• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pak Ketua, jadi begini Pak Ketua. Kalau boleh kita overview sedikit kita ini masuk Panja ini terus terang tidak punya bekal, tidak punya peluru. Yang punya bekal dan punya peluru itu hanya beberapa orang salah satunya Pak Agung Rai. Yang dulu jadi Pimpinan Pansus waktu itu. Undang-undang ini memang pernah dibahas pada tahun lalu, periode lalu. Tapi kan di dalam Undang-Undang Nomor 10 tidak ada istilah carring over undang-undang. Begitu Anggota baru, proses baru. Kita ini belum pernah di dalam Pansus ini atau pun Komisi XI ini membuat RDPU kepada stakeholder tentang masalah ini di Anggota baru ini. Kalau yang Anggota Pansus yang lama dulu mungkin sudah, Dengan BI, dengan pakar, dengan apa, sudah. Tapi yang khusus baru ini belum sama sekali. Padahal yang ikut tahu tentang sejarah ini hanya beberapa orang.

126

Saya masuk dari hulunya waktu masih di Baleg, begitu Pansus saya tidak ikut. Pak Rai tidak ikut di Baleg tapi begitu Pansus terlibat. Andi Rachmat ikut dari Baleg sampai Pansus. lni yang membuat kita berdebat panjang mengenai dimensi-dimensi perencanaan, pencetakan, pemusnahan, dan sebagainya tadi yang oleh BI diatur physicly yang dianggap tidak bagian dari moneter oleh teman-teman, oleh saya pribadi minimal saya anggap bagian dari moneter. Saya usul karena ini berlanjut tetap mengagendakan adanya narasumber resmi tidak informal dengan stakeholder. Apakah itu BI, apakah itu Peruri nanti khusus mengenai masalah pencetakannya atau pun pihak-pihak lain tentang masalah ini. Itu Pak Ketua.

Ir. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP:

Saya menambahkan sedikit Pak. Kalau kita bicara dalam BI secara informal dan dengan stakeholder kita tidak membuat keputusan. Hanya sekedar mau tahu supaya waktu kita bicara kita sudah lebih banyak argumentasinya. Saya sendiri masih tidak punya bayangan atau perencanaan mulainya seperti apa yang dilakukan disana, pengedarannya. Kalau kita bisa dengar kita bicara dengan pemerintah kita juga sudah lebih tahu, saya tidak ikut terus terang walaupun saya di periode lalu juga di Komisi XI tapi saya tidak ikut di pembahasan di Pansus di undang-undang ini.

KETUA RAPAT:

Oke, kita sudah putuskan ini sarnpai jam 5. Jangan diubah-ubah lagi pikiran saya. Malam kita kasih kesempatan pemerintah untuk memetakan itu. Kita sudah tidak ada lagi kegiatan.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Begini Pak Ketua, inikan pihak BI sudah kita undang untuk narasumber.

KETUA RAPAT:

Siapa yang undang? Hari ini tidak ada undangan itu, Itu hangs dibicarakan bersama, tidak ada undangan itu.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Tidak ada salahnya stakeholder itu kan perlu juga kita dengar.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG:

Kita dengar dulu apa yang disampaikan oleh pemerintah. Pembahasan kita dengan pemerintah kita dengar dulu baru kita dengar narasumber.

KETUA RAPAT:

Jadi dengan BI itu tidak formal, kalau formal memang saya setuju. Kita belum pernah membitarakan secara internal ini agendanya bagaimana. Jadi dengan Bank Indonesia itu silakan mau ikut, tidak ikut juga tidak apa.

ANDI RACHMAT/ F-PD:

Sebaiknya menurut saya Pimpinan, informal pun sebaiknya tidak karena ini akhirnya hanya akan parsial berapa orang saja karena ada yang mau dan tidak mau. Kalau resmi itu kan otomatis

127

semua walaupun dia tidak ikut tidak boleti lagi dinyatakan tidak ikut, Tapi kalau informal akhirnya melegitimasi orang yang tidak ikut.

