BAB III ASUMSI DASAR EKONOMI 2012 DAN REALISASINYA
III.2 Pertumbuhan Ekonomi
Tahun 2011 merupakan tahun yang menunjukkan kuatnya daya tahan perekonomian Indonesia dalam menghadapi tekanan-tekanan yang bersumber pada ketidakpastian perekonomian global. Hal itu tercermin dari tingginya angka pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Indonesia sementara beberapa negara mengalami perlambatan atau bahkan tumbuh negatif. Tahun 2011, PDB tumbuh 6,5%, merupakan angka tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir. Peningkatan kinerja tersebut juga diiringi dengan makin membaiknya kualitas pertumbuhan yang antara lain tercermin pada tingkat pengangguran dan kemiskinan yang makin menurun. Pemerintah terus berupaya mendorong dan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi melalui berbagai usaha seperti perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan daya saing industri dan produk ekspor, serta peningkatan ketahanan pangan nasional termasuk dalam rangka stabilisasi harga.
Gambar 3.9
Pertumbuhan PDB Indonesia 2007 – 2011 (%, yoy)
Sumber: BPS
Dari sisi pengeluaran, kinerja pertumbuhan ekonomi ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan meningkatnya investasi sehingga mampu menahan perlambatan yang terjadi di sisi eksternal. Sementara dari sisi penawaran, kinerja pertumbuhan perbaikan juga terlihat dengan meningkatnya kinerja sektor tradables, khususnya industri pengolahan yang meningkat signifikan dari periode sebelumnya dan tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi selama tujuh tahun terakhir. Meskipun demikian, kinerja pertumbuhan sektor tradables belum cukup kuat untuk melampaui pertumbuhan sektor non-tradables. Hal ini disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor pertambangan dan rendahnya pertumbuhan sektor pertanian, sementara kinerja sektor nontradables tetap bertahan di level pertumbuhan yang tinggi. Secara umum, sumber pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Dalam UU APBN tahun 2012 yang disusun di tahun sebelumnya, laju pertumbuhan ekonomi ditetapkan sebesar 6,7 persen. Besaran asumsi pertumbuhan yang juga menjadi sasaran pembangunan telah disusun dengan mempertimbangkan faktor-faktor domestik, seperti suku bunga, nilai tukar, dan inflasi, dan juga faktor eksternal, seperti perkiraan kinerja ekonomi negara-negara mitra dagang Indonesia. Selain faktor-faktor ekonomi, besaran asumsi juga disusun dengan mempertimbangkan sasaran RPJMN yang telah ditetapkan sebesar 6,4 persen hingga 6,9 persen, serta prioritas program-program pembangunan di sektor riil. Di sepanjang tahun 2012, besaran-besaran asumsi dasar yang telah ditetapkan, termasuk pertumbuhan ekonomi, terus dikaji ulang untuk melihat apakah masih realistis atau tidak, dan perlunya respon kebijakan ataupun penyesuaian besaran asumsi-asumsi tersebut.
Memasuki tahun 2012, khususnya di kuartal I, Pemerintah melihat eskalasi tekanan pada perekonomia domestik yang berpotensi mengganggu pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi. Tekanan ekonomi yang dialami negara-negara maju dan juga beberapa mitra
6,3 6,0 4,6 6,2 6,5 0 1 2 3 4 5 6 7 2007 2008 2009 2010 2011
36 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya dagang utama Indonesia semakin nyata berdampak buruk pada kinerja perdagangan
internasional Indonesia. Tekanan harga minyak secara langsung maupun tidak langsung telah mengganggu pelaksanaan rencana kerja dan APBN 2012. Dengan perkembangan-perkembangan dan indikator yang tersedia, Pemerintah memandang sasaran pertumbuhan tersebut menjadi kurang realistis dan perlu dilakukan respon kebijakan dan penyesuaian terhadap asumsi dan sasaran pertumbuhan ekonomi. Di akhir kuartal I, Pemerintah telah menyampaikan usulan perubahan asumsi ekonomi dasar, yang kemudian telah disepakati DPR dan ditetapkan dalam UU APBN-P 2012. Dalam UU tersebut sasaran pertumbuhan ekonomi telah direvisi ke tingkat 6,5 persen.
