• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB  IV   ASUMSI  DASAR  EKONOMI  2013

IV.3     Nilai  Tukar  Rupiah

Dalam upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Pemerintah dan Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan koordinasi dan penguatan sinergi kebijakan moneter, fiskal dan sektoral, penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati serta pengawasan lalu lintas devisa. Penerapan bauran kebijakan makroprudensial seperti melalui penerapan instrumen

term deposit dan pendalaman pasar keuangan Indonesia diharapkan dapat menjaga agar

arus modal masuk ke pasar keuangan Indonesia yang masih relatif besar sehingga dapat memberi nilai manfaat bagi pembangunan ekonomi. Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah volatilitas yang berlebihan serta menjaga kecukupan cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan fundamental perekonomian.

Kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar juga diarahkan sebagai langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya pembalikan modal (sudden reversal) yang dapat mendorong terulangnya kriris ekonomi Asia tahun 1997-1998. Di samping itu, peningkatan koordinasi kebijakan serta peningkatan efektivitas peraturan dan monitoring lalu lintas devisa terus dilakukan untuk menopang kebijakan moneter tersebut. Kebijakan tersebut dilakukan secara simultan dengan mengakomodasi kebijakan nilai tukar yang lebih fleksibel dengan tetap memerhatikan tren nilai tukar negara-negara kawasan agar daya saing rupiah tetap terjaga. Di tingkat internasional dan regional, komitmen untuk mempercepat pemulihan ekonomi disertai dengan perjanjian kerja sama bidang keuangan semakin memperkuat upaya pemulihan ekonomi global dan regional.

Berdasarkan perkembangan ekonomi domestik dan internasional tersebut, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang tahun 2013 diperkirakan masih akan berada pada tren melemah dengan rata-rata Rp9.300 per dolar AS.

IV.4 Suku Bunga SPN 3 Bulan

Selama tahun 2013, perekonomian domestik diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global terutama dikawasan Eropa dan Amerika Serikat. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor semakin membaiknya kondisi pasar obligasi domestik serta adanya optimisme bahwa kondisi krisis Eropa dan Amerika yang diprediksi akan mengalami proses pemulihan pada tahun 2013, asumsi tingkat suku bungan SPN 3 Bulan akan

62     Bab  III  Asumsi  Dasar  Ekonomi  Makro  2012  dan  Realisasinya   mencapai posisi 5,0 persen. Meskipun penetapan asumsi dasar tingkat suku bunga SPN 3

Bulan ini berada di bawah nilai yang sudah ditetapkan pada RPJM 2009-2014, yaitu pada kisaran 5,5 – 6,5 persen, kondisi ini berada pada kondisi baik dan aman. Tingkat suku bunga yang lebih rendah menunjukan bahwa kondisi perekonomian fundamental dan kesehatan fiskal anggaran Indonesia berada pada kondisi yang baik dan masih mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat internasional.

IV.5. Harga Minyak Mentah Indonesia

Tingkat harga minyak mentah internasional sangat ditentukan oleh faktor fundamental mekanisme permintaan dan penawaran (Nizar, 2002). Sedangkan faktor-faktor lain seperti infrastruktur, geopolitik dan spekulasi dianggap sebagai faktor nonfundamental. Apabila ditinjau dari sisi permintaan, maka pertumbuhan ekonomi dunia merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku harga minyak internasional. Berdasarkan data historis, pertumbuhan ekonomi global yang cukup tinggi selalu mendorong meningkatnya permintaan minyak mentah yang kemudian diikuti oleh kenaikan harga minyak mentah dunia. Dalam dekade 1960-an sampai tahun 1973 telah terjadi kenaikan permintaan minyak mentah yang diakibatkan oleh dorongan pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari negara-negara maju yang tergabung dalam the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Semenjak itu, rata-rata tahunan konsumsi minyak mentah selalu tumbuh bahkan pernah mencapai lebih dari 1 juta barel per hari. Sejak tahun 2000, kawasan di luar OECD, yaitu Asia, utamanya China dan India mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa sehingga mendorong terus meningkatnya permintaan minyak mentah dunia (Kesicki, 2010 dan Breitenfellner et al., 2009).

