• Tidak ada hasil yang ditemukan

Navigasi Langit: Cara Asumsi Posisi

Dalam dokumen navigasi langit (Halaman 59-68)

Perlengkapan Tambahan: Kalkulator untuk menghitung Sinus, Cosinus dan Tangen

Posisi pengamat diasumsikan berada di suatu koordinat X, Y, lalu dihitung kemungkinan altitude obyek langit yang akan di peroleh bila di amati dari lokasi tersebut. Altitude ini selanjutnya akan kita sebut sebagai Hc (Altitude Kalkulasi). Hasilnya kemudian di bandingkan dengan Altitude pengamatan sesungguhnya, yang kita sebut Ho (Altitude Observasi) .

Nilai Altitude Kalkulasi (Hc) diperoleh dengan bantuan rumus trigonometri bola, sedangkan Altitude Observasi (Ho) adalah hasil pengukuran riil Sextant.

Altitude Observasi (Ho)

Perhatikan gambar di bawah ini;

Skema menunjukkan bintang Bellatrix, Posisi Geografik (GP) dan LOP-nya. 40° adalah nilai altitude bila diukur dari A, yang terletak di salah satu tempat di sekeliling LOP. (Ingat, obyek langit bila diamati dari semua tempat disekeliling LOP nilai altitudenya sama!)

Ceritanya; Popeye si pelaut, yang tidak tahu dirinya saat itu berada dimana, sedang mengira-ngira/ mengasumsikan posisinya berada di titik A. Seluruh informasi mengenai bintang Bellatrix setelah dikalkulasi menghasilkan nilai altitude sebesar 40° (ini adalah Hc= Altitude Kalkulasi).

Namun Popeye kaget, pengamatan riil Sextant-nya menunjukkan sudut 33° (ini Alt observasi, Ho)! Apa artinya?? Dimana posisi riil Popeye? Jaraknya terhadap Bellatrix lebih jauh dari asumsi posisikah?

Ya, anda benar!! Karena Ho (33°) lebih kecil dari Hc (40°). Seandainya Ho-nya 53° artinya posisi riil Popeye jaraknya lebih dekat dengan Bellatrix dibandingkan dengan asumsi. Lebih jelasnya gambar berikut;

Sudut 53° menunjukkan bahwa posisi riil di B. Sebaliknya 33° posisi riil-nya di C. Ini adalah prinsip kerja dari navigasi dengan asumsi posisi.

Altitude Kalkulasi (Hc) 1. Mencari LHA

Untuk mencari nilai LHA (LHA Betelgeuse pada contoh gambar di bawah) dihitung dari selisih antara GHA Bet dengan bujur asumsi posisi (AP). Sebagai latihan, penulis telah menyertakan daftar GHA Aries maupun bintang yang lain patokan tanggal 21 Maret 2008 (lihat lampiran):

Rumus:

LHA = GHA - AP

Bila posisi dibujur timur maka nilai AP negatif; LHA Bet= GHA Bet - (-AP) Bujur Timur. 2. Rumus Segitiga Bola untuk mencari Az dan Hc

Perhatikan gambar segitiga bola di bawah ini:

Keterangan:

N = Kutub Utara

Z = Asumsi Posisi Pengamat (koordinat φ, λ)

DecS = Deklinasi GP Bintang S (Koordinat Dec, GHA)

LHA = Selisih bujur antara GP Bintang S - pengamat, diperoleh dari GHA- pengamat. a = 90°- φ

b = 90°- Deklinasi S

c = 90°- Hc° (Ingat Lingkaran Posisi di Bab 6)

sin (Hc) = (sin φ * sin DecS) + (cos φ * cos DecS * cos LHA)

Sedangkan rumus untuk mencari nilai Azimuth (Az) :

tan (Az) = sin LHA (cos φ *tan DecS) - (sin φ *cos LHA)

Keterangan:

Hc = Altitude Kalkulasi Φ = Nilai Lintang Pengamat

DecS = Deklinasi GP Bintang (Koordinat Dec, GHA)

LHA = Selisih bujur antara GP Bintang S – pengamat, diperoleh dari GHA- pengamat. Az = Nilai Azimuth pengamat terhadap Bintang

Catatan.

