• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tawadu’, Taat, Qana’ah, dan Sabar

A. Najis dan Hadas

Najis dan hadas merupakan dua unsur pokok dalam persoalan taharah. Ketika kita terkena najis atau dalam keadaan berhadas, maka pada saat itulah kita wajib bertaharah. Mengapa demikian? Kamu tentu tahu, salat kita takkan sah jika pakaian yang dikenakan terkena najis, atau kita sedang berhadas. Lantas, apa yang dimaksud najis dan hadas? Untuk mengetahuinya, pelajari baik-baik uraian berikut.

1. Najis

Secara kebahasaan, najis atau najāsah berarti ‘kotoran’. Adapun secara

istilah, najis adalah segala bentuk kotoran yang dapat membatalkan sahnya salat dan ibadah khusus lainnya (Al-Jaza’iri, 2009: 325-326). Di antara sekian banyak kotoran yang termasuk najis antara lain:

a. bangkai binatang yang mati tanpa disembelih, atau disembelih tapi tidak sesuai syariat Islam selain bangkai yang tidak termasuk najis, yaitu bangkai ikan, belalang, binatang kecil yang tidak berdarah seperti semut, dan mayat manusia;

b. bagian badan hewan yang diambil dari tubuhnya saat masih hidup; c. darah, baik darah manusia ataupun hewan;

d. nanah;

e. air kencing;

f. kotoran, baik kotoran manusia maupun hewan;

g. apapun yang keluar dari dubur dan qubul (kemaluan), kecuali mani (sperma);

h. mazi, yaitu cairan bening yang keluar dari kemaluan tanpa terasa;

i. cairan muntahan;

j. khamr atau semua minuman yang memabukkan;

k. anjing dan babi.

Dari contoh-contoh di atas, najis digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Najis mukhaffafah (najis ringan)

Najis mukhaffafah (najis ringan), misalnya air kencing anak laki-laki yang berumur kurang dari dua tahun, dan belum memakan apa pun kecuali meminum air susu ibunya. Cara membersihkannya cukup dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis. Petunjuk cara menyucikan tersebut ada pada hadis berikut ini.

däç”Y SM=} éçJ

æ ufeã dqA< é ”% ü :dä]

ÖF

y

äQ oQ u”~”æü oQhäFs oQ

ÄkfBi pú <ä6çeã rãp<Å u”~”fQu”çJ Yx äj

æ äQ9Y r =.

1

ò

Artinya: Dari Hisyam, dari ayahnya, dari Aisyah berkata: saat Rasulullah saw. menimang seorang bayi laki-laki yang sedang menyusui, kemudian ia kencing di pangkuan beliau, maka beliau mengambil air dan dipercikkannya pada bagian yang terkena kencing tersebut. (H.R Bukhari dan Muslim)

b. Najis mutawassit ah (najis sedang)

Najis mutawassit ah (najis sedang), misalnya air kencing, tinja, darah, nanah, kotoran hewan, dan bangkai. Najis jenis ini terbagi menjadi dua: najis h ukmiyyah (jelas secara hukum) dan ‘aniyyah (jelas secara inderawi/ mata). Ketika kamu meyakini adanya najis, namun zat, bau, warna, dan rasanya tak tampak nyata, maka itulah yang disebut najis h ukmiyyah. Contohnya air kencing yang mengering. Cara membersihkannya yaitu dengan mengalirkan air di atas benda yang terkena najis sampai bersih. Adapun ketika kamu mendapati suatu najis di mana zat, warna, rasa, atau baunya tampak nyata (bisa dilihat, diraba, dicium, atau dirasakan), maka itu termasuk najis ‘aniyyah.

c. Najis mugallazah (najis berat)

Najis mugallazah (najis berat), misalnya air liur anjing atau babi. Jika

sedikit saja air liur anjing menempel, maka saat itu pulalah kamu terkena

najis mugallazah. Kamu harus membersihkan bagian yang terkena jilatan

dengan air tujuh kali sampai bersih, di mana salah satunya dicampuri tanah yang suci.

:ufeãdqA<dä]ádä] Õ=}=séîæü oQ o}RAoæ9j

I

oQ l

äB1oæ häFs oQ

å

ã=&eäæosv

pü$

ã=i

SçAufBV}l

üè

fbeã u~”YWep ã: ü ka91 ü x ämü <qt Ê

ÄkfBi rãp<Å

Artinya: Dari Hisyam bin Hassan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw. bersabda: cara menyucikan bejana salah seorang di antaramu bila dijilat anjing, yaitu dibasuh (dengan air) sampai tujuh kali, salah satu basuhan itu dicampur dengan tanah.