Laju pertumbuhan PDB Indonesia di kuartal pertama mencapai 6.3 persen, melambat dibandingkan keempat kuartal di tahun 2011. Perlambatan yang terjadi terutama didorong oleh menurunnya kinerja ekspor neto. Sementara komponen-komponen lain masih menunjukan kinerja yang cukup baik. Di kuartal-kuartal selanjutnya, kinerja kinerja ekspor neto terus menunjukan pelemahan, sementara, Investasi (PMTB) menunjukkan peningkatan. Kinerja konsumsi Rumah tangga relatif cukup stabil. Di kuartal kedua dan ketiga, pertumbuhan ekonomi masing-masing mencapai 6,4 persen dan 6,2 persen, sehingga secara kumulatif, laju pertumbuhan di ketiga kuartal mencapai 6,3 persen.
Di kuartal III 2012, pertumbuhan ekonomi sedikit melambat, hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan investasi yang tidak sekuat triwulan sebelumnya, kontraski pertumbuhan konsumsi pemerintah karena pergeseran realisasi pembayaran gaji ke-13 ke kuartal kedua. Ekspor tumbuh negatif sebagai dampak belum pulihnya krisis ekonomi di Eropa dan Amerika. Namun, neraca perdagangan masih surplus karena impor mengalami kontraksi lebih dalam. Walaupun masih terjadi surplus neraca perdagangan yang memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan, penurunan aktivitas ekspor dan impor tentu juga mengindikasikan penurunan aktivitas produksi di dalam negeri.
Dari sisi pengeluaran (demand), hingga kuartal III tahun 2012, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,3 persen persen (ctoc), didukung oleh pertumbuhan konsumsi makanan 4,3 persen (ctoc) dan konsumsi nonmakanan 6,1 persen. Angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut lebih tinggi bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 4,6 persen (ctoc). Beberapa hal yang mendorong peningkatan konsumsi akhir rumah tangga adalah terkait perayaan keagamaan (puasa dan lebaran), libur bersama nasional, liburan akhir tahun ajaran serta biaya pendidikan tahun ajaran baru. Selain itu, inflasi terjaga pada tingkat yang rendah sehingga tetap mampu mampu meningkatkan daya beli masyarakat sehingga mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga.
Konsumsi pemerintah tumbuh 2,9 persen (ctoc), melambat dibanding pertumbuhan periode yang sama tahun 2011 yang sebesar 3,4 persen (ctoc). Sedangkan secara year-on-year terjadinya kontraksi pertumbuhan pada triwulan III/2012 terutama karena adanya penurunan belanja pegawai (Rp48,66 triliun vs Rp51,20 triliun) dan belanja bantuan sosial serta belanja lain-lain (APBN) (Rp39,57 triliun vs Rp46,32 triliun). Sementara secara kuartalan (qtoq) kontraksi terjadi seiring lebih rendahnya realisasi belanja pegawai dan belanja bantuan sosial yang pada triwulan III/2012 masing-masing sebesar Rp48,66 triliun dan Rp9,44 triliun,
sedangkan pada triwulan II/2012 masing-masing sebesar Rp59,30 triliun dan Rp13,77 triliun. Belanja barang masih meningkat meskipun peningkatannya tidak setinggi pada triwulan II/2012. Sementara itu, penerimaan dari barang dan jasa (bagian dari PNBP, seperti pendidikan, kesehatan, dan tempat rekreasi) yang merupakan faktor pengurang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II/2012.
Hingga kuartal III 2012 pertumbuhan investasi/PMTB mencapai 10,8 persen (ctoc). Pertumbuhan investasi didorong oleh kinerja kegiatan bangunan dan impor barang modal berupa mesin-mesin/pesawat mekanik, mesin/peralatan listrik, serta kendaraan. Impor barang modal terutama berasal dari Cina, Jepang, Singapura, Thailand, dan USA. Secara year-on-year kinerja investasi melambat dibanding pertumbuhan triwulan II/2012 (10,02 persen vs 12,32 persen). Hal ini dikarenakan sebagian besar komponen PMTB mengalami perlambatan pertumbuhan seperti: mesin (domestik & luar negeri), kendaraan (domestik & luar negeri), dan barang modal lainnya dari luar negeri. Sedangkan bangunan dan barang modal jenis lainnya domestik masih mengalami peningkatan pertumbuhan. Sedangkan secara kuartalan (qtoq) melambat dibanding pertumbuhan triwulan II/2012 (2,94 persen vs 6,33 persen), terkait kontraksi pada mesin dalam negeri, kendaraan (domestik & luar negeri), dan barang modal lainnya dari luar negeri. Sementara itu, barang modal jenis bangunan masih tumbuh sebesar 3,97 persen.