Berbeda denga sisi permintaan, faktor yang mempengaruhi harga minyak mentah dari sisi penawaran adalah ketersediaan atau pasokan minyak dari negara-negara produsen, baik negara-negara yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) maupun negara produsen non-OPEC. Faktor-faktor seperti kapasitas produksi, kapasitas investasi, dan infrastruktur kilang sangat terkait erat dengan ketersediaan atau pasokan minyak dari negara produsen tersebut (Kesicki, 2010 dan Breitenfellner et al., 2009).

Sejak awal tahun 2007 sampai dengan pertengahan tahun 2008 harga minyak mentah dunia menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Harga minyak mentah Brent tahun 2007 rata-rata mencapai sebesar US$74,7 per barel, yang kemudian meningkat menjadi US$96,7 per barel pada 2008. Harga minyak mentah Brent menunjukkan peningkatan yang cukup cepat dan mencapai puncaknya pada bulan Juni 2008, yaitu sebesar US$139,3 per barel. Namun, memasuki semester kedua, harga minyak mentah Brent menunjukkan tren penurunan hingga US$41,8 per barel pada Desember 2008. Pada tahun-tahun berikutnya, harga minyak mentah dunia bergerak dengan kecenderungan yang menguat, yang disebabkan oleh peningkatan konsumsi minyak mentah. Selama empat tahun terakhir, rata-rata konsumsi minyak dunia mengalami peningkatan, yaitu dari 85,4 juta barel per hari pada tahun 2008 menjadi 88,0 juta barel per hari pada tahun 2011. Peningkatan konsumsi tersebut terutama terjadi di negara-negara non-OECD. Peningkatan konsumsi tersebut

terutama dipicu oleh membaiknya perekonomian negara-negara non-OECD di Asia, Amerika Selatan, dan Rusia. Peningkatan konsumsi tersebut memicu kenaikan harga minyak mentah dunia hingga akhir 2011. Harga rata-rata minyak mentah Brent pada tahun 2009 mencapai sebesar US$63,1per barel dan terus meningkat hingga mencapai US$79,8 per barel pada tahun 2010. Selanjutnya harga rata-rata minyak mentah Brent terus bergerak naik menjadi sebesar US$111,3 per barel pada tahun 2011.

Seiring dengan perkembangan harga minyak mentah dunia, harga ICP pada tahun 2010 dan 2011 menunjukkan kecenderungan yang sama. Harga rata-rata ICP di tahun 2010 yang sebesar US$79,4 per barel, merambat naik menjadi US$111,5 per barel di tahun 2011. Hal itu disebabkan oleh melonjaknya permintaan minyak mentah Indonesia jenis Minas yang menjadi acuan utama harga minyak mentah Indonesia.

Di tengah kelesuan ekonomi dunia tahun 2012, beberapa langkah yang ditempuh oleh negara-negara Eropa untuk menolong perekonomian Yunani dan Spanyol menimbulkan harapan bangkitnya perekonomian di zona Eropa. Hal ini berdampak pada meningkatnya permintaan minyak mentah dunia. Seiring dengan itu, hasil inspeksi yang dilakukan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) terhadap isu proyek nuklir Iran diharapkan dapat membuat konflik geopolitik di Timur Tengah mereda. Di sisi lain, meski negara-negara OPEC telah memutuskan untuk mempertahankan kuota produksi pada 30 juta barel per hari, peningkatan produksi minyak mentah yang dilakukan oleh negara-negara non-OPEC akan mengimbangi jumlah permintaan minyak mentah dunia pada 2012.

Meskipun sempat mengalami penurunan, harga minyak mentah dunia diperkirakan masih akan tetap tinggi. Badan Energi Amerika Serikat (EIA) memperkirakan rata-rata harga minyak WTI pada tahun 2012 sekitar US$96,80 per barel, sedikit lebih tinggi dari realisasi tahun 2011 sebesar US$94,90 per barel.

