• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENDAPATAN NELAYAN DARI USAHA PENANGKAPAN IKAN DAN BAGIAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENDAPATAN NELAYAN DARI USAHA PENANGKAPAN IKAN DAN BAGIAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENDAPATAN NELAYAN

DARI USAHA PENANGKAPAN IKAN

DAN BAGIAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN

DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE

ANISSA YUSTIARANI

SKRIPSI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

Judul Skripsi : Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke

NamaMahasiswa : Anissa Yustiarani

NRP : C54104039

Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui, Komisi Pembimbing,

DR. Ir. Ernani Lubis, DEA Ir. Dinarwan, MS. NIP. 131 123 999 NIP. 131 789 335

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

KAJIAN PENDAPATAN NELAYAN DARI USAHA PENANGKAPAN IKAN DAN BAGIAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE

adalah benar merupakan hasil karya saya yang mana didalam proses penyusunannya sejak dimulai dari proposal sampai penulisan skripsi, diarahkan dan dibimbing secara penuh oleh komisi pembimbing. Skripsi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke Perguruan Tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2008

ANISSA YUSTIARANI

(4)

ANISSA YUSTIARANI. C54104039. Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan DINARWAN

Pelelangan ikan merupakan salah satu aktivitas penting sebagai awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan, sehingga para nelayan merasa diuntungkan dengan adanya aktivitas ini. Bagian dari retribusi yang dibayarkan oleh nelayan kepada pengelola pelelangan ikan adalah bagian dari pendapatannya yang sebagian akan kembali namun di banyak pelabuhan perikanan, nelayan tidak mendapatkannya. Biaya retribusi dari hasil pelelangan yang dilakukan di pelabuhan perikanan tersebut, sebesar 25% akan diberikan sebagai kontribusi terhadap tingkat kesejahteraan nelayan. PPI Muara Angke yang dalam memasarkan produksinya dengan menggunakan sistem lelang murni perlu pengkajian akan hal ini.

Pengambilan data dilakukan dari bulan Maret sampai bulan April tahun 2008, dengan tempat penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Propinsi DKI Jakarta. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah

purposive sampling untuk menentukan tingkat pendapatan nelayan usaha

penangkapan ikan dan menganalisis hak-hak yang diterima nelayan sebagai kompensasi dari bagian retribusi pelelangan ikan.

Rata-rata pendapatan bersih per trip pemilik kapal, nahkoda dan ABK terbesar adalah terdapat pada alat tangkap jaring cumi yaitu masing-masing sebesar Rp36.921.437,00; Rp7.384.287,40 dan Rp1.350.000,00. Rata-rata pendapatan bersih hasil tangkapan per trip dari ketiga alat tangkap dominan di PPI Muara Angke, purse

seine Rp Rp25.443.777,39, bubu Rp2.556.964,10 dan jaring cumi Rp49.228.582,67.

Terdapat perbedaan hak-hak yang diterima antara nelayan anggota Koperasi Mina Jaya dengan nelayan yang bukan anggota Koperasi Mina Jaya sebagai kontribusi retribusi pelelangan ikan. Hak-hak yang diterima nelayan yang merupakan anggota koperasi Mina Jaya adalah mendapatkan asuransi jiwa, mendapatkan dana paceklik, dapat menjadi anggota HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia), dapat meminjam modal usaha pada Koperasi Mina Jaya, dapat menghadiri RAT (Rapat Anggota Tahunan) dan mendapatkan SHU (Sisa Hasil Usaha) pada akhir tahunnya. Dalam kenyataan di lapangan, hak-hak tersebut semuanya memang telah didapatkan oleh para nelayan. Hak nelayan yang bukan merupakan anggota koperasi hanya mendapatkan asuransi jiwa dan mendapatkan dana paceklik.

(5)

KAJIAN PENDAPATAN NELAYAN

DARI USAHA PENANGKAPAN IKAN

DAN BAGIAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN

DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE

Oleh :

ANISSA YUSTIARANI C54104039

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(6)

Penulis dilahirkan di Bogor Provinsi Jawa Barat pada tanggal 07 Januari 1986. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Drh. Edy Setiarto, MS. dan Ibu Noorcahya, S.H.

Pada tahun 1992 penulis memulai pendidikan formalnya di SD Bina Insani Bogor dan lulus pada tahun 1998. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SLTPN 8 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Bina Insani Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai anggota Masyarakat Pasir periode 2005-2006. Pada tahun berikutnya, 2006-2007 penulis menjadi bendahara Departemen Informasi dan Komunikasi di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke”.

(7)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Adapun judul skripsi ini adalah “Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke” pada bulan Maret sampai April 2008.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan nelayan usaha penangkapan ikan di wilayah komunitas sekitar PPI Muara Angke dan Menganalisis hak-hak yang diterima nelayan sebagai kompensasi dari bagian retribusi pelelangan ikan.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tulisan inidab diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan pihak yang membutuhkan terutama bagi pengembangan pelabuhan perikanan di Indonesia.

Bogor, Agustus 2008

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Kata pertama yang penulis sampaikan adalah rasa syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“ Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke ”.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah berperan langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :

1. DR. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Ir. Dinarwan, M.S. selaku dosen pembimbing atas bimbingannya selama penyelesaian skripsi ini;

2. DR. Ir. Anwar Bey Pane, DEA, Ir. Wawan Oktariza, M.Si selaku dosen penguji tamu, serta kepada Prof. DR. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku ketua departemen dan DR. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku komisi pendidikan atas kritikan, saran dan masukannya yang sangat membangun demi kesempurnaan skripsi ini;

3. Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Bapak Drh. Edy Setiarto, M.S.;

4. Kepala UPT. Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan, Bapak H. Riyadi, S. SOS, MM; Kepala Koperasi Perikanan Mina Jaya, Bapak H. M. Syarifudin Baso; Bapak Komar, Bapak Sumarsono selaku pengurus TPI, Bapak Mahyudin, Ibu Ria, Bapak Supri dan Mas Arif selaku pengurus koperasi perikanan Mina Jaya dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuannya selama penelitian di PPI Muara Angke berlangsung hingga selesai;

5. Kedua orangtua, kakak-kakak dan adikku serta Singgih Prihadi Aji, SPi yang selalu aku cintai yang senantiasa berdoa dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi;

6. Rekan-rekan PSP’41 yang akan selalu ada di hati atas doa dan semangatnya kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 1.3 Manfaat ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pelabuhan Perikanan ... 4

2.2 Tempat Pelelangan Ikan ... 5

2.3 Pelelangan Ikan ... 6

2.4 Retribusi ... 9

2.5 Pendapatan Nelayan ... 11

2.6 Koperasi Unit Desa ... 13

3 METODOLOGI ... 15

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 15

3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 15

3.4 Metode Analisis Data... 17

3.4.1 Analisis pendapatan nelayan ... 17

3.4.2 Analisis persentase retribusi ... 19

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

... 20

4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta ... 20

4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara ... 20

4.1.2 Penduduk Kota Jakarta Utara ... 21

4.1.3 Kondisi perikanan tangkap Kota Jakarta Utara ... 22

4.2 Keadaan Umum PPI Muara Angke ... 29

4.2.1 Letak geografis dan topografi PPI Muara Angke ... 29

4.2.2 Pengelolaan PPI Muara Angke ... 31

(10)

4.2.4 Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke ... 39

4.2.5 Profil Koperasi Perikanan Mina Jaya ... 48

5 PENDAPATAN NELAYAN... 59

5.1 Nelayan Alat Tangkap Purse Seine ... 59

5.1.1 Pendapatan kotor hasil tangkapan ... 60

5.1.2 Biaya pelelangan ikan ... 62

5.1.3 Biaya operasional penangkapan ikan ... 63

5.1.4 Pendapatan bersih hasil tangkapan ... 65

5.2 Nelayan Alat Tangkap Bubu ... 67

5.2.1 Pendapatan kotor hasil tangkapan ... 68

5.2.2 Biaya pelelangan ikan... 70

5.2.3 Biaya operasional penangkapan ikan ... 71

5.2.4 Pendapatan bersih hasil tangkapan ... 72

5.3 Nelayan Alat Tangkap Jaring Cumi ... 73

5.3.1 Pendapatan kotor hasil tangkapan ... 75

5.3.2 Biaya pelelangan ikan... 76

5.3.3 Biaya operasional penangkapan ikan ... 78

5.3.4 Pendapatan bersih hasil tangkapan ... 78

6 RETRIBUSI PELELANGAN IKAN

... 82

6.1 Ketentuan Retribusi ... 82

6.2 Pelaksanaan Pengambilan Retribusi... 83

6.3 Bagian Retribusi yang Diterima Nelayan... 85

7 KESIMPULAN DAN SARAN

... 88

7.1 Kesimpulan... 88

7.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA

... 89

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Armada perikanan tangkap di Kota Jakarta Utara, 2003-2007... 23