Nilai negatif untuk Bujur Timur dan Lintang Selatan.

Setelah nilai Hc ketemu lalu dibandingkan dengan Ho. Selisihnya dipakai untuk membuat LOP. Dari perpotongan 2 atau lebih LOP itulah posisi riil akhirnya diketahui. Pusing? mari kita praktikkan saja……

Perhitungan

Misalnya tanggal 29 Januari 2007 pukul 18.00 WIB. kita membidik 3 buah bintang; Alpheratz, Betelgeuse dan Rigel. Catat nilai Altitude dan waktu pengukurannya dalam tabel:

1. Altitude Observasi (Ho)

Alpheratz Betelgeuse Rigel

Ho (Observasi) 36°50.0’ 44°03.0’ 55°56.0'

Kemudian cara mencari nilai GHA akhir seperti pada Bab 7, sebagai berikut: 18.00 WIB = 11.00 GMT

Alpheratz Betelgeuse Rigel

GHA Dec GHA Dec GHA Dec

21 Mar 12:00 GMT 356°00.0’ 29°00.0’U 269°30.0’ 7°30.0’U 279°30.0’ 8°10.0’S 29 Jan 12.00 GMT -50°00.0' tetap -50°00.0' tetap -50°00.0’ tetap 11.00 GMT -15°00.0' tetap -15°00.0' tetap -15°00.0' tetap Koordinat GP 291°00.0’ tetap 204°30.0’ tetap 214°30.0’ tetap 2. Mencari nilai Altitude Kalkulasi (Hc)

a. Asumsi Posisi (AP)

Kita asumsikan posisi (AP) saat itu di sembarang koordinat, tapi tentu saja tidak asal menentukan (maksudnya bila kita tahu sedang dalam perjalanan jakarta-makassar, tidak mungkin asumsinya di Bujur Barat khan?). Tentu saja asumsi posisi tidak terlalu jauh dari awal pemberangkatan, apalagi bila bertolak dari tempat tersebut hanya beberapa menit yang lalu, misalnya saja kita asumsikan posisi di 5° LS dan 111° BT.

Atau bisa juga dengan Navigasi Langit cara sederhana terlebih dahulu seperti yang diulas di Bab 7. Hasil akhir yang masih kasar dijadikan nilai asumsi posisi.

Asumsi posisi lebih teliti; menghitung jarak dari posisi awal pemberangkatan dengan rumus: kecepatan x waktu. Bila jarak dihitung dalam mil dan waktu dalam jam, maka kecepatannya mil per jam atau KNOT. Kemudian ditentukan arah perjalanan berdasarkan kompas, ini dinamakan Dead Reckoning.

b. LHA berdasarkan Asumsi Posisi

Asumsi Posisi 5° LS dan 111° BT Rumus: LHA = GHA - AP

Alpheratz Betelgeuse Rigel

Bujur Koordinat GP (GHA) 291°00.0’ 204°30.0’ 214°30.0’ - (Bujur Asumsi Posisi) - (-111°00.0’ BT) -(-111°00.0’ BT) -(-111°00.0’ BT)

LHA 42° 315°30.0’ 325°30.0’

Sketsa trigonometri bola Alpheratz (S) sebagai berikut:

Silahkan membuat sketsa untuk bintang yang lain. Fungsi sketsa ini untuk memperkirakan arah GP, di sebelah barat atau timur pengamat.

c. Rumus Segitiga Bola untuk mencari Altitude Kalkulasi (Hc) dan Azimuth (Az) Rumus Altitude Kalkulasi (Hc):

sin (Hc) = (sin φ * sin DecS) + (cos φ * cos DecS * cos LHA)

