• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 8. Naskah Cerita

134

Etika Membuang Sampah

Angga dan Anggi adalah kakak beradik yang tinggal di kota. Mereka senang menjaga kebersihan rumah mereka. Angga dan Anggi sering membantu ibu dan ayah untuk membereskan rumah dan membersihkan halaman. Angga membantu membuang sampah di tempat pembuangan sampah agar memudahkan petugas kebersihan mengambil sampah. Anggi ikut membantu kakaknya.

Di hari minggu ibu dan ayah membersihkan rumah. Karena semua libur, maka semua anggota keluarga membantu. "Ayah, Anggi membantu menyapu ya?" seru Anggi. Sementara itu Ayah dan Ibu membersihkan bagian dalam rumah dan mengepel lantai. Ayah dan ibu sangat senang anaknya rajin membantu dan sangat semangat. Angga memungut daun yang sudah dikumpulkan Anggi. Ayah berpesan jika ada daun tanaman milik tetangga yang jatuh ke halaman rumah kita, sebaiknya diambil dan jangan dibuang kembali ke halaman tetangga.

Hal yang harus diingat, "Jangan membuang sampah di sungai ataupun selokan," kata Ibu. Sampah di sungai akan menghambat arus air. Dan saat hujan turun, saluran air tersumbat. Air tidak bisa mengalir membuat sungai meluap sehingga mengakibatkan banjir. "Buanglah sampah di tempat sampah," sambung ibu. Anggi meletakkan tempat sampah di kamarnya. Usahakan kita selalu memiliki tempat sampah.

Selain itu Ayah mengajak anak-anak memilah berbagai jenis sampah agar mudah didaur ulang. "Yah, kenapa sampah harus dipilah?" tanya Anggi. "Sampah dipilah agar bisa didaur ulang dan dimanfaatkan kembali," Ayah menjelaskan. Sampah dipisah menurut jenisnya, ada sampah kering dan basah. Sampah kering terdiri dari plastik, logam, kaca, dan kertas. Sedangkan daun, sisa sayuran yang sudah tak dipakai/busuk, dan makanan basi adalah sampah basah. Ayah menimbun sampah basah ke dalam tanah untuk dijadikan pupuk kompos yang sangat berguna bagi tanaman.

135

Karena Angga dan keluarganya tinggal di perkotaan, Ibu melarang membakar sampah kering di sekitar rumah. "Ibu, kenapa kita tidak membakar saja sampah keringnya?" tanya Angga. "Tidak nak, itu akan berbahaya karena asapnya akan mengganggu kesehatan dan membahayakan pernafasan kita," Ibu menjelaskan. Sampah kering dari kertas, logam, botol kaca, dan plastik dapat diolah atau didaur ulang di pabrik sehingga menjadi barang baru dan berguna bagi kita.

Ayah dan Ibu yang membereskan rumah mengumpulkan beberapa sampah kering. Angga dan Anggi mennyerahkannya ke tukang rongsok keliling. Pesan ayah dan ibu, jika jumlahnya banyak jual saja ke agen pengepul sampah. Jika sedikit berikan pada pemulung sampah. Kita tidak boleh menghina atau meremehkan pemulung sampah. Sementara itu jangan membuang sampah sembarangan saat berkendara karena akan mengganggu pengendara lain. Kita juga harus membantu menjaga lingkungan meskipun ada petugas kebersihan dari kota. Angga memperingatkan temannya agar tidak membuang sampah sembarangan dan memungut sampah di jalan meskipun orang lain yang membuang sampah sembarangan. "Nah, Angga dan Anggi ayo jaga lingkungan kita agar tetap bersih dan sehat!" ajak Ayah.

136

Asyiknya Panen Bersama

Keluarga Rumi memiliki ladang yang luas. Ladang itu ditanami berbagai macam buah dan sayuran. Mereka juga memelihara sapi, ayam dan bebek. Ada pula kolam yang berisi beraneka ragam ikan. Di hari libur, bapak dan ibu Rumi mengajak Rumi dan adiknya untuk pergi ke ladang. "Apa semua sudah siap?" tanya Bapak. "Beres, pak," jawab Rumi dan Nada serentak. Sementara ibu menyiapkan bekal makan siang. Nada juga membantu ibu.

