• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai indeks keberlanjutan pada setiap dimensi pada pengelolaan lahan kering sumber air curah hujan berbeda-beda. Semakin besar nilai indeks yang dihasilkan, berarti pengelolaan lahan kering yang dilakukan selama ini memiliki kesesuaian dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan dalam bentuk nilai indeks keberlanjutan pengelolaan lahan kering sumber air curah hujan untuk setiap dimensi adalah sebagai berikut.

Hasil analisis MDS dimensi ekologi untuk pengelolaan lahan kering yang menggunakan sumber air curah hujan disajikan pada Gambar 8. Nilai indeks keberlanjutan ini termasuk dalam ketagori buruk, yaitu 17,61 persen ( standar buruk: nilai indeks ≤ 25%). Kondisi nilai indeks tersebut dipengaruhi oleh nilai skor atribut penyusun dimensi ekologi curah hujan di lokasi penelitian. Berdasarkan Gambar 9 terdapat empat atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan pengelolaan lahan kering dimensi ekologi curah hujan, yaitu: 1). Penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia, 2). Tingkat kesuburan tanah, 3). Luas kepemilikan lahan, dan 4). Teknik pengolahan tanah.

17.61 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Indeks Keberlanjutan O th e r D is ti ngi s h in g Fe a tu re s

Dimensi Ekologi Curah Hujan References Anchors

Leverage of Attributes 2.99 4.11 5.28 4.61 1.71 9.36 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jenis komoditas yang diusahakan Teknik pengolahan tanah Tingkat kesuburan tanah Luas kepemilikan lahan Penggunaan pupuk anorganik dan

pestisida kimia Ketersediaan air A ttr ib u te

Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Rem oved (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 9. Atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks dimensi ekologi sumber air curah hujan

Pada Gambar 10, dapat dilihat nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi untuk pengelolaan lahan kering dengan sumber air curah hujan. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi berada di atas nilai indeks dimensi ekologi, yaitu sebesar 32,50 persen dan termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan (standar: 25 > Nilai indeks ≤ 50). Atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan ini adalah: 1). Nilai komoditas yang diusahakan berorientasi pada komoditas yang memiliki nilai ekonomi, 2). Menstabilkan harga dan pemasaran, dan 3). Peningkatan modal usaha (Gambar 11).

Kemampuan lahan kering dengan sumber air curah hujan atau tadah hujan menghasilkan tanaman semusim hanya maksimal satu kali per tahun. Tanaman singkong dan jagung merupakan tanaman yang umum dijumpai di daerah penelitian lahan kering yang mengandalkan curah hujan. Hal ini menunjukkan kemampuan lahan kering tadah hujan untuk memenuhi kebutuhan hidup petani sangat terbatas. Faktor yang mempengaruhi dimensi ekonomi lahan kering adalah nilai komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi, stabilitas harga di tingkat petani serta kemudahan pasar dan akses terhadap modal. Jenis komoditas yang diusahakan petani di lokasi penelitian pada umumnya belum berorientasi pada nilai ekonomi tapi masih berdasarkan kebiasaan yang dilakukan secara turun- temurun dan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (bukan untuk tujuan pemasaran).

32.50 DOWN UP BA D GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

I nd eks Keb er l anj ut an

Dimensi Ekonomi Curah Hujan Ref erences A nchors

Gambar 10. Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sumber air curah hujan

Leverage of Attributes 9.62 8.99 3.99 3.79 7.18 0 2 4 6 8 10

Nilai ekonomis komoditas yang diusahakan Harga dan pemasaran

Teknolgi pascapenan Ketersediaan sarana dan prasarana

produksi Modal usaha A ttr ib u te

Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Rem oved (on Sustainability scale 0 to 100) 12

Gambar 11. Atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks dimensi ekonomi sumber air curah hujan

Pada Gambar 12, disajikan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial untuk pengelolaan lahan kering dengan sumber air curah hujan. Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial berada di atas nilai indeks dimensi ekologi maupun ekonomi, yaitu sebesar 40,51 persen. Nilai indeks tersebut masih termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan (standar kurang: 25 > Nilai indeks ≤ 50). Atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi sosial adalah: 1). Menghilangkan potensi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik di masyarakat petani, dan 2). Peraturan adat, agama, dan perundang-undangan

dilengkapi sebagai dasar hukum dalam penglolaan lahan kering. Selanjutnya, peraturan tersebut perlu dipatuhi agar tercipta kondisi tertib dan aman di masyarakat (Gambar 13). RAPFISH Ordination 40.51 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Indeks keberlanjutan O the r D is ti ng is hi ng Fe a tur e s

Dimensi sosial curah hujan References Anchors

Gambar 12. Indeks keberlanjutan dimensi sosial sumber air curah hujan

Leverage of Attributes Dim ensi Sosial pada Pengelolaan Lahan Kering dengan Ketersediaan Air Curah Hujan

0.62 7.06 16.69 5.20 20.59 0 5 10 15 20

Kelembagaan usahat ani Pembinaan, Pelat ihan, dan Penyuluhan Frekuensi konf lik Ket ersediaan at uran adat , agama, dan

perundang-undangan M edia inf ormasi

25 R o o t M ean Sq uar e C hang e i n O r d i nat i o n w hen Sel ect ed A t t r i b ut e R emo ved ( o n Sust ai nab i l i t y scal e 0 t o

10 0 )

Gambar 13. Atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks dimensi sosial sumber air curah hujan

Berdasarkan hasil analisis pada setiap dimensi (ekologi, ekonomi, dan sosial) maka dimensi sosial memiliki indeks keberlanjutan paling tinggi,

kemudian disusul oleh dimensi ekonomi dan dimensi ekologi dengan skor multidimensi kurang berkelanjutan.

