• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pendidikan Karakter Yang Terkandung Dalam Syair Ilir-Ilir Karya Sunan Kalijaga

BAB IV ANALISIS NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM SYAIR ILIR-ILIR KARYA SUNAN KALIJAGA DAN RELEVANSINYA

PENDIDIKAN ISLAM

A. Nilai Pendidikan Karakter Yang Terkandung Dalam Syair Ilir-Ilir Karya Sunan Kalijaga

Dari nilai pendidikan karakter yang diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, disini penulis menemukan pendidikan karakter yang terkandung dalam syair ilir-ilir karya Sunan Kalijaga. Diantara nilai-nilai yang terkandung dalam syair Ilir-Ilir karya Sunan Kalijaga adalah sebagai berikut:

1. Religius

Manusia perlu mengenal Tuhan sebagai pencipta, karena manusia,

hewan, tumbuh-tumbuhan, dan semua benda yang ada di alam semesta

adalah mahluk ciptaan Tuhan yang mahakuasa. Kita harus percaya kepada

Tuhan yang menciptakan alam semesta ini, artinya kita wajib mengakui dan

menyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu memang ada. Kita harus

beriman dan bertakwa kepada-Nya dengan yakin dan patuh serta taat dalam

menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Semua agama mempunyai pengertian tentang ketakwaan, secara umum

takwa berarti taat melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Jadi, kita harus ingat dan waspada serta dalam kehidupan sehari-hari jangan

Dalam syair ilir-ilir karya Sunan Kalijaga yang berbunyi “Tandure

wis sumilir” terdapat nilai religius di dalamnya. Bahwa “tandure wis

sumilir” berarti benih tanaman yang di tanam sudah bersemi. Yang dimaksud benih yaitu Iman atau kepercayan kepada Tuhan. Iman

merupakan benih yang dimiliki oleh setiap manusia. Bila orang tersebut menyadari akan adanya benih dan mau merawat dengan baik setiap harinya, maka benih itu akan tumbuh dengan baik. Dan apabila terus dirawat maka akan menghasilkan buah yang baik. Bila benih iman tersebut dirawat dengan ikhlas, dengan selalu ingat kepada Allah, dan dipupuk dengan amal yang baik berupa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka akan tumbuh dengan subur dan berkembang dengan baik. Dan sebaliknya jika tidak dirawat, sudah pasti benih iman tadi akan rusak dan mati. Jadi, iman seseorang harus selalu dijaga, agar semakin lama semakin bercahaya untuk menerangi jalan hidup dari dunia hingga akhirat kelak.

2. Tanggung Jawab

Sikap tanggung jawab dibedakan menjadi empat macam yaitu

tanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain atau masyarakat,

lingkungan, dan tanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa.

Nilai tanggung jawab mendorong setiap manusia untuk selalu

berusaha untuk mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang telah

dilakukannya, diucapkannya, dan bersedia menanggung segala akibat yang

Dalam syair Ilir-ilir karya Sunan Kalijaga yang berbunyi “Dodotira Kumitir Bedhahing Pinggir, Domana, Jlumatana, Kanggo Sebo Mengko Sore” terdapat nilai tanggung jawab terhadap diri sendiri. Dalam kalimat ini

ketika seseorang memiliki potensi berupa akhlak yang rusak maka ia harus

cepat-cepat memperbaiki akhlaknya sebelum datangnya kematian. Karena

mengko sore” biasa di ibaratkan sebagai penanda waktu ajal yang sudah

dekat. Karena setiap manusia belum tahu kapan waktu ajalnya akan datang,

sehingga setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk selalu

memperbaiki iman dan akhlaknya yang masih berlubang-lubang dan masih

robek agar dapat utuh kembali. Dan Setiap manusia juga masih memiliki

tanggung jawab untuk selalu mempersiapkan diri seiring dengan menunggu

datangnya kematian.

Selanjutnya dalam kalimat yang berbunyi ”Cah Angon, Cah Angon, Penekno Blimbing Kuwi, Lunyu-lunyu Penekno Kanggo Masuh Dodotira”

mengandung pesan untuk tanggung jawab kepada orang lain. Seorang cah

angon yang sudah memiliki kesadaran tentang keimanan, harus mengajak

orang lain untuk menuju kebenaran. Cah anggon diibaratkan sebagai

pengembala yang bisa menggembalakan atau membawa makmumnya

kejalan yang benar jalan yang diridhoi oleh Allah.