2. Perkembangan jumlah nelayan penetap dan pendatang di Wilayah Kota Jakarta Utara 2003-2007 ... 25

3. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan nelayan Kota Jakarta Utara, 2007 ... 26

4. Jumlah produksi ikan di TPI dan PPI Kota Jakarta Utara, 2003-2007 ... 27

5. Rekap kapal tambat di PPI Muara Angke, 2003-2007 ... 35

6. Perkembangan jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan PPI Muara Angke, 2003-2007 ... 36

7. Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke, 2001-2003 ... 37

8. Data jumlah, nilai dan besarnya produksi dan retribusi perikanan di PPI Muara Angke, 2003-2006 ... 39

9. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di PPI Muara Angke ... 41

10. Anggota Koperasi Perikanan Mina Jaya ... 49

11. Pengklasifikasian anggota Koperasi Perikanan Mina Jaya, 2006... 50

12. Bidang permodalan Koperasi Perikanan Mina Jaya, 2006 ... 51

13. Jenis-jenis usaha umum Koperasi Perikanan Mina Jaya, 2004-2006 ... 52

14. Realisasi pinjaman periode 2001-2006 ... 53

15. Jenis-jenis kegiatan yang berasal dari retribusi pelelangan ikan ... 55

16. Dana yang telah dikeluarkan untuk kesejahteraan nelayan ... 55

17. Jenis-jenis hasil tangkapan purse seine per trip dan harga per kilogram di PPI Muara Angke, 2008... 61

18. Hasil penjualan ikan alat tangkap purse seine per trip beserta kontribusi bagi Pemda dan Koperasi Perikanan Mina Jaya, 2008... 62

19. Pendapatan kotor melalui lelang pada alat tangkap purse seine per trip ... 63

20. Besarnya biaya operasional usaha penangkapan ikan dari alat tangkap purse seine per trip... 64

(12)

22. Pendapatan bersih nelayan alat tangkap purse seine per trip... 65 23. Jenis-jenis hasil tangkapan bubu dan harga per kilogram di PPI Muara

Angke, 2008... 69 24. Hasil penjualan ikan alat tangkap bubu per trip beserta kontribusi bagi

Pemda dan Koperasi Perikanan Mina Jaya, 2008... 70 25. Pendapatan kotor melalui lelang pada alat tangkap bubu per trip... 71 26. Besarnya biaya operasional usaha penangkapan ikan dari alat tangkap bubu

per trip... 72 27. Pendapatan bersih nelayan alat tangkap bubu per trip... 73 28. Jenis-jenis hasil tangkapan jaring cumi dan harga per kilogram di PPI Muara

Angke, 2008... 76 29. Hasil penjualan ikan alat tangkap jaring cumi per trip beserta kontribusi bagi

Pemda dan Koperasi Perikanan Mina Jaya per trip... 77 30. Pendapatan kotor melalui lelang pada alat tangkap jaring cumi per trip ... 77 31. Besarnya biaya operasional usaha penangkapan ikan dari alat tangkap jaring

cumi per trip ... 78 32. Pendapatan bersih nelayan alat tangkap jaring cumi per trip ... 79 33. Resume pendapatan dan pengeluaran nelayan per trip dari usaha

penangkapan ikan di PPI Muara Angke ... 81 34. Dana yang telah dikeluarkan untuk kesejahteraan nelayan... 85 35. Hak-hak yang diterima nelayan sebagai kompensasi dari retribusi pelelangan

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pelaksanaan pelelangan ikan di TPI Muara Angke ... 7

2. Mekanisme pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan PPI Muara Angke ... 8

3. Penetapan persentase pengenaan retribusi biaya penyelenggaraan pelelangan ikan oleh Koperasi Perikanan Mina Jaya ... 10

4. Struktur organisasi UPT PKPP dan PPI Muara Angke ... 33

5. Kondisi tempat pelelangan ikan Muara Angke ... 43

6. Kapal purse seine yang sedang bersandar di PPI Muara Angke ... 60

7. Hasil tangkapan dari alat tangkap purse seine... 62

8. Kapal bubu yang sedang bersandar di PPI Muara Angke ... 68

9. Hasil Tangkapan dari alat tangkap bubu ... 70

10. Kapal jaring cumi yang berada di PPI Muara Angke ... 75

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jenis unit penangkapan, jumlah ABK, DPI, dan jumlah trip melaut menurut fungsi nelayan, 2008 ... 93 2. Penerimaan hasil tangkapan alat tangkap purse seine per trip yang

didaratkan di PPI Muara Angke... 94 3. Penerimaan hasil tangkapan alat tangkap bubu per trip yang didaratkan di

PPI Muara Angke... 99 4. Penerimaan hasil tangkapan alat tangkap jaring cumi per trip yang

didaratkan di PPI Muara Angke... 104 5. Komponen biaya operasional penangkapan ikan per trip alat tangkap purse

seine ... 106

6. Komponen biaya operasional penangkapan ikan per trip alat tangkap bubu .... 108 7. Komponen biaya operasional penangkapan ikan per trip alat tangkap jaring

cumi... 111 8. Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan (nelayan pemilik alat tangkap

purse seine) ... 114

9. Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan (nelayan pemilik alat tangkap bubu) ... 117 10. Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan (nelayan pemilik alat tangkap

jaring cumi) ... 122 11. Kondisi kompensasi retribusi pelelangan ikan yang diterima oleh nelayan di

PPI Muara Angke ... 127 12. Peta lokasi penelitian ... 128 13. Layout PPI Muara Angke ... 129

(15)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelabuhan perikanan adalah suatu lingkungan kerja yang salah satu fungsinya sebagai pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. Fungsi tersebut dapat diartikan bahwa hasil tangkapan yang didapat para nelayan dilelang di tempat pelelangan ikan agar mendapatkan suatu harga yang stabil. Jika hasil tangkapannya tidak melalui proses lelang, maka harga ikan tidak akan stabil, suatu saat akan meningkat atau akan menurun secara drastis. Dengan demikian nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya, merasa sangat diuntungkan dengan adanya pelelangan ikan.

Menurut Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Definisi yang sama disebutkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 tahun 2006 yang diberi batasan untuk wilayah daratan dan perairan di sekitarnya.

Pendapatan nelayan perlu dikaji untuk melihat apakah tingkat pendapatannya sebanding dengan kebutuhan serta tenaga yang dikeluarkannya atau tidak, karena pendapatan nelayan tidak tetap, kadang mengalami keuntungan yang besar dan kadang mengalami kerugian. Kenaikan atau penurunan hasil penjualan nelayan akan sangat mempengaruhi nilai retribusi yang dibayarkan oleh nelayan kepada pengelola pelelangan ikan.

Menurut Lubis (2006), bagian dari retribusi tersebut sering tidak diketahui oleh nelayan sehingga mustahil untuk didapatkannya kembali. Di banyak pelabuhan perikanan, nelayan sulit untuk mendapatkan bantuan dari pihak KUD sebagai pihak pengelola pelelangan ikan pada saat para nelayan membutuhkan biaya operasional melaut dan ketika musim paceklik. Seharusnya para nelayan dapat menerima bantuan

(16)

tersebut dari pihak KUD yang bersangkutan pada saat musim paceklik dan nelayan mendapatkan asuransi yang berasal dari biaya retribusi yang dikeluarkan oleh para nelayan dari transaksi pelelangan ikan bila terjadi suatu kecelakaan di laut maupun di darat.

Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke adalah salah satu Pelabuhan Perikanan tipe D yang terdapat di Jakarta Utara yang memiliki potensi perikanan cukup besar dan memiliki potensi pemasaran yang cukup baik. Dalam kegiatannya, PPI Muara Angke tidak pernah lepas hubungannya dengan koperasi. Koperasi perikanan Mina Jaya adalah koperasi yang sangat berperan dalam penyelenggaraan pelelangan ikan di PPI Muara Angke dan berperan juga terhadap pengelolaan retribusinya.

Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke dalam memasarkan produksinya dengan menggunakan sistem lelang murni, dimana juru lelang menyebutkan harga yang akan terus naik hingga hanya terdapat satu calon pembeli atau bakul yang setuju. Hasil pelelangan tersebut, bakul akan membayar biaya retribusi sebesar 2% dari nilai lelang dan nelayan yang telah mendapatkan uang hasil lelang akan membayar 3% dari nilai lelang kepada kantor urusan keuangan pelabuhan yang kemudian akan disalurkan ke Bank Pemerintah Daerah. Biaya retribusi dari hasil pelelangan yang dilakukan di pelabuhan perikanan tersebut, sebesar 25% akan diberikan kembali sebagai kontribusi terhadap tingkat kesejahteraan nelayan.

