• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam

Sebelum membahas mengenai nilai-nilai pendidikan Islam, perlu terlebih dahulu dijelaskan mengenai nilai-nilai itu sendiri. Menurut Sidi Gazalba dalam M. Chabib Thoha (1996: 99) menyebutkan bahwa:

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, sesuatu yang ideal, bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menutut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.

Nilai-nilai pendidikan Agama Islam dapat dilihat dari tujuan dimensi utama, setiap dimensi mengacu pada nilai pokok yang khusus. Atas dasar pandangan yang demikian, maka nilai pendidikan Islam mencakup ruang lingkup yang luas:

a) Dimensi Hakekat Penciptaan Manusia

Berdasarkan dimensi ini, nilai pendidikan Islam arahnya kepada pencapaian target yang berkaitan dengan hakikat penciptaan Manusia Oleh Allah SWT, bahwa manusia di turunkan ke bumi untuk menjadi kholifah sesuai dengan Q.S. Al-Baqoroh (2) ayat 30, Allah swt berfirman:



Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:

"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.

(Kemenag RI, 2010: 6).

b) Dimensi Tauhid

Berbicara mengenai tauhid berarti berhubungan dengan keesaan Allah yang berarti tidak menduakan Allah dan meyakini bahwa allah itu satu sesuai dengan Q.S. Al- Ikhlas (112) ayat 1- 4, Allah swt berfirman:



1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Kemenag RI, 2010: 604).

c) Dimensi Moral

Dimensi ini posisi manusia di pandang sebagai sosok individu yang memiliki potensi fitrah. Maksudnya, bahwa sejak dilahirkan, pada diri manusia sudah ada potensi bawaan yang diperoleh secara fitrah. Menurut M. Quraisy Shihab (1996: 254) bahwa “potensi ini mengacu kepada tiga kecenderungan utama, yaitu benar, baik, indah”.

Hubungannya dengan dimensi moral ini, maka nilai pendidikan islam arahnya kepada upaya pembentukan manusia sebagai pribadi yang bermoral. Nilai yang terkandung dalam dimensi ini adalah nilai moral yang di jelaskan dalam Q.S. Al-Israa (17) ayat 81, Allah swt berfirman:

 lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.

(Kemenag RI, 2010: 290).

d) Dimensi Perbedaan Individu

Secara umum manusia memiliki sejumlah persamaaan, namun di balik itu sebagai individu, manusia juga memiliki berbagai perbedaaan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Dimensi individu dititik beratkan pada bimbingan dan pengembangan potensi fitrah manusia dalam statusnya sebagai insan yang eksploratif (dapat mengembangkan diri), sehingga dari dimensi ini akan muncul nilai kemandirian.

Nilai kemandirian dijelaskan dalam Q.S. Al-Jumu’ah (62) ayat 10:



Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Kemenag RI, 2010: 554).

e) Dimensi Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial, yakni makhluk hidup yang memiliki dorongan untuk hidup berkelompok secara bersama-sama.

Karenanya, dimensi sosial mengacu kepada kepentingan sebagai makhluk sosial, yang didasarkan pada pemahaman bahwa manusia hidup bermasyarakat. Yang akan memunculkan nilai toleransi, nilai keharmonisan, dan nilai kebersamaan.

Nilai toleransi ini di bahas dalam Q.S. Yunus (10) ayat 40-41:



40. Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.

41. Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang Aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". (Kemenag RI, 2010: 213).

f) Dimensi Profesional

Setiap diri manusia memiliki kadar kemampuan yang berbeda-beda.

Berdasarkan kadar kemampuan yang dimiliki itu, manusia dapt menguasai kemampuan nilai profesional, adanya perbedaan pada potensi manusia

tersebut, menyebabakan profesi manusia beragam. Hubungannya dengan dimensi ini maka akan menghasilkan Nilai tanggung jawab.

Nilai tanggung jawab disebutkan dalam Q.S. Al-Isra’ (17) ayat 15:



Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul. (Kemenag RI, 2010: 283).

g) Dimensi Ruang dan Waktu

Pada dimensi ini banyak terkait dengan perumusan tujuan pendidikan yaitu dimana dan kapan. Nilai ini sejajar dengan tataran pendidikan Islam yang lintasanya terentang dalam lintasan ruang dan waktu yan cukup panjang, dan akan memunculkan nilai kesabaran, keikhlasan dan nilai ketekunan.

Disebutkan dalam Q. S. Ar-Ruum (30) ayat 60:



Dan Bersabarlah kamu, Sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Kemenag RI, 2010: 410).

B. Hakikat Akhlak Siswa

1. Pengertian Akhlak Siswa

Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan "akhlak" berasal dari bahasa Arab jama' dari bentuk mufradnya

"Khuluqun" ( قُلُخ) yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkahlaku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain denganperkataan "khalkun" ( قْل َخ) yang berarti kejadian, serta erat hubungan "

Khaliq" ( قِلَاخ) yang berarti Pencipta dan "Makhluk" (ق ْوُل ْخَم) yang berarti yang diciptakan. (Zahruddin AR, 2004: 1).

Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam al-Qur'an, sebagai firman Allah Swt dalam Q. S. Al-Qalam (68) ayat 4:











Terjemahnya:

.Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Lebih lanjut Rasulullah saw bersabda:

ِقَلاْخَلِْا َمِراَكَم َمَِّتَُِلِ ُتْثِعُب اََّنَِّا

Artinya:

Aku (Muhammad) diutus ke muka bumi ini semata-mata untuk menyempurnakan akhlak.

Ibn Miskawaih dalam Zahruddin AR (2004: 4) mengatakan bahwa

"Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu".

Sejalan dengan itu Imam Al-Ghazali dalam H. Moh.Ardani (2005:

29) mengatakan bahwa bahwa:

Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.

Akhlak menurut oleh Ahmad Amin dalam Zahruddin AR (2004: 5) mengatakan bahwa:

Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar.Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa

memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan. Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akanberbentuk akhlak Islami, secara sederhana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalammenempati posisi sifat.Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yangdilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal. (Abuddin Nata, 2003:

147).

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.Menghormati kedua orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati oarng tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia.

Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami berbicara pula tentang cara

berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.

2. Sumber dan Macam-macam Akhlak a. Sumber Akhlak

Persoalan "akhlak" didalam Islam banyak dibicarakan dan dimuat dalam al-Hadits sumbertersebut mrupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hri bagi manusia ada yang menjelaskan artibaik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang mestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.

Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam adalah merupakan sistem moralatau akhlak yang berdasarkan Islam, yakni bertititk tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.

Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau sumber pokok daripada akhlak adalah Al-quran dan al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama itu sendiri. (H. A. Mustofa, 1997: 149).

Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikanteladan dalam membentuk kepribadian.Begitu juga sahabat-sahabat

Beliau yang selalu berpedoman kepada al-Qur'an dan as-Sunah dalam (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Ayat tersebut di atas bermaksud bahwa segala bentuk perbuatan yang dilakukah sehari-hari pada dasarnya harus mengikuti tuntunan Rasulullah saw karena beliau adalah sebaik-baik teladan dalam berbagai bentuk bidang kehidupan.

Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan atau tindakanmanusia apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut sistem moral atau akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjauhi segala larangan-Nya dan mengerjakan segala perintah-Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar hidup bagi setiap muslim yakni Al-quran dan al-Hadits.

b. Macam-macam Akhlak 1) Akhlak Al-Karimah

Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namundilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a) Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selainAllah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.

b) Akhlak terhadap Diri Sendiri

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati,menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang tercela.

c) Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk social yang kelanjutan eksistensinya secara fungsionaldan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasaan kita, dan merupakan orang yang paling dekat

dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya. (H. Moh. Ardani, 2005: 49).

Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakankepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukurinya dengan berupa berzikir dengan hatinya.Sebaiknya dalm kehidupannya senantiasa berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapt tyerhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang harus dijaga dandipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya. Karena manusia adalahmakhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik.

2) Akhlak Al-Mazmumah (akhlak yang tercela)

Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan ataukebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas.Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.

Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:

1. Berbohong Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yangsebenarnya.

2. Takabur (sombong) Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain.Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.

3. DengkiIalah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.

4. Bakhil atau kikirialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untukorang lain. (H. Moh. Ardani, 2005: 57).

Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya dibedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, makaitulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yangdilarang oleh Allah dan rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela.

3. Tujuan Pembinaan Akhlak

Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusiayang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Berdasarkan tujuan ini, maka setiap saat, keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak. Dan setiap

pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak di atas segala-galanya. (H. Ramayulis, 2004: 115).

Barmawie Umary (1988: 2) dalam bukunya materi akhlak menyebutkan bahwa tujuan berakhlak adalah hubungan umat Islam dengan Allah SWT dan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.

Sedangkan Omar M. M.Al-Toumy Al-syaibany (1979: 346), tujuan akhlak adalah menciptakan kebahagian dunia dan akhirat, kesempurnaan bagi individu dan menciptakan kebahagian, kemajuan, kekuataan dan keteguhan bagi masyarakat.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan akhlak pada prinsipnya adalah untuk mencapai kebahagian dan keharmonisan dalam berhubungan dengan Allah SWT, di samping berhubungan dengan sesama makhluk dan juga alam sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta lebih dari makhluk lainnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey (lapangan) dengan pendekatan kuantitatif yang berusaha menggambarkan Hubungan Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Terhadap Akhlak Siswa di SDN 52 Lerekang Desa Parapunganta Kec. Polut Kab. Takalar.

Sugiyono (2012: 8) mendefinisikan bahwa :

Metode Penelitian Kuantitatif dapat di artikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data, menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

B. Lokasi dan Objek Penelitian

Adapun lokasi penelitian adalah di SDN 52 Lerekang Desa Parapunganta, Kec. Polut Kabupaten Takalar. Adapun objek pebelitian ini adalah Siswa kelas V DAN VII SDN 52 Lerekang dan Orangtua siswa Desa Parappunganta Kec. Polut Kab. Takalar.

