BAB III NILAI-NILAI ZEN BUDDHISME DALAM ESTETIKA
3.4 Nilai Kedalaman Rasa
Karakteristik Zen Buddhisme dalam nilai kedalaman rasa mempunyai arti
tersendiri serta menciptakan kesan lain terhadap perasaan pada umumnya. Sebagai
contoh, pada umumnya kegelapan diartikan sebagai kesan yang seram,
menakutkan, mencekam, mistis, dan seterusnya. Namun, dalam Zen Buddhisme
kegelapan mengandung pengertian cerah (kegelapan yang cerah), mempunyai
kesan tentram, damai, lembut, dan tenang.
1. Pembuatan Keramik
Pembuatan keramik dengan menggunakan teknik putar, pada dasarnya
pemusatan pikiran dan konsentrasi yang tinggi, karena akan
mempengaruhi bentuk keramik yang dihasilkan. Pada saat seperti ini,
pembuat keramik akan memusatkan pikirannya dan seolah menyatu
dengan keramik yang dibentuknya. Menghayati pembentukan keramik
sama seperti mencari pencerahan dalam meditasi.
2. Dekorasi dan Pewarnaan
a. Dalam pewarnaan keramik, pada umumnya digunakan warna-
warna redup dan tidak mencolok (tidak menggunakan glasir
mengkilat), dengan tujuan untuk memperoleh kesan tenang dan
lembut.
b. Peralatan makan keramik dengan warna merah biasanya digunakan
pada musim dingin, karena warna merah dianggap dapat
menciptakan perasaan hangat.
c. Bentuk serta dekorasi keramik yang tidak beraturan atau asimetris
dianggap sebagai perwujudan dari sikap dan tingkah laku orang
Jepang yang selalu dinamis, kontradiktif namun tetap harmonis.
3. Pembakaran Keramik
a. Proses pembakaran keramik mempunyai makna kehati-hatian,
kesabaran serta kepasrahan dan menghilangkan egoisme.
Dikatakan demikian karena saat seperti itu merupakan penyerahan
kepada alam untuk memberi bentuk pada keramik di dalam tungku
pembakaran.
b. Bentuk keramik yang dihasilkan setelah proses pembakaran sering
hangus, dan ketidaksempurnaan lainnya, namun hal tersebut sangat
dihargai sebagai sesuatu yang menarik, karena masyarakat Jepang
percaya bahwa itu lah yang menjadi ciri keramik tersebut. Bagi
mereka sangatlah penting bahwa setiap keramik mempunyai
kepribadiannya sendiri sama halnya dengan manusia.
c. Kesederhanaan dan kealamian (polos tanpa dekorasi gambar
maupun ornamen) mempunyai arti mengungkapkan kerendahan
hidup. Dalam Zen Buddhisme, kehidupan yang bergantung pada
kemakmuran materi akan menghambat kesempurnaan kehidupan
spiritual. Sebaliknya, sesuatu yang alami tanpa direkayasa akan
menimbulkan semangat yang mendalam, lebih menyentuh
perasaan dan dapat menguasai spiritual dari pada sesuatu yang
sempurna dan penuh hiasan.
Masyarakat Jepang lebih dominan menggunakan dan memilih keramik
sebagai peralatan makan dibandingkan peralatan yang terbuat dari bahan sintetik,
melamin, maupun plastik, karena keramik dirasakan memiliki pengaruh cita rasa
yang tinggi terhadap makanan yang disajikan. Bagi masyarakat Jepang makan
bukan hanya untuk menghilangkan lapar, tetapi memiliki makna yang mendalam,
yaitu sebagai spirit untuk kelangsungan hidup.
Untuk lebih memahami penjelasan di atas, berikut ini penulis menyertakan
beberapa gambar keramik beserta penjelasan yang berhubungan dengan nilai
a. b.
Gambar 6.
Gambar a. Mangkuk Aka Raku Matcha 2# (2009). Pengrajin: Shoraku, Jepang. Diameter: 4.6” (11.8cm). Tinggi: 3.2” (8.3cm)
Gambar b. Furisode, Shino Tea Bowl (abad ke-16). Seto, Jepang.