Populasi armada perikanan tangkap di wilayah Muara Angke bervariasi jika dilihat dari ukuran kapal, maka secara teoritis besaran retribusi terhadap PPI yang dikeluarkan masing-masing variasi populasi yang ada juga berbeda. Oleh karena itu, pelayanan jasa yang diterima oleh masing-masing populasi dari kontribusi retribusi yang mereka berikan juga berbeda. Jika dilihat dari harga BBM yang setiap tahunnya cenderung meningkat, maka harga kebutuhan bahan pokok untuk melaut dan harga-harga input produksi pun meningkat. Dengan kata lain kondisi penangkapan ikan menjadi sulit sehingga akan menurunkan pendapatan nelayan. Kondisi seperti ini perlu dikaji secara mendalam, apakah realisasinya terjadi atau tidak. Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke sebagai salah satu pelabuhan tipe D yang terbesar di

(17)

3

Jakarta merupakan salah satu pelabuhan yang belum pernah melakukan pengkajian tingkat pendapatan nelayan dan retribusi pelelangan ikan. Oleh sebab itu, penulis mengambil judul penelitian tentang ”Kajian Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan Ikan dan Bagian Retribusi Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke” agar dapat menganalisis pendapatan nelayan setiap melaut dan bagian retribusi yang diterima kembali oleh para nelayan pada saat nelayan tersebut membutuhkan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Menentukan tingkat pendapatan nelayan usaha penangkapan ikan di wilayah komunitas sekitar PPI Muara Angke

2) Menganalisis hak-hak yang diterima nelayan sebagai kompensasi dari bagian retribusi pelelangan ikan.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemda terhadap kebijakan yang akan diterapkan untuk pemberian subsidi BBM

2) Memberikan informasi tentang bagian retribusi yang diterima nelayan

3) Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan atas pengelolaan pembagian 40% bagian retribusi yang diterima oleh Koperasi Perikanan Mina Jaya.

(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan merupakan pusat perpaduan antara aktivitas pendaratan, perdagangan dan pendistribusian ke daerah konsumen sehingga pelabuhan perikanan selain harus menjamin kebutuhan kapal-kapal yang berlabuh dan mendarat juga harus menjamin hasil tangkapan yang didaratkan agar tetap dalam kualitas baik (Lubis, 2006).

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2004, pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi : pelabuhan perikanan samudera (tipe A), pelabuhan perikanan nusantara (tipe B), pelabuhan perikanan pantai (tipe C) dan pangkalan pendaratan ikan (tipe D). Adapun kriteria-kriteria pangkalan pendaratan ikan (tipe D), adalah sebagai berikut :

1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan;

2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 Gross Tonnage (GT);

3) Panjang darmaga kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan; 5) Jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 10 ton per hari;

6) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 2 ha.

Pengklasifikasian pelabuhan perikanan dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengelolaan, dan pengembangan pelabuhan. Selain itu bertujuan untuk memperkirakan besarnya kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan pengembangannya, baik itu kebutuhan sarana dan prasarana maupun industri perikanan yang berada di sekitar wilayah pelabuhan guna mendukung aktivitas perikanan di pelabuhan tersebut (Lubis, 2006).

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) dalam Lubis (2006), kriteria pangkalan pendaratan ikan adalah sebagai berikut :

(19)

5

1) Tersedianya lahan seluas 10 ha;

2) Diperuntukkan bagi kapal–kapal perikanan kurang dari 30 Gross Tonnage (GT); 3) Melayani kapal–kapal perikanan 15 unit per hari;

4) Jumlah ikan yang didaratkan lebih dari sama dengan 10 ton per hari;

5) Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri perikanan.

Berdasarkan pada kriteria-kriteria tersebut diatas, maka PPI Muara Angke masih memenuhi standar mutu pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan Tipe D.

2.2 Tempat Pelelangan Ikan

Tempat pelelangan ikan adalah tempat untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Tempat pelelangan ikan merupakan tempat yang membantu nelayan dalam memasarkan ikan hasil tangkapan melalui pelelangan. Letak dan pembagian ruang di gedung pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat. Hal ini dengan pertimbangan bahwa produk perikanan merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu, sehingga apabila aliran produk ini terganggu, maka akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan (Lubis, 2006).

Kegiatan yang biasanya dilakukan di gedung TPI antara lain (Anonymous, 2006):

1) Menyortir, membersihkan dan menimbang ikan-ikan yang dibongkar dan dipersiapkan untuk dilelang (ruang sortir);

2) Memperagakan dan melelang ikan (ruang lelang);

3) Mengepak ikan yang telah dilelang untuk siap didistribusikan (ruang pengepakan).

Tempat pelelangan ikan mempunyai nilai strategis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat yang berada di sekitarnya. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta memberikan pelayanan lelang di TPI Muara Angke, sehingga diharapkan

(20)

harga yang terjadi dalam proses lelang tersebut merupakan harga optimal yang dapat diperoleh nelayan (Anonymous, 2006). Sesuai dengan tujuan pendiriannya, tempat pelelangan ikan mempunyai fungsi untuk (Anonymous, 2007) :

1) Melaksanakan aktivitas lelang yang dapat melindungi nelayan agar diperoleh harga penjualan yang wajar dan keamanan uang bagi hasil penjualan ikannya lebih terjamin;

2) Sumber informasi pasar yaitu untuk mengetahui perkembangan harga ikan harian maupun jenisnya;

3) Fungsi statistik dan produksi yaitu untuk mengetahui ketersediaan produksi ikan dalam rangka keamanan pangan

Produksi hasil tangkapan nelayan tergantung pada faktor cuaca, musim dan jumlah kapal yang membongkar hasil tangkapannya di TPI. Sebagai Gambaran produksi ikan yang masuk ke DKI Jakarta dalam satu hari rata-rata mencapai 100-125 ton ikan (Anonymous, 2006).

2.3 Pelelangan Ikan

Pelelengan ikan adalah proses dimana terjadinya kegiatan menjual dan membeli hasil tangkapan, dengan cara menaikkan harga hasil tangkapan terus-menerus sampai bertemunya suatu kesepakatan harga antara penjual dan pembeli (Anonymus, 2007). Berdasarkan UU No. 3 Pasal 5 menetapkan, penyelenggaraan pelelangan ikan harus memiliki izin dari gubernur. Pemberian izin dimaksudkan untuk pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan pelelangan ikan. Izin diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat, yaitu yang memenuhi kriteria sehat pengurus, sehat organisasi dan sehat manajemen. Jika di lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat, penyelenggaraan pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas yang menangani perikanan pada kabupaten/kota setempat dan hanya bersifat sementara (http://www.google.co.id/search?hl=id&q=retribusi+pelelangan+ikan).

Pemerintah daerah berdasarkan kewenangan yang ada, mengatur, mengurus, dan mengawasi pelelangan ikan dengan tujuan meningkatkan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan nelayan; mendapatkan kepastian pasar dan harga ikan yang layak

(21)

7

bagi nelayan maupun konsumen; memberdayakan koperasi nelayan; meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan nelayan. Pada Gambar 1 dapat dilihat pelaksanaan pelelangan ikan di PPI Muara Angke.

Gambar 1 Pelaksanaan pelelangan ikan di TPI Muara Angke.

Sistem lelang dalam pemasaran ikan hasil tangkapan nelayan dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan suatu harga yang wajar sehingga dapat menguntungkan baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Oleh karena itu pemerintah menerbitkan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di DKI Jakarta, yang diharapkan akan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan penjualan ikan oleh nelayan (Anonymous, 2006).

Dalam sistem lelang, peserta lelang sangat beragam, baik yang membeli ikan untuk dijual kembali ke pasar-pasar, para pengumpul ikan untuk disetorkan ke restoran, para supplier ikan untuk hotel-hotel, juga para eksportir hasil perikanan. Beragamnya peserta lelang tersebut memberikan kemungkinan terjadinya persaingan penawaran secara ketat sehingga pada akhirnya akan diperoleh harga penawaran yang cukup optimal.

Dalam mekanisme lelang, dilakukan penawaran harga ikan secara terbuka kepada para pembeli mulai dari harga standar pasar pada hari itu. Pada saat penawar masih lebih dari satu orang, akan terus dilakukan peningkatan harga sehingga penawar tinggal satu orang, dan penawar tertinggi itulah yang keluar sebagai

(22)

pemenang lelang atau pembeli ikan. Setelah memenangkan lelang, pembeli tersebut harus segera menyetorkan uang pembelian ikan kepada penyelenggara pelelangan ikan. Melalui mekanisme tersebut harga penjualan ikan relatif cukup tinggi dan keamanan uang hasil penjualan ikannya terjamin. Pelelangan ikan dilaksanakan setiap hari. Mekanisme pelelangan di PPI Muara Angke dapat mengakomodir kebutuhan para pelaku lelang, sehingga para pelaku lelang tidak ada yang merasa dirugikan. Umtuk kelancaran proses pelelangan di PPI Muara Angke ini, ketentuan yang jelas mengenai harga ikan akan menumbuhkan kepercayaan nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Muara Angke (Anonymous, 2006).

