan yang
bertujuan untuk kemaslahatan umum umat Islam.
Penerima zakat dilihat dari dari penyebabnya dapat dikelompokkan dalam
dua kelompok besar, yaitu :
b. Ketidakmampuan
Kelompok atau orang yang masuk dalam kategori ini dapat dibedakan
pada hal, yaitu: ketidakmampuan dibidang ekonomi. Ke dalam kelompok ini
termasuk fakir, miskin, gharim, dan ibn sabil. Harta zakat diberikana kepada
mereka selain riqab untuk mengatasi kesulitan ekonomi.
c. Kemaslahatan umum umat Islam
Mustahik bagian kedua ini mendapatkan dana zakat bukan karena
ketidakmampuan finansial, tapi karena jasa dan tujuannya untuk kepentingan
umum umat Islam. Yang masuk dalam kelompok ini adalahamil, muallaf, dan fi
Dari kedua uraian tersebut, dana zakat dapat di berdayakan bagi fakir dan
miskin untuk mencapai tujuan zakat sebagai upaya membantu masyarakat fakir
dan miskin dari keterpurukan krisis yang menghimpit mereka, maka dari itu dana
zakat dapat dipergunakan untuk bantuan finansial untuk meningkatkan taraf hidup
mereka.
3. Subjek Zakat
subjek zakat disebut muzakki, yaitu orang yang berdasrkan ketentuan
hukum Islam diwajibkan mengeluarkan zakat atas harta yang dimilikinya. Para
ulama sepakat bahwa zakat yang diwajibakn kepada orang muslim dewasa yang
sehat akal, merdeka dan memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dengan
syarat-syarat tertentu pula. Maka zakat tidak diwajibkan kepada orang kafir.31
a. Syarat-syarat wajib zakat
Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan para harta yang dipunyai
seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah :
1. Pemilik yang pasti
2. Berkembang
3. Melebihi kebutuhan pokok
4. Bersih dari hutang
5. Mencapai nishab
6. Berlalu setahun
31
36
b. Zakat Perusahaan
1. Landasan hukum
Sebagaimana dimaklumi, pada saat ini hamper sebagian besar perusahaan
dkelola tidak secara individual, melainkan secara bersama-sama dalam sebuah
kelembagaan dan organisasi dengan manajemen yang modern. Misalnya dalam
bentuk PT. CV, atau koperasi. Perusahaan tersebut harus mencakup tiga hal yang
besar. Pertama, perusahaan yang menghasilkan produk-produk tertentu. Jika
dikaitkan dengan kewajiban zakat, makaproduk yang dihasilkannya harus halal
dan dimiliki oleh orang-orang yang beragama Islam, atau jika pemiliknya
bermacam-macam agamanya, maka berdasarkan kepemilikan saham dari yang
beragama Islam. Kedua,perusahaan yang bergerak dibidang jasa, seperti
perusahaan akuntansi. Ketiga, perusahaan yang bergerak dibidang keuangan,
seperti lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank.
2. Nishab, Waktu, Kadar, dan Cara Mengeluarkan Zakat Perusahaan.
Para ulama peserta Muktamar Internasional pertama tentang zakat,
mengenalogikan zakat perusahaan ini kepada zakat perdagangan, karena
dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya
terpijak kepda kegiatan perdagangan. Demikian pula nishabnya adalah senilai 85
gram emas, sama dengan nishab zakat perdagangan dan sama dengan nishab
akan terlepas dari tiga bentuk. Pertama,harata adalah bentuk barang. Kedua, harta
dalam bentuk uang tunai. Ketiga, harta dalam bentuk piutang.32
c. Zakat Saham dan Obligasi
Saham adalah surat tanda penyertaan dalam perusahaan baik yang
berbentuk persekutuan maupun perseroan terbatas. Sedangkan obligasi adalah
surat tanda pengakuan utang yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pemerintah,
yang akan dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dan pendapatan bunga
yang biasanya tercantum dalam surat obliasi yang bersangkutan. Nishab zakat
atas saham dan obligasi adalah sebesar 85 gram emas, dan tarifnya boleh sebesar
2,5% dari nilai saham dan obligasi ditambah keuntungannya atau 10% dari
keuntungan bersih investasi dalam saham dan obligasi tersebut.33
d. Pemberdayaan Muzakki
Bentuk dan sifat pendayagunaan, Ada dua bentuk penyaluran dana zakat
antara lain :
1. Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada
seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa
penyaluran kepada mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian
ekonomi dalam diri mustahik. Hal ini dikarenakan mustahik yang
bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua
32
Dr. Kh. Didin Hafiudhuddin, M. Sc, Zakat Dalam Perekonomian Modern, ( Jakarta, Gema Insani,2002) h 99-102
33
38
yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuan sesaat ini idealnya adalah
hibah.