Kinerja ekspor Indonesia selama triwulan III/2012 menurun baik secara q-to-q maupun
y-on-y, seiring dengan melemahnya kinerja ekonomi beberapa negara mitra utama ekspor
Indonesia serta turunnya harga beberapa komoditas utama ekspor Indonesia di pasar internasional. Secara q-to-q, kinerja ekspor terkontraksi sebesar -0,21 persen disebabkan menurunnya ekspor barang dan ekspor jasa, masingmasing sebesar 0,17 persen dan -0,53 persen. Secara y-on-y, kinerja ekspor terkontraksi lebih dalam sebesar -2,78 persen diantaranya disebabkan turunnya volume ekspor migas serta turunnya kinerja ekspor jasa. Meskipun demikian, secara kumulatif masih tumbuh positif yaitu 2,2 persen (ctoc) dimana ekspor barang meningkat 2,3 persen dan ekspor jasa 1,7 persen.
Kinerja impor Indonesia selama triwulan III/2012 terkontraksi lebih dalam dibandingkan ekspor seiring depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD yang mendorong harga barang impor menjadi semakin mahal. Kondisi ini mendorong neraca perdagangan untuk komoditas barang pada triwulan III/2012 sudah kembali mengalami surplus. Kontraksi pertumbuhan q-to-q seiring dengan menurunnya impor barang minus 8,6 persen dan impor jasa minus 7,5 persen. Secara y-on-y, kontraksi impor disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan impor barang yang sebesar 1,40 persen, belum mampu mengkompensasi kontraksi pertumbuhan impor jasa yang sebesar -7,56 persen
Dari sisi produksi, semua sektor ekonomi mencatat pertumbuhan positif hingga kuartal III 2012. Sektor Pertanian baik secara kuartalan (qtoq), tahunan (yoy) maupun kumulatif (ctoc) tumbuh lebih baik dibanding periode sebelumnya. Secara q-to-q meningkat tajam dari 2,3 persen pada Q2 2012 menjadi 6,1 persen di Q3 2012. Secara year on year tumbuh 4,8 persen (dari sebelumnya 2,6 persen) dan kumulatif tumbuh 4,9 persen. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan sektor Pertanian diantaranya adalah:
38 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya • Faktor musiman beberapa komoditas tanaman perkebunan seperti tebu, kopi dan
sawit.
• Cuaca juga cukup kondusif untuk penangkapan ikan dan biota laut lainnya.
• Peningkatan produksi padi di Jawa Timur
• Kebijakan polikultur serta rehabilitasi jaringan irigasi tambak mendorong produksi di sektor perikanan
• Penambahan luas tanam, optimalisasi lahan, dan upaya antisipasi kekeringan meningkatkan produksi komoditas tanaman bahan makanan
• Terjadi penurunan luas puso yang cukup signifikan di daerah sentra produksi padi, yakni Jatim, Jateng, Sumut, dan Sulsel.
Sektor Pertambangan dan Penggalian masih melanjutkan tren pertumbuhan yang rendah sebesar 1,9 persen (ctoc), minus 0,1 persen (yoy) sedangkan secara kuartalan hanya tumbuh 0,1 persen. Penurunan produksi minyak mentah dan kondensat, dan gas bumi baik dipengaruhi berbagai kendala teknis dan operasional di lapangan maupun penurunan secara alami menyebabkan Sektor tersebut akan sulit diharapkan. Belum lagi ditambah faktor lesunya ekonomi dunia yang ditandai oleh melemahnya permintaan akan batubara hingga mengakibatkan jatuhnya harga komoditas ini sehingga beberapa perusahaan batubara menurunkan volume produksinya.
Sektor Industri Pengolahan tumbuh cukup baik terutama didukung oleh peningkatan Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet. Peningkatan didorong oleh produksi pupuk karena adanya permintaan domestik sehubungan dengan adanya program pangan khususnya padi palawija. Faktor lainnya adalah indikator permintaan domestik yang masih baik, terutama dalam menyambut puasa dan lebaran yang tercermin dari peningkatan Subsektor Makanan, Minuman dan tembakau serta Subsektor Tekstil, barang kulit dan alas kaki. Sementara kontraksi terjadi pada Industri Pengilangan Minyak Bumi karena penurunan bahan baku minyak mentah domestik dan impor, sedangkan kontraksi LNG akibat Penurunan bahan baku gas alam dan penurunan permintaan pasokan LNG ke Cina dan Amerika. Pada Q3 2012 Sektor Industri Pengolahan tumbuh 5,9 secara kumulatif (ctoc), sedangkan secara kuartalan dan tahunan masing-masing tumbuh 4,0 (qtoq) dan 6,4 (ctoc).