Mekanisme pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan PPI Muara Angke dapat dilihat pada Gambar 2.

Nahkoda/ Pengurus Kapal Melapor Petugas Pelabuhan Perikanan/ WASKI • Sortir jenis ikan • Sortir mutu ikan • Pene mpat- an dalam trays Pengawas Kapal Perikanan (WASKI) • Adminis-trasi • Kedatang an Kapal Dokumen Perizinan Pengecek- an Alat Tangkap Pengecek- an Jenis Ikan Pengecek- an Fishing Ground Pengecek- an Kapal Ikan Pengecek- an ABK/Nah-koda Pemberian /Penerbit- an STBLK Bong- kar Ikan Penim bang- an Bendahar awan Pem- bantu Peme nang Le -lang Menerima Harga Penjual -an Ik-an setelah dipotong retribusi 3% Le -lang oleh Juru Le -lang TPI • Meneri ma harga pembeli an ikan • Meneri ma pembaya ran Retri- busi 2% dari pembeli • Meneri ma pembaya ran Retri- busi 3% dari Pemilik Ikan Pemilik Ikan Kasir Pembe rian Label (Penca tatan) • Nama Kapal • Volu- me Ikan Distri busi dan Pema saran Meneri ma Hasil Pungut- an Retri- busi 5% Menye -torkan Hasil Pungut -an ke Kas Daerah Sumber : UPT PPI Muara Angke, 2006

Gambar 2 Mekanisme pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan PPI Muara Angke.

(23)

9

2.4 Retribusi

Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Ada beberapa jenis retribusi, diantaranya : retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Undang-Undang No. 34/2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 66/2001 tentang Retribusi Daerah, maka retribusi TPI merupakan jenis dari retribusi jasa usaha (http://www.google.co.id/search?hl=id&q=retribusi+pelelangan+ikan).

Dalam upaya peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan nelayan, serta untuk menciptakan harga yang layak bagi konsumen sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), maka semua hasil penangkapan ikan di laut perlu dijual secara lelang di tempat pelelangan ikan (TPI). Dengan kata lain, pelaksanaan pelelangan ikan, selain dapat menciptakan kepastian pasar dan harga ikan yang layak bagi nelayan maupun konsumen, pada akhirnya akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan. Fungsi retribusi pelelangan ikan secara langsung adalah sebagai pemasukan pendapatan bagi kas daerah dan pendapatan bagi koperasi perikanan Mina Jaya yang berperan sebagai penyelenggara pelelangan ikan dan secara tidak langsung adalah untuk mensejahterakan para nelayan, karena pada saat nelayan melaksanakan pelelangan ikan, mereka membayar retribusi, dan retribusi itulah yang nantinya akan kembali lagi ke mereka dalam bentuk bantuan dana sosial.

Pemerintah DKI Jakarta melalui Perda No. 5/2005 menetapkan tarif retribusi 5% dari harga nilai transaksi pelelangan ikan, yang masing-masing dibebankan 2% kepada pembeli/bakul dan 3% kepada nelayan/penjual. Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pengusaha Kecil tentang penyelenggaraan lelang, penggunaan retribusi pelelangan ikan diarahkan untuk (Anonymous, 2007) :

1) Penerimaan Pemerintah Daerah 2) Biaya Operasional Daerah 3) Biaya Lelang

(24)

Perda No. 5/2005 mengatur secara lebih rinci mengenai kewajiban dari wajib retribusi, antara lain :

1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai;

2) Jika tidak membayar tepat pada waktunya, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dari retribusi terutang;

3) Pengajuan penundaan pembayaran;

4) Setiap permohonan pembetulan, pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi, pembatalan dan pengajuan keberatan atas SKRD (Surat Keterangan Retribusi Daerah) dan STRD (Surat Tagihan Retribusi Daerah), harus dilakukan secara tertulis;

5) Harus melunasi retribusi terhutang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis.

Penetapan persentase pengenaan retribusi biaya penyelenggaraan ikan dapat dilihat pada Gambar 3.

Penetapan Persentase Pengenaan Retribusi Pelelangan Ikan sebesar

5%

Gambar 3 Penetapan persentase pengenaan retribusi biaya penyelenggaraan pelelangan ikan oleh Koperasi Perikanan Mina Jaya.

Nelayan/Pedagang 3% dari har

Pembeli 2% dari har

Setor ke Kasda

Koperasi Mina Jaya

Biaya Penyelenggaraan Lelang : • Biaya Lelang 42,50% • Biaya Keamanan dan 5%

ebersihan K

• Biaya Pemb. dan Pengawasan 7,5%

ga transaksi ga transaksi

Pemda DKI Jakarta

Dana Sosial terdiri dari : Biaya Adm. Perkantoran : Biaya Kantor 7,5% TAL 2,5% Biaya Pemeliharaan 10% Asuransi Nelayan 7,5% • Dana Paceklik 7,5% • Tabungan nelayan 10% dan bakul •

(25)

11

2.5 Pendapatan Nelayan

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam kapal atau perahu tidak termasuk dalam kategori nelayan (Monintja, 1989).

Menurut curahan waktu kerja, nelayan di klasifikasikan sebagai berikut (Monintja, 1989) :

1) Nelayan Penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan;

2) Nelayan Sambilan Utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan;

3) Nelayan Sambilan Tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.

Pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota tumah tangga ekonomi. Pendapatan itu sendiri terdiri atas (BPS, 1998) :

1) Pendapatan dari upah atau gaji, yang mencakup upah atau gaji yang diterima seluruh rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut, baik uang maupun barang atau jasa.

2) Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya.

3) Pendapatan lainnya, yaitu pendapatan diluar upah atau gaji yang menyangkut usaha dari : (1) perkiraan sewa rumah milik sendiri ; (2) bunga, deviden atau royalti, sewa atau kontrak, gedung, bangunan, peralatan dan sebagainya; (3) buah hasil usaha (hasil usaha sampingan yang dijual); (4) pensiunan dan klim asuransi jiwa; (5) kiriman famili atau pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa, dan sebagainya.

(26)

Pendapatan yang diterima oleh nelayan tergantung pada hasil tangkapan atau produksi dan harga yang berlaku, dimana teknologi akan sangat menentukan terhadap hasil usaha penangkapan diantaranya perlengkapan yang digunakan dalam operasi penangkapan seperti motor. Selain itu dipengaruhi oleh daerah penangkapan ikan (fishing ground), cuaca saat itu dan efektivitas alat tangkap yang digunakan (Hermanto 1986)

Pendapatan nelayan berasal dari dua sumber, yaitu : pendapatan dari usaha penangkapan ikan dan pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan. Sumber pendapatan utama bagi nelayan yaitu berasal dari usaha penangkapan ikan sedangkan pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan, biasanya lebih rendah (Sayogyo 1996).

Beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan, yaitu (Soekartawi, 1986) : 1) Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk;

2) Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri;

3) Pendapatan tunai, yaitu selisih antar penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai; 4) Penerimaan kotor, yaitu produksi total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik

yang dijual maupun yang tidak dijual;

5) Pengeluaran total usaha, yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan;

6) Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor dan pengeluaran total usaha.

Menurut Sayogyo (1996)tingkat kemiskinan dibagi menjadi beberapa kategori antara lain :

1) Tidak miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan atau lebih besar dari 420 kg beras untuk daerah perkotaan;

2) Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan atau lebih rendah dari 420 kg beras untuk daerah perkotaan;

(27)

13

3) Miskin sekali, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk daerah pedesaan atau lebih rendah dari 360 kg beras untuk daerah perkotaan;

4) Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 180 kg beras untuk daerah pedesaan atau lebih rendah dari 270 kg beras untuk daerah perkotaan.

2.6 Koperasi Unit Desa

Koperasi perikanan atau KUD Mina berfungsi sebagai pusat pelayanan berbagai perekonomian nelayan di desa-desa pantai. Usaha yang dilakukan didasarkan kepada sarana-sarana, jasa-jasa dan kemudahan yang diperlukan untuk usaha perikanan bagi para nelayan anggotanya (Departemen Koperasi, 2002).

Koperasi perikanan didirikan untuk menyatukan dan menggabungkan usaha-usaha nelayan yang umumnya masih miskin dan belum begitu maju tingkat pengetahuannya. Dengan bersatu dan kerjasama dalam sebuah koperasi perikanan, para nelayan dapat mengumpulkan modal dan berusaha untuk memperbaiki usahanya dengan tidak menggantungkan nasibnya pada tengkulak atau kaum pemodal (Departemen Koperasi, 2002). Berdasarkan Undang-Undang No.25 Tahun 1992 Pasal 3 tentang pokok-pokok perkoperasian menyatakan bahwa tujuan KUD Mina sebagaimana tujuan koperasi pada umumnya, yaitu :

1) Memajukan kesejahteraan anggotanya; 2) Memajukan kesejahteraan masyarakat;

3) Turut serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional.