Berdasarkan perkembangan ICP selama periode Januari–Oktober 2012 dan mempertimbangkan prediksi harga minyak dunia oleh lembaga internasional, ICP rata-rata tahun 2012 diperkirakan berada di atas kisaran US$110,0 per barel. Perkiraan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan asumsi harga minyak mentah pada APBN-P 2012 yang sebesar US$105,00 per barel.

Badan Energi Amerika (EIA) memperkirakan konsumsi minyak dunia pada tahun 2012 hanya tumbuh 1,8% sedangkan pasokan minyak dunia tumbuh lebih tinggi yaitu 2,1%. Sejalan dengan perlambatan permintaan minyak dunia tersebut, harga minyak mentah dunia Brent pada tahun 2012 diperkirakan akan berada pada level US$106,3 per barel atau sedikit turun dari rata-rata tahun 2011 yang sebesar US$111,3 per barel. Akan tetapi, harga minyak mentah Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan masih tinggi.

64     Bab  III  Asumsi  Dasar  Ekonomi  Makro  2012  dan  Realisasinya   Gambar 4.1

Perkembangan Produksi, Konsumsi, dan Harga Minyak Mentah Dunia, 2007 - 2012

Sumber: IEA dan Bloomberg

Sampai dengan Oktober 2012, rata-rata harga minyak mentah Indonesia ICP sebesar US$113,9 per barel. Dengan perkembangan tersebut, rata-rata harga minyak tahun 2012 diperkirakan di atas US$110 per barel. Pemulihan ekonomi dunia yang terus berlangsung akan memicu tingginya permintaan minyak dunia pada tahun 2013. Di sisi lain, persediaan dan distribusi minyak dunia diperkirakan akan cenderung stabil yang diikuti dengan tingginya tingkat kedisiplinan negara anggota OPEC untuk menjaga kapasitas produksi minyak. Menurut Badan Energi Amerika (EIA), rata-rata harga minyak WTI dan Brent pada tahun 2013 masing-masing diperkirakan mencapai sekitar US$88,5 per barel dan US$98,3 per barel, sedikit lebih rendah dari perkiraan tahun 2012, yaitu masing-masing sebesar US$92,8 per barel dan US$106,3 per barel. Tingginya perkiraan tersebut, antara lain didukung oleh proyeksi pertumbuhan permintaan dan melambatnya pertumbuhan pasokan dari negara-negara non-OPEC. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, perkiraan harga minyak ICP tahun 2013 mencapai sekitar US$100 per barel.

IV.6. Lifting Minyak Mentah Indonesia

Produksi minyak mentah Indonesia mampu mencapai sekitar 1 juta BOPD pada tahun 2006 yang kemudian turun menjadi 902 ribu BOPD pada 2011. Sebaliknya, kebutuhan minyak mentah dalam negeri diperkirakan mencapai 1.194 ribu BOPD. Kebutuhan ini belum dapat terpenuhi dari dalam negeri karena kemampuan produksi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri hanya sebesar 704 ribu BOPD dari kapasitas kilang yang tersedia sebesar 1.157 ribu BOPD. Guna memenuhi kebutuhan dalam negeri tersebut kebijakan impor BBM tidak dapat

78 80 82 84 86 88 90 92 94 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Ja n-­‐ 08 Ap r-­‐ 08 Ju l-­‐08 O kt -­‐08 Ja n-­‐ 09 Ap r-­‐ 09 Ju l-­‐09 O kt -­‐09 Ja n-­‐ 10 Ap r-­‐ 10 Ju l-­‐10 O kt -­‐10 Ja n-­‐ 11 Ap r-­‐ 11 Ju l-­‐11 O kt -­‐11 Ja n-­‐ 12 Ap r-­‐ 12 Ju l-­‐12 O kt -­‐12

dihindari. Akan tetapi hal ini akan berpotensi mengancam ketersediaan energi mengingat rata-rata harga minyak (ICP) cenderung berfluktuasi dan meningkat tinggi.