Sektor Listrik Gas dan Air Bersih secara kumulatif dan tahunan tumbuh 5,6 persen, sedangkan secara kuartalan tumbuh 1,0 persen (qtoq). Momen puasa dan perayaan hari raya Idul Fitri memicu peningkatan konsumsi listrik di segmen rumah tangga dan bisnis masing-masing sebesar 4,06 persen dan 1,18 persen. Subsektor Gas Kota triwulan ini juga mengalami peningkatan yang didukung oleh peningkatan penjualan di distrik Banten, Sidoarjo-Mojokerto, Pekanbaru, dan Bekasi.
Sektor Konstruksi pada Q3 2012 tumbuh 4,0 persen (qtoq), 8,0 persen (yoy) sedangkan kumulatif tumbuh 7,4 persen (ctoc). Beberapa hal yang mendorong pertumbuhan sector tersebut adalah kenaikan belanja infrastrukstur yang dibiayai oleh APBN meningkat secara
signifikan. Disamping itu juga masih gencarnya berbagai proyek konstruksi infrastruktur seperti pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan, rehabilitasi gedung sekolah semakin ditingkatkan penyelesaiannnya di berbagai daerah. Selain itu juga pembangunan rusunami dan bangunan residensial bersusun (apartemen) juga banyak dikerjakan oleh developer swasta.
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) tumbuh 6,9 persen (yoy) pada kuartal III 2012 melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 9,2 persen (yoy). Pertumbuhan ini terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh sebesar 7,2 persen (yoy) dan Subsektor Hotel 7,7 persen (yoy) yang terkait dengan peningkatan produksi barang-barang domestik serta penambahan jumlah kamar dan jumlah hotel berbintang. Secara kumulatif Sektor PHR tumbuh 8,0 persen (ctoc).
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada kuartal III tahun 2012 tumbuh sebesar 10,5 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 10,5 persen (yoy). Pertumbuhan sektor ini didorong oleh subsektor komunikasi yang tumbuh 12,4 persen (yoy) terkait penambahan jumlah pelanggan operator seluler dan teknologi informasi yang terus berkembang. Sedangkan subsektor angkutan tumbuh 7,3 persen (yoy). Melanjutkan tren pertumbuhan negatif yang terjadi sejak kuartal II 2011, subsektor angkutan rel kembali mengalami kontraksi (minus 3,4 persen). Hal ini terkait dengan diberlakukannya kebijakan one man one seat untuk meningkatkan safety dan kenyamanan penumpang kereta api. Secara kumulatif hingga Q3 2012 Sektor tersebut tumbuh 10,3 persen (ctoc).
Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan hingga Q3 2012 tumbuh 6,9 persen (ctoc). Sementara secara tahunan tumbuh 7,4 persen (yoy) meningkat dibanding periode sebelumnya yang sebesar 6,9 persen (yoy). Pertumbuhan sektor tersebut didukung oleh Subsektor Lembaga Keuangan Bukan Bank terkait meningkatnya pendapatan premi beberapa perusahaan asuransi. Disamping itu juga peningkatan di Subsektor Sewa Bangunan yang didorong oleh terus meningkatnya pertumbuhan industri properti.
Sektor Jasa-jasa meningkat 4,4 persen (yoy) di Q3 2012, sehingga secara kumulatif tumbuh 5,2 persen (yoy). Peningkatan ini utamanya didorong oleh faktor-faktor seperti kenaikan jumlah murid/mahasiswa pada penerimaan siswa baru dan juga peningkatan jumlah mobil yang direparasi. Sementara kontraksi justru terjadi di Subsektor Jasa Pemerintahan Umum disebabkan karena realisasi gaji ke-13 terjadi pada triwulan II/2012.
Dengan mempertimbangkan realisasi hingga kuartal III tahun 2012 dan beberapa indikator ekonomi lainnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diperkirakan sebesar 6,3 persen (yoy). Perkiraan laju pertumbuhan tersebut masih ditopang oleh kinerja permintaan domestik yaitu konsumsi dan investasi.