NUSRON WAHID/ F-PG:

Pak Ketua, kita inikan mau tanya, Mau tanya apakah perencanaan, menentukan jumlah yang yang beredar, pemusnahan, mencetak secara fisik, yang oleh pemerintah itu dianggap bukan bagian dari kebijakan moneter. Itu bagian dari kebijakan moneter atau tidak. Kalau kita tanya tentang moneter yang alamatnya kepada monetary authority dong, pada oritas moneter. Masa kita tanya sama penjaga hotel tidak mungkin kita tanya tentang moneter, Oleh karena itu saya mohon maaf mengusulkan memang seandainya Pansus ini dari awal ada RDPU tidak shortcut, kan ini asumsinya semua teman sudah tahu karena ini sudah pernah dibahas pada awalnya.

KETUA RAPAT:

Kita tidak berlanjut di situ, itu kita akan membuat internal atau sendiri Pansus ini. Tapi ini tetap kita tidak membuang waktu kita tanyakan sampai jam 5.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP:

Pak Ketua, saya rasa kita bisa masuk ke dalam tindak pidana saja kalau yang lain kan itu masih terkait satu sama lain bab tidak tindak pidana. Nanti masalah strukturnya itu kan yang diperencanaan, pengelolaan itu, strukturnya yang buat nanti pemerintah, Ini ketentuan pidana di DIM 137, maaf DIM 130.

KETUA RAPAT:

Tapi bagaimana kita mau membahas tindak pidana kalau kita belum mengetahui larangannya apa, yang dipalsukan apa, dan pemberantasannya bagaimana.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F•PDIP:

Kalau begitu Ketua, inikan menyangkut tindak pidana dengan hukum acara pidana. Ini terkait dengan hukum acara pidananya. Kalau bisa saya usul inikan hukum pidananya itukan sudah disusun dengan baik dan kita lakukan perubahan dengan DPR RI.

KETUA RAPAT:

Bisa disetujui usulnya Pak Agung?

MUSTOFA ASSEGAF, M.Si./ F-PPP:

Pimpinan, tapi kita sudah setuju pembahasan itu nanti dilanjutkan lagi setelah ada permintaan yang past'. Jangan-jangan ini ada keterkaitannya lagi. Nanti kita muter-muter, terulang lagi, ramai lagi.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PD1P:

Pak Ketua, ini pengalaman saya waktu tahun lalu. Kita langsung ke tindak pidana dan itu karena terkait dengan Undang-Undang Hukum Pidana. Maka dari itu, ini tidak terlalu ruwet masalah pidana ini karena kita tinggal mengadopsi bagaimana hukum pidana. Di DIM 130.

KETUA RAPAT:

Kita coba ya, kalau ini mengalami kesulitan kita pending saja lagi saja semuanya.

128 HJ. VERA FEBYANTHY1 F-PD:

Kalau memang ada yang bisa kita diskusikan sekarang ya kita langsung saja.

KETUA RAPAT:

Memang mau didiskusikan Bu sekarang. Kalau masih ada interupsi kita tidak akan diskusikan.

Kalau masih ada interupsi sana sini kita tidak akan diskusikan. Kita diskusi interupsi saja. Kita mulai ya kita coba dengan usulnya Pak Agung di halaman 29 di DIM 130 Bab IX. Mungkin bab ini nanti akan kita sesuaikan dengan pembahasan yang lainnya, itu sinkronisasi nanti. Usul DPR Republik Indonesia

"Pemeriksanaan tindak pidana terhadap uang rupiah". Pemerintah mengusulkan babnya sama

"Pemeriksaaan tindak pidana terhadap rupiah". Kita tidak usah minta penjelasan pemerintah ya soal uang saja kan. Setuju ya?

(RAPAT :SETUJU)

DIM 131 Pasal 30 saya persilakan saya pemerintah untuk menghemat waktu untuk menjelaskan.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Kalau DIM 131 itu penyempurnaan, kalau dari pemerintah itu penyesuaian urutan pasal, tapi subtansi sama, hanya kata-kata uang saja diubah ini Pak.