KUD juga berfungsi sebagai sarana informasi yang dapat menunjang pengambilan keputusan serta kebijakan dalam pengembangan. Selama ini banyak informasi yang telah tersedia, namun informasi tersebut masih tersebar dalam berbagai sumber seperti lembaran-lembaran pencatatan dan buku laporan. Hal ini menyebabkan penggunaan informasinya menjadi kurang efektif dan efisien (Kuswardani, 2007).

(28)

Koperasi perikanan mempunyai tiga manfaat utama bagi anggotanya antara lain manfaat ekonomi, sosial dan teknologi (Saefudin dalam Desiwardani, 2005). Manfaat ekonomi akan dirasakan oleh para anggotanya bila terjadi perbaikan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan anggota dibandingkan dengan bila tidak menjadi anggota koperasi. Adanya pemenuhan kebutuhan anggota akan sarana produksi yang murah, kepastian menjual hasil produksi dan kepuasan memperoleh harga jual dan harga beli produk serta pinjaman modal untuk menunjang kegiatan produksi (Departemen Koperasi, 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat manfaat sosial yang dirasakan anggota apabila terjalin kerjasama antara anggota dan masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya, serta terbuka peluang dan kesempatan kerja bagi anggota dan masyarakat dalam koperasi. Manfaat teknologi dapat dirasakan anggota melalui informasi teknologi, kegiatan pengenalan dan pengembangan teknologi baru yang diselenggarakan oleh koperasi yang bersangkutan.

(29)

15

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan dari bulan Maret sampai bulan April tahun 2008, dengan tempat penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Propinsi DKI Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah data hasil wawancara dari berbagai pihak terkait. Alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kuesioner.

3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan studi kasus tentang aspek pendapatan nelayan dari usaha penangkapan ikan dan tentang retribusi pelelangan ikan di PPI Muara Angke, yang sebagian akan kembali sebagai bagian dari pendapatan nelayan.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling, yaitu metode dimana responden yang dipilih secara sengaja

untuk menentukan tujuan tertentu, dengan mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari semata-mata dengan tujuan peneliti (Fauzi, 2001).

Purposive sampling yang dimaksud dalam penelitian ini bahwa jenis dan

jumlah responden yang diambil pada saat penyebaran kuesioner telah mewakili tuhuan penelitian. Pada penelitian ini telah diambil sampel tiga alat tangkap terbanyak yang ada di PPI Muara Angke, yaitu jaring cumi, bubu dan purse seine. Dari ketiga macam alat tangkap tersebut, kemudian diambil lagi 5 responden per jenis alat tangkap agar maksud dan tujuan yang diinginkan terwakilkan dan tercapai. Keseluruhan responden yang diambil adalah sebanyak 15 responden.

(30)

Data yang telah dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan, pihak pengelola TPI, dan pihak KUD Mina Jaya dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data primer dilakukan untuk mengetahui besarnya pendapatan nelayan dan juga mengetahui besarnya dana kompensasi dari retribusi pelelangan ikan yang diterima oleh nelayan pada saat nelayan membutuhkan. Data tersebut mencakup identitas responden, biaya operasional penangkapan ikan, volume jenis dan nilai hasil tangkapan yang diperoleh per trip, biaya retribusi yang dikeluarkan setiap melelang hasil tangkapannya, bagian retribusi yang kembali pada nelayan pada saat nelayan membutuhkan, lama trip, pendapatan bersih dan pendapatan kotor yang diterima, proses dan waktu pelelangan, retribusi pelelangan, persen retribusi yang dikenakan oleh nelayan dan penjual pada saat melakukan pelelangan ikan, persen retribusi yang diterima oleh pihak KUD, persen retribusi yang seharusnya dapat diterima oleh nelayan.

Penyebaran kuesioner dan wawancara dilakukan pada beberapa pihak yang terkait, antara lain :

1) Nelayan

Nelayan yang diambil sebagai sampel adalah nelayan dengan jenis jumlah alat tangkap dominan di PPI Muara Angke pada tahun 2007 yang masing-masing adalah jaring cumi 621 unit, purse seine 488 unit dan bubu 211 unit. Masing-masing dari alat tangkap tersebut diambil 5 responden untuk diwawancara. Jenis nelayan yang diambil sebagai sampel adalah nelayan pemilik, nahkoda dan ABK. Informasi yang diperoleh berupa biaya operasional melaut, volume, jenis dan nilai hasil tangkapan yang diperoleh per trip, dan harga ikan per kilogram, biaya retribusi yang dikeluarkan tiap melelang hasil tangkapannya, jenis hasil tangkapan yang didaratkan, bagian retribusi yang kembali pada nelayan pada saat nelayan membutuhkannya, lama trip, pendapatan bersih dan kotor yang diterima.

(31)

17

2) Pihak Pengelola TPI

Informasi yang diperoleh berupa data hasil tangkapan yang terjual pada saat lelang, proses pelelangan, lamanya pelelangan, jumlah keranjang dan retribusi pelelangan. Sampel yang diambil sebagai responden sebanyak lima orang.

3) Pihak KUD Mina Jaya

Informasi yang diperoleh pada saat wawancara antara lain persen retribusi yang dikenakan oleh nelayan dan penjual pada saat melakukan pelelangan ikan, persen retribusi yang diterima oleh pihak KUD, persen retribusi yang dikembalikan lagi oleh nelayan. Sampel yang diambil sebagai responden sebanyak tiga orang.

Data sekunder diambil dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, dan UPT. Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke berupa data yang berhubungan dengan kegiatan pelelangan ikan dan retribusi pelelangan ikan, yaitu data jenis hasil tangkapan, produksi hasil tangkapan lima tahun terakhir, dan pembagian retribusi yang telah ditetapkan oleh Keputusan Gubernur DKI Jakarta.

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Analisis pendapatan nelayan

Untuk menganalisis pendapatan nelayan di PPI Muara Angke, dilakukan analisis finansial. Analisis pendapatan nelayan terbatas dari usaha penangkapan ikan per trip ketika penelitian dilakukan atau pada musim paceklik. Pendapatan nelayan dapat dihitung dengan cara :

1) Total penerimaan per trip dihitung dengan mengalikan antara jumlah hasil tangkapan dengan harga ikan per kilogram;

2) Total penerimaan yang didapat tersebut, dikurangi biaya retribusi pelelangan ikan sebesar 3%;

3) Setelah pendapatan tersebut dipotong biaya retribusi, kemudian menghitung biaya operasional. Biaya operasional didapat dengan cara menjumlahkan semua

(32)

biaya yang dibutuhkan nelayan selama melaut, dan di darat yang terkait dengan kegiatan atau usaha penangkapan ikan. Biaya operasional merupakan penjumlahan dari seluruh biaya terkait yang dibutuhkan oleh nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Biaya operasional yang dibutuhkan antara lain bahan bakar (bensin, solar, minyak tanah, oli), air tawar, es, biaya administrasi (biaya untuk di darat, biaya untuk upah, pajak penghasilan, biaya retribusi-retribusi lelang), biaya perizinan (izin berlayar, biaya tambat labuh, biaya bongkar muat), biaya pembelian alat tangkap, biaya perawatan alat tangkap), biaya lain-lain untuk kebutuhan nelayan.

4) Untuk menghitung pendapatan bersih yang akan diterima nelayan, maka perlu dihitung selisih antara total penerimaan setelah dipotong biaya retribusi lelang dengan biaya-biaya operasional yang telah dihitung sebelumnya;

5) Pendapatan tersebut dibagikan kepada pemilik kapal, nahkoda dan para ABK yang ikut melaut dengan persentase yang telah ditentukan sebelumnya.

Pendapatan bersih (

π

) nelayan dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan total (total revenue/TR) dengan biaya total (total cost/TC) dengan rumus (Hernanto 1986 diacu dalam Purnomo, 1999) :

π

= TR – TC

Kriteria yang digunakan :

π

> 0 = untung,

π

< 0 = rugi

π

= Pendapatan bersih

TR = Total Revenue atau total penerimaan TC = Total Cost atau total biaya

Contoh perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat di dalamnya dan besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan.

(33)

19

3.4.2 Analisis persentase retribusi

Persentase retribusi pelelangan ikan di PPI Muara Angke, dianalisis melalui

metode deskriptif dengan cara mentabulasi perbandingan jenis atau bagian retribusi yang diterima nelayan dengan kenyataan di lapangan yang diterima oleh nelayan. Dari pendapatan nelayan akan dipotong untuk membayar biaya retribusi berdasarkan jenis retribusi yang telah ditentukan. Setiap selesai melelang hasil tangkapannya, nelayan harus membayar biaya retribusi pelelangan ikan. Biaya retribusi pelelangan ikan tersebut nantinya akan kembali lagi ke nelayan dalam bentuk asuransi nelayan, dana paceklik, dan dana sosial penanggulangan darurat kecelakaan di laut. Setelah mengetahui berapa biaya retribusi yang akan diterima kembali oleh nelayan, maka akan dilakukan perbandingan dengan biaya retribusi yang benar-benar diterima atau dirasakan oleh nelayan. Setelah itu, mencocokkan antara jawaban yang diberikan oleh nelayan dan jawaban yang diberikan oleh pihak KUD Mina Jaya.