(H.R. Muslim)

Secara umum, air (yang suci dan menyucikan) merupakan alat utama yang dapat digunakan untuk menyucikan diri dari najis. Namun demikian, jika kita tak bisa mendapatkan air, maka kita diperbolehkan menggunakan media-media penyucian lain seperti debu, batu, atau kertas. Tentu saja, media-media tersebut juga harus dalam keadaan suci. Misalnya, debu suci

Bab V: Tatacara Bersuci 57

untuk tayamum atau pengganti mandi; batu atau benda keras lain yang suci untuk istinja’ setelah buang air kecil atau besar; serta kertas tisu atau daun yang juga dapat digunakan untuk istinja’.

Aktivitas

Ajaklah teman sebangku untuk mengerjakan tugas ini. Kunjungilah tempat-tempat pusat interaksi publik seperti mall, hotel, pom bensin, dan perkantoran elit. Temukanlah kamar mandi, lalu amati desain klosetnya. Jika ada tempat buang air kecil atau uriner ala barat, pasti itu dirancang agar pengguna melakukan kencing dengan berdiri. Desain itu tidak mempertimbangkan apakah dengan model demikian si pengguna dapat terhindar dari percikan air kencing. Tentu saja hal itu berpotensi membatalkan salat jika si pengguna adalah muslim (padahal mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim). Nah, catatlah hasil pengamatan di selembar kertas, lalu presentasikan di depan kelas untuk mendiskusikan: Bagaimana cara menyikapi bentuk modernisasi yang kurang mendukung tegaknya konsep taharah dalam Islam?

2. Hadas

Kamu telah membaca penjelasan tentang najis. Kini saatnya kamu mempelajari hadas. Jika najis berwujud benda, maka sebaliknya, hadas tak berwujud. Hadas merupakan suatu keadaan di mana seorang muslim dinyatakan sedang tidak suci sehingga ibadah tertentu menjadi tak sah jika dilaksanakan, kecuali setelah bersuci.

Hadas terbagi menjadi dua, yaitu hadas kecil (sugra) dan hadas besar (kubra). Hadas kecil ialah keadaan di mana telah keluar sesuatu dari qubul atau dubur. Misalnya, buang air kecil, buang air besar, buang angin, keluar mazi (cairan bening dari alat kelamin sewaktu nafsu syahwat timbul), atau keluar wadi (cairan putih kental yang mengiringi keluarnya air kencing). Cara menyucikan hadas kecil adalah dengan berwudu atau tayamum.

Adapun hadas besar biasa disebut junub, yakni keadaan di mana seseorang mengeluarkan air mani karena bersenggama, atau mengeluarkan darah karena sedang haid, bernifas (keluar darah setelah melahirkan), atau mati. Cara bersuci dari hadas besar ialah dengan mandi besar atau mandi wajib (Al-Jaza’iri, 2009: 341 - 342).

3. Perbedaan Hadas dan Najis

Hadas dan najis memiliki perbedaan. Keduanya pun harus disucikan dengan cara yang berbeda. Najis merupakan kotoran yang bisa berasal dari mana saja. Sebagai contoh najis ringan berasal dari kotoran hewan. Ketika tempat salat, tubuh, atau pakaianmu terkena najis maka kamu harus menyucikannya dengan cara membersihkan dengan air.

Berbeda dengan najis, hadas merupakan suatu keadaan tubuh yang mewajibkan untuk bersuci. Hadas tidak selalu berbentuk najis. Misalnya ketika kamu buang angin, kamu mengalami hadas kecil. Tetapi kamu tidak perlu membasuh dengan air. Cara menyucikannya cukup dengan berwudu. Hal ini tentu berbeda dengan buang air. Kamu harus membersihkan tubuhmu dengan air, kemudian berwudu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa najis berbeda dengan hadas. Hadas adalah kondisi tubuh yang tidak suci, sedangkan najis adalah ujud segala kotoran, baik yang berasal dari tubuh maupun dari luar tubuh. Najis yang berasal dari tubuh misalnya air kencing, sedangkan yang berasal dari luar tubuh misalnya kotoran hewan, air liur anjing, dan sebagainya. Agar lebih jelas mengenai perbedaan hadas dan najis, perhatikan tabel berikut ini.

Hadas Najis

Berasal dari tubuh Berasal dari tubuh atau dari luar tubuh Cara mensucikan dengan berwudu atau

mandi wajib

Cara membersihkannya dengan air Contohnya buang angin, buang air, haid,

nifas, keluar air mani, bersetubuh

Contohnya air kencing, kotoran hewan maupun manusia, darah, air liur anjing, dan sebagainya.

Soal Latihan

Kamu dapat berlatih untuk memantapkan pengetahuanmu dengan