Berdasarkan Gambar 9, 11, dan 13 atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan pada setiap dimensi pembangunan berkelanjutan dapat diidentifikasi seperti yang disajikan.

Tabel 40. Atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan lahan kering pada sumber air curah hujan. Dimensi

Sumber Air

Ekologi Ekonomi Sosial Curah Hujan 1. Penggunaan pupuk

dan pestisida. 2. Tingkat kesuburan tanah 3. Luas kepemilikan lahan 4. Teknik pengolahan tanah. 1. Nilai ekonomi komoditas 2. Harga dan pemasaran 3. Modal usaha 1. Frekuensi konflik 2. Ketersediaan

aturan adat, agama, dan perundang- undangan.

Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi berada pada kondisi yang paling buruk, demikian pula halnya dengan dimensi ekonomi karena terbatasnya ketersediaan air menyebabkan jenis komoditas yang ditanam memiliki nilai ekonomi rendah dan kegagalan panen yang tinggi. Dimensi sosial pada kondisi saat ini relatif lebih berkelanjutan dibandingkan dimensi ekologi dan ekonomi. Sosial Curah Hujan Ekonomi Ekologi 100 80 60 40 20 0

Gambar 14. Diagram layang (kite diagram) indeks keberlanjutan pengelolaan lahan kering pada setiap dimensi jenis sumber air curah hujan.

Tabel 41. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan multi dimensi pengelolaan lahan kering sumber air curah hujan.

No Dimensi Nilai Indeks

Keberlanjutan Keterangan 1 Ekologi 17,61 Buruk 2 Ekonomi 32,50 Kurang 3 Sosial 40,51 Kurang 4 Multidimensi 37,36 Kurang

Dua parameter statistik yang diperoleh dari hasil analisis MDS yang berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di wilayah studi, adalah nilai ”stress” dan R2 (kd). Tabel 42 memperlihatkan nilai “stress” dan R2 (koefisien determinasi) untuk setiap dimensi pada masing-masing jenis sumber air. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat (mendekati kondisi sebenarnya).

Berdasarkan Tabel 42 nilai “stress” hasil analisis MDS lebih kecil dari 25 persen. Nilai “stress” pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai 25 persen karena semakin kecil nilai “stress” yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Berbeda dengan nilai koefisien determinasi (R2), kualitas hasil analisis semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar atau mendekati 1 (Fisheries. Com, 1999). Dengan demikian dari kedua parameter statistik (nilai “stress” dan R2) menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengelolaan lahan kering sumber air curah hujan di Provinsi D.I. Yogyakarta relatif baik dalam menerangkan dimensi pembangunan yang dianalisis.

Tabel 42. Nilai ”Stress” dan R2 untuk dimensi ekologi, ekonomi dan sosial pengelolaan lahan kering berkelanjutan sumber air curah hujan

Nilai Statistik Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Stress 0.14 0.14 0.15 R2 0.95 0.95 0.90 Jumlah iterasi 2 2 2

Untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks keberlanjutan hasil analisis MDS digunakan analisis Monte Carlo. Analisis ini merupakan analisis yang berbasis komputer yang dikembangkan pada tahun 1994 dengan

menggunakan teknik random number berdasarkan teori statistika untuk

mendapatkan dugaan peluang suatu solusi persamaan atau model matematis (EPA,1997). Mekanisme untuk mendapatkan solusi tersebut mencakup perhitungan yang berulang-ulang. Menurut Bielajew (2001) proses perhitungan akan lebih cepat dan efisien jika menggunakan komputer.

Analisis Monte Carlo digunakan untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut pada masing-masing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukan data atau ada data yang hilang (missing data), dan nilai “stress” yang terlalu tinggi. Hasil akhir analisis MDS berupa indeks keberlanjutan pengelolaan lahan kering di lokasi penelitian mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi.

Tabel 43. Hasil analisis Monte Carlo dan MDS dimensi ekologi, ekonomi dan sosial pengelolaan lahan kering berkelanjutan sumber air curah hujan dengan selang kepercayaan 95 persen.

Dimensi

Hasil MDS Hasil Monte

Carlo Perbedaan

Ekologi 17,61 17,50 0,11

Ekonomi 32,50 32,64 0,14

Sosial 40,51 40,30 0,21 Hasil analisis Monte Carlo dilakukan dengan beberapa kali pengulangan ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks keberlanjutan masing-masing dimensi. Berdasarkan Tabel 43 dapat dilihat bahwa nilai status indeks keberlanjutan pengelolaan lahan kering sumber air curah hujan pada selang kepercayaan 95 persen didapatkan hasil yang tidak terlalu berbeda dengan hasil analisis MDS (<25%).

Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil sebagaimana disajikan pada Tabel 43 menunjukkan bahwa analisis MDS untuk menentukan keberlanjutan

pengelolaan lahan kering di Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, dan sekaligus dapat disimpulkan bahwa metode analisis digunakan dalam kajian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu alat evaluasi untuk menilai secara cepat (rapid appraisal), obyektif dan terkuantifisir dari keberlanjutan pengelolaan lahan kering di suatu wilayah/daerah.

5.3. Pola Relasi Gender dalam Pengelolaan Lahan Kering Sumber Air