Pada kenyataannya, biaya retribusi yang akan diterima oleh para nelayan tidak sesuai dengan biaya retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, mungkin akan lebih kecil jumlahnya dari yang seharusnya diterima nelayan, atau bahkan nelayan tidak merasakan dan tidak mendapatkannya sama sekali dari KUD. Selanjutnya besaran persen retribusi yang diterima oleh nelayan akan dianalisis secara deskriptif.

(34)

4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta

4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara

Wilayah Jakarta Utara yang merupakan bagian dari pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ternyata pada abad ke-5 justru merupakan pusat pertumbuhan pemerintah Kota Jakarta yang tepatnya terletak di Muara Sungai Ciliwung di daerah Angke. Saat itu Muara Sungai Ciliwung merupakan Bandar Pelabuhan Kerajaan Tarumanegara di bawah pimpinan Raja Purnawarman. Betapa penting wilayah Jakarta Utara pada saat itu dapat dilihat dari perebutan silih berganti antara berbagai pihak, yang peninggalannya sampai kini dapat ditemukan di beberapa tempat di Jakarta Utara, seperti Kelurahan Tugu, Pasar Ikan dan lain sebagainya (Anonymous, 2007).

Jakarta Utara mempunyai luas 139,56 km2, daratan Jakarta Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35 km, menjorok ke darat antara 4 sampai 10 km, dengan kurang lebih 110 pulau di Kepulauan Seribu. Ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2 meter, di tempat tertentu ada yang berada di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa atau empang air payau.

Wilayah ini merupakan pantai beriklim panas, dengan suhu rata-rata 28,50C, curah hujan setiap tahun rata-rata 115,12 mm dengan maksimal pada bulan Februari 317,10 mm sedangkan kelembaban udara rata-rata 72%, yang disapu angin dengan kecepatan sekitar 2,4 knot sepanjang tahun. Curah hujan tertinggi pada tahun 2007 lebih kecil dibanding tahun lalu yang mencapai 1381,40 mm.

Daerah pantai dan tempat bermuaranya sembilan sungai, yaitu Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, Kali Pesanggrahan, Kali Angke, Kali Grogol, Kali Sunter, Kali Cakung, Kali Cipinang dan Kali Krukut serta dua banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik kiriman maupun banjir karena air pasang laut (Anonymous, 2007).

(35)

21

Batas wilayah Kota Jakarta Utara adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara : Laut Jawa koordinat

106029’00” BT - 015010’00” LS dan 106007’00” BT - 005010’00” LS

Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.

2) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan wilayah Kota Jakarta Pusat dan Kota Jakarta Timur

3) Sebelah Barat : Berbatasan dengan wilayah Kota Jakarta Barat dan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten

4) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kota Jakarta Timur dan Kabupaten Administratif Bekasi Provinsi Jawa Barat. Kota Jakarta Utara merupakan wilayah administratif sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1991 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1813 Tahun 1991 tentang sebutan Wilayah Administratif, Kepala Pemerintahan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1990 wilayah Jakarta Utara terdiri dari enam wilayah Kecamatan dengan 32 Kelurahan, yaitu :

1) Kecamatan Penjaringan meliputi 5 Kelurahan 2) Kecamatan Tanjung Priok meliputi 7 Kelurahan 3) Kecamatan Koja meliputi 7 Kelurahan

4) Kecamatan Kelapa Gading meliputi 3 Kelurahan 5) Kecamatan Cilincing meliputi 7 Kelurahan 6) Kecamatan Pademangan meliputi 3 Kelurahan.

4.1.2 Penduduk Kota Jakarta Utara

Pada tahun 2006, jumlah penduduk di Jakarta Utara mencapai 1.180.967 jiwa yang terdiri dari 51,21% laki-laki dan 48,79% perempuan (BPS Kota Jakarta Utara, 2007). Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa jumlah nelayan Jakarta Utara pada tahun 2007 adalah 19.234 orang yang tersebar di beberapa wilayah. Nelayan tersebut tersebar di wilayah pesisir Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit,

(36)

Kelurahan Pademangan, Kelurahan Tanjung Priok, Kelurahan Lagoa, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Cilincing, dan Kelurahan Marunda. Selain nelayan, juga terdapat pengolah, pedagang ikan, pembudidaya ikan hias, konsumsi maupun pelaku ekonomi di sektor perikanan banyak terdapat di Jakarta Utara. Selanjutnya disebutkan bahwa penduduk di Jakarta Utara juga bergerak di sektor peternakan. Para penduduk banyak berprofesi sebagai pembudidaya ternak seperti itik, ayam buras, burung puyuh, perkutut serta olahan hasil ternak (Anonymous, 2007).

Berdasarkan data Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 2007, jumlah penduduk Jakarta Utara sebanyak 1.180.967 jiwa, berada di tempat kedua terbanyak setelah Jakarta Timur sebanyak 2.166.390 jiwa. Padatnya penduduk menimbulkan berbagai masalah di Jakarta Utara, seperti perkelahian warga atau masalah ketenagakerjaan. Jumlah penduduk yang begitu banyak menyebabkan semakin tinggi angka pencari kerja, sedangkan lapangan kerja yang tersedia jumlahnya terbatas. Hal ini akan mengakibatkan tertekannya subsektor perikanan, yaitu banyaknya tenaga kerja yang masuk kedalam subsektor ini, dengan dibekali keahlian seadanya. Tenaga kerja yang masuk kedalam subsektor perikanan biasanya banyak yang menjadi buruh. Buruh tidak memerlukan keahlian khusus, karena hanya dengan mengandalkan tenaga dan kekuatan pun sudah dapat menjadi buruh. Hal inilah yang menyebabkan subsektor perikanan menjadi kurang maju.

4.1.3 Kondisi perikanan tangkap Kota Jakarta Utara 1) Unit Penangkapan Ikan

(1) Armada Penangkapan dan Alat Tangkap

Kegiatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat di Jakarta Utara menggunakan berbagai alat tangkap seperti jaring payang, purse seine, rampus, gillnet, bagan, bubu, pancing. Alat tangkap jaring payang, purse seine, rampus, gillnet, bagan, bubu, pancing banyak dioperasikan oleh nelayan Muara Angke. Alat tangkap jaring rampus, payang, jaring kejer, bubu, dogol, trawl banyak dioperasikan oleh nelayan Cilincing. Alat tangkap jaring kejer, payang, bagan dan

(37)

23

sero banyak dioperasikan oleh nelayan di Kamal Muara. Alat tangkap gillnet dan pancing tuna longline banyak dioperasikan oleh nelayan di Muara Baru.

Armada penangkapan yang digunakan nelayan di Jakarta Utara yaitu perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Perkembangan jumlah armada penangkapan yang paling banyak terdapat di Kecamatan Penjaringan kemudian disusul Kecamatan Cilincing dan Kecamatan Koja serta Kecamatan Pademangan. Jumlah armada perikanan tangkap di Kota Jakarta Utara dari tahun 2003 sampai 2007 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Armada perikanan tangkap di Kota Jakarta Utara, 2003-2007

Tahun Jenis Armada 2003 2004 2005 2006 2007 Motor Tempel (Unit) 958 909 810 729 765 Perahu Tanpa Motor (Unit) 562 682 617 554 431 0-5 GT 439 502 451 406 430 5-10 GT 1.481 1.492 1.343 1.209 1.276 10-20 GT 679 683 615 554 659 20-30 GT 462 467 421 379 354 30-50 GT 57 49 45 39 34 >50 GT 823 795 726 653 760 Kapal Motor (Unit) Jumlah 3.941 3.988 3.601 3.24 3.413 Jumlah Armada (Unit) 5.461 5.582 5.028 4.523 4.609

Sumber : Suku Dinas Peternakan Perikanan & Kelautan Jakarta Utara, Desember 2007

Berdasarkan Tabel 1 diatas, terlihat bahwa jumlah armada penangkapan di Jakarta Utara sejak tahun 2003 hingga tahun 2007 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlahnya mengalami kenaikan, kemudian menurun kembali pada tahun 2995. Pada tahun 2007, jumlahnye kembali meningkat. Dapat diketahui bahwa jumlah armada terbanyak terjadi pada tahun 2004 yaitu 5.582 unit yang terdiri atas 3.988 unit kapal motor, 685 unit perahu tanpa motor dan 909 motor temple. Jumlah armada terendah adalah pada tahun 2006, yaitu 4.523 unit yang terdiri atas 3.240 unit kapal motor, 554 unit perahu tanpa motor dan 729 unit motor temple (Anonymous, 2007).