KETUA RAPAT:

Oke, setuju?

(RAPAT : SETUJU) DIM 132. Silakan pemerintah.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

DIM 132 ini substansi sama namun di sini hanya menyangkut penyempurnaan rumusan agar pemahamannya lebih mudah.

KETUA RAPAT:

Saya bacakan ya. Pasal 30 ini usulnya pemerintah "Alat bukti dalam perkara tindak pidana terhadap rupiah meliputi (a) alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (b) alat bukti yang diatur dalam undang-undang ini yaitu 1. barang yang menyimpan gambar, suara, dan film baik dalam bentuk elektronik, maupun optik, dan semua bentuk penyimpangan data dan atau 2. data yang tersimpan dalam jaringan Internet atau penyedia saluran korrunikasi lainnya". Penjelasan cukup jelas. Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) DIM 133. Silakan pemerintah.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

DIM 133 tetap, penyesuain urutan pasal saja.

KETUA RAPAT:

Oke, setuju ya?

(RAPAT SETUJU)

129

DIM 134. Ini sudah diputus ini Raker kemarin kan. Berarti 137 sudah selesai, DIM 138 sekarang.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP:

Saya usul Pak Ketua, ini kalau menyangkut sudah ada kalimat "uang", kita sudah sepakati bersama rupiah. Ini tidak perlu kita bahas lagi, kita tinggal lanjut saja yang lainnya.

Terima kasih Pak Ketua. Karena itu redundan dengan keputusan yang sebelumnya.

KETUA RAPAT:

Tetap saja kita bacakan biar nanti pertanggungjawabannya. Kedua itu menjadi ayat (1)

"Setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang dan atau transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun, denda paling sedikit 5 juta dan paling banyak 200 juta". Ini tidak terlalu ringan ini.

HJ. VERA FEBYANTHY/ F-PD:

Keringanan ini Panitia Anggaran Ketua.

Pak Ketua, saya melihat ini terlalu ringan karena kenapa, ini pemberlakuan juga terhadap travel agent hotel yang memakai uang dolar ini sudah tidak boleh lagi. Tadi kan banyak sekali contoh-contoh yang disampaikan Pak Habib tadi malam perbatasan itu yang dolar. Itu terlalu ringan. Inikan usulan DPR RI tapi kan bisa kita ubah. Bukari harga mati kok ini, kan bisa diubah.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.I F-PG:

Kita jangan berpikir soal di daerah perbatasan, kita berpikir menurut pandangan kita yang sesederhana itu. Orang yang berpraktek langsung tentu tidak akan berpikir sesederhana itu. Saya kira rumusan hukuman jangan kita ikut-ikutan LSM lalu hukumannya harus tinggi terus. Hukuman itu harus diletakan rasional dalam kaitannya dengan perbuatan. Masa orang cuma menggunakan uang lain saja harus dihukum berat. Kekeliruan itu kan tidak terlalu besar kesalahannya. Mungkin saja dia belum mengerti dan segala macam, masih dia harus diancam dengan hukuman berat. Saya kira rumusan ini sudah sangat-sangat rasional yang diajukan oleh DPR RI.

KETUA RAPAT:

Oke, kita setujui?

(RAPAT : SETUJU)

Ayat (2) nya "Setiap orang yang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan atau transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana kurangan pidana paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun dan denda paling sedikit 5 juta dan paling banyak 200 juta". Setuju ya?

130 ANDI RACHMAT/ F-PD:

Pimpinah Inl pertImbangkan di daerah-daerah tertentu masyarakatnya sangat resisten dengan kondisi fiSik uang. Uang kusut atau agak cacat sedikit mereka tidak mau. Kalau ini kejadiannya apakah juga akan dikenakan pasal ini? Judi ada kondisi yang sedikit, kalau ini ditolak oleh kelompok masyarakat tertentu. Ini ada di kampung saya di Sulawesi Tenggara itu Pulau Muna, itu cacat sedikit saja mereka tidak mau terima. Apakah ini juga akan dipersoalkan. Saya mengusulkan kalau perlu ini kita menambahkan pasal atau penjelasan dalam, pegelolaan uang ini mengenai perlakukan. Sebab ini kelewatan juga kita punya bangsa ini. Kalau menerima uang langsung dikucek begini. Itu beds perlakuan bangsabangsa lain terhadap uangnya. lni hanya pemikiran saya, tapi terkait dengan ini saya usul ini dipertirnbangkan sebaik-baiknya. Banyak kelompok masyarakat yang menolak penerimaan uang dengan kondisi tertentu atas uang tersebut.