Pada Q4 2012, konsumsi masyarakat diperkirakan masih mampu tumbuh kuat sebesar 5,4 persen lebih tinggi dibandingkan Q4 2011 yang sebesar 4,9 persen. Pertumbuhan ini didasari oleh meningkatnya pendapatan riil masyarakat yang tercermin dari adanya
40 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya penyesuaian upah minimum propinsi (UMP) di beberapa daerah dan kenaikan gaji pegawai
negeri dan swasta. Selain itu masih terjaganya laju inflasi mampu mendorong daya beli masyarakat pada tingkat yang relatif tinggi. Berbagai program pemerintah masih akan terus digulirkan terutama bagi masyarakat miskin. Bantuan bagi masyarakat miskin tersebut tercantum dalam program MP3KI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia) yang terbagi dalam 4 klaster yaitu klaster 1 berupa beasiswa miskin, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), beras miskin (Raskin), program keluarga harapan (PKH), dan lain-lain; klaster 2 berupa program pemberdayaan masyarakat masyarakat (PNPM); klaster 3 berupa kredit usaha rakyat (KUR); dan klaster 4 berupa rumah sangat murah, kendaraan angkutan umum murah, air bersih untuk rakyat, listrik murah dan hemat, peningkatan kehidupan nelayan, dan peningkatan kehidupan masyarakat pinggir perkotaan. Pemerintah juga akan mengambil kebijakan untuk menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga porsi pendapatan masyarakat yang dapat dikonsumsi (pendapatan disposibel) akan meningkat. Selain itu, dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta maka diharapkan dapat menambah kesempatan kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan demikian secara keseluruhan tahun 2012 konsumsi rumah tangga akan tumbuh 5,3 persen.
Konsumsi pemerintah pada Q4 2012 diperkirakan mengalami kontraksi 1,5 persen (yoy) menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,8 persen (yoy). Penyerapan belanja pemerintah diyakini akan lebih baik dibanding triwulan sebelumnya namun kemungkinan belum akan mampu mengangkat pertumbuhannya secara maksimal sehingga secara keseluruhan konsumsi pemerintah ditahun 2012 hanya tumbuh sekitar 1,4 persen (yoy), masih melambat dibanding tahun 2011 yang mencapai 3,2 persen. Pada Q4 2012 investasi diperkirakan masih mampu tumbuh 10,0 persen (yoy) sehingga ditahun 2012 investasi tetap tumbuh double digit yaitu sebesar 10,6 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan tahun 2011 yang sebesar 8,8 persen (yoy). Faktor-faktor yang mendukung peningkatan pertumbuhan investasi di tahun 2012 antara lain tingginya keyakinan investor terkait dengan masuknya Indonesia pada kategori investment
grade, stabilitas makroekonomi yang terjaga dengan baik, peningkatan belanja modal
pemerintah terutama untuk proyek infrastruktur. Selain itu, Pemerintah juga telah menyediakan fasilitas PPh bagi penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas PP 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah tertentu. Pemberian fasilitas tax holiday juga tetap berlaku bagi penanaman modal yang dilakukan dalam kategori lima industri pionir. Berbagai kebijakan untuk mendukung investasi ini bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum yang menjadi faktor penentu bagi investor untuk berinvestasi dan melakukan perluasan usaha.
Untuk memberikan daya dorong dan stimulus APBN yang lebih optimal, Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) telah dibentuk untuk melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan belanja di masing-masing Kementerian/Lembaga. Dengan demikian diharapkan penyerapan dan pelaksanaan anggaran dapat lebih terarah
dan tepat waktu, sehingga penyerapan anggaran dapat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Upaya memperbaiki kinerja penyerapan anggaran dan belanja Pemerintah juga diiringi dengan penerbitan Perpres Nomor 54 tahun 2010 yang merupakan langkah untuk memperbaiki dan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa oleh instansi-instansi pemerintah. Kebijakan pembentukan TEPPA dan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tidak saja diarahkan pada belanja barang dan pegawai (komponen konsumsi Pemerintah) tetapi juga pada belanja modal dan investasi pemerintah (komponen PMTB).
Sementara itu sektor eksternal, ekspor dan impor diperkirakan tumbuh minus 1,5 dan 1,2 persen (yoy) pada Q4 2012, sehingga secara keseluruhan tahun 2012 tumbuh 1,2 persen dan 4,7 persen. Belum pulihnya perekonomian global khususnya di USA dan Eropa berdampak pada turunnya permintaan akan komoditas ekspor Indonesia melalui negara-negara tujuan utama ekspor. Negara tujuan utama produk ekspor Indonesia antara lain Cina, Jepang, dan India. Namun,mengingat harga komoditas utama ekspor nonmigas Indonesia di pasar internasional masih menunjukkan tren meningkat, maka diperkirakan tekanan terhadap ekspor Indonesia tidak terlalu besar. Sejalan dengan kondisi ekspor, impor yang sebagian besar berupa bahan baku dan barang modal juga akan mengalami perlambatan.