(38)

Perkembangan jumlah nelayan dan armada penangkapan dari tahun 2003 hingga 2007 cenderung menurun dikarenakan beberapa hal :

a. Makin jauhnya daerah penangkapan ikan (fishing ground) mengakibatkan biaya operasional lebih mahal sehingga sebagian nelayan tidak sanggup melaut;

b. Naiknya harga bahan bakar minyak menyebabkan biaya operasional lebih mahal sehingga sebagian nelayan beralih profesi seperti menjadi pedagang, sopir dan buruh pabrik serta tukang ojek;

c. Mahalnya biaya perawatan sehingga banyak kapal yang rusak tidak dapat beroperasi;

d. Semakin sulitnya hidup di Jakarta dan banyak tempat tinggal mereka yang ditertibkan sehingga sebagian nelayan kembali ke daerah asalnya;

e. Beralihnya fungsi kapal ikan menjadi kapal transportasi umum seperti kapal barang dan kapal penumpang.

Daerah tujuan penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan Jakarta Utara adalah : Bangka Belitung, Perairan Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, Perairan Kalimantan Barat, Kepulauan Natuna,, Teluk Jakarta, Perairan Karawang, perairan Papua dan perairan Karimun Jawa. Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Jakarta Utara dari berbagai daerah diantaranya adalah sotong, cumi-cumi, udang, pari, kerapu, bawal dan lain-lain (Anonymous, 2007).

Pesatnya pertumbuhan Kota Jakarta sebagai daerah industri dan pariwisata diikuti pula dengan pertambahan penduduk yang begitu pesat. Tingginya tingkat pertambahan penduduk ini diikuti pula dengan kebutuhan akan konsumsi yang semakin tinggi. Salah satu komoditas unggulan dalam pemenuhan protein hewani masyarakat tersebut adalah komoditas perikanan.

(2) Nelayan

Usaha penangkapan ikan tidak akan berjalan baik apabila tidak dilengkapi dengan unit penangkapan ikan yang terdiri dari nelayan, alat tangkap dan kapal perikanan. Oleh karena itu, nelayan merupakan salah satu komponen yang berperan

(39)

25

penting dalam suatu operasi penangkapan ikan. Nelayan merupakan suatu unsur yang terlibat secara langsung dalam kegiatan penangkapan ikan.

Jumlah nelayan di DKI Jakarta sampai tahun 2007 tercatat sebanyak 19.234 orang, yang terdiri dari nelayan pemilik 4.103 orang dan nelayan pekerja 15.131 orang. Berdasarkan status kependudukannya, dari 19.234 orang nelayan ini terdiri dari 12.027 orang nelayan penetap dan 7.207 orang nelayan pendatang. Apabila ditinjau dari status kepemilikan usaha, maka nelayan terbagi atas nelayan pemilik dan nelayan pekerja. Pada tahun 2007 jumlah nelayan pemilik berjumlah 4.103 orang dan nelayan pekerja berjumlah 15.131 orang. Perkembangan jumlah nelayan di Kota Jakarta dari tahun 2003 sampai tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan jumlah nelayan penetap dan pendatang di Wilayah Kota Jakarta Utara 2003-2007 Tahun Status Nelayan 2003 2004 2005 2006 2007 15.724 16.426 15.017 13.516 12.027 Pemilik 3.335 3.473 3.14 2.826 2.441 Nelayan penetap (orang) Pekerja 12.389 12.953 11.877 10.69 9.586 10.877 9.873 8.903 8.018 7.207 Pemilik 2.335 2.241 2.028 1.827 1.662 Nelayan pendatang (orang) Pekerja 8.542 7.632 6.875 6.191 5.545 26.601 26.299 23.92 21.534 19.234 Pemilik 5.670 5.714 5.168 4.653 4.103 Jumlah nelayan (orang) Pekerja 20.931 20.585 18.752 16.881 15.131

Sumber : Suku Dinas Peternakan Perikanan & Kelautan Jakarta Utara, Desember 2007

2) Produksi Hasil Tangkapan

Perairan Pantai Utara Jakarta merupakan daerah penangkapan ikan khususnya oleh nelayan penduduk di sekitar Jakarta Utara. Jenis ikan yang ditangkap diantaranya adalah ikan baronang (Siganus sp), ikan kerapu (Ephinephelus sp), ikan belanak (Valamugil sp), ikan julung-julung (Hemirhampus dussumieri), cendro (Tylosurus sp), kerang hijau (Verna sp) dan lain-lain dapat dilihat pada Tabel 3.

(40)

Tabel 3 Jenis-jenis ikan hasil tangkapan nelayan Kota Jakarta Utara, 2007

No Jenis Ikan Nama Latin Kelompok

1 Cucut Sphyma sp Pelagis Besar

2 Tenggiri Scomberomorus commersoni Pelagis Besar

3 Tongkol Auxis thazard Pelagis Besar

4 Julung-julung Hemirhampus dussumieri Pelagis Besar

5 Golot-golot Chirocentrus spp Pelagis Kecil

6 Kembung Rastrelliger sp Pelagis Kecil

7 Kuwe Caranx spp Pelagis Kecil

8 Layang Decapterus ruselli Pelagis Kecil

9 Selar Selaroides spp Pelagis Kecil

10 Tembang Sardinella gibbosa S. Frimbriata Pelagis Kecil

11 Teri Stelophorus indicus S. Devisi Pelagis Kecil

12 Cendro atau Garfish Tylosorus crocodiles Demersal

13 Bawal Fornio niger / Pampus argentus Demersal

14 Belanak Mugil spp Demersal

15 Beloso Saurida spp Demersal

16 Ekor Kuning Caeso erytrogaster C. Cuning Demersal

17 Kakap Merah Lutjanus malabaricus Demersal

18 Kerapu Ephinephelus sp Demersal

19 Kuro Polynemus Demersal

20 Layur Trichiurus spp Demersal

21 Manyung Arius thalassinus Demersal

22 Pari Tigonidae Demersal

23 Pepetek Leiognathus spp Demersal

24 Pisang-pisang Casio chrysozomus Demersal

25 Cunang Muraenesex (Congresox) spp Demersal

Sumber : Suku Dinas Peternakan Perikanan & Kelautan Jakarta Utara, Desember 2007

Jumlah produksi ikan di Jakarta Utara pada tahun 2007 sebanyak 31.763.259 kg.Jumlah ini merupakan produksi ikan yang didaratkan melalui darat dan laut. Ikan yang didaratkan di Jakarta Utara berasal dari enam pelabuhan, yaitu Muara Baru, Muara Angke, Pasar Ikan, Muara Kamal, Cilincing, dan Kali Baru. Muara Angke merupakan penyumbang terbesar produksi perikanan Jakarta Utara sebesar 17.111.209 kg (53,87%); disusul dengan Muara Baru sebesar 12.617.226 kg (39,72%); Pasar Ikan, Muara Kamal, Cilincing dan Kali Baru masing-masing sebesar 722.305 kg (2,27%), 521.280 kg (1,64%), 263.959 kg (0,83%) dan 527.240 kg (1,66%). Jumlah produksi ikan di TPI dan PPI Kota Jakarta Utara tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 4.

(41)

27

Tabel 4. Jumlah produksi ikan di TPI dan PPI Kota Jakarta Utara, 2003-2007

Unit : Ton Tahun Lokasi 2003 2004 2005 2006 2007 Muara Angke 12.209,03 11.779,79 9.728,24 17.582,56 17.111,21 PPI Pasar Ikan 765,69 743,19 638,05 688,22 722,32 Muara Baru 10.810,33 10.037,36 5.695,24 6.296,45 12.617,23 Kamal Muara 529,55 577,37 589,37 529,92 521,28 Kalibaru 240,58 326,72 326,80 424,14 527,24 TPI Cilincing 0 422,77 318,29 341,39 263,96 Jumlah 24.553,17 23.887,19 17.295,99 25.862,67 31.763,26 Sumber : Suku Dinas Peternakan Perikanan & Kelautan Jakarta Utara, Desember 2007

Berdasarkan Tabel 4, produksi perikanan Jakarta Utara sejak tahun 2003 hingga 2007 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2005 mengalami penurunan yang sangat drastis, tetapi kemudian meningkat kembali pada tahun 2006. Hal tersebut disebabkan karena cuaca yang tidak menentu di daerah Laut Jawa, peningkatan BBM yang sangat drastis pada tahun 2005 dan penurunan jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi sehingga jumlah ikan yang didaratkan pun menurun (Anonymous, 2007). Jumlah produksi ikan terbesar adalah pada tahun 2007 dengan total produksi ikan 31.763.259 kg, sedangkan jumlah produksi ikan terendah terjadi pada tahun 2005 dengan total produksi hasil tangkapan sebesar 17.295.993 kg.