C. Variabel Penelitian

Kerlinger dalam Sugiyono (2012: 61) mendefinisikan bahwa

“Variabel adalah konstrak (constructs) atau sifat yang akan dipelajari, atau

29

dapat pula dikatakan variabel adalah suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values)”.

Dengan melihat judul di atas Korelasi Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Terhadap Akhlak Siswa SDN 52 Lerekang Desa Parappunganta Kec. Polut Kab. Takalar. Terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (x) adalah Pengaruh Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga sedangkan variabel terikat (y) adalah Akhlak Siswa.

D. Defenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalah pahaman dan untuk menyamakan presepsi, maka terlebih dahulu penulis mengemukakan defenisi variabel penelitian agar tidak terjadi penafsiran yang keliru.

1. Pendidikan agama Islam dalam keluarga adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan Alquran terhadap anak-anak agar terbentuk kepribadian muslim yang sempurna. Sedangkan lembaga adalah tempat berlangsungnya proses bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan Alquran yang dilakukan oleh orang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia berkpribadian muslim.

2. Akhlak Siswa adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu. anak didik merupakan semua orang yang sedang belajar,

baik pada lembaga pendidikan secara formal maupun lembaga pendidikan non formal.

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Herman Resito (1992:49), “Populasi adalah Keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, tumbuh-tumbuhan dan peristiwa sebagai sumber data yang mempunyai karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian”.

Adapun populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas V dan VI SDN 52 Lerekang dan orang tua siswa. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel di bawah ini:

Tabel 1

Keadaan Populasi di SDN 52 Lerekang

No Orangtua dan Siswa SDN 52 Lerekang

Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan

1 Orangtua 40 40 80

2 Siswa kelas V 37 63 100

3 Siswa kelas VI 42 58 100

Jumlah 119 161 280

Sumber data: KTU SDN 52 Lerekang Kec. Polut Kab. Takalar.

2. Sampel

Menurut Nana Sudjana dan Ibrahim (1989:84) Sampel adalah

“sebagian dari populasi yang dimiliki sift karakteristik yang sama sehingga betul-betul mewakili populasi”.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik random sampling, yakni pengambilan secara acak dari jumlah populasi. Oleh karena itu, yang diambil dari penelitian (10%) dari jumlah populasi yang ada sehingga sampelnya menjadi 23 orang yakni kelas V dan VI sebanyak 18 orang, dan dari orang tua sebanyak 5 orang.

Tabel 2 Keadaan Sampel

No Objek Jenis Kelamin

Persentase Jumlah Sampel

L P

1 Orangtua 40 40 10 8

2 Siswa 79 121 10 20

Jumlah 199 106 20 28

Sumber data: KTU SDN 52 Lerekang Kec. Polut Kab. Takalar.

F. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang penulis akan pergunakan dalam penelitian untuk mengetahui Korelasi Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Terhadap Akhlak Siswa SDN 52 Lerekang Desa Parappunganta Kec. Polut.

Kab. Takalar tersebut terdiri atas pedoman yaitu: observasi, wawancara,

angket/quisioner dan Dokumentasi. Keempat bentuk instrumen penelitian tersebut digunakan karena pertimbangan praktis sebab kemungkinan hasilnya lebih valid.

Untuk memberikan gambaran ketiga bentuk instrumen di atas, maka penulis akan menguraikan secara sederhana sebagai berikut:

1. Catatan Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena atau gejala-gejala pada objek penelitian. Atau cara pengumpulan data dengan mengamati langsung ke lapangan.

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2012: 203) mengemukakan bahwa

“Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis.dua diantar yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan”.

2. Pedoman Wawancara

Penelitian yang tujuannya untuk memperoleh data atau keterangan secara langsung dari instrumen. Wawancara sering pula disebut interview, yaitu pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.

Suharsimi Arikunto dalam sugiyono (2012: 194) berpendapat, ditinjau dari pelaksanaannya, maka interview atau wawancara dapat dibedakan atas beberapa macam yaitu:

1. Wawancara terstruktur, yaitu teknik pengumpulan data, bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informan apa yang akan diperoleh.

2. Wawancara semiterstruktur, yaitu teknik pengumpulam data dengan bebas peneliti mewawancarai informan.

3. Wawancara tak berstruktur, yaitu teknik pengumpulan data tanpa menggunakan pedoman hanya garis-garis besarnya saja.

3. Angket

Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Amirul Hadi dan Haryono (1998: 137) menyebutkan macam-macam quesioner/angket yaitu:

a. Quesioner berstruktur b. Quesioner tak berstruktur

c. Quesioner kombinasi berstruktur dan tak berstruktur d. Quesioner semiterbuka

4. Catatan Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang ada pada desa Lapasi-pasi yang dianggap penting atau berhubungan dengan penelitian yang dilakukan dengan tujuan agar dokumen-dokumen tersebut dapat membantu memecahkan masalah yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan metode pengumpulan data. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena atau gejala-gejala pada objek penelitian.

2. Wawancara, yaitu pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.

3. Angket, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.

4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang terdapat di lokasi penelitian.

4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang terdapat di lokasi penelitian.

Dokumen terkait