Navigasi Langit, dikenal juga dengan Astronavigasi, adalah teknik menentukan posisi berdasarkan pengukuran sudut antara horizon dengan benda langit, biasanya matahari. Tetapi yang lebih ahli mengukur bulan atau sejumlah bintang, misalnya Polaris (bintang utara, dari belahan bumi selatan tidak terlihat).
Penentuan posisi berdasarkan pengamatan Bulan lebih sulit karena perjalanannya dalam setahun mempunyai jalur berbeda.
Waktu pengamatan
Waktu pengamatan terbaik adalah saat langit sedang temaram, yaitu fajar atau senja, beberapa saat setelah tenggelamnya matahari atau menjelang terbit, tepatnya 6 derajat di bawah horizon. Bintang dan planet sudah mulai/ masih tampak dan yang lebih penting batas horizon masih tampak jelas. Jumlah pengamatan 3 atau lebih untuk menghindari kesalahan perhitungan.
Pengamatan pada siang hari biasa disebut Running Fix, yaitu pengukuran matahari yang dilakukan beberapa kali, mulai dari sebelum transit hingga sesudahnya.
Perlengkapan
Siapkan perlengkapan sebagai berikut:
1. Sextant-CD untuk mengukur altitude/ sudut bintang dari horizon, 2. Kompas untuk mengukur azimuth.
3. Chronometer/ arloji/ jam untuk mengukur waktu,
4. Peta Langit dan peta koordinat Posisi Geografik (Lampiran). 5. Alat tulis termasuk penggaris dan jangka.
6. Lembar plot untuk menggambar posisi (di lampiran).
Bila tidak dapat melihat horizon, siapkan juga air dalam ember/ kolam sebagai horizon artifisial. Keuntungannya; pengamatan bisa dilakukan sepanjang malam, tidak perlu menunggu fajar maupun kecewa karena senja telah terlewati. Yang terpenting adalah media yang digunakan sebagai horizon artifisial mudah untuk diperoleh dan diamati.
Horizon Artifisial ala Tukang Bangunan
Pernahkah anda mengamati cara tukang bangunan menentukan bidang datar, agar bangunan yang akan didirikan benar-benar tegak lurus dengan permukaan bumi dan tidak miring? Mereka hanya perlu selang yang dilengkungkan kemudian diisi air. Permukaan air di kedua ujung selang adalah bidang datar/ horizon artifisial.
Walaupun dalam literatur tidak ada, namun menurut penulis cara ‘tukang bangunan’ini dapat pula digunakan sebagai horizon artifisial. Caranya, tinggi A dan B di tandai lebih dahulu sebelum sextan-CD membidik obyek langit. Nilai altitude diperoleh dari bertumpuknya A, B dan obyek langit.
Semakin lebar jarak A dan B-artinya selang makin panjang-, nilai altitude semakin dapat dipercaya.
Jarak Zenith, Lingkaran Posisi dan Garis Posisi (Line of Position =LOP)
Altitude (H°=sudut obyek langit terhadap horizon) berhubungan erat dengan jarak antara GP bintang dan pengamat. Besar sudut Altitude digunakan untuk mendefinisikan jari-jari lingkaran di permukaan bola bumi yang bersumbu di GP obyek langit tersebut.
Mudahnya, sebuah benda langit, sebut saja S (lihat gambar), sesudah diukur dengan Sextant didapatkan nilai Altitude H°. Bila GP obyek S ini dijadikan pusat sebuah lingkaran, maka lingkaran dengan jari jari 90°-H° pasti melewati posisi pengamat. Lingkaran ini biasa disebut Lingkaran
Posisi. Terlihat bahwa jari-jari (r) lingkarannya
diperoleh dari 90° dikurangi Altitude (yang diukur dengan Sextant). 90°-H° (Sudut yang diperoleh dari 90° dikurangi nilai Altitude) dinamakan Jarak
Zenith (Zenith Distance), biasanya dilambangkan
dengan Z.
