• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 PENDAPATAN NELAYAN

5.3 Nelayan Alat Tangkap Jaring Cumi

Alat tangkap jaring cumi merupakan alat tangkap yang paling dominan yang dioperasikan oleh nelayan PPI Muara Angke. Pada tahun 2007, jumlah alat tangkap jaring cumi mencapai 621 buah kapal. Para nelayan banyak yang beralih dari alat tangkap lain menjadi alat tangkap jaring cumi, karena walaupun hasil tangkapannya tidak bervariasi seperti alat tangkap purse seine dan bubu, tetapi alat tangkap jaring cumi dapat menjanjikan jumlah hasil tangkapannya. Pengoperasian alat tangkap ini hanya musiman, tidak seperti alat tangkap purse seine dan bubu, karena alat tangkap ini dioperasikan hanya pada musim gelap bulan. Berhubung cumi hidup didaerah remang-remang, bermigrasi secara vertikal malam hari dan mempunyai sifat

fototaksis positif, maka cumi hanya keluar dan hanya dapat ditangkap apabila ada cahaya yang meneranginya. Jika tidak ada cahaya, maka cumi tidak akan keluar karena jika pada saat terang bulan, cahaya akan menyebar di semua tempat dan ikan-ikan atau cumi tidak akan berkumpul pada satu tempat, sehingga sulit untuk menangkapnya. Maka dari itu, salah satu ciri dari kapal penangkap cumi ditandai dengan banyaknya lampu yang berada di atas kapalnya. Pada saat terang bulan, para nelayan kembali ke pelabuhan untuk membongkar hasil tangkapannya dan setelah itu, para nelayan libur melaut hingga musim gelap bulan datang lagi. Nelayan mengetahuinya hanya dengan menggunakan pengalaman mereka selama melaut.

Cumi merupakan hasil tangkapan yang mempunyai harga jual yang stabil dan musim penangkapan yang stabil pula, tidak akan berubah-ubah. Selain itu, sudah banyak kapal penangkap cumi yang tidak menggunakan palkah lagi untuk menyimpan hasil tangkapannya, melainkan menggunakan freezer agar mutu hasil tangkapannya tetap baik dan tetap beku. Selain mempengaruhi mutu hasil tangkapannya, keuntungan lain menggunakan freezer adalah memperkecil biaya operasional untuk perbekalan es karena pengeluarannya tidak terlalu mahal jika dibandingkan dengan menggunakan es.

Lama melaut kapal cumi ini rata-rata 90 hari, dengan daerah penangkapan ikan di Kalimantan, Indramayu, Kepulauan Seribu, Pontianak dan Cirebon. Karena menggunakan freezer, maka daerah penangkapannya pun agak sedikit lebih jauh dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. ABK yang ikut melaut hanya 10 orang. Rata-rata nelayan alat tangkap jaring cumi sama seperti nelayan purse seine dan bubu, berasal dari luar Jakarta, atau bahkan banyak juga yang berasal dari luar Pulau Jawa ada juga yang berasal dari Riau, Kalimantan, Sumatera sehingga mereka dikatakan sebagai nelayan pendatang.

Permasalahan yang biasa dihadapi oleh nelayan alat tangkap jaring cumi adalah angin kencang, ombak besar, arus kencang dan BBM tinggi. Cara mengatasi cuaca buruk yang sering dihadapi para nelayan yaitu hanya dengan menepi ke pulau dan menunggu sampai cuacanya kembali baik. Pada saat musim baratlah para nelayan banyak yang tidak melaut, karena resiko yang sangat besar di laut jika nelayan tetap

75

melaut. Pada Gambar 10 dapat dilihat Kapal Jaring Cumi yang terdapat di PPI Muara Angke.

Gambar 10 Kapal jaring cumi yang berada di PPI Muara Angke.