"Pak, bolehkah Rumi mengajak Haikal dan Salwa?", kata Rumi. "Tentu boleh nak, ajaklah," ayah menjawab. Rumi menjemput Haikal dan Salwa di rumahnya. Kemudian mereka bersama pergi ke ladang. Ladang bapak Rumi berada di dekat bukit dan udaranya masih sangat sejuk. "Hmmm, udara di sini bersih dan segar yaa?" ujar Salwa. "Iya. "Itulah asyiknya berada di kebun," kata Nada sambil menuangkan air di cangkir. Bapak, Rumi, dan Haikal sudah bersiap memanen jagung. Sedangkan ibu menata bekal untuk makan siang dibantu Nada dan Salwa.

Waktunya memanen buah-buahan, Nada dan Salwa memanen anggur. Anggur terlihat sangat segar. Rumi dan Haikal tak mau kalah, mereka juga memanen dengan riang. Selain buah-buahan mereka juga memanen sayuran. "Waah, ternyata banyak sekali ya sayuran dan buahnya," seru Rumi gembira. Mereka sumua sangat gembira dan antusias.

Setelah selesai mereka semua istirahat dan memakan bekal makan siang di gubuk. Setelah bersantai sebentar, Bapak mengajak Rumi dan Haikal menangkap ikan di kolam. "Ayo, anak-anak, sekarang waktunya menangkap ikan!" ajak Bapak. Rumi masuk ke dalam kolam dan ternyata kolamnya tidak terlalu dalam. "Ayo, giring ikannya ke tengah!" seru Bapak. Rumi dan Haikal berusaha menggiring ikan dari arah berlawanan. "Hati-hati kak!" seru Nada. Rumi tampak tidak sabar untuk menangkap ikan-ikan besar itu. Lalu, tiba-tiba, "Byuuuur!" Rumi terpeleset dan tercebur. Haikal meluncur dan menolong Rumi. "Kamu

137

baik-baik saja sobat?" tanya Haikal cemas. Ternyata Rumi bisa bangkit sendiri dan tertawa lebar. Bajunya penuh dengan lumpur dan basah kuyup.

Akhirnya mereka selesai memanen beberapa buah dan sayuran. Mereka juga menangkap ikan besar yang akan digoreng di rumah. Bapak, Rumi, dan Haikal membersihkan diri di sungai kecil dekat kebun. Mereka sangat senang dan bahagia.

138

Berlibur Bersama

Zaki, Ahmad, dan Ghania adalah anak-anak yang tinggal di Rumah Yatim bersama anak-anak lainnya. Ayah Opik adalah pengurus Rumah Yatim tersebut dan dibantu Pak Agus. Anak-anak di Rumah Yatim akan berlibur bersama di Cibodas. Mereka semua bersorak gembira ketika mengetahui rencana liburan tersebut. "Asyik, kita berlibur," seru Zaki.

Keesokan harinya anak-anak bersiap dan mengemasi barang bawaan masing-masing. Mereka akan berangkat bersama menggunakan bus. "Anak-anak, kita akan berwisata alam!" kata Ayah Opik. "Ayah, untuk apa kita berwisata alam?" tanya Zaki. Ayah opik menjelaskan bahwa wisata alam nanti anak-anak akan dikenalkan dan melihat keindahan alam ciptaan Tuhan. Sepanjang perjalanan, anak-anak sangat antusias dan menikmati keindahan alam di daerah pegungungan. "Indah sekali pemandangannya," Ghania takjub. Udara di sini sangat sejuk dan segar. Anak-anak mengambil foto di dalam bus.

Akhirnya rombongan anak-anak Rumah Panti sampai di penginapan di daerah Cibodas. "horeeeeee, sudah sampai.." Ahmad terlihat sangat gembira. Setelah meletakkan barang bawaan di penginapan, anak-anak diajak berjalan-jalan oleh Ayah Opik. Anak-anak melihat kebun bunga, beberapa hewan, kebun-kebun penduduk, dan bentangan pegunungan yang indah. Mereka mengabadikan pemandangan yang indah tersebut dan berfoto bersama.

Saat malam, Ayah Opik mengajak anak-anak keluar ke halaman. "Lihatlah anak-anak, apa yang kalian lihat di langit saat malam?" tanya Ayah Opik. "bintang yah," seru anak-anak serempak. Lihatlah bintang adalah benda langit yang berupa gas menyala, seperti matahari. Jumlahnya sangat banyak. Ilmuwan memperkirakan jumlah bintang lebih dari enam milyar. "Wooow, banyak sekali yaaa.." Zaki terkagum-kagum. Bintang dapat menjadi petunjuk arah dan sudah diatur Tuhan agar tidak jatuh menimpa bumi dan tidak bertabrakan dengan benda- benda lain di angkasa.