Sedangkan rumus untuk mencari nilai Az :

tan (Az) = sin LHA (cos φ *tan DecS) - (sin φ *cos LHA)

Buatlah Tabel untuk perhitungan Trigonometri masing-masing:

Alpheratz Betelgeuse Rigel

φ -5 LS -5 LS -5 LS

DecS 29°00.0’LU 7°30.0’LU - 8°10.0’LS

LHA 42° 315°30.0’ 325°30.0’ Sin φ -0.087155743 -0.08715574 -0.08715574 Cos φ 0.996194698 0.996194698 0.996194698 Sin DecS 0.48480962 0.130526192 -0.142053081 Cos DecS 0.874619707 0.991444861 0.989859042 Tan 0.554309051 0.131652498 -0.143508394

DecS Sin LHA 0.669130606 -0.70090926 -0.56640624 Cos LHA 0.743144825 0.713250449 0.824126189 Tan Az -1.084544803 3.6257292 -7.962416087 Az 47.32252476 74.58079274 -82.84170047 Sin Hc 0.605241838 0.693081472 0.825045255 Hc 37.24624639 43.8745318 55.59307972 37°14.8' 43°52.5' 55°35.6'

Atau bila hasil Azimuth kurang meyakinkan bisa dicek lagi dengan bantuan program kom-puter, misalnya: Program Distance & Bearing yang dibuat oleh Judson McCranie (j.mc-cranie@adelphia.net), kita cukup memasukkan nilai koordinat yang dikehendaki: Alpheratz = 312,68 degrees NW(ke arah barat)  312°40.6’

Betelgeuse = 74,58 degress ENE (ke arah timur laut)  74°34.8' Rigel = 97,16 degress E (ke arah timur)  97°09.6'

Perhatikan bahwa hasil Azimuth tabel di atas berbeda dengan Program, karena hasil pada tabel di atas hanya menyatakan nilai sudut suatu trigonometri bola, sedangkan nilai pada program adalah sudut yang diukur dari utara benar (True North) searah jarum jam. Sedangkan untuk Rigel:

3. Membandingkan Altitude Observasi (Ho) dengan Altitude Kalkulasi (Hc) Perhitungan selisih Hc dengan Ho:

Alpheratz Betelgeuse Rigel

Hc (kalkulasi) 37°14.8' 43°52.5' 55°35.6'

- Ho (Observasi) -36°50.0’ -44°03.0’ -55°56.0'

Selisih (NM=Mil Nautika) 24.8’ -10.5’ -20.4'

Kesimpulan LOP= + = menjauh

- = mendekat menjauh mendekat mendekat 4. Memplotkan LOP

LOP yang akan kita gambarkan kali ini hanya mengambil sebagian kecil dari lingkaran, jadi hanya merupakan sebuah garis. Yaitu bagian LOP yang terdekat dengan Asumsi Posisi (AP). Keuntungannya, lembar plot tidak lagi memerlukan peta bumi penuh, karena peta negara/

pulau kecil sudah mencukupi. Selain itu, perpotongan masing-masing LOP hasilnya lebih akurat.

Agar lebih mudah lagi, lembar plot biasanya diberi bantuan arah mata angin/ kompas, yang berfungsi pula sebagai bantuan garis bujur, sebagai berikut;

Lembar Plot yang lebih jelas lihat di bagian belakang buku ini. Sumber: http://www.efalk.org/Navigation/plotsheet.fig Keterangan gambar:

1. Lingkaran ditengah gambar sebagai bantuan kompas dengan jari-jari 1 derajat= 60 mil nautika. 2. Garis horizontal menunjukkan garis Lintang. Masing-masing berjarak 1 derajat. Garis lintang

yang berada di tengah nantinya sebagai posisi lintang pekerjaan kita.