KETUA RAPAT:

Itu tinggal dirumuskan saja, saya kira itu kita ada baiknya belum tentu kita setujui ya.

Rumusannya nanti kita tekankan, Pak Andi Rachmat coba merumuskan ini. Saya titip Pak Andi Rachmat, kalau Bapak bikin rumusan tadi saya titip juga kadang-kadang masyarakat suka barter-barter Iho, abu gosok ditukar botol kosong, itu betul ada kok, baju tua ditukar ayam, itu masih ada di daerah. Itu alat pembayaran atau barter namanya.

HJ. VERA FEBYANTHYI F-PD:

Pak Ketua, ini contoh kasus mungkin daerah Pak Heri ya. Itu satu toko yang mau tidak mau mereka menerima rupiah maunya Singapura Dolar. Itu yang HAMs dihukum berat. Masih dalam wilayah NKRI maunya Singapura Dolar, itu tidak boleh seperti itu. Maksudnya tujuannya pasal ini memberi efek jera terhadap orang-orang atau pelaku bisnis yang tidak mau menerima rupiah. Masih di dalam wilayah NKRI, itu sudah harga mati bagi saya. Jadi kalau 5 juta, 200 juta, itu kecil. Penerimaan mereka bisa semakin berapa ratus miliar tiba-tiba dibayar dengan 5 juta.

KETUA RAPAT:

Ini pun kita harus tugaskan siapa yang mengatur ini apakah Bank Indonesia ataukah pemerintah atau. Bukan merumuskan, maksudnya nanti kalau belum ada di daerah kita siapa yang bertugas itu, artinya inspeksi atau namanya kita rumuskan saja itu.

HJ. VERA FEBYANTHYI F-PD:

Kita minta bantuan dari mungkin dari aparat hukum atau kepolisian untuk merumuskan ini bagaimana kiasifikasi memberikan tadi Pak Edison mengatakan jangan serta merta kita memberikan hukuman sekian berat. Jadi perlu ada pengaturan mungkin kita minta bantuan dari pihak kepolisian bagaimana caranyalah. Tapi kalau ini menurut saya ini terlalu ringan bagi pelaku bisnis yang menolak rupiah.

Drs. KAMARUDDIN SJAM, M.M./F-PG:

Tambahan sedikit Pak.

131

Saya dapat informasi juga bahwa pencantuman angka ini sudah mengacu kepada KUHAP, tidak sembarangan kita mengubah ini mengubah KUHAP Pak. Ini pada waktu penyusunan tempo hari katanya sudah mengacu pada KUHAP katanya Pak.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT:

Tapi KUHAP itu juga undang-undangkan, kita bisa mengubah undang-undang itu. Kita buat sendiri bahwa ini ketentuan yang khusus. Cuma menjadi persoalan saya tidak tahu, silakan saja.

Silakan pemerintah.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Kami juga mencoba mempelajari rumusan-rumusan yang diajukan oleh DPR ini. Bedanya kalau tidak salah dengan KUHAP itu di sini lebih berat. Kalau dalam KUHAP itu kalau tidak salah tidak ada kata-kata minimum. Di ainikan paling eadikit, paling lama, 4,1 yang minImai )ado jadl bisa dlnalkan. Saya rasa Itu.

KETUA RAPAT:

Apanya yang dinaikan Pak? Angkanya begitu?

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO):

Mohon izin Pak menjelaskan dari KumHAM. Silakan.

Dokumen terkait