2. Bentuk pemberdayaan, merupakan penyaluran dana zakat yang disertai
target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahik
menjadi kategori muzakki. Target besar yang tidak dapat dengan mudah
dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran dana zakat harus
disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahn yang ada
pada penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan
kemiskinan, harus diketahui kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat
mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah
direncanakan.
Menurut Widodo yang dikutip dari buku Lili Bariadi dkk,, bahwa sifat dan
bantuan pemberdayaan terdiri dari riga yaitu :
a. Hibah, zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada
ikatan antara pengelola dengan mustahik setelah penyerahan dana zakat.
b. Dana bergulir, dana zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh
pengelola kepada mustahik dengan catatan harus qardul hasan, artinya
tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahik kepada
pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut, jumlah pengembalian
Pembiayaan, penyaluran dana zakat oleh pengelola kepada mustahik tidak
boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti
shahibul ma’al dengan mudharib dalam penyaluran zakat. Objek zakat berbeda
dengan objek pajak dalam satuan hukumnya. Objek atau mal zakat yang selalu
dinishabkan berdasarkan Al-qur’an dan hadis baru sebatas hukum Islam dan Fiqh
yang ada dalam pikiran utama, belum dituangkan dalam undan-undang seperti
objek pajak.34
C. Usaha Kecil Menengah
1. Pengertian Usaha Kecil Menengah
Pengertian Usaha Kecil Menengah sangatlah beragam, tergantung konsep
yang digunakan oleh tiap-tiap Negara. Beragamnya pemahaman mengenai usaha
kecil menjadi salah satu faktor yang membuat sector ini termarginalkan. Padahal
hal tersebut menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat, terutama
di Negara berkembang.35
Tujuan pengelompokkan usaha/bisnis dapat disebutkan beragam dan pada
intinya mencakup empat macam tujuan, antara lain :
1. Untuk keperluan analisis yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan.
2. Untuk keperluan penentuan kebijakan-kebijakan pemerintah.
3. Untuk meyakinkan pemilik modal/pengusaha tentang posisi
perusahaannya.
34
Rusli. Achyar, Zakat = Pajak, Renada, cet.1 : 2005,h.132
35
40
4. Untuk pertimbangan badan tertentu berkaitan dengan antisipasi kinerja
perusahaan.36
Kriteri umum UKM dilihat dari cirri-cirinya pada dasarnya dianggap
sama, yaitu sebagai berikut :
a. Struktur organisasi yang sangat sederhana.
b. Tanpa staf yang berlebihan.
c. Pembagian kerja yang kendur.
d. Memiliki hirarki manajerial yang kendur.
e. Aktivitas sedikit yang formal dan sedikit menggunakan proses
perencanaan.
f. Kurang membedakan asset pribadi dari asset perusahaan.
UKM menghadapi kendala-kendala dalam mempertahankan atau
mengembangkan usahanya antara lain dalam hal modal, kurang dalam
pengetahuan pengelolaan usaha dan lemah di bidang pemasaran.
36Ibid
41
[image:51.595.120.524.75.445.2]BAB III
GAMBARAN UMUM BAITUL QIRADH BAZNAS
A. Sejarah Berdirinya Baitul Qiradh Baznas
Badan Amil Zakat Nasional sebagai badan pengelola ZIS nasional
dituntut untuk selalu memberikan pelayanan prima kepada muzakki dan
mustahiq. Dalam rangka memberdayakan mustahik, BAZNAS meluncurkan
lembaga keuangan mikro syariah dengan nama Baitul Qiradh BAZNAS
(BQB). Acara peresmian dilaksanakan Jumat 26 Februari 2010 di halaman
kantor BAZNAS, bertepatan dengan hari libur nasional Maulid Nabi
Muhammad SAW 12 Rabiul Awal.