139

Saat pagi, anak-anak diajak berolahraga menelusuri jalanan yang diapit perkebunan. Anak-anak juga berfoto dan semangat berolahraga. "anak-anak, apa ya yang menjulang tinggi di sebelah sana!" tanya Ayah Opik. "bukankah itu gunung ayah?" jawab Zaki. "Jawaban yang benar, Zaki!" sahut Ayah Opik. Gunung-gunung itu menancap pada lempengan bumi. Sebenarnya bumi bergerak, namun gerakannya diredam oleh gunung sehingga kita tidak merasakan guncangan bumi.

"Anak-anak, siap-siap. Kita akan berenang di sungai!" seru Pak Agus. Pak Agus ikut mendampingi anak-anak berjalan-jalan. "Asyiiik," cetus Ahmad. Perjalanan ke sungai sangat menantang dan mengasyikkan. Anak-anak melewati tangga yang panjang. Setelah sampai di sungai mereka bergegas berenang. "byuuur..." anak-anak berenang di sungai dengan riang. "waah, ada ikannya" seru Zaki. Setelah puas mereka berkumpul di halaman dan Ayah Opik bercerita tentang keindahan alam yang dilihat tadi. Semua keindahan alam yang ada di bumi diciptakan oleh Tuhan. Kita semua wajib menjaga dan melestarikannya.

140

Siti dan Rumah Kardus

Siti adalah anak yang tinggal di daerah aliran sungai yang merupakan kawasan pemulung. Siti tinggal bersama Emaknya, ayahnya sudah meninggal karena sakit beberapa bulan yang lalu. Siti tinggal bersama Emaknya di rumah yang terbuat dari seng dan kardus. Orang-orang menyebutnya rumah kardus.

Emak mencari nafkah sebagai pemulung. Siti sering membantu Emaknya mencari barang rongsokan di sepanjang jalan. Jika Siti kelelahan, Emak mengajak beristirahat sejenak dengan duduk di bawah pohon yang rindang. Emak membukakan bekal, "makanlah nak," kata Emak. Siti memakan bekal dengan lahapnya.

Setiap hari Emak juga menyusuri gang dan rumah penduduk jika ada barang rongsokan yang mau dijual. Terkadang ada orang baik hati yang memberi makanan sekalian menyerahkan barang rongsokan. Namun, tak jarang mereka dicurigai dan dituduh mau mencuri. "Pergi sana, jangan masuk ke perumahan ini!" hadik seorang laki-laki. "Iya, nanti ada yang kemalingan lagi," usir istrinya. Emak dan Siti hanya terdiam dan pergi. Kehidupan mereka penuh perjuangan. Terkadang mereka hanya makan sekali dalam sehari. Meski demikian, Emak mengajarkan Siti untuk semangat dan memiliki cita-cita.

Emak menyetorkan barang rongsokan kepada Bang Izal yang merupakan bandar rongsok. Saat sore tiba, pemulung berkumpul dan menyetorkan hasil temuannya masing- masing. Bang Izal menukarnya dengan uang. "Emak dan Siti lumayan banyak barangnya," puji Bang Izal. "Iya, ada yang memberi sepeda bekas untuk Siti," jelas Emak. Emak memperbolehkan Siti memiliki sepeda tersebut dan tidak jadi dijual. Sepedanya akan diperbaiki untuk Siti.

141

Suatu hari, tiba-tiba... hujan turun sangaat deras sepanjang hari. Air Sungai Ciliwung meluap! "Banjiiiir!!! Banjiiirr!!!" teriak orang-orang. "Cepatlah mengungsi dan selamatkan anak-anak, tinggalkan semuanya dan selamatkan diri kalian!" seru Bang Izal. Bang Izal mengajak orang-orang mengungsi di masjid terdekat. "Emak dan Siti belum kelihatan bang!," lapor Bang Udin. "Ayo kita cari!" ajak Bang Izal. Ternyata Emak dan Siti terjebak arus banjir sehingga tertinggal dengan rombongan. Siti melihat ada kakek yang mau tenggelam. Emak berusaha menolong kakek tersebut. Setelah berjuang keras akhirnya Emak dan Siti berhasil menyelamatkan kakek tersebut. "Terimakasih ya," rintih kakek.