3. Garis bujur tidak digambar karena letaknya akan disesuaikan posisi lintangnya, jadi letaknya nanti berubah-ubah. Cara termudah yaitu dengan panduan lingkaran kompas. Bila asumsi posisi di daerah ekuator, tarik garis vertikal memotong kompas di 90° dan satunya lagi di 270°.tetapi mendekati kutub (utara/selatan) jaraknya makin menyempit. Misalnya di bujur 60°, buat garis vertikal memotong kompas di sudut 90° and 330° and 210°, garis satunya lagi

memotong 30° and 150°.

4. Skala: dibagian kanan bawah merupakan panduan skala untuk menentukan menit pada garis

bujur.

Cara kerja:

1. Terlebih dahulu plotkan titik Asumsi Posisi yang desimalnya dibulatkan; yaitu 5° LS dan 111° BT ditengah lembar kerja.

2. Buat garis bujur dengan cara; garis pertama memotong kompas di sudut 275° dan 265°. Garis kedua memotong 85° dan 95°. Ini karena mengikuti lintang asumsi posisinya, yaitu 5° LS. Bila nilai Lintang semakin besar maka garis bujur yang dibuat akan makin sempit.

A B

3. LOP Alpheratz (Gambar A): Buat vektor dari asumsi posisi (5° LS, 111° BT)/ pusat lingkaran dengan sudut 312°40.6’. Perkirakan arah GP Alpheratz, lalu ukur 24.8’ NM (mil Nautika) menjauhi GP. Buat garis tegak lurus di titik ini, ini adalah LOP Alpheratz.

4. LOP Betelgeuse (Gambar B): Buatlah lagi vektor untuk Betelgeuse dengan sudut 74°34.8', perkirakan arah GP-nya, lalu ukur 10.5’ NM mendekati GP, akhirnya buatlah LOP-nya tegak lurus vektor.

C

5. Kerjakan cara yang sama untuk LOP Rigel (Gambar C).

E

Perpotongan masing-masing LOP menghasilkan daerah yang di arsir merah. Posisi pengamat kita perkirakan berada di koordinat 5°15.0’ LS dan 111°18.0’ BT.

* * *

Navigasi dengan cara asumsi posisi ini paling sering dilakukan, dinamakan metodeIntercept7. Dengan perhitungan yang lebih teliti, keempat LOP ini akan menghasilkan satu titik perpotongan! Pada tataran ahli atau professional lebih rumit lagi karena setiap perhitungan masih harus dilakukan koreksi-koreksi, antara lain;

Koreksi Pengamatan/ Observasi

1. Index Error (ie) – koreksi kesalahan yang disebabkan peralatan Sextant sendiri. Misalnya

seharusnya skala menunjukkan 0 ternyata -5., maka hasil pengukuran nanti harus ditambah 5. 2. Dip, yaitu koreksi karena permukaan bumi atau ketinggian pengamat dari permukaan laut .

nilainya negatif (-).

Ketinggian (meter) Koreksi

1,5 - 2’

3 - 3’

4,5 - 4’

7,5 - 5’

12 - 6’

Master Sextant, Robert B.Kleid (Davis Instrument corp.)

3. Semidiameter – pada pengamatan Matahari dan Bulan karena diameternya yang besar. Yang

diukur pada pengamatan adalah tepi atas atau bawah obyek, tetapi data di Almanak berdasarkan pusat/ tengah obyek. Jarak tepi matahari ke inti adalah 16’. Nilai (+) bila pengukurannya tepi bawah.

4. Horizontal Parallax; yaitu koreksi jarak dari pusat bumi (karena pengamat berada dipinggir

bumi, bukan ditengah bumi). Tidak signifikan untuk bintang. Ini terutama untuk pengamatan Bulan.

5. Refraksi (Ro), yaitu efek dari ‘lekukan’ atmosfer. Terutama untuk pengamatan obyek yang rendah.

Koreksi Perhitungan/ Kalkulasi

Almanak Nautika yang diterbitkan secara resmi, selain berisi daftar tabel koordinat bintang juga disertai panduan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ada.

Dalam dokumen navigasi langit (Halaman 59-68)

Dokumen terkait