5.3.1 Pendapatan kotor hasil tangkapan

Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh setiap kali melaut sebanyak 6.313,40 kg yang tertera pada Lampiran 10. Hasil tangkapan dari alat tangkap jaring cumi tidah banyak macamnya, dan hasil tangkapannya hanya terdiri dari cumi ukuran besar, sedang dan kecil, tenggiri dan semampar (sejenis gurita). Walaupun hasil tangkapannya tidak beragam, namun pendapatan yang dihasilkannya jauh lebih menguntungkan dari alat tangkap purse seine dan bubu, karena harga jual cumi, tenggiri dan semampar sangat tinggi. Sama halnya seperti alat tangkap bubu, alat tangkap jaring cumi pun hasil tangkapannya banyak yang di ekspor, sehingga sangat jarang kapal jaring cumi yang mendaratkan hasil tangkapannya untuk di lelang di tempat pelelangan ikan. Hasil tangkapan yang diperoleh dari alat tangkap jaring cumi beserta harga masing-masing hasil tangkapan per kilogramnya dapat dilihat pada Tabel 28 dibawah ini.

Tabel 28 Jenis-jenis hasil tangkapan jaring cumi dan harga per kilogram di PPI Muara Angke, 2008 Jenis Harga (Rp) Cumi Besar 30.000 Cumi Sedang 17.000 Cumi Kecil 15.000 Tenggiri 28.000

Semampar (sejenis gurita) 25.000

Sumber : Juru Timbang di PPI Muara Angke, 2008

Rata-rata penerimaan yang diperoleh dari penjualan hasil tangkapan alat tangkap jaring cumi adalah sebesar Rp145.812.800,00 dapat dilihat pada Lampiran 10. Walaupun hasil pendapatannya tidak sebanyak pendapatan alat tangkap purse

seine dan bubu, tetapi para nelayan lebih banyak memilih mengoperasikan alat

tangkap jaring cumi daripada yang lainnya, karena harganya yang stabil. Pada Gambar 11 dapat dilihat jenis hasil tangkapan dari alat tangkap jaring cumi.

(a) (b)

Gambar 11 Hasil tangkapan dari alat tangkap jaring cumi (a) cumi; (b)semampar.

5.3.2 Biaya pelelangan ikan

Setiap kali para nelayan menjual hasil tangkapannya di tempat pelelangan ikan, para nelayan dikenakan biaya retribusi sebesar 3% dan kemudian akan masuk ke Pemerintah Daerah dan Koperasi Perikanan Mina Jaya sebagai penyelenggara pelelangan ikan. Hasil penjualan ikan pada alat tangkap jaring cumi dan kontribusi yang diberikan kepada Pemda dan Koperasi Mina Jaya dapat dilihat pada Tabel 29.

77

Tabel 29 Hasil penjualan ikan alat tangkap jaring cumi per trip beserta kontribusi bagi Pemda dan Koperasi Perikanan Mina Jaya per trip

No. Responden Alat Tangkap

Bubu Hasil Penjualan (Rp) Kontribusi (Rp)

1 KM. Elang Laut 152.225.000,00 4.566.750,00 2 KM. Bintang Sukses Makmur 151.286.000,00 4.538.580,00 3 KM. Pratama Mandiri 152.871.000,00 4.586.130,00 4 KM. Samudera Indah 154.216.000,00 4.626.480,00 5 KM. Anugerah Laut 118.466.000,00 3.553.980,00 Sumber : Data primer, 2008

Dari hasil penghitungan kontribusi dari alat tangkap jaring cumi, yang paling banyak mendapatkan pendapatan dan memberikan kontribusi bagi Pemda dan Koperasi Perikanan Mina Jaya adalah KM. Samudera Indah dengan kontribusi sebesar Rp4.626.480,00 sedangkan yang paling kecil memberikan kontribusi bagi Pemda dan Koperasi Perikanan Mina Jaya adalah KM. Anugerah Laut sebesar Rp3.553.980,00.