Keterangan gambar 6:
- Gambar a merupakan cawan teh yang berwarna merah. Peralatan
makan berwarna merah biasanya digunakan pada saat musim dingin,
karena masyarakat Jepang mempercayai warna merah bermakna
hangat dan dipercayai akan menciptakan perasaan hangat pula. Nilai
kedalaman rasa pada keramik ini ditunjukkan oleh perasaan hangat
yang dirasakan oleh masyarakat Jepang saat melihat dan menikmati
warna merah pada keramik ini sarta saat menggunakannya.
- Pada gambar b terdapat keramik dengan warna yang redup atau tidak
mencolok. Nilai kedalaman rasa pada keramik ini ditunjukkan oleh
kesan tenang dan lembut yang dapat dirasakan saat melihat dan
menggunakannya.
- Pada gambar a dan b terdapat bentuk serta dekorasi yang tidak
satu nilai kedalaman rasa yang tercermin dalam keramik tersebut,
karena hal tersebut dianggap sebagai perlambangan masyarakat Jepang
yang selalu dinamis, kontradiktif, namun tetap harmonis.
- Pada gambar a dan b terdapat tanda-tanda ketidaksempurnaan, seperti
tanda hangus, ketidaksimetrisan serta tanda retak pada keramik. Tanda
–tanda ketidaksempurnaan tersebut tidak dianggap sebagai kegagalan
namun sebagai ciri keramik tersebut.
- Ciri keramik pada gambar a dan b dianggap sebagai kepribadian
keramik, sama halnya dengan manusia yang membutuhkan karakter
dan kepribadiannya sendiri. Sehingga saat kita melihat keramik
tersebut kita seolah melihat sebuah kepribadian yang unik, yang
berbeda dengan yang lainnya. Hal ini merupakan nilai kedalaman rasa
yang tercermin dalam keramik tersebut.
- Keramik pada gambar a dan b memiliki dekorasi yang sederhana dan
alami, yaitu tanda hangus dan tanda retak. Kesederhanaan dan
kealamian tersebut dianggap sebagai simbol kerendahan dan
kesederhanaan hidup. Kealamian pada keramik memberikan perasaan
tenang dan tidak tegang. Hal ini merupakan nilai kedalaman rasa yang
dapat dirasakan saat melihat dan mengamati keramik tersebut.
- Pembuatan keramik pada gambar a dilakukan dengan teknik putar.
Melakukan tenik putar persis seperti melakukan meditasi dalam Zen.
Proses ini bermakna memusatkan pikiran dan menyatu dengan keramik
seperti mencari pencerahan dalam Zen. Nilai kedalaman rasa di sini
membuat keramik seolah melupakan kehidupan dunia dan
berkonsentrasi serta menyatu dengan alam untuk menciptakan suatu
bentuk keramik.
- Tanda-tanda ketidaksempurnaan keramik pada gambar a dan b
dihasilkan pada proses pembakaran. Proses pembakaran bermakna
suatu kehati-hatian, kesabaran serta kepasrahan dan menghilangkan
ogoisme. Nilai kedalaman rasa di sini dapat dilihat dari proses
pembakaran keramik yang dapat dikatakan sebagai suatu kepasrahan
berupa penyerahan kepada alam untuk memberi ciri pada keramik
dalam tungku pembakaran yang nantinya akan menjadi identitas pada
keramik tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa nilai estetika Zen
Buddhisme yang tercermin adalah yuugen, sabi, dan seijaku. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa yuugen menekankan pada keindahan yang muncul
melalui kemisteriusan, bahkan terkadang tidak terlihat mata, tidak terkatakan,
namun mengandung rasa yang mendalam. Sabi menekankan pada kesendirian,
keterasingan, dan ketidakberaturan yang mengarah pada onjek individual dan
lingkungan secara umum. Dalam hal ini yaitu pembuat keramik dan penikmat atau
pengamat keramik. Sedangkan seijaku menekankan pada suatu bentuk ketenangan
dari kekuatan spiritual, kestabilan dan ketentraman ke arah pencerahan. Hal ini
menggambarkan seseorang yang sedang membuat keramik seperti sedang
melakukan meditasi, yaitu suatu keadaan aktif yang tenang (tanpa gangguan),