Realisasi lifting minyak Indonesia sepanjang periode tahun 2007–2010 cenderung meningkat, dengan rata-rata sebesar 899 ribu barel per hari di tahun 2007. Kemudian lifting minyak naik menjadi 931 ribu barel per hari pada tahun 2008, dan terus mengalami peningkatan pada dua tahun berikutnya, dari 944 ribu barel per hari (2009) menjadi 954 ribu barel per hari (2010). Peningkatan lifting tersebut diraih setelah menempuh beberapa kebijakan di bidang perminyakan, di antaranya adalah kebijakan investasi dan pendanaan yang lebih merata, peningkatan sistem dan mekanisme kemitraan di antara pelaku usaha dalam penyediaan dan pemanfaatan migas, insentif perpajakan, penangguhan pembayaran pajak pertambahan nilai, dan pembebasan bea masuk peralatan migas. Memasuki tahun 2011, realisasi lifting minyak mulai mengalami penurunan menjadi 898 ribu barel per hari.

Realisasi lifting minyak selama semester I 2012 (periode Desember 2011 – Mei 2012) mencapai sebesar 868 ribu barel per hari, sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 879 ribu barel per hari. Lifting minyak mentah dalam semester II (Juni-November) tahun 2012 diperkirakan mencapai 923 ribu barel per hari, lebih tinggi daripada realisasi semester II tahun 2011 yang mencapai 919 ribu barel per hari. Perkiraan tersebut dapat dicapai dengan melakukan optimalisasi terhadap sumber minyak yang telah ada dan mempercepat produksi di lapangan-lapangan penemuan baru. Dengan memperhitungkan realisasi lifting dalam semester I 2012 dan prediksi lifting dalam semester II tahun 2012, diperkirakan rata-rata lifting minyak mentah dalam tahun 2012 mencapai 900 ribu barel per hari. Perkiraan ini lebih rendah dari asumsi lifting minyak pada APBN-P 2012 yang sebesar 930 ribu barel per hari. Ketersediaan energi masih sangat tergantung kepada produksi minyak bumi yang telah digunakan sebagai sumber daya energi sebesar 49,7 persen dalam bauran energi. Masalahnya adalah adanya kecenderungan produksi minyak bumi terus menurun dalam lima tahun terakhir ini.

Kendala yang dihadapi dalam pengendalian untuk menahan laju penurunan produksi alamiah dari lapangan-lapangan yang sudah ada serta kegiatan peningkatan produksi minyak di antaranya adalah permasalahan perijinan, tumpang tindih dan pinjam pakai lahan dengan instansi terkait, permasalahan pengadaan fasilitas terapung, serta meningkatnya kegiatan perbaikan dan pemeliharaan fasilitas produksi yang diakibatkan oleh beberapa kecelakaan dan cuaca ekstrim.

Kecelakaan yang terjadi, seperti pecahnya pipa penyaluran gas untuk memasok fasilitas pembangkit uap di lapangan Duri yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), terbakarnya fasilitas penampungan produksi Lentara Bangsa yang digunakan untuk menampung produksi China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) di teluk Jakarta, serta tertabraknya salah satu anjungan produksi dari Pertamina Hulu Energi-West Madura Offshore (PHE-WMO) di selat Madura, memberikan kontribusi hilangnya kesempatan produksi minyak sekitar 40 ribu barel per hari.

66     Bab  III  Asumsi  Dasar  Ekonomi  Makro  2012  dan  Realisasinya   Gambar 4.1

Lifting Minyak Mentah Indonesia, 2008 – 2012 (ribu barel/hari)

Sumber: Kementerian ESDM

Lifting minyak dan gas bumi Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 2.260 ribu

barel setara minyak, yang meliputi lifting minyak sebesar 900 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1.360 ribu barel setara minyak. Mulai RAPBN 2013 ini, asumsi lifting gas disatukan dengan asumsi lifting minyak, antara lain dimaksudkan untuk menyelaraskan dengan program intensifikasi penggunaan sumber energi alternatif selain minyak, serta perbaikan perhitungan penerimaan dan belanja negara yang lebih rasional. Perbaikan perhitungan tersebut didasarkan pada fakta yang menunjukkan bahwa upaya-upaya eksplorasi lapangan-lapangan migas pada tahun-tahun belakangan lebih banyak menemukan cadangan gas bumi.

Dokumen terkait