3) Tempat pendaratan ikan (TPI)

a. TPI Cilincing

TPI Cilincing merupakan tempat pendaratan ikan di pantai Jakarta utara yang berkembang secara alami. Aktivitas pendaratan dan berlabuhnya armada perikanan di lokasi ini dapat berkembang mengingat adanya kemudahan bagi armada perikanan untuk berlabuh, baik untuk armada perahu motor maupun kapal motor berukuran kurang dari 5 GT. Berkembangnya TPI ini terutama dipacu oleh adanya akses yang

(42)

baik untuk mendapatkan alat dan bahan untuk melaut seperti air, es, dan bahan bakar serta alat-alat perikanan dan suku cadang kapal.

b. TPI Kalibaru

TPI Kalibaru terletak berdekatan dengan TPI Cilincing yaitu di sebelah baratnya dengan kondisi fisik maupun sosial ekonomi yang relatif sama dengan TPI Cilincing. Kegiatan budidaya kerang hijau dan pengolahan hasil perikanan/ ikan asin lebih banyak dilakukan oleh nelayan Kalibaru. Sebagian areal sekitar pemukiman digunakan untuk tempat penjemuran ikan. Luas TPI Kalibaru yaitu 2.084 m2 dengan fasilitas kantor 40 m2 , gedung pelelangan 200 m2 , tempat penjualan ikan 1.400 m2 , dermaga 35 m2 . jumlah armada 158 buah dengan bobot antara 1 GT sampai 5 GT. Alat tangkap yang digunakan yaitu jaring rampus, payang, bagan, pancing dan oboran. Jumlah lapak pengecer 100 buah.

c. TPI Muara Baru-PPS Nizam Zachman

TPI Muara Baru merupakan tempat pendaratan ikan yang terletak di Kelurahan Penjaringan. TPI ini sebagai tempat pendaratan kapal-kapal gillnet dan tuna longline. Disini terdapat perusahaan coldstorage skala besar. Ikan kualitas ekspor biasanya langsung masuk coldstorage. TPI Muara Baru luasnya sekitar 3.000 ha dan merupakan yang terbesar di Asia.

d. TPI Kamal Muara

TPI Kamal Muara terletak di Kelurahan Kamal Muara TPI ini sebagai tempat pendaratan kapal-kapal alat tangkap jaring kejer, payang, bagan dan sero. Kegiatan lain yang berkembang adalah pengolahan hasil perikanan yaitu ikan asin.

e. TPI Muara Angke

PPI Muara Angke terletak di wilayah Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan Kota Jakarta Utara. Di sekitar kawasan terdapat sungai atau kali yang cukup besar yaitu Kali Adem. Perairan laut Muara Angke dapat dikatakan relatif dangkal dan datar. Pada jarak 300 m dari muara Kali Angke, kedalaman perairan mencapai 1 meter dan pada jarak 450 m dari muara, kedalamannya mencapai 1,5 m, semakin ke Timur kedalaman perairan semakin dalam.

(43)

29

Kondisi masyarakat di kawasan PPI Muara Angke tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat pesisir lainnya dimana kebanyakan masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan pelaku perikanan lainnya seperti pedagang ikan dan pengolah hasil perikanan.

Sebagian besar nelayan yang ada di Muara Angke merupakan pendatang dari luar wilayah DKI Jakarta seperti Indramayu, Cirebon dan Tegal, demikian juga para pedagang ikan merupakan pendatang yang umumnya sudah berdagang di Muara Angke lebih dari 5 tahun.

Muara Angke semula dibangun untuk nelayan kecil dan tradisional tetapi dalam perkembangannya kapal-kapal berukuran besar pun (diatas 50 GT) juga melakukan tambat labuh di pelabuhan tersebut. Keberadaan kapal-kapal besar ini akhirnya menggusur dan memaksa nelayan kecil dan tradisional untuk memilih tempat mendarat sendiri yaitu di sungai-sungai kecil sekitar Muara Angke. Mendaratnya perahu nelayan kecil dan tradisional di sungai-sungai menyebabkan penjualan hasil tangkapan nelayan tidak melalui proses lelang di TPI dan otomatis mengurangi pendapatan retribusi lelang.

4.2 Keadaan Umum PPI Muara Angke

4.2.1 Letak geografis dan topografi PPI Muara Angke

Muara Angke dengan luas kurang lebih 65 ha, terletak di delta Muara Angke yang secara administratif terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara. Kawasan Muara Angke berbatasan dengan Kali Angke di sebelah Barat dan Selatan, terletak di Jalan Pluit yang dimanfaatkan untuk perumahan nelayan seluas 21,26 ha, dan berdekatan dengan Tambak Uji Coba Budidaya Air Payau seluas 9,12 ha; bangunan pangkalan pendaratan ikan serta fasilitas penunjangnya seluas 5 ha; hutan bakau seluas 8 ha; tempat pengolahan ikan tradisional seluas 5 ha; docking kapal seluas 1,35 ha; lahan kosong seluas 6,7 ha; pasar, bank dan bioskop seluas 1 ha; serta terminal seluas 2,57 ha dan lapangan sepak bola seluas 1 ha (UPT PPI Muara Angke, 2006).

(44)

Kawasan Muara Angke mempunyai kontur permukaan tanah datar, dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0-1 meter. Geomorfologi kawasan pantainya lunak sehingga daya dukung tanah rendah dan proses intrusi air laut tinggi, sedimen dasar laut dominan oleh lumpur (lempung dan lanau). Pasang surut kawasan ini mempunyai sifat harian tunggal dan kisaran antara surut tertinggi dan terendah adalah 1,2 meter dan gerakan periodik ini walaupun kecil tetap berpengaruh pada kondisi pantai kawasan ini. Arus laut pada musim barat berkecepatan 1,5 knot dengan ketinggian gelombang dapat mencapai 1,5 sampai 2 meter (UPT PPI Muara Angke, 2006).

Di kawasan tersebut pemerintah telah membangun tempat pelelangan ikan, gedung pasar grosir ikan, gedung pengecer ikan, kios, gudang, kantor yang dimanfaatkan oleh para pengusaha perikanan, kios pujaseri, tempat pengepakan ikan dan berbagai fasilitas penunjang lainnya. Fasilitas yang dibangun pemerintah pada umumnya dapat dimanfaatkan secara baik oleh para pengusaha dan memberikan manfaat luas terhadap masyarakat perikanan, baik berupa penyediaan lapangan kerja maupun keuntungan lainnya bagi masyarakat.

Selain pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta juga diberikan kesempatan untuk bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunan kawasan. Kesempatan yang ditawarkan pemerintah tersebut ditanggapi positif oleh para pengusaha. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya fasilitas-fasilitas penting bagi usaha perikanan seperti coldstorage, pabrik es, tempat-tempat penyimpanan ikan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sehingga mutu dan harga ikan tetap terjaga.

Lokasi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke terletak di daerah yang cukup strategis, aksesibilitas ke tempat ini sangat baik, kondisi jalan beraspal dengan sarana transportasi menuju ke tempat ini adalah bis dan angkutan kota. Dalam perkembangannya, secara fungsional Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke yang berstatus sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan Daerah telah memiliki fasilitas sebagaimana dimiliki oleh pelabuhan perikanan nusantara. Hal ini dapat ditinjau dari

Gambar

Gambar 2 Mekanisme pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan  PPI Muara  Angke.
Gambar 3 Penetapan persentase pengenaan retribusi biaya penyelenggaraan pelelangan  ikan oleh Koperasi Perikanan Mina Jaya
Tabel 3 Jenis-jenis ikan hasil tangkapan nelayan Kota Jakarta Utara, 2007
Tabel 4. Jumlah produksi ikan di TPI dan PPI Kota Jakarta Utara, 2003-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usaha peningkatan dan pengembangan pengelolaan pelayanan yang dilakukan oleh pihak pengelola TPI Muara Angke diantaranya adalah dengan pemindahan lokasi dan pembangunan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, disimpulkan bahwa pembangunan PPI Bajomulyo memiliki dampak yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan tingkat pendapatan

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat selektivitas alat tangkap purse seine berdasarkan komposisi hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan serta

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah usaha perikanan perikanan tangkap Gill net permukaan dan Gill net dasar yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis ikan karang yang distribusikan di dalam dan ke luar daerah dan rantai distribusi ikan karang yang ada di PPI Ujong

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret s/d Juni 2021 di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lero. Metode penelitian secara observasi dan interview. Penentuan sampel

Hasil penelitian dari identifikasi ditemukan larva stadium tiga Anisakis simplex yang menginfeksi di bagian mukosa dan bagian lumen usus ikan salem, di.. Pangkalan

Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian, maka metode pengukuran untuk melihat seberapa kuat pengaruh dari kedua variabel X dan Y dengan menggunakan Skala