“Penekno” dalam artian “panjatlah” ini adalah ajakan para wali

kepada Raja-raja tanah Jawa untuk memeluk Islam dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para pemimpin Islam yaitu Nabi dan Rosul dalam menjalankan syariat Islam.

3. Kedisiplinan

Sebenarnya peraturan dibuat bukan untuk membatasi ruang gerak

manusia, akan tetapi dimaksudkan untuk memberi arahan kepada setiap

manusia dalam berbuat sesuatu agar nantinya dapat membedakan antara

perbuatan yang dapat memberi manfaat ataupun malah akan merugikan.

Tetapi kenyataan yang terjadi dilapangan peraturan hanya dibaca saja yang

akhirnya tidak pernah dipatuhi dalam melakukan segala sesuatunya.

Dalam kalimat “lir-ilir Lir-ilir” mengandung nilai kedisiplinan. Lir ilir yang dimaknai dengan “bangun, bangunlah” dapat diartikan dengan

“sadar”. Seseorang yang tidur aturannya juga harus bangun dari tidurnya,

tidak mungkin seseorang akan tidur selamanya dalam kehidupannya. Dalam

kalimat ini mengajak bangun dari tidur atau dari kebodohan untuk

menyongsong menuju kebenaran dan kebahagiaan. Tanpa adanya kesadaran

atau bangkit dari segala macam ketidak tahuan, maka akan sangat sulit

untuk menciptakan generasi maupun masyarakat yang unggul, damai, dan

sejahtera. Oleh karena itu, sikap sadar akan adanya kedisiplinan merupakan

suatu hal yang sangat menentukan dan dapat merubah segalanya.

4. Kerja Keras

Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta

menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Kerja keras bukan berarti

bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang dimaksud adalah mengarah

dan lingkungannya. Mengingat arah dari istilah kerja keras, maka upaya

untuk memashlahatkan manusia dan lingkungannya merupakan upaya yang

tidak ada hentinya sampai kiamat tiba (Kesuma, 2012: 17).

Dalam kalimat “Lunyu-lunyu penekno” mengandung makna “ licin

tetap panjatlah”, kalimat tersebut mengandung nilai kerja keras. Dalam hal ini cah angon untuk mendapatkan buah belimbing harus tetap bekerja keras

walaupun banyak tantangan yang dihadapinya. Sehingga cah angon harus

memikirkan bagaimana menemukan solusi agar dapat memanjat pohon

belimbing yang licin tersebut. Hal tersebut sebagai simbol bahwa kita harus tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya bagaikan “Lunyu-lunyu penekno”.

5. Mandiri

Seseorang harus mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan

mandiri dengan usahanya sendiri tanpa harus tergantung dengan orang lain.

Seseorang yang tidak memiliki sikap mandiri maka ia akan selalu

mengantungkan kehidupannya kepada orang lain, tetapi dia tidak pernah

berusaha untuk membantu orang lain. Sehingga ketergantungannya tersebut

hanya akan membuatnya menjadi manusia yang tidak berdaya yang hanya

bisa memberikan beban terhadap orang lain.

Dalam kalimat “domana, jlumatana”, mengandung nilai kemandirian. Kalimat diatas memiliki arti “jahitlah benahilah”. Kalimat tersebut mengajarkan kepada masyarakat tentang sikap kemandirian, yaitu agar

ibaratkan sebagai akhlak yang telah rusak. Maka akhlak yang rusak tersebut

harus dijahit dan dibenahi dengan akhlak yang baik, dan yang bisa

membenahi kerusakan tersebut tentunya hanyalah dirinya sendiri, sehingga

harus bisa membenahi sendiri tanpa tergantung kepada orang lain.

Selanjutnya kalimat “penekno blimbing kuwi” juga mengandung perintah kemandirian. Cah angon dalam melakukan tugas memanjat pohon

belimbing yaitu agar dilakukan sendiri tanpa menunggu adanya bantuan

dari orang lain. Walaupun pohon tersebut licin, penuh rintangan tetapi cah

angon harus melakukannya sendiri tanpa menyerahkan tanggung jawabnya

terhadap orang lain. Sehingga cah angon harus berfikir bagaimana cara agar

dapat memanjat sendiri tanpa menunggu bantuan dari orang lain.