Akhirnya mereka sampai ke tempat pengungsian. Hujan mulai reda dan surut. Pak Haji datang dan meminta orang-orang untuk tidak tinggal di bantaran Kali Ciliwung lagi. Pak Haji akan membuka lahan untuk tempat tinggal para pemulung di pinggir kota. Mereka semua sangat senang dan terharu. Emak dan Siti bersyukur karena akan tinggal di tempat yang baru.

142

Petualangan Niko dan Lala

Niko dan Lala sedang bermain di sawah. Mereka mencari kumbang air. Saat itu Niko melihat Paman Idam. “Apakah itu Paman Idam?” tanya Lala. Niko menjawab, “Iya itu Paman Idam. Dia sedang mencari belut. Niko dan Lala menyusul Paman Idam. “Apa Paman sedang mencari belut?”, tanya Niko. “Bukan mencari belut, tapi Paman mencari kepiting,” jawab Paman Idam. “Untuk apa kepiting itu?” tanya Lala. Paman menjeskan bahwa kepiting itu untuk makanan itik. Jika diberi makan kepiting, itik akan bertelur lebih banyak.

Niko dan Lala ingin membantu. Kepiting sering membuat sarang di pematang sawah yang mengakibatkan pematang bocor dan air sawah jadi mengering. Hal ini mengakibatkan tanaman padi kekurangan air dan hasilnya tidak bagus. “Itu kepitingnya!, seru Lala. Paman Idam dengan cekatan mengambilnya. “Kalian tidak usah ikut mengambilnya, nanti dicapit,” saran Paman. “Tapi aku tidak takut kepiting,” kata Niko. Tiba-tiba Niko mengejar kepiting dan memasukkan tangannya dalam sarang kepiting. “Jangan lakukan itu!” teriak Paman dan Lala hampir berbarengan. “Tolooong!!!” Niko merintih dan menangis kesakitan.

Paman Idam membantu melepaskan kepiting dan melarang Niko dan Lala menangkap kepiting lagi. “Tapi aku ingin menangkap kepiting,” rintih Niko. Lalu Paman Idam membuatkan pancing untuk memancing kepiting di sarangnya. Saat memancing kepiting, Lala melihat burung bangau. Bangau itu sedang berdiri dan diam seperti patung. “Tampaknya dia sedang sakit gigi,” ujar Niko. Niko tidak tahu bahwa bangau tidak punya gigi. Paman Idam mengajak pulang, tapi Niko dan Lala masih ingin berpetualangan di sawah. Paman pulang lebih dulu.

“Lihat, Bapak itu sedang menangkap belut!” seru Lala. Orang itu menangkap belut dengan mudah menggunakan jari-jari tangannya. “Tolong ajari aku menangkap belut, Pak!”

143

Niko memohon. “Jangan, nanti kamu malah menangkap ular,” jawab orang itu. Niko kecewa, akhirnya Niko dan Lala pulang.

Tidak lama kemudian, ada beberapa anak datang ke rumah Lala dan menanyakan keberadaan Niko. “Dia tadi bersamaku tapi sekarang aku tidak tahu,” jawab Lala. “Dia pergi dengan membawa ketapel,” seru Sunu. Lala terkejut, ia teringat burung bangau. Jangan- jangan Niko memburu bangau di sawah. Lala sangat khawatir nasib bangau itu. Lala segera berlari ke sawah mencari Niko.

Ternyata benar, Niko sedang bersama bangau. "Kamu tidak boleh menyakiti bangau itu, Niko!!" seru Lala. "Aku tidak menyakiti, aku menolongnya melepaskan diri dari jeratan tali," bela Niko. Siapa yang menjebak bangau? Tali yang menjeratnya adalah tali layangan. Layang-layang putus biasanya menyisakan tali dan tidak sengaja menyangkut di kaki bangau. "Lalu, Niko untuk apa kamu membawa ketapel?", tanya Lala. Niko mengaku akan memburu bangau itu tapi tanpa bersusah payah ia mendapatkannya. Niko bermaksud membawa pulang bangau itu. Lala melarangnya. "Sebaiknya bangau itu kamu lepaskan saja, aku tahu cara memburunya tanpa menyakiti" kata Lala."Bagaimana caranya?" tanya Niko. "Bukankah kamu punya kamera? Berfoto saja dengan bangau itu, dengan begitu kamu bisa memburu bangau tanpa menyakiti dan tidak mengganggu populasi bangau", jelas Lala. Akhirnya, Niko pulang dan kembali ke sawah dengan membawa kamera. Niko dan Lala berfoto dengan bangau tersebut dengan berbagai gaya. Setelah Niko dan Lala berfoto dengan bangau itu, lalu mereka melepaskan bangau untuk kembali ke alamnya.