Makna Lingkaran Posisi dalam navigasi langit sangat penting sebab obyek langit S tersebut bila diamati dari beberapa tempat disekeliling Lingkaran Posisi mempunyai sudut yang sama. Pengamat berada di salah satu titik dari lingkaran besar ini, tetapi dimana?
Dus, pengukuran dua benda langit akan menghasilkan dua lingkaran, atau pengukuran satu benda langit dalam dua waktu yang berbeda juga menghasilkan dua lingkaran. Nah, dari titik perpotongan kedua lingkaran itulah posisi si pengamat dapat diketahui. Semakin banyak benda langit yang diukur, maka tingkat kesalahan makin kecil.
Bila tersedia globe sebesar rumah (atau lebih!) maka perhitungan untuk navigasi langit selanjutnya tidak diperlukan lagi karena cukup dengan menggambar lingkaran-lingkaran saja posisi pengamat sudah diperoleh.
Lingkaran Posisi di bola bumi ini sangat besar bila digambarkan di peta (bidang datar). Oleh karena itu hanya diambil sebagian kecil dari lingkaran, sehingga hanya berupa sebuah garis yang dinamakan Garis Posisi atau Line of Position (LOP) atau Garis Sumner6. Pembahasannya ada di Bab 8.
Selanjutnya istilah Lingkaran Posisi ataupun Garis Posisi akan kita sebut sebagai LOP saja. Di bawah ini contoh LOP 3 obyek langit:
Lingkaran di Permukaan bola jika di gambarkan membentang datar menjadi tidak bulat lagi, tetapi melebar sejajar sumbu X. Semakin menjauhi ekuator penyimpangannya semakin lebar. Penyimpangan LOP
Di bagian bawah Peta GP yang disertakan dalam buku ini terdapat panduan untuk mengukur jauhnya penyimpangan (liat ‘bola cakram-bola yang dilonjongkan-’ di bagian bawah peta). Misalnya Alpheratz suatu ketika koordinat GP-nya Dec 29°08.0'U, GHA 300°. Pengukuran dengan Sextant didapatkan Alt 30°, maka Jarak Zenith-nya 90°-30°= 60°. LOP-nya sebagai berikut;
6 Seorang Kapten kapal bernama Thomas H. Sumner dalam pelayarannya dari Charleston (Carolina Selatan) ke Greenock (Skotlandia) kebingungan dan mulai khawatir karena cuaca sangat buruk. Bintang tak terlihat bahkan siang hari pun matahari tertutup awan. Sebenarnya pantai sudah dekat tapi beliau tidak tahu posisinya berada di mana. Tiba-tiba matahari terlihat dan segera saja diukur sudutnya dengan Sextant sebelum tertutup awan gelap lagi. Dari pengamatan selintas ini hanya diperoleh GP Matahari. Setelah itu beliau mencoba mengira-ngira kemungkinan posisinya; seandainya di A? di B? di C? dst. Beliau kaget karena ternyata semua posisi perkiraannya mirip sebuah lingkaran. Sedangkan pantai ada beberapa mil di luar “lingkaran” tadi. Kemudian dia berlayar paralel dengan lingkaran tapi lebih jauh dari Posisi Geografik Matahari yang telah diperoleh. Anak buah kapal menduga bahwa kaptennya mulai gila. Tetapi tak berapa lama sampailah di pantai dalam keadaan selamat. Semua anak buahnya keheranan dan takjub.
Cara menggambarkan penyimpangannya;
1. Tentukan titik Dec 29°08' U, GHA 300° di tepi kanan bola cakram di bawah peta, kita sebut titik X.
2. Tentukan dua titik lain berjarak 60° di utara/ selatan X, kita sebut titik Y dan Y’. 3. Tarik garis lurus antara Y dengan Y’.
4. Ikutilah perpotongan garis lurus tersebut dengan koordinat bola, lalu ‘salin’ di peta bumi.
Angka-angka warna merah di garis bujur, yaitu ± 10, ± 20 dan seterusnya untuk pertolongan perhitungan nilai bujur. Mudah khan?