6. Demokratis

Situasi dan kondisi manusia memang berbeda antara satu dengan yang

lainnya. Dilihat dari segi ekonomi ada golongan orang yang kaya, golongan

orang miskin, dan juga golongan menengah. Sikap demokratis tidak

memandang bahwa orang kaya lebih mulia dan terhormat dari yang miskin.

Karena semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama tidak

memandang dari segi ekonominya.

Dalam kalimat “yo suraka surak hore” mengandung nilai demokratis. Kalimat tersebut mengambarkan bahwa setiap manusia itu sama berhak

mendapatkan kebahagian. Suasana ini mengambarkan semua orang

mendapatkan kebahagian yang sama tidak membeda-bedakan satu dengan

muda, pejabat dengan rakyatnya, laki-laki dengan perempuan, dan status

sosial lainnya. Status sosial tidak membatasi antara satu dengan yang

lainnya. Dengan sikap yang saling memahami tersebut, maka akan

menciptakan situasi yang harmonis antara sesama anggota masyarakat,

karena tidak membedakan antara status sosial yang ada.

7. Bersahabat

Seseorang yang memiliki sikap bersahabat akan menganggap semua lawan interaksinya sebagai sahabat sendiri, sehingga komunikasi yang terbangun akan terbangun dengan baik. Selain itu seseorang yang memiliki sikap bersahabat akan mudah beradaptasi di dalam lingkungan yang berbeda-beda (Ardi Riyani, 2012: 18). Karena seseorang yang memiliki sikap bersahabat tidak akan membedakan antara yang satu dengan yang lainnya sehingga dia akan menganggap bahwa semuanya itu sama, maka hal tersebutlah yang dapat menjadikannya mudah untuk selalu beradaptasi kepada orang lain baik itu orang yang sudah lama dikenalnya maupun baru dikenalnya.

Dalam kalimat “tak sengguh temanten anyar” , mengandung sikap bersahabat. Seorang pengantin baru biasanya memiliki pembawaan yang periang, yang menjadikan orang disekitarnya ikut merasa bahagia. Pengantin baru biasanya selalu tersenyum dan ramah kepada siapapun tanpa harus peduli apakah ia mengenal orang tersebut ataupun belum. Yang terpenting ia memberikan kesan bersahabat kepada orang-orang yang berada disekitarrnya.

8. Peduli lingkungan

Peduli lingkungan mendorong seseorang untuk selalu menjaga alam dan sekitarnya. Manusia bisa melanjutkan kehidupannya karena dipengaruhi lingkungan yang baik dan terjaga pula. Manusia bisa menghirup udara yang segar, menikmati air yang bersih, dan makanan yang bergizi itu semua dipengaruhi karena adanya lingkungan yang sehat dan terawat. Sehingga semua manusia harus selalu senantiasa menjaga lingkungannya.

Dalam kalimat “tak ijo royo-royo”, mengandung sikap peduli lingkungan. Untuk mendapatkan tanaman yang hijau subur, seorang petani harus menjaga lingkungan dan merawat dengan baik. Sebelum ditanami petani harus mengolah terlebih dahulu tempat yang akan ditanami, kemudian juga harus memupuknya. Ketika tanaman kekurangan air petani harus segera mencarikan air, ketika tanaman terserang hama, petani harus segera mencari cara untuk mengusir hama tersebut. Hal tersebut dapat dikatakan sikap yang mengambarkan sikap peduli lingkungan.

9. Peduli sosial

Sikap sosial merupakan sikap yang tidak mementingkan kepentingan pribadi dan selalu ingin membantu orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Seseorang yang bersikap sosial tinggi akan selalu berusaha membantu orang lain yang sedang membutuhkan tanpa mengharapkan adanya imbalan.

Dalam kalimat “penekno blimbing kwi”,mengandung sikap peduli sosial. Dalam kalimat tersebut mengandung perintah kepada cah angon untuk melakukan kepedulian sosial. Cah angon yang memanjat pohon blimbing tidak bermaksud menggunakan blimbing yang diambil untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi digunakan untuk kepentingan bersama. Sikap peduli sosial cah angon juga terlihat terhadap gembalaannya. Cah angon mengembalakan gembalanya agar mendapatkan makanan dan minuman. Cah angon mengajak orang-orang yang ada disekitarnya untuk dapat hidup dengan baik, sesuai dengan aturan dan dapat mendapatkan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupannya.

B.RELEVANSI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM SYAIR