Pendapatan kotor setelah lelang dapat dihitung dengan cara mencari selisih antara hasil penjualan yang didapat pada saat melakukan pelelangan ikan dengan retribusi yang dibayar ke tempat pelelangan ikan. Pendapatan kotor setelah lelang dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Pendapatan kotor melalui lelang pada alat tangkap jaring cumi per trip

No. Responden Alat Tangkap

Bubu Pendapatan Kotor Lelang (Rp)

1 KM. Elang Laut 147.658.250,00

2 KM. Bintang Sukses Makmur 146.747.420,00 3 KM. Pratama Mandiri 148.284.870,00 4 KM. Samudera Indah 149.589.520,00 5 KM. Anugerah Laut 114.912.020,00 Sumber : Data Primer, 2008

5.3.3 Biaya operasional penangkapan ikan

Setiap kali melaut, para nelayan akan membutuhkan biaya operasional untuk dapat melakukan penangkapan ikan dengan baik. Biaya operasional merupakan komponen penting yang dibutuhkan dalam melakukan penangkapan ikan Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi jika menginginkan hasil tangkapan yang maksimal. Biaya operasional dibagi menjadi dua bagian, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya operasional dan harga kebutuhan tersebut dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Besarnya biaya operasional usaha penangkapan ikan dari alat tangkap jaring cumi per trip

No. Responden Alat Tangkap Bubu

Biaya Operasional (Rp)

1 KM. Elang Laut 88.265.389

2 KM. Bintang Sukses Makmur 93.633.167

3 KM. Pratama Mandiri 93.624.278

4 KM. Samudera Indah 97.816.500

5 KM. Anugerah Laut 87.709.833

Rata-rata 92.209.833,33

Sumber : Diolah dari Lampiran 5

Biaya operasional rata-rata yang dikeluarkan oleh nelayan jaring cumi adalah sebesar Rp92.209.833,33 per trip nya untuk dapat melakukan penangkapan ikan secara maksimal. Pengeluaran untuk upah ABK dihitung per hari. Per hari nya ABK diberi upah Rp15.000,00 dikalikan dengan banyaknya hari ABK tersebut melaut. Nelayan alat tangkap jaring cumi melaut sekitar 90 hari, sehingga upah yang diberikan adalah upah per hari dikalikan dengan 90 hari, kemudian dikalikan lagi dengan jumlah ABK yang dibawa melaut sehingga biaya yang dikeluarkan untuk upah ABK sebanyak 10 orang adalah Rp13.500.000,00. Biaya operasional yang terbesar dikeluarkan oleh KM. Samudera Indah sebesar Rp97.816.500,00

5.3.4 Pendapatan bersih hasil tangkapan

Setelah didapat penerimaan dari hasil penjualan ikan pada saat dilelang dikurangi dengan retribusi pelelangan ikan dan total biaya operasional untuk melaut,

79

nelayan baru akan merasakan pendapatan bersihnya. Pendapatan bersih ini pun masih akan dibagikan lagi dalam beberapa persen untuk pemilik kapal, nahkoda dan ABK. Rata-rata pendapatan bersih yang didapat para nelayan per trip adalah sebesar Rp49.228.582,67. Pendapatan bersih nelayan alat tangkap jaring cumi dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Pendapatan bersih nelayan alat tangkap jaring cumi per trip

No. Responden Alat Tangkap Bubu Pendapatan Pemilik (Rp) Pendapatan Nahkoda (Rp) Pendapatan per ABK (Rp) 1 KM. Elang Laut 44.544.645,83 8.908.929,17 1.350.000,00 2 KM. Bintang Sukses Makmur 39.835.690,00 7.967.138,00 1.350.000,00 3 KM. Pratama Mandiri 40.995.444,17 8.199.088,83 1.350.000,00 4 KM. Samudera Indah 38.829.765,00 7.765.953,00 1.350.000,00 5 KM. Anugerah Laut 20.401.640,00 4.080.328,00 1.350.000,00