Baitul Qiradh BAZNAS didirikan dengan tujuan untuk membantu
meningkatkan taraf hidup masyarakat lapisan bawah dalam bidang ekonomi.
Program layanan lembaga diberikan dalam bentuk pinjaman qardhul hasan
(pinjaman tanpa bunga ataupun bagi hasil) kepada masyarakat agar terlepas
dari jeratan rentenir. Sumber dana untuk qardhul hasan bersumber dari dana
zakat yang dikelola BAZNAS. Di samping itu, BQB juga mengeluarkan
produk komersial syariah berupa simpanan dan pembiayaan.
Peresmian dilakukan oleh Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian
Koperasi dan UKM Ir. Agus Muharram MSp. Dihadiri pula oleh Dirjen Bimas
Islam Kementerian Agama RI Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar MA, beberapa
anggota Komisi VIII DPR-RI, para penmgurus BAZNAS, Asosiasi Pedagang
42
Dalam acara tersebut juga dilakukan penyerahan BAZ Card dan
penyaluran pembiayaan kepada pedagang pasar.Baitul Qiradh adalah lembaga
keuangan mikro syari’ah yang berperan untuk menumbuhkan,
mengembangkan dan mendekatkan layanan BAZNAS khususnya kepada
kalangan usaha mikro dan kecil yang belum mendapatkan akses perbankan.
Pengoperasian lembaga ini bekerjasama dengan BMT One Baitul Qiradh
BAZNAS merupakan salah satu program dari Indonesia Makmur dan bagian
dari program pendayagunaan ZIS untuk meningkatkan kesejahteraan kaum
fakir-miskin.
Sampai saat ini BAZNAS telah membentuk Baitul Qiradh (BQ)
Baiturrahman BAZNAS Madani, BQ Al-Fatah BAZNAS Madani dan BQ
Nanggroe BM di Provinsi Aceh yang kini memiliki asset 2,5 - 8,6 M, Selain
itu BAZNAS telah mengembangkan 20 Baitul Maal Desa di DIY dan Jawa
Timur.Baitul Qiradh BAZNAS (BQB) dikelola secara modern dengan
memanfaatkan sistem ICT dimana salah satu produk tabungannya adalah
BAZNAS card yang nantinya akan bisa digunakan diseluruh EDC dan BMT
ONE diseluruh Indonesia. Keberadaan Baitul Qiradh sebagai salah satu
lembaga penyedia layanan keuangan mikro terhadap masyarakat kelas bawah
dan seiring perkembangan zaman,
Baitul Qiradh Baznas telah mampu memainkan peranan penting dalam
upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan dan juga
Baitul Qiradh juga melakukan berbagai aktivitas keuangan dalam
upaya memberikan pelayanan finansial terhadap masyarakat yang memiliki
penghasilan yang kecil.
Baitul Qiradh dalam arti bahasa adalah “Rumah Pinjaman” yang usaha
pokoknya menghimpun dana dari pihak ketiga (anggota penyimpan) dan
menyalurkan pembiayaan kepada usaha-usaha yang produktif dan
menguntungkan.
Dewasa ini perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia,
sebagai gerakan kemasyarakatan menunjukkan keberhasilan yang nyata.
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah sangat cepat seiring dengan
masyarakat muslim yang menginginkan Lembaga Keuangan yang bebas dari
Riba dan sesuai dengan prinsip Syariah atau Hukum Islam.
Baitul Qiradh belum dapat dipayungi oleh ketentuan hukum yang jelas
karena dalam peraturan hukum Indonesia yang dapat melakukan simpan
pinjam adalah koperasi dan perbankan. Sehingga untuk saat ini Baitul Qiradh
diarahkan dalam payung hukum koperasi. Selain untuk mensejahterakan
anggotanya, Baitul Qiradh juga berupaya untuk memajukan kehidupan
masyarakat kelas bawah untuk mencapai taraf hidup yang layak.
B. Visi, Misi, dan Tujuan
1) Visi
Terdepan Melayani Usaha Mikro Kecil Menengah
2) Misi
44
b. Lembaga yang memfasilitasi kebutuhan permodalan bagi Usaha Mikro
Kecil Menengah dan anggotanya.
3) Tujuan
Untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat lapisan bawah
dalam bidang ekonomi.1
C. Struktur Organisasi Baitul Qiradh Baznas
Bai