Dari sisi produksi, laju pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,5-3,7 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 3,0 persen (yoy). Sebagai salah satu sasaran prioritas bidang ketahanan pangan, maka kebijakan sektor pertanian akan diarahkan untuk : (i) meningkatkan ketersediaan bahan pangan terutama padi, jagung, kedelai, tebu, daging dan ikan termasuk dalam rangka mencapai surplus beras minimal 10 juta ton pada tahun 2014; (ii) meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan termasuk penyediaan cadangan stabilisasi pangan untuk antisipasi kenaikan harga pangan; (iii) meningkatkan kualitas konsumsi pangan; dan (iv) menyediakan cadangan beras pemerintah untuk operasi pasar dan kerawanan pangan karena bencana. Berbagai program pemerintah terkait dengan pertanian akan terus digulirkan, antara lain subsidi nonenergi berupa (i) subsidi pupuk yaitu untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani dengan harga terjangkau, meningkatkan produktivitas dan revitalisasi hasil pertanian, serta mendukung program ketahanan pangan; dan (ii) subsidi benih yaitu membantu menyediakan dan menyalurkan benih berkualitas dengan harga terjangkau melalui BUMN benih.
Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sebesar 5,7-5,9 persen (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 6,2 persen (yoy) hal ini terkait dengan melambatnya ekspor. Pembangunan sektor industri diarahkan pada: (i) revitalisasi industri (khususnya pupuk dan gula) dan berbagai rumpun industri prioritas sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional (PP Nomor 28 Tahun 2008); (ii) mendukung Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi (MP3EI) khususnya pengembangan 6 (enam) koridor ekonomi, yang meliputi pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit, klaster industri mesin dan perkakas umum, serta klaster industri besi baja; (iii) mendukung
42 Bab III Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 dan Realisasinya percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur melalui fasilitas
pembangunan industri semen, pabrik pupuk urea dan petrokimia, pengembangan industri garam, serta pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM), dan pengolahan rumput laut;dan (iv) membantu meningkatkan daya saing industri dalam negeri untuk menghadapi produk-produk impor melalui penggalakan penggunaan produksi dalam negeri dengan menyediakan data-data tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi produk industri dalam negeri, penguatan SNI yang disertai dengan peningkatan kemampuan infrastruktur logam uji coba di berbagai balai besar dan balai riset dan standardisasi (Baristan), dan penumbuhan rumpun industri berbasis minyak sawit (oleochemical) serta rumpun industri berbasis kondensat minyak dan gas bumi. Selain itu dari sisi fiskal adanya dukungan berupa subsidi pajak untuk mengembangkan industri nasional yang bersifat strategis.
Sektor konstruksi diperkirakan tumbuh 7,6-7,8 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2011 yang sebesar 6,7 persen (yoy). Meningkatnya sektor ini didukung oleh semakin maraknya pembangunan properti berupa perumahan dan pusat perbelanjaan di berbagai wilayah. Selain itu juga meningkatnya pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan program MP3EI dan bertambahnya anggaran belanja modal di tahun 2012.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran diperkirakan tumbuh 7,1-7,3 persen (yoy) melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 9,2 persen (yoy), hal ini juga terkait dengan melambatnya ekspor dan impor. Pertumbuhan sektor ini didukung oleh masih terjaganya daya beli masyarakat, kinerja sektor industri, maraknya perdagangan ritel di masyarakat, serta meningkatnya wisatawan domestik dan asing. Kondisi perekonomian global yang masih lemah juga memungkinkan para eksportir mengalihkan tujuannya ke pasar domestik.
III.3 Laju Inflasi
Perkembangan laju inflasi Indonesia selama beberapa tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas energi dan bahan pangan di pasar internasional. Volatilitas harga komoditas tersebut di pasar internasional muncul karena adanya gangguan produksi di negara-negara produsen sebagai dampak anomali iklim, bencana alam, dan konflik geopolitik. Adanya gangguan produksi tersebut mendorong peningkatan tekanan output gap di pasar internasional yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya gejolak harga