Rata-rata 36.921.437,00 7.384.287,40 1.350.000,00

Sumber : Diolah dari Lampiran 9

Pendapatan bersih secara keseluruhan tersebut, kemudian dibagikan 75% untuk pemilik kapal, 15% untuk nahkoda, sedangkan ABK dengan sistem upah dan sisa 10% dialokasikan untuk perbaikan kapal dan alat tangkap. Upah yang diberikan kepada para ABK sebesar Rp15.000,00 per hari, dikalikan dengan 90 hari para ABK bekerja, sehingga didapat upah per trip sebesar Rp1.350.000,00 per orangnya. Pendapatan bersih pemilik dan nahkoda terbesar diperoleh dari KM. Elang Laut yang masing-masing sebesar Rp44.544.645,83dan Rp8.908.929,17. Rata-rata pendapatan yang diterima oleh pemilik kapal per trip adalah sebesar Rp36.921.437,00 sedangkan rata-rata yang diterima oleh nahkoda per trip sebesar Rp7.384.287,40.

Pendapatan bersih dari ketiga jenis alat tangkap, alat tangkap purse seine, bubu dan jaring cumi, rata-rata pendapatan bersih yang terbesar per trip nya terdapat pada alat tangkap jaring cumi sebesar Rp49.228.582,67 karena harga cumi yang relatif tinggi dan harga pada saat lelang relatif konstan. Hal tersebut disebabkan karena sistem penanganan hasil tangkapan pada alat tangkap jaring cumi sudah menggunakan freezer, sehingga mutu hasil tangkapan tetap terjaga. Rata-rata

pendapatan bersih alat tangkap purse seine per trip sebesar Rp25.443.777,39 dan rata-rata pendapatan bersih terkecil adalah pada alat tangkap bubu sebesar Rp2.556.964,10. Hal tersebut dikarenakan pada musim paceklik tidak banyak ikan, tetapi biaya operasional yang dikeluarkan relatif tinggi sehingga pendapatannya rendah. Walaupun pendapatan yang diterimanya rendah, tetapi usaha penangkapan ikan tersebut masih mengalami keuntungan.

Jika dilihat dari resume pendapatan dan pengeluaran nelayan usaha penangkapan ikan di PPI Muara Angke pada Tabel 33, maka dapat terlihat bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diterima oleh pemilik, nahkoda dan ABK kapal diperoleh dari alat tangkap jaring cumi. Masing-masing rata-rata tersebut adalah Rp36.921.437,00; Rp7.384.287,40 dan Rp1.350.000,00. Hal ini disebabkan hasil bagi usaha yang diterima oleh pemilik kapal jaring cumi adalah 75% dari pendapatan bersih penjualan hasil tangkapannya, sedangkan bagi usaha yang diterima oleh pemilik kapal purse seine hanya sebesar 30% dari pendapatan bersih penjualan hasil tangkapannya. Selain dari itu, jumlah trip melaut yang dilakukan oleh nelayan jaring cumi sebanyak 90 hari.

Biaya operasional yang terbesar dikeluarkan oleh alat tangkap jaring cumi, karena jumlah trip melaut yang dilakukan oleh nelayan alat tangkap jaring cumi sebanyak 90 hari dan banyak membutuhkan perbekalan. Rata-rata biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan jaring cumi sebesar Rp92.209.833,33. Komponen biaya operasional yang paling besar dikeluarkan adalah untuk pembelian bahan bakar, karena untuk dapat melakukan operasi penangkapan ikan yang relatif lama, membutuhkan bahan bakar yang banyak. Harga bahan bakar pun setiap tahunnya relatif meningkat. Jika sedang musim paceklik, sering kali biaya operasional tersebut tidak tertutup oleh pendapatan yang diterima, artinya usaha penangkapan ikan mengalami kerugian, sedangkan pada musim banyak ikan, biaya operasional tersebut akan tertutup oleh pendapatan yang diterima, artinya usaha penangkapan ikan tersebut mengalami keuntungan. Hasil tangkapan yang diperoleh pun akan lebih banyak.

82

Dokumen terkait