144

Kue-kue Keberuntungan

Teman kita namanya Dino. Dino tinggal dengan Mpok Rinah. Mpok Rinah adalah ibu angkat Dino. Mereka tinggal di pinggir rel kereta api. Mpok Rinah menyewa satu kamar kecil. Karena Mpok Rinah bukan ibu kandung Dino, teman-teman Dino suka mengejek Dino. “Siapa orang tuamu?” tanya Andi. Dino akan menyahut, “Mpok Rinah”. “Mpok Rinah kan bukan ibu kandungmu,” Andi mengejek.

Pekerjaan Mpok Rinah adaah pengasong. Ia berjualan dengan menyodorkan dagangannya ke orang-orang. Mpok Rinah mengasong karena tidak punya kios untuk tempat berdagang. Mpok Rinah menjual kue basah. Mpok Rinah membuat sendiri kue-kuenya. Mpok Rinah membuat kue di malam hari. Dino membantu menyiapkan adonan kue untuk membuat kue.

Saat malam hari, Mpok Rinah sering menasehati Dino agar tetap bersyukur. Dino tiba-tiba menyahut, “Meskipun Dino tidak tahu ibu-bapak Dino?”. “Ya tetap bersyukur nak,” tegas Mpok Rinah. Meskipun Andi dan teman-teman mengejekmu kamu harus tetap bersyukur. Bersyukur karena kamu bisa mendengar, melihat, makan. Bayangkan jika kita buta atau tuli. Lalu Dino dan Mpok Rinah berdoa bersama sebelum tidur atas nikmat yang diberikan Tuhan hari ini.

Pagi harinya, Mpok Rinah dan Dino pergi ke Stasiun Depok untuk berjualan. Mpok Rinah dan Dino pergi ke stasiun dengan kereta yang menuju ke Stasiun Depok. Tiba-tiba, petugas pemerintah datang dan menggusur para pedagang kaki lima di area stasiun. Lalu Mpok Rinah mengajak Dino berjualan di gang sempit dekat stasiun. “Kuee, kueeee… masih hangaaat!” teriak Dino. Tingkah Dino lucu menggemaskan. Kadang ia jualan kue sambil dilagukan. Dino dan Mpok Rinah semakin dikenal penduduk di sekitar stasiun. “Ini kue keberuntunganku,” kata Dino.

145

Setelah dagangannya habis, Dino dan Mpok Rinah naik kereta ke kontrakannya. Saat kereta berhenti di stasiun, para penumpang semakin banyak. Karena kesulitan turun, Dino terpisah dengan Mpok Rinah. Saat Dino akan melangkah keluar, tahu-tahu kereta mulai bergerak. “Mpooookk!!! Aku di kereta!” teriak Dino. Mpok Rinah panik.

Dino kebingungan di dalam gerbong kereta. “Aduh, bagaimana ini? Aku tidak bisa balik lagi,” keluhnya. Kelakuan Dino diperhatikan oleh seorang ibu. Ibu itu mendekati Dino dan meminta untuk ikut dengannya. “Panggil aku Mama, sekarang kamu jadi anakku!” tukas ibu itu. Dino merasa was-was dan takut. Saat turun dari kereta, Dino mempunyai ide. Ia menghampiri laki-laki petugas mushola dan menceritakan masalahnya. Laki-laki petugas mushola tersebut berrnama Bang Duloh. Melihat keakraban Dino dengan Bang Duloh, si ibu tersebut menyingkir cepat-cepat kabur. “Ayo, Abang antar kamu pulang,” ajak Bang Duloh. Akhirnya Dino bertemu dengan Mpok Rinah. “Terimakasih Pak, sudah menolong anakku”. “Sama-sama, Bu. Jagalah anaknya baik-baik,” pesan Bang Duloh.

Dokumen terkait